A. Pengertian Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil utamanya adalah testis pada pria dan ovarium pada wanita. Baik bagi Pria maupun wanita, testosteron memiliki peranan penting pada kesehatan.
Gambar 1. Struktur Testosteron Testosteron merupakan steroid C19 dengan suatu gugusan –OH pada posisi 17 disintesis dari kolesterol atau langsung dari asetil koenzim A terutama di dalam sel interstisial Leydig yang terletak pada interstisial tubulus seminiferus testis di bawah rangsang luetening hormon (LH) pada hipotalamus yang merangsang sel Leydig, melibatkan peningkatan pembentukan AMP siklik yang meningkatkan pembentukan kolesterol dan ester kolesteril dan perubahan kolesterol ke pregnenolon melalui aktivasi protein kinase. Kristal-kristal testosterone berbentuk jarum-jarum dengan titik lebur 115oC. Testosterone tidak larut dalam air tetapi larut dalam alhohol, eter dan pelarut organik lain. Hormone ini membentuk ester dengan asam asetat, asam butirat, asam palmitat serta asam benzoat. Hormon Testosteron ini juga diproduksi oleh ovarium tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. Hormon ini dibutuhkan oleh wanita karena berhubungan dengan daya tahan tubuh dan libido (gairah seksual) (Soemardjo, 2006). B. Mekanisme Pelepas Kolesterol sebagai bahan dasar untuk biosintesis berasal dari plasma darah dalam bentuk LDL dan sebagian disintesis didalam sel Leydig. Masuknya kolesterol LDL adalah melalui penangkapan kolesterol LDL reseptor pada permukaan sel Leydig. Jalur sintesis testosteron adalah melalui pregnenolon
kemudian
diubah
menjadi
17-OH-prognenolon,
berubah
lagi
menjadi
androstenediol dan akhirnya tersintesin testosteron (Payne, 1996). Sebelum testosteron menjadi bioaktif, biasanya androgen ini harus diubah terlebih dahulu menjadi dihidrotestosteron pada sel-sel target. Androgen pada umumnya sangat dibutuhkan untuk perkembangan sifat-sifat seks primer maupun sekunder pada laki-laki. Testosteron sebagian besar disekresikan oleh sel sertoli didalam jaringan testis yang berada diantara jaringan-jaringan interstitial yang hanya merupakan sekitar 5% dari seluruh jaringan testis (Guyton, 1997). C. Mekanisme Kerja Testosteron disintesis terutama dalam sel Leydig. Jumlah sel Leydig pada gilirannya diatur oleh luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). Selain itu, jumlah testosteron diproduksi oleh sel Leydig yang ada di bawah kendali LH, yang mengatur ekspresi 17-β hidroksisteroid dehidrogenase. Jumlah testosteron disintesis diatur oleh sumbu hipotalamus-hipofisis-testis. Ketika kadar testosteron rendah, gonadotropin-releasing hormone (GnRH) dilepaskan oleh hipotalamus yang pada gilirannya merangsang kelenjar hipofisis untuk melepaskan FSH dan LH. Kedua hormon merangsang testis untuk mensintesis testosteron. Akhirnya, meningkatkan kadar testosteron melalui umpan balik negatif lingkaran bertindak pada hipotalamus dan hipofisis untuk menghambat pelepasan GnRH dan FSH / LH (Swerdloff, 1992). Mekanisme inter selular dasar dari kerja testosterone dihasilkan dari peningkatan kecepatan pembentukkan protein dalam sel-sel target. Hal ini dipelajari secara ekstensif dalam kelenjar prostat, salah satu organ yang paling di pengaruhi oleh testosteron. Dalam kelenjar ini, testosterone memasukki sel dalam waktu beberapa menit setelah disekresikan, kemudian diubah di bawah pengaruh enzim-enzim intra selular 5-alpha-reduktase menjadi dihidrotestosteron dan berikatan dengan sebuah “protein reseptor” sitoplasma. Penggabungan ini kemudian bermigrasi kedalam nukleus di mana terjadi lagi pengikatan dengan sebuah protein dan menginduksi proses transkripsi DNA-RNA. Dalam waktu 30 menit, RNA-polimera setelah menjadi aktif fan konsentrasi RNA mulai meningkat dalam sel ; keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan yang progresifdari protein
sel. Setelah beberapa hari, jumlah DNA dalam kelenjar juga meningkat dan bersama dengan itu juga terdapat peningkatan jumlahs el-selprostatik. Testosteron sangat merangsang pembentukkan protein secara umum dimana saja dalam tubuh. Walaupun peningkatan protein yang lebih khusus dalam organ-organ “target” tersebut berperan pada perkembangan sifat seksual sekunder. Menurut Ganong (2008), riset membuktikan bahwa hormon testosteron dalam jumlah yang normal sangat penting untuk mengurangi resiko diabetes dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, pria yang memiliki kadar hormon testosteronnya normal lebih panjang umur dari pria yang memiliki kadar hormon testosteron yang lebih rendah. Kadar testosteron yang normal adalah sekitar 12 nmol/L sampai 40 nmol/L. Kondisi kadar testosteron dibawah jumlah normal disebut Testosterone Deficiency Syndrome (TDS ). Testosteron memiliki sejumlah khasiat fisiologi yang penting sebagai berikut. 1. Efek virilisasi. Testosteron bertanggung jawab atas cirri kelamin pria primer
dan
sekunder
serta
memegang
peranan
penting
dalam
spermatogenesis. Hormon ini juga berperan dalam mempenagruhi hasrat seks (libido) dan daya ereksi (potensi). 2. Efek anabol. Testosteron membnatu meningkatkan pembentukan protein dan pertumbuhan sel-sel otot. 3. Efek tulang. Pada anak laki-laki, selama pubertas produksi terstosteron meningkat dengan kuat yang mengakibatkan mereka tumbuh lebih panjang dalam beberapa waktu.
D. Fungsi Testosteron Secara umum testosteron berfungsi untuk diferensiasi seks, perkembangan organ seks sekunder dan struktur perlengkapannya, metabolisme anabolik serta regulasi gen dan perilaku pola-kejantanan. Khususnya dalam fungsi seksualitas, testosteron terkait dengan libido, di mana kadar testosteron yang adekuat menyebabkan perasaan aktif pada tubuh dan jiwa, siaga dan bersemangat, sebaliknya kadar testosteron inadekuat menyertai ketidakaktifan, letargi dan mood yang tertekan. Testosteron adalah hormon yang terlibat dengan sexual desire
(libido) yang memberikan stimulus seksual untuk mendorong aktifitas seksual khususnya pada laki-laki kadar hormon testosteron berhubungan dengan tingkat rendah dan tingginya ketertarikan seksual, fantasi seksual, aktifitas seksual, frekuensi ejakulasi dan intercourse. Namun pengaruh testosteron bagi pria lebih besar sebab pria memproduksi hormon testosteron lebih banyak yakni sekira 20 kali lipat dari testosteron pada wanita. Bagi pria, testosteron merupakan hormon seks yang punya peran penting dalam fungsi seksual, produksi sperma, pembentukan otot dan intonasi suara. Sebenarnya rahasia dari keperkasaan tersebut terletak pada testosteron. Testosteron penting bagi perkembangan seorang anak lelaki menjadi pria dewasa selama masa pubertas dan diperlukan untuk kinerja fisik, mental dan seksual seorang pria. Selama ini testosterone yang diproduksi dalam testis lebih dikenal sebagai hormon seks padahal selain aktivitas seksual, testosteron memiliki banyak fungsi lain yang penting untuk kesehatan sesuai dengan perkembangan tubuh sejak masa pubertas. Berikut beberapa fungsi tertosteron selama masa pubertas, meliputi: 1. Testosteron menyebabkan pecahnya suara. 2. Bertanggung jawab terhadap pembentukan rambut, janggut dan kumis. 3. Membentuk dan memelihara struktur tulang. 4. Membantu pembentukan sel-sel darah merah. 5. Membentuk dan memelihara otot-otot. 6. Mempetahankan
daya
ingat,
konsentrasi,
keseimbangan
mental
dan
mempengaruhi mood. 7. Penentu bentuk tubuh pria. 8. Pengatur hasrat dan fungsi seksual. 9. Menjaga sistem imun, energi dan perlindungan dari osteoporosis.
E. Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Rendahnya Kadar Testosteron Male menopause atau late-onset hypogonadism dialami 2% pria setengah baya. Pria yang mengalami menopause biasanya mempunyai kadar testosteron
rendah yang dikaitkan dengan ereksi pagi yang buruk, gairah seks rendah dan disfungsi ereksi. Hormon testosteron pria menurun sekitar 1-15 % per tahun, dimulai pada usia 45 tahun. Meski menopause pada pria bisa terjadi, menopause pada pria bisa dibilang langka. Kadar testosteron rendah ini juga terkait dengan simptom lain seperti depresi, lelah dan tak bisa berhubungan intim. Selain itu juga terdapat simptom yang tidak terkait dengan testosteron rendah. Simptom antara lain terdiri dari gangguan pola tidur, konsentrasi buruk, merasa tidak berharga dan merasa sangat cemas.
DAFTAR PUSTAKA Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. P. 208 – 212, 219 – 223, 277 – 282, 285 – 287. Ganong, W. F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : EGC , 280- 81. Payne, A.I. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Wiley & Sons.New York. Sumardjo, D.D. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC. Swerdloff. 1992. Sistem Reproduksi pada Pria. Salemba Medica. Jakarta.