Thalasemia (20).docx

  • Uploaded by: Lusi Meisita
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Thalasemia (20).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,272
  • Pages: 12
THALASEMIA A. Definisi Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hb kurang atau tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (Indanah, 2010). Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh haemoglobin (suryadi,2001) Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal dari orang tua kepada anaknya. Dimana adanya penurunan produksi jumlah hemoglobin yaitu salah satu komponen terpenting darah yang berfungsi mensuplai oksigen ke seluruh tubuh, sehingga mengakibatkan suplai oksigen keseluruh tubuh terganggu. B. Etiologi Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya. Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dari orang tua lain adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua orang tuanya menderita thalasemia sedang sampai berat. (Muncie & Campbell, 2009) C. Tanda dan Gejala Pada penderita thalassemia menurut James & Ashwil (2007) akan ditemukan beberapa kelainan diantaranya : 1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak nafsu makan, infeksi berulang, dan pembesaran limfe atau hati 2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala, nyeri prekordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan anoreksia 3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kekurangan hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada kepala, frontal, parietal, molar yang menjadi lebih menonjol, batang

hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam dengan tulang pipih yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley, yang merupakan cirri khas thalasemia mayor. Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada thalasemia yaitu anemia yang menahun disebabkan eritropoises yang tidak efektif, proses hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin (Indanah, 2010). Adanya anemia tersebut mengakibatkan pasien memerlukan transfusi darah seumur hidupnya. Pemberian transfusi darah secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi pada jaringan parenkim disertai dengan kadar serum besi yang tinggi. Hal tersebut dapat menimbulkan hemosiderosis pada berbagai organ tubuh seperti, jantung, hati, limpa serta kelenjar endokrin. Kondisi anemia kronis menyebabkan terjadinya hypoxia jaringan dan merangsang peningkatan produksi eritropoitin yang berdampak pada ekspansi susunan tulang sehingga pasien thalasemia mengalami deformitas tulang, resiko menderita gout dan defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin juga mengakibatkan hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis eksta medular serta hemolisis menyebabkan terjadinya hipersplenisme dan splenomegali. Hypoxia yang kronis sebagai dampak dari anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit kepala, irritable, aneroxia, nyeri dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut pasien juga beresiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien dengan thalasemia juga mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan penampilan wajah khas berupa tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar dan tulang hidung datar (Indanah, 2010).

D. PATHWAY

E. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia a) Fraktur patologis b) Hepatosplenomegali c) Gangguan tumbuh kembang d) Disfungsi organ e) Gagal jantung f)

Hemosiderosis

g) Hemokromatosis

F. Pemeriksaan penunjang

1.Darah tepi : a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g% b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas. c. Retikulosit meningkat. 2.Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) : a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil. b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat. 3.Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total a. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F. b. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total). 1. Pemeriksaan lain :

a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas. G. Penatalaksanaan Terapi thalasemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati perkembangan normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai dampak sistemik penyakit. Terapi thalasemia mayor meliputi pemberian tranfusi, mencegah penumpukan zat besi (Hemocromatosi) akibat tranfusi, pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis dengan splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang (Indanah, 2010). a. Tranfusi Darah Tranfusi darah yang teratur dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin normal atau mendekati normal. Terapi ini diberikan jika kadar hemoglobin < 6 mg/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut. Tehnik yang dipakai adalah hipertranfusi, yaitu untuk mencapai kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan tranfusi 2 – 4 unit darah setiap 4 - 6 minggu, sehingga produksi hemoglobin abnormal ditekan. Tindakan ini bertujuan mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis, memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan serta memperpanjang ketahanan hidup (Indanah, 2010). b. Iron Chelator Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi (hemocromatosis) akibat tranfusi dan akibat patogenesis dari thalasemia sendiri serta mengontrol kadar besi didalam tubuh secara optimal (Indanah, 2010). Iron chelator yang diberikan berupa desferoksamin (desferal ®), berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin. Desferoksamin diberikan dengan infusion bag dengan 1 – 2 g tiap unit darah yang ditranfusikan atau melalui infus subcutan 20 – 4 mg/kg dalam 8 – 12 jam, 5 – 7 hari seminggu. Terapi ini diberikan setelah tranfusi darah 10 – 15 unit. Besi yang terkelasi oleh desferoksamin diekresikan melalui urin dan feses. Pemberian Vitamin C (200 mg/hari) membantu meningkatkan eksresi besi oleh desferoksamin. Harapan hidup pasien thalasemia akan meningkat jika pasien patuh terhadap terapi iron chelator ini. Selain harganya yang mahal, terapi ini member efek samping pada pasien seperti bengkak, gatal, tuli, kerusakan pada retina, kelainan tulang dan retardasi pertumbuhan (Indanah, 2010).

c. Splenektomi Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi proses hemolisis. Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca splenektomi (Indanah, 2010). d. Transplantasi Sumsum Tulang Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya untuk kasus thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan thalasemia dengan transplantasi sumsum tulang ini, harus dengan pertimbangan yang sangat matang karena mengandung banyak resiko (Indanah, 2010) menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang yang mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada biopsi hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan transplantasi. Terapi dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan pasien terhadap iron chelation therapy.

e.Diet Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka asupan nutrisi yang dianjurkan pada pasien thalassemia adalah tinggi kalori, tinggi protein, kalsium, seng, vitamin A (‚-karoten), vitamin D, vitamin E, dan rendah besi, sedangkan vitamin C harus dibatasi karena dapat meningkatkan absorpsi besi. (Tabel 1 dan 2) Tabel 1. Makanan yang harus dihindari oleh pasien Thalasemia Makanan dengan kandungan zat besi tinggi

Kandungan besi

Organ dalam (hati, ginjal, limpa)

5 – 14 mg/dl/100 g

• Daging sapi

2,2 mg/100 g

• Hati dan ampela ayam

2-10 mg/100 g

• Ikan pusu (dengan kepala dan tulang)

5,3 mg/100 g

• Kerang

13,2 mg/100 g

• Telur ayam

2,4 mg/butir

• Telur bebek

3,7 mg/ butir

• Buah kering / kismis, kacang

2,9 mg/ 100 g

• Kacang-kacangan yang digoreng

4-8 mg/100 g

• Kacang-kacangan yang dibakar

1,9 mg/100 g

• Biji-bijian yang dikeringkan

21,7 mg/100 g

• Sayuran berwarna hijau (bayam, kailan, kangkung)

>3 mg/100 g

Tabel 2. Makanan yang diperbolehkan bagi pasien hallassemia.24 Makanan dengan kandungan besi sedang     

Daging ayam Tahu Sawi, kacang panjang Ikan pusu Bawang, gandum

Jumlah pemberian 2 potong/hari 1 potong 1-2 porsi (0,5 cup)/hari Tanpa kepala dan tulang Jumlah sedang

Makanan dengan kandungan besi rendah • Nasi, mie, roti, biscuit • Umbi-umbian (wortel, lobak, bengkoang) • Semua jenis ikan • Semua jenis buah (yang tidak dikeringkan) • Susu, keju, minyak, lemak

H.PENGKAJIAN 1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. 2. Umur Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun. 3. Riwayat Kesehatan Anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. 4. Pertumbuhan dan Perkembangan Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. 5. Pola Makan Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia. 6. Pola Aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah. 7. Riwayat Kesehatan Keluarga Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor. 8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC) Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir. 9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia

a)

Keadaan Umum = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.

b)

Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.

c)

Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan

d)

Mulut dan bibir terlihat kehitaman

e)

Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.

f)

Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).

g)

Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal

h)

Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.

i)

Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena

adanya

penumpukan

zat

besi

dalam

jaringan

(hemosiderosis).

I.Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman Oksigen ke sel.

kulit

Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan adekuat. Kriteria hasil : Kode

Kriteria hasil

IR

ER

060001

Denyut jantung apical

3

5

060002

Irama jantung apical

3

5

060003

Pernapasan

3

5

060034

Tingkat kelelahan

3

5

060035

Kelemahan otot

3

5

060041

Paresthesia menurun atau hilang

3

5

00507

Warna Kulit

2

5

Intervensi : a) Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer b) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik misalnya sensasi, gerakan nadi, warna kulit atau suhu. c) Berikan oksigen sesuai indikasi Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku. d) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi). e) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung. f) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi. g) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hemoglobin, AGD, dll h) Kolaborasi dalam pemberian transfusi. i) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperwatan selama 2x24 jam diharapkan klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari.

Kriteria hasil: Kode

Kriteria hasil

IR

ER

00502

Rata-rata nadi dengan akivitas

3

5

00504

Tekanan darah sistolik dalam aktivitas

3

5

00505

Tekanan darah diastolic dalam aktivitas

3

5

041004

Pernapasan

3

5

041015

Sesak napas saat istirahat

2

5

00507

Warna Kulit

2

5

Intervensi : a) Kaji toleransi fisik anak dan bantu dalam aktivitas yang melebihi toleransi anak b) Berikan anak aktivitas pengalihan misalnya bermain c) Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia d) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas. e) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas. f) Catat respon terhadap tingkat aktivitas. g) Berikan lingkungan yang tenang. h) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan. i) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. j) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas. k) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan. l) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi. m) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. Tujuan : menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi

Kriteria hasil : Kode

Kriteria hasil

IR

ER

184102 Index berat badan tubuh

3

5

184109 Nutrisi kesehatan tubuh

3

5

184110 Asupan Cairan

3

5

184112 Mengetahui makanan yang baik atau tidak

3

5

menghindari 3

5

184121 Mengetahui

teknik

untuk

penurunan BB

Intervensi: a) Pantau jumlah dan jenis intake dan output pasien b) Timbang berat badan klien c) Beri Health Education tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh d) Kolaborasi dengan ahli gizi e) Berikan makanan yang bergisi. f) Berikan minuman yang bergisi misalnya susu g) Beri makanan sedikit tapi sering. h) Berikan suplemen atau vitamin pada anak i) Berikan lingkungan yang menyenangkan

DAFTAR PUSTAKA

Arijanty, L., & Nasar, S. S. (2006). Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari Pediatri, 5(1), 21-6. Fatriani, Liza, 2012 Talasemia Ganie, R. A. (2005). Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran. USU, Medan.

Indanah, 2010 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan “self care behavior” Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN, Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta. James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of the children: Principle’s &practice (3rd ed.)St. Louis: Saunders Elsevier.

Muncie, H.J. & Campbell, J.S. (2009). Alpha and beta thalasemia.

Related Documents

Thalasemia
November 2019 25
Askep Thalasemia Pada Anak
December 2019 36
Thalasemia (20).docx
April 2020 4

More Documents from "Siti Makkiah"

Ggk (autosaved).docx
April 2020 12
Thalasemia (20).docx
April 2020 4
Doc1.docx
April 2020 21
Appendicitis.pptx
December 2019 43
Urinary Retention.pptx
December 2019 39