Teori Nidya.docx

  • Uploaded by: karin
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teori Nidya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,736
  • Pages: 36
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabuhan dalam aktivitasnya mmepunyai perang penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. Hal ini membawa konsekuensi terhadap pengelolaan segmen usaha pelabuhan tersebut agar pengoperasiannya dapat dilakukan secara efektif, efisien dan profesional sehingga pelayanan pelabuhan menjadi lancar, aman, dan cepat dengan biaya yang terjangkau. Pada dasarnya pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan adalah pelayanan terhadap kapal dan pelayanan terhadap muatan (barang dan penumpang). Secara teoritis, sebagai bagian dari mata rantai transportasi laut, fungsi pelabuhan adalah tempat pertemuan (interface) dua moda angkutan atau lebih serta interface berbagai kepentingan yang saling terkait. Barang yang diangkut dengan kapal akan dibongkar dan dipindahkan ke moda lain seperti moda darat (truk atau kereta api). Sebaliknya barang yang diangkut dengan truk atau kereta api ke pelabuhan bongkat akan dimuar lagi ke kapal. Oleh sebab itu berbagai kepentingan saling bertemu di pelabuhan seperti perbankan, perusahaan pelayaran, bea cukai, imigrasi, karantina, syahbandar dan pusat kegiatan lainnya. Atas dasar inilah dapat dikatakan bahwa pelabuhan sebagai salah satu infrastruktur

transportasi, dapat membangkitkan kegiatan perekonomian suatu

wilayah karena merupakan bagian dari mata rantai sistem transportasi maupun logistik. Namun jika kita melihat kenyataan yang ada, harus kita akui bahwa memang pelabuhan – pelabuhan yang ada di Indonesia masih belum dikelola dengan baik. Sebagaimana yang kita telah ketahui bersama, dua pertiga wilayah Indonesia berupa perairan. Ribuan pulau berjajar dari Sabang sampai Merauke. Posisi negeri ini sangat strategis karena berada di persilangan rute perdagangan dunia. Ironisnya, Indonesia tak mampu memanfaatkan peluang emas itu. Sebagai negara kepulauan, peranan pelabuhan sangat vital dalam perkonomian Indonesia. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan manusia di negeri ini. Pelabuhan menjadi sarana paling penting untuk menghubungkan antarpulau maupun antar negara. Namun, ironisnya, kondisi pelabuhan di Indonesia sangat memprihatinkan. Hampir semua pelabuhan yang ada di Indonesia saat ini sudah ketinggalan zaman.

1

Dari 134 negara, menurut Global Competitiveness Report 2009-2010, daya saing pelabuhan di Indonesia berada di peringkat ke-95, sedikit meningkat dari posisi 2008 yang berada di urutan ke-104. Namun, posisi Indonesia itu kalah dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. Kelemahan pelabuhan di Indonesia terletak pada kualitas infrastruktur dan suprastruktur. Para pengusaha pun sudah lama mengeluhkan buruknya fasilitas kepelabuhanan di Indonesia. Untuk bersandar dan bongkar muat, sebuah kapal harus antre berhari-hari menunggu giliran. Seringkali, waktu tunggu untuk berlabuh jauh lebih lama ketimbang waktu untuk berlayar. Melihat buruknya kondisi pelabuhan itu, tak heran bila investor enggan berinvestasi di bidang perkapalan. Akibatnya distribusi barang antarpulau pun tersendat. Dampak lanjutannya, harga barang melonjak dan pembangunan ekonomi tersendat. Ekonomi biaya tinggi pun terus menghantui negeri ini. Rasanya sulit untuk memahami mengapa Indonesia bisa ‘tenang’ menyaksikan kondisi pelabuhan yang ketinggalan zaman. Banyak pihak terheran-heran Indonesia membiarkan inefisiensi ekonomi ini berlangsung lama. Dalam 30 tahun terakhir, nyaris tidak ada proyek pembangunan infrastruktur kepelabuhanan yang memadai dan signifikan. Padahal, Pelabnuhan Tanjung Priok pernah menjadi ungggulan di kawasan Asia. Akibat keterlambatan penanganan kargo, banyak kapal menghindari Tanjung Priok. Untuk keperluak ekspor impor, kapal-kapal asing memilih untuk berlabuh di Singapura dan Malaysia. Bank Dunia pun mencatat, system dan efisiensi pelabuhan di Indonesia sangat buruk. Kondisi ini jelas memperburuk daya saing harga barang Indonesia. Akibatnya, potensi devisa pun menguap ke negeri jiran. Pemerintah harus mengambil langkah yang tepat untuk memperbaiki masalah yang serius ini. Sebab dari tahun ke tahun belum ada perbaikan yang signifikan terhadap pengelolaan pelabuhan.

1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang ada dapat dirumuskan masalah-masalah yang ada sebagai berikut: 1. Bagaimana cara merencanakan panjang dermaga, lebar dermaga, kedalaman dasar dermaga dan elevasi dermaga? 2. Bagaimana cara menghitung Turning basin, lebar dan kedalaman alur pelayaran? 3. Bagaimana cara merencanakan konstruksi atas dan konstruksi dasar dermaga dengan tiang pancang? 2

1.3. Tujuan Penulisan Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan Desain Pelabuhan ini adalah : 1. Agar dapat merencanakan panjang dermaga, lebar dermaga, kedalaman dasar dermaga dan elevasi dermaga 2. Agar dapat menghitung Turning basin, lebar dan kedalaman alur pelayaran 3. Agar dapat merencanakan Bagaimana cara merencanakan konstruksi atas dan konstruksi dasar dermaga dengan tiang pancang

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.I

Definisi Pelabuhaan

Pelabuhan adalah salah satu bagian dari ilmu bangunan maritim/kepulauan dimana peranan pelayaran ialah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanan/keamanan dan sebagainya. Dari kegiatan yang dilakukan dimungkinkan kapal-kapal berlabuh atau bersandar yang meliputi angkutan penumpang, bongkar muat barang, dan lain sebagainya (Bambang Triadmojo, 2010). Ditinjau dari sub angkutan (transport), maka pelabuhanadalah salah satu simpul dari mata rantai kelancaran angkutan muatan laut dan darat. Jadi secara umum pelabuhanadalah suatu daerah perairan yang terlindung terhadap badai/ombak/arus. Sehingga kapal dapat berputar (Turning Basin), bersandar/membuang sauh, demikian rupa hingga bongkar muat atas barang dan perpindahan penumpang dapat dilaksanakan, guna mendukung fungsi-fungsi tersebut dibangun dermaga (Piers or Wharves), jalan, gudang, fasilitas penerangan, telekomunikasi dan sebagainya, sehingga fungsi perpindahan muatan dari kapal/ke kapal yang bersandar dipelabuhan menuju tujuan selanjutnya dapat dilakukan. 2.2 Macam-macam Pelabuhan

2.2.1 Ditinjau dari segi penyelenggaraannya a. Pelabuhan umum Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayaran masyarakat umum. Penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara yang diberi wewenang mengelola pelabuhan umum diusahakan. Keempat badan usaha tersebut adalah PT Persero Indonesia II berkedudukan di Jakarta, Pelabuhan Indonesia III berkedudukan di Surabaya dan Pelabuhan Indonesia IV berkedudukan di Ujung Pandang. b. Pelabuhan Khusus Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Pelabuhan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum, kecuali dalam keadaan tertentu dengan ijin Pemerintah. Pelabuhan khusus dibangun oleh suatu perusahaan baik pemerintah maupun swasta, yang berfungsi untuk prasarana pengiriman hasil produksi perusahaan tersebut.

4

2.2.2

Ditinjau dari segi pengusahaannya

a. Pelabuhan yang diusahakan Pelabuhan ini sengaja diusahakan untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh kapal yang memasuki pelabuhan untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang, menaik-turunkan penumpang serta kegiatan lainnya. Pemakaian pelabuhan ini dikenakan biaya-biaya, seperti biaya jasa labuh, jasa tambat, jasa pemandu, jasa penundaan, jasa layanan air bersih, jasa dermaga, jasa penumpukan, bongkar muat dan sebagainya. b. Pelabuhan yang tidak diusahakan Pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgahan kapal, tanpa fasilitas bongkar muat, bea cukai, dan sebagainya. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan kecil yang disubsidi oleh pemerintah, dan dikelola oleh unit Pelaksana Teknis Direktorat Jendral Perhubungan Laut. 2.2.3

Ditinjau dari fungsi pergadangan nasional dan internasional

a. Pelabuhan Laut Pelabuhan ini adalah pelabuhan yang bebas dimasuki oleh kapal-kapal berbendera asing. Pelabuhan ini biasanya merupakan pelabuhan utama di suatu daerah yang dilabuhi kapal-kapal yang membawa barang untuk ekspor/impor secara langsung ke dan dari luar negeri. b. Pelabuhan Pantai Pelabuhan pantai ialah pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan dalam negeri dan oleh kare itu tidak bebas disinggahi oleh kapal berbendera asing. Kapal asing dapat masuk ke pelabuhan ini dengan meminta ijin terlebih dahulu. 2.2.4

Ditinjau dari segi penggunaannya

a. Pelabuhan ikan Pelabuhan ikan menyediakan tempat bagi kapal-kapal ikan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dan memberikan pelayanan yang diperlukan. Berbeda dengan pelabuhan umum di mana semua kegiatan seperti bongkar muat barang, pengisian perbekalan, perawatan dan perbaikan ringan yang dilakukan di dermaga yang sama; pada pelabuhan ikan sarana dermaga disedikan secara terpisah untuk berbagai kegiatan. Pelabuhan ikan dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan-kegiatan 5

pendukungnya, seperti pemecah gelombang, kantor pelabuhan, dermaga, tempat pelelangan ikan (TPI), tangki air, tangki BBM, pabrik es, ruang pendingin, tempat pelayanan/perbaikan kapal, dan tempat penjemuran jalan (Bambang Triadmojo, hal. 9. 2010). Menurut Bambang Triadmojo, 2010 Dermaga pelabuhan ikan dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1) Dermaga Bongkar. Dermaga ini digunakan oleh kapal-kapal yang baru datang dari melaut untuk bongkar hasil tangkapan ikan. 2) Dermaga Tambat. Di dermaga ini kapal ditambatkan. Selama di dermaga tambat dilakukan perawatan kapal dan perawatan serta perbaikan alat penangkap ikan. 3) Dermaga Perbekalan. Ketika nelayan akan melaut lagi, kapal yang ditambat di dermaga tambat dibawa ke dermaga perbekalan untuk mempersiapkan bekal yang akan dibawa melaut.

Gambar 1. Pelabuhan ikan Cilacap (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 11)

6

Gambar 2. Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 11)

b. Pelabuhan Minyak Pelabuahn minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau pangkalan yang harus dapat menahan muatan vertikal yang besar, melainkan cukup membuat jembatan perancah atau tambahan yang dibuat menjorok kelaut untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup besar. Untuk keamanan pelabuahn minyak harus diletakkan agak jauh dari keperluan umum.

Gambar 3. Pelabuhan Minyak (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 13)

7

Gambar 4. Pelabuhan Minyak (Sumber:Bambang Triadmojo 2010, hal. 13)

c. Pelabuhan Barang Di pelabuhan ini terjadi perpindahan moda transportasi, yaitu dari angkutan laut ke angkutan darat dan sebaliknya. Barang di bongkar dari kapal dan diturunkan di dermaga. Selanjutnya barang tersebut diangkut langsung dengan menggunakan truk atau kereta api ke tempat tujuan, atau disimpan di gudang atau lapangan penumpukan terbuka sebelum dikirim ditempat tujuan. Demikian pula sebaliknya, barang-barang dari pengirim ditempatkan di gudang atau lapangan penumpukan sebelum dimuat ke kapal dan diangkut ke pelabuhan tujuan (Bambang Triadmojo, hal.12, 2010). Untuk mendukung kegiatan tersebut, suatu pelabuhan harus dilengkapi dengan fasilitas berikut ini : a. Dermaga dimana kapal akan bertambat dan melakukan kegiatan bongkar muat barang. Panjang dermaga harus cukup untuk menampung seluruh panjang kapal atau setidak-tidaknya 80 % dari panjang kapal. Hal ini disebabkan karena umum dibongkar muat melalui bagian muka, balakang dan tengah kapal. b. Mempunyai halaman dermaga yang cukup lebar untuk keperluan bongkar muat barang. Barang yang akan dimuat disiapkan diatas dermaga dan 8

kemudian

diangkat

dengan

kran

masuk

kapal.

Demikian

pula

pembongkarannya dilakukan dengan kran dan diletakkan diatas dermaga yang kemudian diangkut ke gudang. c. Mempunyai gudang transito (gudang lini I) dan lapangan penumukan terbuka serta gudang penyimpanan. d. Tersedia jalan raya dan/atau jalan kereta api untuk pengangkutan barang dari pelabuhan ke tempat tujuan dan sebaliknya. e. Peralatan bongkar muat untuk membongkar muatan dari kapal ke dermaga dan sebaliknya serta untuk mengangkut barang ke gudang dan lapangan penumpukan. Menurut Bambang Triadmojo, 2010 Penanganan muatan di pelabuhan dilakukan di terminal pengapalan yang penanganannya tergantung pada jenis muatan yang diangkut. Jenis muatan dapat dibedakan menjadi tiga jenis berikut ini : 1. Barang umum (general cargo)yaitu barang –barang yang dikirim dalam bentuk satuan seperti mobil, truk, mesin, dan barang-barang yang dbungkus dalam peti, karung, drum, dan sebagainya. 2. Muatan curah/lepas (bulk cargo)yang dapat dibedakan menjadi muatan curah kering berupa butiran padat seperti teung, pasir, semen, batu bara, beras, jagung, gandum dan sebagainya dan muaan curah cair seperti air, minyak bumi, minyak nabati, dsb. 3. Peti kemas (container) adalah salah satu kotak besar berbentuk empat [ersegi panjang yang digunakann sebagai tempta untuk mengangkut sejumlah barang. Peti kemas mempunyai ukuran yang telah distandarisasi. Ukuran peti kemas dibedakan dalam 2 macam yaitu: a. Peti kemas 20 kaki yang biasa disebut 20 footer containerberukuran 8 x 8 x 20 ft3 b. Peti kemas 40 kaki yang biasa disebut 40 footer containerberukuran 8 x 8 x 40 ft3

9

Gambar 5. Pelabuhan Barang (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 17-19)

Gambar 6 Kapal Peti Kemas (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal 30)

10

Gambar 7. Pelabuhan Peti Kemas (Sumber: Soedjono, hal 284)

Gambar 8. Kegiatan di Pelabuhan Peti Kemas (Sumber: Soedjono, hal 297)

d. Pelabuhan Penumpang Pelabuhan/terminal penumpang digunakan oleh barang-barang yang bepergian dengan menggunakan kapal penumpang. Terminal penumpang dilengkapi dengan stasiun penumpang yang melayani segala kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan orang yang bepergian, seperti ruang tunggu, kantor imigrasi, kantor bea cukai, keamanan, direksi pelabuhan, dan sebagainya (Bambang Triadmojo, hal.16, 2010).

11

Gambar 9. Pelabuhan Penumpang (Sumber:Bambang Triadmojo 2010, hal. 20)

Gambar 10. Pelabuhan Penumpang di Amabon (Sumber:Bambang Triadmojo 2010, hal. 20)

e. Pelabuhan Campuran Pada umumnya pencampuran pemakaian ini terbatas untuk penumpang dan barang, sedangkan untuk keperluan minyak dan ikan biasanya tetap berpisah (Bambang Triadmojo, hal.20, 2010). f. Pelabuhan Militer Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk memungkinkan gerakan cepat kapal-kapal perang dan agar letak bangunan cukup terpisah. Konstruksi tambatan maupun dermaga hampir sama dengan pelabuhan barang, hanya saja situasi dan perlengkapannya agak lain. Pada pelabuhan barang letak/keguanan bangunan harus seifisien mungkin, sedangkan pada pelabuhan militer bagunan-bangunan pelabuhan harus dipisah-pisah yang letaknya agak berjauhan (Bambang Triadmojo, hal.21, 2010).

12

2.2.5

Ditinjau menurut letak geografis Menurut letak geografisnya, pelabuhan dapat dibedakan menjadi pelabuhan alam, semi alam atau buatan.

a. Pelabuhan Alam Pelabuhan alam merupakan daerah perairan yang terlindungi dari badai dan gelombang secara alami, misalnya oleh suatu pulau, jazirah atau terletak di teluk, estuari atau muara sungai. Di daerah ini pengaruh gelombang sangat kecil. Pelabuhan cilacap merupakan contoh pelabuhan alam yang daerah perairannya terlindung dari pengaruh gelombang, yaitu oleh pulau Nusakambangan. Contoh dari pelabuhan alam lainnya adalah pelabuhan Palembang, Belawan, Pontianak, New York, San Fransisco, London, dsb., yang terletak di estuari dan muara sungai. Estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Gambar 11. Pelabuhan Alam dimuara sungai (Sumber:Bambang Triadmojo 2010, hal. 22)

b. Pelabuhan Buatan Pelabuhan buatan adalah suatu daerah perairan yang dilindungi dari pengaruh gelombang dengan membuat bangunan pemecah gelombang (breakwater). Pemecah gelombang ini membuat daerah perairan tertutup dari laut dan hanya dihubungkan oleh suatu celah (mulut pelabuhan) untuk keluar masuknya kapal. Di dalam daerah tersebut di lengkapi dengan alat penambat. Contoh dari pelabuhan ini adalah pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Mas, dsb.

13

Gambar 12. Pelabuhan buatan (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 23)

Gambar 13. Pelabuhan Buatan (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 23)

c. Pelabuhan Semi Alam Pelabuhan ini merupakan campuran dari kedua tipe di atas. Misalnya suatu pelabuhan yang terlindungi oleh lidah pasir dan perlindungan buatan hanya pada alur masuk. Pelabuhan Bengkulu adalah contoh dari pelabuhan ini. Contoh lainnya adalah muara sungai yang kedua sisinya dilindungi oleh jetty. Jetty tersebut berfungsi untuk menahan masuknya transpor pasir sepanjang pantai ke muara sungai, yang dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan.

14

Gambar 14. Pelabuhan semi alam (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 24)

Gambar 15. Pelabuhan semi alam (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 25)

Untuk merealisir suatu pembangunan pelabuhan, maka minimal ada 7 (tujuh) data -data pokok yang dibutuhkan yaitu : 1. Asal dan tujuan muatan (orogin and desmution), dan jenis muatan. 2. Klimotologi, yang meliputi angin, pasang surut, sifat air laut. 3. Topografi, Geologi, dan Struktur tanah. 4. Rencana pembiayaan, ukuran-ukuran keberhasilan, secara ekonomis dilihat dari segi investasi. 5. Pendayagunaan modal ditinjau dari segi Operasional, terutama penanganan muatan.

15

6. Kaitan pelabuhan dengan jenis kapal yang menyinggahinya dan sarana/prasarana angkutan lain yang mendukung kegiatan pelabuhan dengan daerah pendukungnya secara keseluruhan (komprehensif). 7. Kaitan pelabuhan dengan pelabuhan lain dalam rangka lalu lintas dan sistem jaringan guna mendukung perdagangan. Masalah khusus yang biasanya terdapat dalam melaksanakan perancangan pembangunan pelabuhan adalah: 1. Pembangunan pelabuhan di daerah yang baru (virgin) atau pengembangan pelabuhan perluasan. 2. Pelaksanaan pembangunan konstruksi pada kondisi tanah lumpur atau terjal. 3. Pelaksaan pembangunan pelabuhan yang mempunyai kedalaman besar (pelaksanaan sukar). 4. Pergerakan alur pelayaran untuk kapal-kapal yang dikaitkan kemungkinan terjadinya endapan didalam kolam atau alur pelabuhan. 5. Pemakaian konstruksi material yang baru. Ciri-ciri teknis yang harus diperhatikan agar pelabuhan yang dirancang dapat memenuhi syarat – syarat sebagai berikut: 1. Kapal harus dengan mudah keluar masuk pelabuhan dan bebas dari gangguan gelombang dan cuaca, sehingga navigasi kapal dapat dilakukan. 2. Tersedia ruang gerak kapal di dalam kolam dan dalam pelabuhan. Gerakan memutar kapal untuk mengarah keluar pelabuhan harus dimungkinkan sebelum kapal ditambatkan. 3. Pengerukan mulu (capital dredging) (maintenancedredging) yang minim.

dan

pemeliharaan

pergerakan

4. Mengusahakan perbedaan pasang/surut yang relatif kecil, tetapi pengendapan (sedimentasi) harus dapat dihilangkan/diperkecil. 5. Kemudahan kapal untuk bertambat. 6. Pembuatan tambatan / dermaga diusahakan sedemikian rupa agar : a. Biaya awal dan biaya pemeliharaan yang minim, tetapi kuat memikul muatan, peralatan dan tumbukan kapal pada saat menambat. b. Letak dan bentuk tambatan yang mampu menampung bermacam jenis kapal dengan jarak (draft) dan atau panjang kapal yang berlainan. c. Mempunyai ukuran (dimensi) yang cukup untuk melaksanakan bongkar muat, jalan kereta api, jalan raya, gedung pelabuhan alat-alat transportasi lain yang beroperasi dipelabuhan.

16

d. Bagi barang khusus (curah), maka penanganan bongkar muat agar dapat dilakukan efisien. e. Cukup mempunyai tempat-tempat penyimpanan tertutup (bidang transit) ataupun lapangan terbuka (open strage) untuk menampung muatan. f. Penyediaan peralatan bongkar muat yang memadai. g. Fasilitas prasarana lain yang mendukung yaitu; air bersih, listrik, telpon, dan minyak yang cukup untuk melayani kapal dan matan. h. Mempunyai aringan angkutan darat yang mudah dengan daerah pendukungnya (hinterland). i. Muatan diusahakan bebas dari gangguan, misalnya terhadap pencurian dan bahaya kebakaran. j. Tersedia fasilitas pemeliharaan minimal baik bagi kapalnya (dok) ataupun pemeliharaan peralatan. k. Tersedia fasilitas perkantoran untuk para karyawan dipelabuhan agar lalu lintas dapat dilakukan dengan cepat (non phsic). l. Masih dimungkinkannya perluasan/pengembangan pelabuhan. 2.3 Karakteristik kapal

Perencanaan pelabuhan harus meninjau pengembangan pelabuhan di masa mendatang, dengan memperhatikan daerah perairan dan daratan. Daerah perairan harus cukup luas yang diperlukan untuk alur pelayaran, kolam putar, penambatan, dermaga. Daerah daratan harus mencukupi fasilitas gudang, lapangan penumpukan, perkantoran, jalan dan fasilitas di darat lainnya. Dimensi berbagai fasilitas pelabuhan tersebut tergantung karakteristik kapal. Sebagai contoh kedalaman dan lebar alur pelayaran tergantung pada kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan. Panjang dermaga ditentukan berdasarkan panjang kapal rerata yang berlabuh dipelabuhan (Bambang Triadmojo, 2010). Port and Harbour Bureau of Minitry of Transport, Japan (Thomresen, CA., 2003) memberikan persamaan untuk menghitung beberapa karakterisitik kapal seperti diberikan pada tabel 1.1. tabel tersebut menunjukkan hubungan antara berat kapal total (Displacement Tonnage, DT), luas bidang kapal lateral, luas bidang muka kapal, luas permukaan di bawah muka air, berat kapal kosong dengan pemberat (displacement ballast loaded), draft kapal kosong dengan pemberat (draft ballast loaded)untuk kapal barang umum, kapal tanker dan kapal barang curah padat.

17

Table 1. Karakteristik kapal

(Sumber: Bambang Triatmodjo, Hal.37)

18

2.4 Dermaga Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menarik/menurunkan penumpang. Dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat dan bertambat pada dermaga tersebut. Di belakang dermaga terdapat apron, gudang transit, tempat bongkar muat barang dan penumpang. Dimana apron adalah daerah yang terletak antara sisi dermaga dan sisi depan gudang yang terdapat pengalihan kegiatan angkutan laut (kapal) ke kegiatan angkutan darat. Dermaga yang dibangun untuk melayani kebutuhan tertentu, pemilihan tipe dermaga sangat dipengaruhi oleh kebutuhan yang akan dilayani, ukuran kapal arah gelombang dan angin kondisi topografi dan tanah besar laut, dan yang paling penting adalah tinjauan ekonomi untuk mendapatkan bangunan yang paling ekonomis. 2.4.1 Urutan kegiatan dalam perencanaan dermaga, yaitu :

a. Perencanaan Lay Out dermaga. b. Perencanaan letak dan kedalaman perairan dasar dan dimensi dermaga. 

Panjang Dermaga Lp = n . Loa + (n+1) . 10% . Loa

(Pers 1)

Keterangan : Lp

: Panjang Dermaga

Loa

: Panjang Kapal yang ditambat)

n

: Jumlah kapal yang ditambat) (Sumber: Bambang Triadmojo, 2010 hal. 214)



Lebar Gudang b = 2A / (d – e)

(Pers 2)

Keterangan : A

: Luas gudang

L

: Panjang kapal yang ditambat

b

: Lebar gudang

a

: Lebar apron

e

: Lebar Jalan

Nilai a da e dapat dilihat dalam Gambar 6.29 (Quinn A. Def. 1972) (Sumber: Bambang Triadmojo, 2010 hal. 215) 19



Lebar Dermaga Lebar dermaga = Lebar apron + lebar gudang + lebar jalan + lebar parkir + lebar areal bebas

c. Perhitungan beban muatan yang dipikul dermaga, baik beban merata maupun beban terpusat.

2.4.2 Tinjauan topografi daerah pantai. Dalam tinjauan tersebut dikenal 2 (dua) macam type bangunan dermaga yaitu: a. Wharf (Paralel) Wharf adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan dapat dibuat berimpit dengan garis pantai atau agak menjorok ke laut. Wharf dibangun apabila garis ke dalam laut hampir merata dan sejajar dengan garis pantai dan kemiringan dasar cukup curam. Menurut strukturnya wharf dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu : 1) Dermaga konstruksi terbuka dimana lantai dermaga didukung oleh tiang– tiang pancang. 2) Dermaga konstruksi tertutup atau dolid, seperti dinding massa, kaison, turap dan dinding penahan tanah.

Gambar 16. Tipe Wharf (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 197)

20

a. Pier Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak lurus dengan garis pantai (berbentuk jaril). Berbeda dengan wharf yang digunakan untuk merapat pada satu sisinya, pier bisa digunakan pada satu sisi atau dua sisinya sehingga digunakan untuk merapat lebih banyak kapal.

Gambar 17. Tipe Pier (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 197)

b. Jetty Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut sedemikian sehingga sisi depannya berada pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal. Jetty digunakan untuk merapat kapal tanker atau kapal pengangkut gas alam yang mempunyai ukuran sangat besar. Sisi muka jetty ini biasanya sejajar dengan pantai yang dihubungkan dengan daratan oleh jembatan yang membentuk sudut tegak lurus dengan jetty.

21

Gambar 18.Tipe Jetty (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 197)

Gambar 19.Tipe Dermaga (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 196)

2.4.3 Jenis kapal yang dilayani dan ukuran dermaga. Dermaga yang melayani kapal-kapal sesuai dengan kebutuhan yang akan dilayani sangat mempengaruhi konstruksi dan ukuran dermaga. Dermaga yang melayani kapal minyak dan kapal barang curah mempunyai konstruksi yang ringan dibanding dengan dermaga barang potongan, karena dermaga tersebut tidak memerlukan peralatan bongkar muat barang yang besar, gudang-gudang, lebar apron 22

semakin besar, dsb. Demikian juga halnya ukuran dermaga yaitu semakin banyak keperluan kapal yang dbutuhkan untuk bertambat maka panjang, luas lebar apron fasilitas lain serta konstruksi semakin besar pula. 2.4.4 Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga. Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dapat dibedakan menjadi gaya lateral dan vertikal. Gaya lateral meliputi gaya benturan kapal pada dermaga, gaya tarik kapal dan gaya gempa, sedang gaya vertikal adalah berta sendiri bangunan dan beban hidup. a) Gaya benturan kapal Pada waktu merapat ke dermaga kapal masih mempunyai kecepatan sehingga akan menjadi benturan antara kapal dan dermaga. Dalam perancangan dianggap bahwa benturan maksimum terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga pada sudut 100 terhadap sisi depan dermaga. Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada energi benturan yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada dermaga. b) Gaya akibat angin Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Apabila arah angin mengarah ke dermaga, maka gaya tersebut berupa gaya benturan ke dermaga, sedang jika arahnya meninggalkan dermaga akan menyebabkan gaya tarikan kapal pada alat penambat. Besar gaya angin tergantung pada arah hembusan angin. c) Gaya akibat arus Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang terendam air juga akan menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada dermaga dan alat penambat. d) Gaya tarikan kapal pada dermaga Gaya tarikan kapal dapat menyebabkan gaya benturan pada dermaga atau gaya tarik pada alat penambat (Bollard).

23

 Perhitungan gaya-gaya yang bekerja. 

Gaya sandar Menghitung nilai energi benturan WP 2 C m . Ce . Cs . Cc 2g

E=

(Pers 3)

Keterangan : E V W g Cm Ce

: Energi Benturan t.m : Konpenentegak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal pada saat membentur dermaga : Displacement (Berat) Kapal : Percepatan Grafitasi : Koefisien Massa : Koefisien Eksentrisitas

Cs

: Koefisien Kekerasan ( diambil 1)

Cc 

: Koefisien Bentuk dari tambatan (diambil 1) (Sumber: Bambang Triadmojo, 2010 hal. 218)

Rumus Keofisien Massa Cm = 1 +

p .d 2 . Cb . B

(Pers 4)

Dimana:

Cb =



W Lpp . B . d . g 0

Cb

: Koefisien Blok Kapal

d B Lpp Ɣ₀

: Draf Kapal (m) : Lebar Kapal (m) : Panjang Garis Air (m) : Berat Jenis Air Laut (t/m³) (Sumber: Bambang Triadmojo, 2010 hal. 219)

Koefisien Eksentrisitas Ce =

1 2 æl ö 1+ ç ÷ èrø

(Pers 5)

Dimana:

l

: Jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat kapal sampai titik sandar kapal

24

r

: Jari-jari putaran disekililing pusat berat kapal pada permukaan air (Sumber: Bambang Triadmojo, 2010 hal. 220)



Gaya Akibat Arus æ Vc 2 ö Ra = Cc c g w c A c ç ÷ è 2g ø

(Pers 6)

Dimana:

R

: Gaya Akibat Arus (kg.f)

Ac

: Luas Tampang Kapal yang Terendan Air (m²)

Ɣw

: Rapat Massa Air Laut (1025 kg/m³)

Vc

: Kecepatan Arus (m/dtk)

Cc

: Koefisien Tekanan Arus (Sumber: Bambang Triadmojo, 2010 hal. 223)

 Perhitungan total gaya dan momen yang terjadi. 

Analisis SAP 2000

 Karakteristik tanah, terutama yang bersangkutan dengan daya dukung tanah, stabilitas bangunan dan lingkaran maupun kemungkinan penurunan bangunan akibat konsolidasi tanah. Po = γ . Ko dengan Ko = tan2 (45° - ∅ /2 )

(Pers 7)

Pp = γ . Kp dengan Kp = tan2 (45° + ∅ /2 )

(Pers 8)

Pp1 = γ .Kp dengan Kp1 =

cosÆ 1 - sinÆ (sinÆ - cosÆ tanÆ)

(Pers 9)

Dimana:

Pa

: Tekanan Tanah Aktif

Pp

: Tekanan Tanah Pasif

Pp1

: Tekanan Tanah Pasif Untuk Permukaan Bidang Miring

Ɣ

: Berat Jenis Tanah

Ka

: Koefisien Tekanan Tanah Aktif

Kp

: Koefisien Tekanan Tanah Pasif

Kp1

: Koefisien Tekanan Tanah Pasif Untuk Permukaan Tanah Miring

25

φ

: Sudut Gesek Dalam

θ

: SuduT Kemiringan Tanah Dasar didepan Turap (Sumber: Bambang Triadmojo, 2010 hal. 242)

26

2.4.5 Daya Dukung Tanah Kondisi tanah sangat menentukan dalam pemilihan tipe dermaga. Pada umumnya tanah dekat daratan mempunyai daya dukung yang lebih besar dari pada tanah di dasar laut. Dasar laut umumnya terdiri dari endapan yang belum padat. Karakteristik dan struktur tanah sebagai pendukung bangunan keseluruhan banyak ditentukan atas kekutan tanah tersebut dan diukur sebagai tekanan tanah yang diizinkan. Dimana intensitas pembebanan maksimum dihitung berdasarkan : a. Gaya tekanan tanah maksimal, yaitu tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif. Dalam keadaan asli pada setiap lapisan tanah, akan didapatkan tegangan lateral (horizontal). Biasanya tegangan lateral ini lebih kecil daripada tegangan vertikal. Keadaan distribusi tekanan ini adalah fungsi daripada pergeseran (displacement) dan regangan (strain) dan biasanya adalah masalah statis tak tertentu (indeterminarel. Untuk mempermudah perhitungan maka penelitian dilakukan

pada

tanah

dalam

keadaan

seimbang

plastis

(plastic

equilibrium)(Soedjono Kramadibrata, 2002). b. Penurunan bangunan yang direncanakan. c. Gaya-gaya lateral/horisontal dan vertikal dalam tanah. Menurut Soedjono Kramadibrata, gaya-gaya horizontal meliputi : 1. Akibat angina dan arus, besarnya gaya yang bekerja pada tambatan diukur sesuai skala Beaufort,arah angina yang menetukan, dan arus yang bekerja pada tambatan tersebut. 2. Akibat benturan kapal 3. Akibat gempa, bangunan pelabuhan ermasuk dalam kategori bangunan khusus, maka besaran koefisien gempa harus dihitung 2x koefisien gempa dasar. Arah kerja gempa harus diperkirakan pada segala arah. 4. Akibat muatan hidup horizontal, besar mautan hidup horizontal diambil secara prosentuil (5-10)% dari muatan hidup yang bekerja pada bangunan pelabuhan. Sedangkan gaya-gaya vertikal terdiri dari muatan mati (dead load) dan muatan hidup (gerak, live load). Muatan mati terjadi akibat berat konstruksi-konstruksi yang terdapat pada bangunan tersebut, sedangkan muatan hidup biasanya terdiri

27

atas muatan merata, muatan terpusat akibat roda-roda truk, mobil, keran mobil, dan peralatan lain yang bekerja untuk melakukan bongkar muat dalam pelabuhan. 2.5 Fender dan Alat Penambat 2.5.1 Pendahuluan Kapal yang merapat ke dermaga masih mempunyai kecepatan baik yang digerakkan oleh mesinnya sendiri atau ditarik oleh kapal tunda.Pada waktu kapal merapat akan terjadi benturan antara kapal dengan dermaga,untuk menghindari kerusakan pada kapal dan dermaga karena benturan maka di depan dermaga diberi bantalan yang berfungsi sebagai penyerap energi benturan.Bantalan yang diletakkan di depan dermaga tersebut dinamakan fender. Pada waktu kapal melakukan bongkar muat barang atau selama menunggu diperairan pelabuhan, kapal harus tetap berada pada tempatnya dengan tenang, untuk itu kapal harus diikat dengan Alat penambat gerak kapal bias disebabkan oleh gelombang arus atau angin yang dapat menimbulkan gaya tarik ke alur penampat. 2.5.2

Fender Fender berfungsi sebagai bantalan yang ditempelkan didepan dermaga yang akan menyerap energi benturan antara kapal dan dermaga. Gaya yang harus ditahan oleh dermaga tergantung pada tipe konstruksi fender dan defleksi dermaga yang di izinkan. Fender harus dipasang disepanjang dermaga dan letaknya harus sedemikian rupa dapat mengenai kapal. Oleh karena kapal mempunyai ukuran yang berlainan maka fender harus dibuat agak tinggi pada sisi dermaga(Bambang Triadmojo, 2010).

Gambar 20. Defleksi fender karena benturan kapal (Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 260 )

28

Menurut Bambang Triadmojo, 2010 ada beberapa tipe fender yaitu fender kayu, fender karet dan fender gravitasi. a. Fender kayu Fender kayu bias berupa barang-barang kayu yang dipasang horizontal atau sejumlah batang kayu vertical. Fender kayu dapat berupa fender dari kayu yang digantung pada sisi dermaga. Fender tiang panjang kayu yang ditempatkan didepan dermaga dengan kemiringan 1:24 fender kayu yang dipasang pada tiang panjang dan besi profil. Fender kayu mempunyai sifat untuk menyerap energy dan penyerapan energy diperoleh dari defleksi tiang kayu/besi karet dan balok kayu/besi.

Gambar 20. Contoh fender kayu (Sumber :Bambang Triadmojo, 2010 hal. 263 ) b. Fender Karet Karet banyak digunakan sebagai fender. Bentuk paling sederhana dari fender ini berupa ban-ban war mobil yang dipasang pada sisi depan disepanjang dermaga. Fender ban mobil ini digunakan untuk kapal-kapal kecil. Fender karet mempunyai bentuk berbeda seprti fender tabung silinder dan segi empat, balok aret berbentuk segi empat. Fender karet dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu : a. Fender yang dipasang pada struktur dermaga, yang masih dapat dibedakan menjadi fender tekuk (buckling fender) yaitu fender yang mengalami tekuk jika menerima gaya tekan, seperti Fender Tipe V, Fender Tipe A, Fender Sell, dan fender tak tertekuk (non-bukling fender) seperti fender dari ban mobil bekas dan fender silinder. b. Fender terapung yang ditempatkan antara kapal dan struktur dermaga, seperti fender pneumatic

29

Gambar 21. Fender tipe A (PT. Kemenangan Jakarta) (Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 264 )

Gambar 22. Fender tipe V (Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 266 )

Gambar 23. Fender Silinder (Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 270 )

30

Gambar 24. Fender Sel (Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 272 )

Gambar 25. Fender Pneumatic (Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 274 ) c. Fender Gravitasi Fender grafitasi digantung disepanjang dermaga fender ini terbuat dari tabung baja yang diisi dengan betondan sisi depannya diberi pelindung kayu dengan berat sampai 15 ton. Apabila terbentur kapal, fender tersebut akan bergerak kebelakang dan keatas, sedemikian sehingga kapal dapat dikurangi kecepatannya, karena untuk dapat menggerakkan kebelakang diperlukan tenaga

31

yang cukup besar, prinsip kerja fender ini adalah mengubah energy kinetis menjadi energy kinetis menjadi energy potensial. Bentuk lain dari fender gravitasi yang terdiri dari balok beton besar yang digantungkan dengan menggunakan rantai pada lantai dermaga. Sisi depan blok beton dilengkapi dengan fender kayu. 2.5.3

Perencanaan Fender Kapal yang merapat kedermaga membentuk sudut terhadap sisi dermaga dan mempunyai kecepatan tertentu dalam perncanaan dermaga dianggap bahwa kapal bermuatan penuh dan merapat dengan sudut 10° terhadap sisi depan dermaga. Pada saat kapal merapat dan bertambat di dermaga terjadi benturan, gesekan dan tekanan antara kapal dan dermaga. Gaya-gaya yang timbul pada waktu penambatan kapal adalah benturan kapal, gesekan antara kapal dan dermaga dan tekanan kapal pada dermaga. Gaya-gaya tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada kapal dan struktur dermaga. Untuk mencegah kerusakan tersebut didepan sisi dermaga dipasang fender yang dpat menyerap energy benturan. Jumlah energy yang diserap dan gaya maksimum yang diteruskan pada struktur dermaga digunakan untuk menentukan jenis dan ukuran fender. Energi yang diserap oleh system fender dan dermaga biasanya ditetapkan ½ E. setelah energy lain diserap oleh kapal dan air. Tahanan naik dari nol sampai maksimal dan kerja yang dilakukan oleh dermaga adalah : K=

1 F.D 2

(Pers. 8) (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 276)

Karena benturan kapal pada dermaga, fender memberikan gaya reaksi F. Apabila d adalah defleksi fender, maka terdapat hubungan berikut ini : E:

1 F.D 2

1 W 2 1 . .V : F.D 2 6 2 F:

W 2 V 29

(Pers. 9) (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 276)

32

Dengan : E : Energi benturan F: Gaya bentur yang diserap sistem fender d : Defleksi fender V: Komponen kecepatan dalam arah tegak lurus sisi dermaga W: Bobot kapal bermuatan penuh Untuk fender kayu d adalah tebal kayu dibagi 26 Sistem fender direncanakan untuk menyerap energi tersebut dan gaya yang ditahan oleh dermaga tergantung pada type fender, persamaan berikut ini dapat digunakan untuk menentukan jarak maksimum antara fender. L = 2 r 2 - ( r - h)

2

(Pers.10)

(Sumber: Buku Bambang Triadmojo, hal. 277)

Dimana : L = Jarak maksimum antara fender (m) r = Jari-jari h = Tinggi fender (m) Apabila data jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal tidak diketahui maka persamaan berikut dapat digunakan sebagai pedoman untuk menghitungnya. a. Kapal barang dengan bobot 500-5000 (DWT) Log r = -1,055 + 0,650 (DWT) (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 279)

(Pers.11)

b. Kapal tagker dengan bobot 5000-200000 (DWT) Log r = -0,113 + 0,440 log (DWT) (Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 279)

(Pers.12)

OCDI (1991) memberikan jarak interval antara fender sebagai fungsi kedalaman air seperti diberikan dalam tabel berikut ini.

33

Tabel 2. Jarak Antara Fender Kedalaman Air

Jarak Antara Fender

(m)

(m)

4~6

4~7

6~8

7 ~ 10

8 ~ 10

10 ~ 15

(Sumber: Bambang Triatmodjo 2010, Hal.279)

2.5.4 Bolder / alat pengikat Kapal yang berlabuh ditambatkan ke dermaga dengan mengikatka tali-tali penambat ke bagian haluan, buritan dan badan kapal. Gambar 7.22. menunjukkan metode pengikatan kapal ke dermaga. Tali-tali penambat tersebut diikatkan pada alat penambat yang dikenal dengan bittyang dipasang di sepanjang sisi dermaga. Biit dengan ukuran yang lebih besar disebut dengan bollard(corner mooring post) yang diletakkan pada kedua ujung dermaga atau di tempat yang agak jauh dari sisi muka dermaga. Biit digunakan untuk mengikat kapal pada kondisi cuaca normal. Sedang bollard selain untuk mengikat pada kondisi normal dan pada kondisi badai, juga dapat digunakan untuk mengarahkan kapal merapat ke dermaga atau untuk membelok/memutar terhadap ujung dermaga dengan menggunakan baut yang dipasang melalui pipa yang ditempatkan di dalam beton. Dengan cara tersebut memungkinkan mengganti baut jika rusak. Alat pengikat ini biasanya terbuat dari besi cor berbentuk silinder yang pada ujung atasnya dibuat tertutup dan lebih besar sehingga dapat menghalangi keluarnya tali kapal yang diikatkan. Supaya tidak mengganggu kelancaran kegiatan di dermaga (bongkar muat barang) maka tinggi bolder dibuat tidak boleh lebih dari 50 cm di atas lantai dermaga. Gambar 7.23 menunjukkan contoh kedua tipe alat pengikat. Jarak dan jumlah minimum bitt untuk beberapa ukuran kapal diberikan dalam Tabel 7.5. Tabel 3. Penempatan Bitt

Ukuran Kapal (GRT) ~ 2.000 2.001 - 5.000 5.001 - 20.000 20.001 - 50.000 50.001 - 100.000

Jarak Maksimum (m) 10 - 15 20 25 35 45

Jumlah Min./tambatan 4 6 6 8 8

(Sumber: Bambang Triatmodjo 2010, Hal.284)

34

Gambar 26. Bentuk alat pengikat (Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 283)  Perencanaan Bollard (tempat penambatan kapal) dan Fender. E=

wp 2 C m . Ce 2g

Keterangan : E

: Energi Benturan t.m

V

: Konpenentegak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal pada

saat membentur dermaga. W

: Displacement (Berat) Kapal

g

: Percepatan Grafitasi

Cm

: Koefisien Massa

Ce

: Koefisien Eksentrisitas

Cs

: Koefisien Kekerasan ( diambil 1)

Cc

: Koefisien Bentuk dari tambatan (diambil 1)

(Sumber: Bambang Triadmojo, 2010 hal. 218)

Cm = 1 +

pd 2 Cb B

35

Dimana: Cb =

W L pp B d g o

Cb

: Koefisien Blok Kapal

d

: Draf Kapal (m)

B

: Lebar Kapal (m)

Lpp

: Panjang Garis Air (m)

Ɣ₀

: Berat Jenis Air Laut (t/m³)

36

Related Documents

Teori
October 2019 61
Teori
May 2020 46
Teori
June 2020 35
Teori
June 2020 40
Teori
June 2020 37
Teori
November 2019 59

More Documents from ""