Terapi Bermain Mariani Sela.docx

  • Uploaded by: Mariani Sela Fachrud
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Terapi Bermain Mariani Sela.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,320
  • Pages: 14
A. Definisi Bermain Menurut Suriadi (2010), Bermain adalah suatu konsep pembelajaran yang sangat penting bagi anak. Konsep pembelajaran pada anak adalah bagaimana mereka bermain dan belajar tentang dunia luar dan lingkungannya mereka berada Bermain

merupakan

cara

ilmiah

bagi

seorang

anak

untuk

mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami konflik (Miller B.F, 1983 dalam buku Asuhan Keperawatan pada Anak, Sujono, 2013).

B. Fungsi Bermain Melalui bermain anak dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, fantasi serta daya kreasi dengan tetap mengembangkan ktreatifitasnya dan beradaptasi lebih efektif terhadap berbagai sumber stres. Dengan bermain anak dapat belajar mengungkapkan isi hati melalui kata-kata, anak belajar dan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, objek bermain, waktu, ruang dan orang. Menurut Donna L. (2008), fungsi bermain terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah sebagai berikut: 1. Perkembangan sensoris-motorik Permainan akan membantu perkembangan gerak halus dan pergerakan kasar anak dengan cara memainkan suatu objek yang kiranya anak merasa senang. Misalnya, orang tua memainkan pensil di depan anak, pada tahap awal anak akanmelirik benda yang ada di depannya, kalau anak tertarik maka anak akan berespon dan berusaha untuk meraih atau mengambil pensil dari genggaman orang tuanya. 2. Perkembangan intelektual Pada saat bermain, anak membedakan eksploitasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di linkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran tekstur, dan membedakan objek.

3. Perkembangan sosial Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkunganya. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja. 4. Perkembangan kreatifitas Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya ke dalam bentuk objek dan kegiatan yang dilakukannya. Mengembangkan kreatifitas anak dalam bermain sendiri atau secara bersama. Misalnya, berikan anak balok yang banyak dan biarkan dia menyusun balok-balok sesuai apa yang anak inginkan kemudian tanyakan pada anak benda apa yang telah dia buat. 5. Perkembangan kesadaran diri Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuanya dalam mengatur tingkah laku. Dengan bermain anak sadar akan kemampuannya sendiri, kelemahan dan tingkah laku terhadap orang lain. Misalnya, jika anak bermain peran sebagai seorang pemimpin dan dia merasa tidak mampu untuk memimpin, maka dengan senang hati dia akan memberikan peran pemimpin tadi pada temannya. 6. Perkembangan moral Anak mempelajari nilai dasar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktifitas bermain, anak akan mendapat kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut, sehingga dapat diterima di lingkunganya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. 7. Bermain sebagai terapi Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang tidak menyenangkan. Dengan bermain sebagai terapi anakanak akan melupakan perasaan yang tidak menyenangkan tersebut.

8. Perkembangan kognitif Membantu anak untuk mengenal benda-benda yang ada di sekitarnya. Misalnya, mengenalkan anak dengan warna (merah, kuning, hijau, dsb). 9. Komunikasi Bermain merupakan alat komunikasi terutama pada anak yang masih belum dapat menyatakan perasaannya secara verbal. Misalnya, anak menggambar dua anak kecil perempuan (mungkin dia ingin punya adik perempuan), anak melempar sendok/garpu saat makan (mungkin dia tidak suka sama lauk-pauknya) dan sebagainya. Sedangkan fungsi bermain dalam pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Suriadi (2010), adalah sebagai berikut: a. Perkembangan fisik 1) Perkembangan keterampilan gerakan halus dan kasar 2) Koordinasi otot-otot 3) Eksplorasi 4) Stimulasi kinestetik 5) Perkembangan sendi dan tulang b. Perkembangan kognitif 1) Penggunaan rasa, sentuhan, penglihatan, pendengaran, bau dan rasa 2) Belajar mengenal warana, ukuran, ketajaman, tekstur, objek yang penting 3) Penyelesaian masalah, berpikir kritis. 4) Kreatifitas 5) Koordinasi tangan-kaki c. Perkembangan emosional 1) Belajar strategi koping 2) Memberikan jalan keluar pada stress 3) Mengembangkan kesadaran diri 4) Memberikan bermain, dengan memberikan rasa atau makna penting 5) Perkembangan sosial 6) Keterampilan perkembangan sosial

7) Belajar salah dan benar 8) Belajar membedakan peran melalui permainan imaginatif d. Perkembangan moral 1) Belajar berprilaku yang dapat diterima dan tidak diterima 2) Belajar sharing menyadari perasaan orang lain 3) Belajar siapa mereka dan tempat mereka di alam ini

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Bermain pada Anak Menurut Sujono (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas bermain adalah : 1. Tahap

perkembangan,

setiap

perkembangan

mempunyai

potensi/keterbatasaan dalam permainan. Anak umur 3 tahun alat permainannya berbeda dengan anak yang beumur 5 tahun. 2. Status

kesehatan,

pada

anak

yang

sedang

sakit

kemampuan

psikomotor/kognitif terganggu. Sehingga saat-saat di mana anak sangat ambisius pada permainannya dan ada saat-saat di mana anak sama sekali tidak punya keinginan untuk bermain. 3. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anak laki-laki enggan bermain dengan anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk komunitas tersendiri, di mana anak wanita bermain sesama wanita dan anak anak laki-laki bermain sesama laki-laki. Tipe dan alat permainanpun akan berbeda, misalnya anak laki-laki suka main bola, anak perempuan suka main boneka. 4. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola permainan anak. Dikota-kota besar anak jarang sekali yang bermain layang-layangan, paling-paling mereka bermain game kerena memang tidak ada/jarang ada tanah lapang/lpangan untuk bermain, berbeda dengan didesa yang masih terdapat tanah-tanah kosong. 5. Alat bermain yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangannya sehingga anak menjadi senang untuk menggunakannya.

D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aktivitas bermain. 1.

Ekstra Energi : untuk bermain diperlukan ekstra energi. Anak yang sakit,kecil, kemungkinan untuk bermain.

2.

Waktu :Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain

3.

Alat Permainan : Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya.

4.

Ruangan untuk bermain : yang terpenting ada tempat untuk bermain, dapat di ruang tamu, dihalaman, atau ditempat tidurnya.

5.

Pengetahuan cara bermain : anak belajar bermain mulai dengan mencoba-coba sendiri, meniru teman, atau diberitahu caranya oleh orang lain. Cara yang terakhir akan lebih baik karena anak mendapat pengetahuan cara menggunakan mainan lebih luas.

6.

Teman sebaya : Untuk bermain anak memerlukan teman. Apakah saudara, orang tua, atau temannya. Kalau ia bermain sendirian ia tidak mendapatkan

kesempatan

belajar

dari

temannya

atau

kurang

mendapatkan senangan. Jika permainan dilakukan dengan orang tuanya akan menambah keakraban dan orang tua dapat melihat kelainan yang ada pada anaknya Sujono, 2013)

E. Alat Permainan Edukatif (APE) Menurut Ridha (2014), alat permainan edukatif (APE) adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai sarana atau media bermain oleh anak yang mengandung nilai pendidikan (nilai edukatif) dan dapat mengembangkan potensi anak. Berdasarkan penjelasan tersebut, APE dapat berbentuk apa saja yang ada di sekitar kita. Benda-benda di rumah seperti piring, sendok, gelas, sapu, tutup panci, kursi kecil, dan lain-lain dapat dimanfaatkan sebagai APE. Namun, APE dalam tulisan ini dibatasi pada APE yang dapat dibuat sendiri dari bahan - bahan yang sudah tidak terpakai atau bahan-bahan yang mudah didapat di sekitar kita. APE yang akan digunakan sebagai media bermain hendaknya memenuhi persyaratan berikut ini:

1.

Mengandung nilai pendidikan

2.

Aman, dalam arti tidak membahayakan anak

3.

Menarik bagi anak, baik dari sei warna maupun bentuk

4.

Sesuai dengan minat dan taraf perkembangan anak

5.

Sederhana, murah, dan mudah diperole

6.

Awet, mudah pemeliharaannya, dan tidak mudah rusak

7.

Ukuran dan bentuknya sesuai dengan usia anak

8.

Berfungsi mengembangkan kemampuan anak. Di samping itu, APE harus berfungsi sebagai media pendidikan yang

dapat mengatasi sikap pasif anak. Oleh karena itu APE yang digunakan hendaknya dapat : (a) menimbulkan gairah belajar pada anak, (b) memberikan kemungkinan dan peluang pada anak untuk berinteraksi secara langsung dengan lingkungan dan realitas, (c) memberikan kemungkinan dan peluang untuk belajar mandiri menurut minat dan kemampuannya. Berdasarkan pengertian dan ketentuan-ketentuan di atas, berikut akan disajikan beberapa APE yang bisa dimanfaatkan untuk membantu perkembangan anak.

F. Tipe/Klasifikasi Bermain Terdapat beberapa tipe bermain bagi anak, tergantung pada tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa tipe bermain pada anak sesuai dengan perkembangan usia menurut Donna L. (2008) : 1.

Solitary play a.

Mulai dari bayi dan pada umumnya adalah toddler.

b.

Merupakan jenis permainan dimana anak bermain sendiri atau independent karena keterbatasan social, keterampilan fisik dan kognitif.

2.

Paralel play a.

Dilakukan oleh suatu kelompok anak balita atau pra sekolah yang masing-masing mempunyai permainan yang sama tetapi satu sama lainnya tidak ada interaksi dan tidak saling tergantung.

b. 3.

Karakteristik khusus pada usia toddler.

Associative play a.

Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok

b.

Mulai dari usia toddler dan dilanjutkan sampai usia pra sekolah.

c.

Merupakan permainan dimana anak dalam kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum terorganisir secara formal. Jadi belum ada pembagian tugas diantara anak dan mereka bermain sesuai dengan keinginannya.

4.

Cooperative play a.

Permainan yang terorganisir dalam kelompok, ada tujuan kelompok dan ada yang memimpin.

b.

Dimulai dari anak pra sekolah

5. Social afektive play Anak mulai belajar memberikan respon melalui orang dewasa dengan cara merajuk atau berbicara sehingga anak menjadi senang dan tertawa. 6. Sense of pleasure play Anak mendapatkan kesenangan dari suatu objek disekelilingnya. Misalnya, anak bermain pasir, air sehingga anak tertawa bahagia. 7. Skill play Memperoleh keterampilan sehingga anak akan melaksanakannya secara berulang-ulang. Misalnya, anak bermain sepeda-sepedaan dan anak sedikit mulai merasa biasa, maka anak akan berusaha untuk mencobanya lagi. 8. Dramatic play Melakukan peran sesuai keinginannya, atau dengan apa yang anak lihat dan anak dengar, sehingga anak akan membuat fantasi dari permainana itu. Misalnya, anak pernah berkunjung kerumah sakit waktu salah satu tentangganya sakit, dan melihat perawat, dokter, sesampainya di rumah anak berusaha untuk menerankan dirinya sebagai seorang perawat ataupun dokter, sesuai dengan apa yang anak lihat dan anak terima tentang peran tersebut.

9.

Onlooker play a.

Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak ikut bermain, walaupun anak dapat menanyakan permainan itu

b.

Biasanya dimulai pada usia toddler.

10. Therapeutic play a.

Pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial anak selam hospitalisasi.

b.

Dapat membantu mengurangi stress, memberikan instruksi dan perbaikan kemampuan fisiologis. (Vessey dan Mohan,1990).

c.

Permainan dengan menggunakan alat-alat medik dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran perawatan diri

d.

Pengajaran dengan melalui permainan dan harus diawasi seperti: menggunakan boneka untuk diperagakana melakukan penyntikan atau dengan menggunakan gambar-gambar seperti pasang gips, injeksi, pasang infus dan sebagainya.

G. Bermain dan Beraktivitas berdasarkan tingkat perbedaan pertumbuhan dan perkembangan Menurut Ridha (2014), klasifikasi jenis terapi bermain berdasarkan usia adalah sebagai berikut : 1.

Bayi (0 – 3 bulan) a.

Karakteristik bermain 1) Menikmati dengan melihat orang lain 2) Interaksi dengan orang lain sangat penting 3) Kebutuhan aktivitas untuk mengembangkan rasa 4) Permainan yang dapat dimasukkan ke mulut oleh bayi dan aman

b.

Contoh permainan dan aktivitas: 1) Ciluk…baa… 2) Bermain dengan rambut, jari-jari, mukanya sendiri dan yang mengasuh atau orang lain

3) Mainan yang berbunyi atau mainan yang dapat digoyanggoyangkan 4) Mainan yang dapat di masukan ke mulut dan aman 5) Bercermin 6) Mainan yang ada musiknya atau ada suara 7) Bermain dalam air selama mandi 8) Kotak-kotak atau permainan yang berwarna-warni 9) Alat-alat rumah tangga yang aman 2.

Toddler (>1 tahun – 3 tahun) a.

Karakteristik 1) Focus pada keterampilan gerakan kasar seperti berjalan 2) Mulai dengan keterampilan gerakan halus 3) Mulai dengan menghubungkan sesuatu 4) Mulai dengan eksplorasi rumah 5) Aktif dan ingin tahu 6) Mulai denga terapi bermain

b.

Contoh permainan dan aktivitas 1) Kotak-kotak yang dapat diisi dan dikosongkan 2) Permainan yang dapat didorong dan ditarik 3) Balok-balok, bola, mobil-mobilan dan boneka 4) Buku-buku yang bergambar untuk dibaca 5) Kertas-kerts untuk dicoret-coret 6) Objek yang teksturnya berbeda: lempung, pasir, busa sabun, cat kuku yang tidak berbahaya 7) Mewarnai dengan menggunakan krayon atau pensil warna 8) Puzzle yang besar

3.

Pra sekolah (>3 tahun – 6 tahun) a.

Karakteristik 1) Permainan imaginative yang dominan 2) Permainan dramatic menonjol 3) Fokus pada pengembangan keterampilan gerakan halus

4) Senang berlari, melompat atau meloncat 5) Berkhayal dengan teman bermain 6) Mulai dengan koleksi-koleksi 7) Senang membangun sesuatu misalnya, dari pasir, kertas dan adonan 8) Permainannya sederhana dan imaginative b.

Contoh permainan dan aktivitas 1) Buku bacaan 2) Bahan-bahan yang dapat dibuat bangunan atau diciptakannya 3) Bahan-bahan yang dapat diwarnai dan digambar 4) Bahan yang lempung, kertas, cat kuku, pasir yang dibuat bangunan atau membuat adonan 5) Memotong, alat pukulan yang lempung 6) Boneka, bahan-bahan mainan seperti: binatang dan lain-lain 7) Mengenakan pakaian 8) Musik yang ada suara lagunya, papan tulis sederhana seperti menulis dipapan magnet, kartu game 9) Video game, TV yang sesuai dengan usia

4.

Usia sekolah (6 – 12 tahun) Karakteristik bermainan: a.

Bermain menjadi lebih terorganisir dan ada aturannya. Dan ada yang memimpin.

b.

Mempunyai kesadaran terhadap aturan main.

c.

Tingkat yang lebih tinggi yaitu ketrampilan berfikir

d.

Mulai dengan olahraga kompetitif 1) Contoh permainan dan aktivitas : a) Permainan tebak- tebakan b) Menggambar c) Koleksi d) Peran aktivitas seksual: memasak dan lainnya e) Permainan fisik

f)

Permainan kompetitif

g) Membaca h) Video game, radio, TV i) 5.

Bermain sepeda

Remaja (13-18 tahun) a.

Karakteristik bermain : 1) Game dan atletik adalah yang paling umum dan penting 2) Aktivitas teman sebaya 3) Membatasi aturan dalam suatu tempat 4) Kompetitif adalah hal yang penting

b.

Contoh permainan dan aktivitas: 1) Olaraga 2) Video game 3) Mendengarkan radio, CD 4) Mencoba dengan gaya rambutnya, pakaiannya, dan make up 5) Membaca majalah 6)

Bercakap lewat telepon

H. Bermain di Rumah Sakit Menurut Suriadi (2010), walaupun anak mengalami sakit dan atau dirawat, tugas perkembangan tidaklah berhenti. Hal ini bertujuan : melanjutkan tumbuh kembang selama perawatan sehingga kelangsungan tumbuh kembang dapat berjalan, dapat mengembangkan kreativitas dan pengalaman, anak akan mudah untuk beadaptasi terhadap stress karena penyakit yang di rawat. 1.

Prinsip bermain di rumah sakit: a.

Tidak banyak mengeluarkan energy diberikan secara singkat dan sederhana

b.

Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang

c.

Kelompok usia yang sebaya

d.

Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan

e. 2.

Melibatkan orang tua atau keluarga

Keuntungan bermain di rumah sakit: a.

Meningkatkan hubungan perawat dan klien

b.

Memulihkan rasa mandiri

c.

Dapat mengekspresikan rasa tertekan

d.

Permainan terapeutik dapat meningkatkan penguasaan pengalaman yang terapeutik

e.

Permainan kompetisi dapat menurunkan stress

f.

Membina tingkah laku positif di rumah sakit

g.

Alat komuniasi antar perawat dan klien

DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, 2010. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: CV. Sagung Seto Sujono, Soetjiningsih. 2013. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. Buku Saku Kedokteran. Jakarta: EGC. Ridha, H. Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Donna, L. Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Related Documents


More Documents from "Rahma Zainuddin"