ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA SEHAT JIWA
Mata Kuliah Keperawatan Jiwa 2 Dosen Pembimbing: Ns Diyan Yuli Wijayanti, S.Kep.,M.Kep
Oleh Kelompok 1 Yeyen Veronika
22020118183001
Prasetyaningsih
22020118183015
Nanang Apriyanto
22020118183026
Unggul Wasis
22020118183027
Benediktus A
22020118183031
DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2019
BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG Manusia selalu mengalami dua kondisi dalam kehidupanya, yaitu kondisi sehat ataukah sakit. Konsep sehat dan sakit merupakan gejala universal, dikenal oleh seluruh masyarakat dunia dengan latar belakang budaya yang berbeda. Sehat dan sakit bukanlah tampak pada keadaan fisik saja, ataupun terbebas dari kecacatan akan tetapi lebih dari itu yaitu meliputi cakupan yang sangat luas baik secara mental/jiwa maupun sosial. Setiap orang adalah unik, karena memiliki usia dan karakter yang berbeda. Di sepanjang siklus kehidupannya, manusia akan mengalami fase kehidupannya. Mulai dari fase perinatal, bayi, toddler, preschool, sekolah, remaja, hingga fase dewasa muda menengah dan tua/ lansia. Setiap fase itu memiliki tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Setiap fase yang terjadi terdapat tugas-tugas perkembangan yang diharapkan dapat dicapai oleh individu pada setiap tahap perkembangannya, sebelum melangkah ke tahapan perkembangan selanjutnya. Apabila gagal dalam memenuhi tugas perkembangannya, maka individu tersebut akan sulit untuk memenuhi dan melaksanakan tugas perkembangan pada fase selanjutnya. Seorang perawat dituntut untuk mengerti proses tumbuh kembang manusia mulai dari masa perinatal hingga masa tua/ lansia itu. Oleh karena keunikan yang dimiliki setiap individu berbeda-beda dan fase kehidupan yang juga bertahap-tahap maka diperlukan tindakan yang berbeda dalam menangani kasus bahkan kasus yang sama. Berdasarkan uraian di atas, kelompok kami hanya menfokuskan pembahasan dalam halhal yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan pada fase lansia pada makalah ini. 2. TUJUAN a. Tujuan Umum Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan sehat jiwa pada lansia.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian sehat jiwa. 2. Mahasiswa mampu menyebutkan kriteria sehat jiwa. 3. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep pertumbuhan dan perkembangan lansia. 4. Mahasiswa mampu mengetahui tugas perkembangan dari fase lansia 5. Mahasiswa mampu menjelaskan tahap asuhan keperawatan sehat jiwa pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN 1. Konsep Kesehatan Jiwa Kesehatan menurut UU Kesehatan.No 23 tahun 1992 merupakan keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan jiwa menurut UU No 3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa didefinisikan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain. Kelompok sasaran sehat jiwa ada pada umur 0 tahun sampai dengan 60 tahun atau lebih. Menurut Yusuf et. all ( 2015) manifestasi jiwa antara lain tampak pada kesadaran, afek, emosi, psikomotor, proses berpikir, persepsi, dan sifat kepribadian. Kesadaran dalam hal ini lebih bersifat kualitatif, diukur dengan memperhatikan perbedaan stimulus (stressor) dan respons (perilaku yang ditampilkan), serta tidak diukur dengan Glasgow Coma Scale (GCS). World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan hal berikut: 1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk. 2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan. 3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya. 4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima. 5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan. 6. Mempunyai daya kasih sayang yang besar. 7. Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian hari. 8. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif. Menurut Notosoedirdjo M & Latipun (2007) kesehatan jiwa bukanlah satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, namun juga dipengaruhi oleh berbagai disiplin ilmu seperti psikologi, studi anak,pendidikan, sosiologi, psikiatri, medis biologi, sosio antropologi, agama, ekonomi dan politik. Hal yang tidak kalah penting dalam kesehatan mental/ jiwa bukan hanya pencegahan dan perawatan terhadap penyakit mental/jiwa melainkan juga pada pemeliharaan dan promosi kesehatan mental/ jiwa baik kepada individu ataupun masyarakat.
Secara umum ruang lingkup kesehatan mental/jiwa meliputi: 1. Promosi kesehatan mental/jiwa, yang meliputi usaha-usaha peningkatan kesehatan mental/jiwa. 2. Pencegahan primer, yaitu usaha untuk mencegah timbulnya gangguan dan sakit mental/jiwa. 3. Pencegahan sekunder, yaitu usaha untuk menemukan kasus secara dini (early case detection) dan penyembuhan secara tepat ( prompt treatment) terhadap gangguan dan sakit mental/jiwa agar dapat mengurangi durasi gangguan dan mencegah jangan sampai terjadi cacat seseorang/ masyarakat. 4. Pencegahan tersier, yaitu usaha rehabilitasi awal yang dapat dilakukan terhadap orang yang mengalami gangguan dan kesehatan mental/ jiwa. Ada 11 diagnosa keperawatan sehat jiwa yaitu: 1. Kesiapan peningkatan perkembangan infant (readiness for enhanced organized infant). 2. Kesiapan peningkatan perkembangan toddler (readiness for enhanced for organized toddler). 3. Kesiapan peningkatan perkembangan pra sekolahl (readines for enhanced organized pre school). 4. Kesiapan peningkatan perkembangan usia sekolah (readiness for enhanced organized school age). 5. Kesiapan peningkatan perkembangan remaja (readiness for enhanced organized teenage). 6. Kesiapan peningkatan perkembangan dewasa awal (readiness for enhanced coping for young adult). 7. Kesiapan peningkatan perkembangan dewasa (readines for enhanced coping for adult). 8. Kesiapan peningkatan perkembangan lansia (readines sfor enhanced coping for elderly). 9. Kesiapan peningkatan pengetahuan (readiness for enhanced knowledge). 10. Kurang pengetahuan (deficient knowledge). 11. Kesiapan peningkatan perkembangan perawatan diri (readiness for enhanced self care).
2. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Pada Lansia Lanjut usia (lansia) atau menua meru-pakan tahap paling akhir dari siklus kehidupan seseorang. WHO (2009) menyatakan masa lanjut usia menjadi empat golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Menurut Setyonegoro (dalam
Efendi, 2009) lanjut usia (getriatric age) dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu young old (usia 70-75 tahun), old (usia 75-80 tahun), dan very old (usia > 80 tahun). Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan seseorang yang berusia di atas 60 tahun. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, proporsi populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia dan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran yang dapat diukur secara kuantitatif. Indikatornya meliputi tinggi badan, berat badan, ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi. Pola pertumbuhan fisiologis sama untuk semua orang, akan tetapi, laju pertumbuhan bervariasi pada tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Perkembangan adalah kemampuan dalam peningkatan kompleksitas fungsi dan kemajuan keterampilan yang dimiliki individu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perkembangan merupakan aspek perilaku dari pertumbuhan. Karakteristik perkembangan lansia (lebih dari 65 tahun) adalah sebagai berikut: a. Perkembangan Psikososial Lansia sering mengalami masalah sosial, berupa keterasingan dari masyarakat karena penurunan fungsi fisik yang dialami, misalnya berkurangnya kepekaan pendengaran, maupun cara bicara yang kadang sudah tidak dapat dimengerti. Para lansia juga menghadapi masalah psikologis, yaitu munculnya kecemasan dalam menghadapi kematian pada lanjut usia (Azizah, 2011). Lansia memiliki harapan untuk bisa hidup bersama keluarganya, mendapatkan cinta dan kasih dari keluarga untuk menghadapi kesulitan hidup di masa akhir kehidupannya. Permatasari (2004) juga menyebutkan bahwa keluarga merupakan tempat pemenuhan kebutuhan sosial, yaitu sumber kasih sayang serta rasa mencintai dan dicintai. Hubungan yang baik tersebut menimbulkan perasaan senang pada lansia serta membuat mereka merasa ada yang mengurus dan memenuhi kebutuhan di masa tua mereka. Tugas perkembangan lansia menurut Peck tahun 1998, antara lain: 1. Usia 65 sampai 75tahun a). Menyesuaikan diri dengan kesehatan kekuatan fisik dan penghasilan yang menurun. b). Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan, dan teman. d). Menyesuaikan diri dengan hubungan yang baru bersama anak-anak yang sudah dewasa.
e).Menyesuaikan diri dengan waktu luang. f). Menyesuaikan diri dengan respons fisik dan kognitif yang melambat. 2. Usia 75 tahun atau lebih a). Beradaptasi dengan situasi /hidup sendiri. b). Menjaga kesehatan fisik dan mental. c). Menyesuaikan diri dengan kemungkinan tinggal di panti jompo d). Tetap berhubungan dengan anggota keluarga lain. e). Menemukan makna hidup. f). Mengurus akan kematiannya kelak. g). Tetap aktif dan terlibat dalam aktivitas. h). Membuat perencanaan hidup yang memuaskan seiring penuaan.
b. Perkembangan kognitif Terjadi perubahan pada struktur kognitif berlangsung seiring bertambahnya usia. Pada lansia, proses penarikan informasi dari memori jangka panjang dapat menjadi lebih lambat. Lansia cenderung melupakan kejadian yang baru saja berlalu. Dan mereka memerlukan waktu yang lebih banyak dalam belajar. c. Perkembangan moral dan emosi Terjadi pada kebanyakan lansia berada pada tingkat prakonvensional perkembangan moral, mereka mematuhi setiap aturan agar tidak menyakiti atau menyusahkan orang lain. Sedangkan pada tingkat konvensional, mereka mengikuti kaidah sosial yang berlaku sebagai respons terhadap harapan orang lain. Setiti (2007) kebutuhan sosial merupakan kebutuhan lansia yang dapat memengaruhi emosional lansia. Setiti menjelaskan bahwa lansia membutuhkan orang-orang dalam berinteraksi secara sosial. Mereka membutuhkan teman bicara, sering dikunjungi dan disapa serta silaturahmi dari keluarga dekat. d. Perkembangan spiritual Bagi lansia agama dapat memberikan kenyamanan, penghiburan, dan penguatan. Banyak lansia memiliki keyakinan agama yang kuat dan terus menghadiri pertemuan atau ibadah keagamaan. Keterkaitan lansia dalam hal keagamaan kerap membantu mereka dalam mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengan makna hidup, kesengsaran, atau nasib baik.
Benson (2000) mengungkapkan bahwa doa yang dilakukan berulang-ulang (repetitive prayer) akan membawa berbagai perubahan fisiologis, seperti berkurangnya kecepatan detak jantung, menurunnya kecepatan nafas, menurunnya tekanan darah, melam-batnya gelombang otak dan pengurangan menyeluruh kecepatan metabolisme. Kondisi ini disebut sebagai respon relaksasi (relaxation response). Masalah kesehatan yang mungkin dialami lansia, antara lain kecelakaan , penggunaan dan 1. Kecelakaan (mudah jatuh karena penurunan fungsi penglihatan) 2. Penyakit ketunadayaan kronik, menurut Kholifah (2016) penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb. 3. Penggunaan dan penggunasalahan obat Lansia yang menderita suatu jenis penyakit kronis lebih kerap memerlukan obatobatan. Kerumitan yang ditemui dalam pemberian obat itu secara mandiri dapat menimbulkan berbagai situasi penggunasalahan, seperti mengonsumsi obat terlalu banyak atau terlalu sedikit, mengonsumsi obat bersama alkohol, mengonsumsi obat resep bersama obat bebas, atau mengonsumsi obat milik orang lain tanpa sengaja. 4. Akoholisme 5. Demensia Demensia merupakan proses yang membahayakan dan berlangsung lambat, yang mengakibatkan hilangnya fungsi kognitif secara progresif. Tipe dimensia yang paling sering ditemui adalah penyakit Alheimer. 6. Penganiayaan lansia Penganiayaan dapat berupa penganiayaan fisik, psikologis, atau emosi penganiayaan seksual, penganiayaan keuangan, dan pelanggaran terhadap HAM. Secara psikologis, lansia dapat mengalami kekerasan verbal, ancaman, penghinaan, atau ejekan. Penganiayaan bisa berarti pengabaian, baik yang terjadi di rumah, masyarakat ataupun panti sosial.
3. Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Pada Lansia
1). Pengkajian Pengkajian status mental pada lansia adalah sebagai berikut: a. Penilaian fungsi Pengkajian dari aktivitas sehari- hari ( makan, kebutuhan toilet, berpakaian). b. Mood, perasaan dan afek Perasaan kesepian, tidak berdaya, tidak berguna, putus asa c. Gangguan persepsi, terjadi gangguan orientasi realitas d. Proses pikir, terjadi flight of idea, asosiasi longgar dan sirkumstansial. e. Daya ingat baik jangka panjang dan menengah. f. Kaji riwayat keluarga Masalah yang ada dalam keluarga dan komunikasi dalam keluarga. g. Kaji interpersonal klien Tipe orang dan masalah yang dihadapi. h. Kaji riwayat tidak menyenangkan pada masa lalu.
FORMAT PENGKAJIAN KLIEN SEHAT JIWA
Nama perawat
: …………..
Tanggal pengkajian
: …………..
Tempat pengkajian
: …………..
Sumber data
: …………..
I.
II.
III.
IDENTITAS KLIEN Nama klien lengkap
: ...............................
Nama panggilan klien
: ...............................
Umur/TTL
: ...............................
Jenis kelamin
: ...............................
Agama
: ...............................
Pendidikan
: ...............................
Pekerjaan
: ...............................
Suku bangsa
: ...............................
Status marital
: ...............................
Alamat lengkap
: ...............................
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB Nama penanggung jawab klien
: ...............................
Umur
: ...............................
Agama
: ...............................
Suku bangsa
: ...............................
Alamat lengkap
: ...............................
Telp yang mudah dihubungi
: ...............................
Hubungan dengan klien
: ...............................
PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN Usia lebih dari 65 tahun Petunjuk teknis pengisian format : 1. Berilah tanda (√) jika klien dan keluarga mampu melakukannya 2. Apabila semua kemampuan tercapai (jawaban “Ya“ mencapai 100%) maka dikategorikan “Normal“ namun bila kurang dari 100% maka dikategorikan “Penyimpangan“
Nama klien ................................................... Kemampuan Ya
N o
Kemampuan Klien Berpartisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan (arisan, rapat Berpartisipasi dalam kegiatan kelompok (pengkajian, senam lansia, Posyandu lansia) 3 Menceritakan keberhasilan atau prestasi di masa lalu 4 Merasa dicintai dan berarti dalam keluarga 5 Mempunyai sistem nilai dan pandangan agama 6 Melaksanakan kegiatan ibadah rutin sesuai keyakinan dan agama 7 Menyiapkan diri ditinggalkan anak yang telah mandiri 8 Menerima dan menyesuaikan diri dengan kematian pasangan (suami/isteri) 9 Menyiapkan diri menghadapi kematian Kemampuan keluarga 1 Memfasilitasi lansia dalam kegiatan sosial 2 Memfasilitasi lansia dalam kegiatan kelompok 3 Memfasilitasi lansia dalam kegiatan agama 4 Mendiskusikan dengan lansia keberhasilan dan prestasi masa lalu 5 Memenuhi kebutuhan atau merawat lansia saat sakit 6 Memenuhi kebutuhan cinta dan kasih sayang lansia 7 Memperlakukan lansia sebagai orang yang berarti dalam keluarga 8 Memfasilitasi lansia menemukan dan menjalankan hobi yang disukainya 9 Tidak mempekerjakan lansia secara paksa sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga 10 Tetap menjadikan lansia sebagai nara sumber dalam diskusi atau rapat keluarga 1 2
Diagnosa Keperawatan : Normal
: Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Lansia
Penyimpangan
: Resiko Ketidaksiapan Perkembangan Usia Lansia
Nama perawat : ...........................................
2). Diagnosa Keperawatan dan intervensi
: Tidak
Diagnosa : kesiapan peningkatan perkembangan usia lansia Intervensi: a. Gunakan tehnik komunikasi teraupetik b. Dukung pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri, libatkan keluarga. c. Tingkatkan ketrampilan koping dalam menyelesaikan masalah. d. Motivasi untuk membina hubungan dengan orang lain di lingkunganya. e. Motivasi klien dan keluarga untuk menggunakan sumber- sumber yang tersedia di masyarakat seperti tetangga, teman dekat, pelayanan kesehatan terkait. f. Dorong untuk aktif mengikuti kegiatan keagamaan. Diagnosa: resiko ketidaksiapan perkembangan usia lansia. Intervensi: a. Beri kesempatan klien untuk mengenal barang pribadinya, waktu, menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat, mengenal dimana dia berada. b. Berikan pujian jika klien dapat menjawab dengan benar. c. Observasi kemampuan klien untuk melakukan aktivitas sehari- hari. d. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang dipilihnya. e. Tanyakan perasaan klien jika mampu melakukan kegiatanya. f. Bersama klien dan keluarga membuat jadwal kegiatan sehari-hari. g.Motivasi keluarga untuk membantu klien dalam pemenuhan kebutuhan dan aktivitas sehari- hari. h.Anjurkan keluarga untuk menyediakan sarana yang dibutuhkan klien dalam melakukan hal yang disukainya. j. Bantu keluarga memilih kemampuan yang biasa dilakukan klien saat ini.
BAB III PENUTUP
1.
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada lansia memiliki tugas
perkembangan sendiri yang harus dipenuhi. Jika lansia tidak dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dengan baik maka akan mengalami beberapa masalah yang dapat menganggu kesehatan jiwanya. Seorang perawat harus memahami setiap proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, supaya bisa melakukan pengkajian terhadap perkembangan serta memberikan asuhan keperawatan yang tepat di setiap fasenya.
2.
SARAN Perawat sebaiknya dapat memahami setiap proses pertumbuhan dan perkembangan
serta menambah pengetahuan lebih mengenai pertumbuhan dan perkembangan pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan manusia sehingga dapat memiliki pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara fisik ataupun kejiwaan. Bagi lansia, perawat dapat berperan sebagai pendukung terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip sabar, simpatik dan service.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda Ruth Naftali. Ananda, et all. (2017) . Buletin Psikologi: Kesehatan spiritual dan kesiapan lansia dalam menghadapi kematian .Vol. 25, No. 2, 124 – 135 DOI:.28992 Notosoedirdjo M & Latipun. (2007). Kesehatan mental: konsep dan penerapan. Ed. 4. Malang: UMM Press Rasmun. (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga. Ed. 1. Jakarta: CV. Sagung seto Setiti, S. (2007). Pelayanan lanjut usia berbasis kekerabatan (studi kasus pada lima wilayah di Indonesia). Jakarta: Puslitbang Kesejahteraan Sosial. Retrieved from http://www.depsos.go.id/unduh/.pdf Yusuf. Ah, et. All. (2015). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika Kholifah, S.N. (2016). Keperawatan gerontik. Jakarta: Pusdik SDM kesehatan