Teori Hecksher-ohlin.docx

  • Uploaded by: Aditya Erick Cantona
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teori Hecksher-ohlin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,044
  • Pages: 21
PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI HECKSHER – OHLIN CONTOH KASUS NEGARA INDONESIA DAN JEPANG

TUGAS

Oleh :

ADITIA ERICK CANTONA SIMATUPANG 177039013/ AGRIBISNIS YAN FRANDY GINTING 177039012/AGRIBISNIS

SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 1

TEORI KONSEP HECKSHER- OHLIN Teori Hecksher – Ohlin (H-O) mempunyai dua kondisi penting sebagai dasar dari munculnya perdagangan internasional, yaitu ketersediaan faktor produksi dan intensitas dalam pemakaian faktor produksi atau proporsi faktor produksi. Oleh karena itu, teori H-O sering juga disebut teori proporsi atau ketersediaan faktor produksi. Produk yang berbeda membutuhkan jumlah atau proporsi yang berbeda dari faktor – faktor produksi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh teknologi yang menentukan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang berbeda untuk membuat suatu produk. Penjelasan analisis teori H-O menggunakan dua kurva. Pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang melukiskan total biaya produksi sama serta kurva isoquant yang melukiskan total kuantitas produk yang sama. Teori ekonomi mikro menyatakan bahwa jika terjadi persinggungan antara kurva isoquant dan kurva isocost maka akan ditemukan titik optimal. Sehingga dengan menetapkan biaya tertentu suatu negara akan memperoleh produk maksimal atau sebaliknya dengan biaya yang minimal suatu negara dapat memproduksi sejumlah produk tertentu. Penjelasan dengan menggunakan kedua kurva tersebut misalnya dengan contoh angka hipotesis perdagangan antara Indoensia yang padat labor dengan Korea Selatan yang padat modal. Misal Indonesia mempunyai kurva isocost seperti terlihat dalam gambar di bawah ini:

2

Gambar 1 Perbandingan Proporsi Faktor Produksi

Matriks GainTrade berdasar Teori H-O

Negara

Indonesia

Komoditi

Sepatu

Korea Selatan Televisi

Sepatu

Televisi

Fakt. Produksi Labor

Kapital

Labor

Kapital

Proses Prod. labor intensif

kapital intensif labor intensif

kapital intensif

Proporsi Fakt. 75

25

30

80

Prod.

(banyak)

(sedikit)

(sedikit)

(banyak)

Isoquant

300

90

300

90

Isocost

$800

$900

$900

$800

Unit

$2,66

$10

$10

$8,88

biaya

(murah)

(mahal)

(mahal)

(murah)

Tabel di atas menggambarkan analisis manfaat perdagangan internasional (gain from trade) yang diperoleh masing-masing negara berdasarkan teori H-O. Tabel tersebut disusun dengan menggunakan asumsi 2*2*2 (dua negara, dua komoditi, dan dua faktor produksi). Sesuai dengan konsep titik singgung antara isocost dan isoquant, masing-masing negara cenderung memproduksi barang tertentu 3

yang paling optimal sesuai dengan proporsi faktor produksi yang dimilikinya. Dari tabel tersebut kita mendapat gambaran tentang penggunaan asumsi teori H-O: a. Perdagangan internasional terjadi antara dua negara (dalam hal ini Indonesia dan

Korea Selatan). b. Setiap negara memproduksi dua komoditi yang sama (misalnya 300 sepatu dan 80

televisi) c. Setiap negara menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu labor dan kapital, dengan

jumlah proporsi yang berbeda. Labor 75 Isocost 800

Isocost 900

Isocost 900 Isoquant 300 sepatu Isocost 800

Isoquant 90 TV

80 Gambar 2 Perbedaan Harga Faktor Produksi Gambar harga faktor produksi di atas memberikan penjelasan bahwa untuk isoquant 300 sepatu dengan proses produksi labor intensif, di Indonesia menyinggung isocost $900 pada titik A. Sehingga proses produksi 300 unit sepatu yang labor intesif akan lebih murah, karena jumlah faktor produksi (labor) yang dimiliki oleh Indonesia relatif lebih melimpah dan murah sehingga unit biaya hanya 4

$2,66. Sebaliknya di Korea Selatan, isoquant 300 sepatu dengan proses produksi labor intensif, di Korea Selatan menyinggung isocost $900 pada titik B. Sehingga proses produksi 300 unit sepatu yang labor intesif akan lebih mahal, karena jumlah faktor produksi (labor) yang dimiliki oleh Korea Selatan relatif lebih sedikit dan murah sehingga unit biaya menjadi $10. Sedangkan kondisi sebaliknya untuk isoquant 90 unit televisi, di Indonesia menyinggung isocost $900 pada titik C. Sehingga proses produksi 90 unit televisi yang kapital intesif akan lebih mahal, karena jumlah faktor produksi (kapital) yang dimiliki oleh Indonesia relatif lebih langka dan mahal sehingga unit biaya menjadi $10. Sebaliknya di Korea Selatan, isoquant 90 televisi dengan proses produksi kapital intensif, di Korea Selatan menyinggung isocost $800 pada titik D. Sehingga proses produksi 90 unit televisi yang kapital intesif akan lebih murah, karena jumlah faktor produksi (kapital) yang dimiliki oleh Korea Selatan relatif lebih sedikit dan murah sehingga unit biaya menjadi $8,88. Pengujian Empiris teori H-O Pengujian Data Amerika Serikat (Wassily Leotief) Pengujian empiris terhadap teori ini antara lain dilakukan oleh Wassily Leontief, seorang pelopor utama dalam analisis Input-Output yang melakukan studi empiris untuk menguji prediksi H-O. Leontief menerapkan H-O pada data Amerika Serikat tahun 1947. Secara umum AS diasumsikan sebagai negara yang relatif memiliki modal lebih banyak dan tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan negaranegara lain. Sehingga berdasarkan teori H-O, maka ekspor AS akan terdiri atas barang-barang yang padat modal dan sebaliknya impornya akan terdiri atas barang barang padat karya. Dari hasil pengujian diperoleh tenyata AS cenderung ekspor produk padat tenaga kerja dan mengimpor produk padat modal. Kesimpulan ini bertentangan dengan teori H-O yang sering dikenal dengan Leontief Paradoks. Tetapi munculnya paradoks tersebut menurut beberapa ekonom dapat disebabkan keterbatasan metodologi dan kelemahan analisa. Selain ada beberapa faktor yang mendukung terjadinya paradoks tersebut, antara lain misalnya, pada tahun 1947 terjadi perang Dunia II sehingga keadaan pada saat itu belum dapat mewakili kondisi perdagangan 5

AS secara umum dengan tepat. Sedangkan menurut beberapa ahli ekonomi perdagangan, paradox Leontief dapat terjadi karena beberapa sebab utama berikut: a. adanya intesitas faktor produksi yang berkebalikan (factors intensity reversals) b. Tariff dan non-tarief barier c. Perbedaan dalam ketrampilan dan human capital Penjelasan lain menyatakan bahwa penemuan Leotief tidak sepenuhnya bertentangan dengan teori H-O, karena ekspor AS yang pada karya (labor intensif) tersebut sangat logis. AS merupakan negara yang mempunyai banyak tenga kerja terdidik (skilled labor) dibandingkan dengan negara lain, sehingga eskpornya lebih banyak terdiri atas barang yang padat karya namun terdidik. Sehingga penemuan Leontief tersebut, dalam batasan tertentu justeru sesuai dan mendukung teori H-O.

Pengujian data banyak negara Pengujian dilakukan dengan menggunakan data dari berbagai negara. Stdi terpenting yang perna dilakuakan antara lain oleh Harry P. Bowen, Edward E. Learmer dan Leo Sveikauskas. Mereka menyatakan bahwa perdagangan barang secara tidak langsung merupakan perdagangan faktor produksi. Sehingga kita akan menemukan negara akan melakukan ekspor terhadap produk yang faktor produksinya relatif melimpah dan begitu pula sebaliknya. Dari sampel 27 negara dan 12 faktor produksi yang diujikan oleh Bowen (Krugman dan Obstfeld, 2003:83) dapat dihitung rasio faktor endowments setiap faktor produksi suatu negara terhadap penawaran dunia. Kemudian dilakukan pembandingan rasio-rasio tersebut dengan bagian setiap negara dari pendapatan dunia. Mereka menyatakan jika teori faktor produksi benar, maka suatu negara akan selalu ekspor faktor yang bagiannya melebihi bagian pendapatan dan sebaliknya. Kenyataanya adalah 2/3 faktor produksi diperdagangkan kurang dari 70 persen yang sesuai dengan arah yang telah diprediksikan. Hasil ini mendukung paradoxs Leontief di tingkatan yang lebih luas, bahwa perdagangan sering tidak berjalan sesuai dengan yang diprediksikan oleh teori Hecksher-Ohlin. 6

Hipotesis Teori H-O Sebelum melakukan kritik terhadap teori H-O, di bawah ini akan dikemukakan hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain: 1. Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap

negara turun, 2. Harga atau biaya produksi suatu barang kan ditentukan oleh jumlah atau proporsi

faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. 3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua negara

cenderung sama demikian pula harga barang B di kedua negara cenderumg sama. 4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang kaya Kapital dengan negara yang kaya

Labor. 5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan

mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara yang kaya kapital maka ekspornya padat kapital dan impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor ekspornya padat karya dan impornya padat kapital.

Kritik terhadap hipotesis yang dihasilkan Teori H-O Teori H-O merupakan penyempurnaan dari teori perdagangan internasional sebelumnya, selain itu sudah dilakukan pengenduran atau pengurangan asumsi, namun masih belum sempurna. Berikut ini akan dikemukakan kajian terhadap hipotesi yang telah dikemukanan di atas: 1. Berdasar teori H-O perbedaan harga barang sejenis dapat terjadi karena adanya

perbedaan proporsi atau jumlah faktor produksi yang dimiliki masing- masing negara dalam memproduksi barang tersebut. Sehingga apabila jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional sulit terjadi. 2. Fakta yang ada dalam dunia nyata menunjukkan walaupun jumlah atau proporsi

faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama sehingga harga barang sejenis relatif sama, ternyata perdagangan internasional tetap dapat terjadi.

7

3. Teori H-O masih merupakan teori perdagangan internasional komparatif statik

(Sih Prapti E., 1991). Sehingga asumsi klasik dan neoklasik yang menganggap hampir semua besaran variabel dalam perekonomian adalah statik, tidak berubah atau diasumsikan exogeneous (perubahan ditentukan di luar model). Padahal fakta yang terjadi adalah terjadi perubahan secara terus menerus pada variabel dan perubahannya terjadi di dalam model (endogeneous). Kondisi menyebabkan aplikasi teori H-O menjadi terbatas, atau tidak dapat diterapkan secara umum. Oleh karena itu teori hanya dapat menjelaskan terjadinya perdagangan antara negara yang kaya tenaga kerja dengan negara yang kaya kapital, dimana hanya merupakan sekitar 40% dari volume perdagangan dunia.

Kondisi riil yang tidak sesuai dengan asumsi teori H-O Beberapa kondisi fakta terkini yang tidak sesuai dengan asumsi teori H-O sehingga perlu adanya perbaikan, antara lain: a. kondisi permintaan dan penawaran komoditas perdagangan senantiasa mengalami

perubahan karena variabel yang mempengaruhinya senantiasa berubah. b. Teori perdagangan terbaru menyatakan bahwa pengetahuan, dan pengetahuan

adalah variabel penentu keputusan perdagangan dan investasi. c. Jumlah dan dan kualitas faktor produksi dan teknologi berubah dari waktu ke

waktu. d. Variabel ongkos transportasi diperhitungkan.

Perbaikan antara lain dapat dilakukan dengan melakukan pelepasan beberapa asumsi yang digunakan dalam teori H-O. Misalnya asumsi teori H-O yang mengatakan tingkat teknologi sama sudah tidak relevan. Hal ini karena fakta dilapangan menunjukkan tingkat teknologi yang tidak sama serta ada penundaan dalam proses transmisi atau difusi teknologi dari satu negara ke negara lain. Sehingga suatu negara bisa menjadi eksportir yang sukses jika terus menerus melakukan inovasi. Oleh karena itu perdagangan dilakukan dengan banyak produkproduk baru hasil inovasi. Kondisi ini relevan dengan masalah yang ada sekarang terkait dengan kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang sehingga dapat mengatasi keunggulan komparatif dinamis dibandingkan teori Klasik. 8

Kelemahan Asumsi Teori H-O Untuk

lebih

memahami

kelemahan

teori

H-O

dalam

menjelaskan

perdagangan internasional akan dikemukan beberapa asumsi yang kurang valid: 1. Asumsi

bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam

memproduksi adalah tidak valid. Fakta yang ada di lapangan negara sering menggunakan teknologi yang berbeda. 2. Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor produksi lebih

menjadi masalah. Hal ini karena sebagian besar perdagangan adalah produk negara industri yang bertumpu pada diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan model faktor endowment H-O. 3. Asumsi tidak ada mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas faktor secara

internasional

mampu

mensubstitusikan

perdagangan

internasional

yang

menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antar negara. Maknanya adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi validitas model HO. 4. Asumsi spesialisasi penuh suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi jika

melakukan perdagangan tidak sepenuhnya berlaku karena banyak negara yang masih memproduksi komoditi yang sebagian besar adalah dari impor.

Adanya asumsi spesialisasi penuh yang mensyaratkan komoditi diproduksi dengan kondisi constan return to scale dan faktor endowment yang berbeda. Namun sebetulnya perdagangan internasional tetap dapat dilaksanakan walaupun kedua negara identik dalam berbagai hal. Hal ini yang belum dijelaskan dalam teori H-O. Kondisi tersebut dapat dijelaskan dengan konsep increasing return to scale (IRS), sehingga perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat terlaksana. IRS menunjukkan kondisi produksi di mana output secara proposional bertambah melebihi kenaikan input atau faktor produksi. Jika semua input meningkat dua kali maka output akan naik lebih dari dua kali. IRS terjadi karena dalam skala operasi yang lebih besar pembagian kerja dan spesialisasi menjadi hal yang mungkin. Dari

gambar

di

bawah

menunjukkan

bahwa

perdagangan

yang

saling

menguntungkan dapat dilakukan berdasar IRS. Jika dua negara diasumsikan identik untuk berbagai aspek, kita dapat menggunakan satu Production Possibility Curve 9

(PPC) dan satu Indiverence Curve (IV) untuk menunjukkan perdagangan kedua negara tersebut. Y

B1

II

PA

X

Gambar 3 Perdagangan berdasar Skala Ekonomi

Dengan perdagangan, negara 1 dapat spesialisasi penuh dalam memproduksi X pada titik B. Negara 2 spesialisasi penuh dalam produksi Y pada titik B1. Dengan meningkatkan X dan Y pada titik dari titik keseimbangan A ke titik keseimbangan E (IC II) yang berarti terjadi kenaikan konsumsi. Hasil ini dari adanya perdagangan yang meningkatkan skala ekonomi produksi hanya satu komoditi dalam setiap negara. Jika tidak ada perdagangan, kedua negara tidak akan spesialisasi memproduksi hanya satu barang karena setiap negara ingin mengkonsumsi kedua komoditi tersebut. Keseimbangan titik A (tidak ada perdagangan) tidak stabil, karena negara 1 bergerak ke kanan titik A sepanjang production frontier negara 1, sehingga Px/Py akan meningkat dan Py/Px turun sampai negara 2 spesialisasi penuh dalam produksi komoditi Y. Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa dua negara tidak perlu identik dalam berbagai hal untuk melakukan perdagangan yang saling menguntungkan dengan IRS. Penggunaan asumsi ini dapat untuk menghindari terjadinya spesialisasi penuh. 10

Kritik oleh ahli perdagangan internasional 1.

Kritik Raymond Vernon Dalam kritik terhadap kelemahan teori H-O di atas antara lain dinyatakan bahwa teori H-O hanya mampu menjelaskan 40% dari volume perdagangan dunia sedangkan fenomena terjadinya 60% negara maju belum mampu dijelaskan. Oleh memunculkan peluang timbulnya teori baru, yaitu teori siklus produksi (product life cycle) yang dikemukakan oleh Raymod Vernon. Teori ini antara lain berdasarkan adanya anggapan bahwa variabel-variabel dalam perekonomian senantiasa berubah dan perubahannya terjadi dalam model bahkan menggunakan perubahan variabelvariabel tersebut sebagai driving motives timbulnya perdagangan internasional (Sih Prapti E., 1991). Teori siklus produksi juga dibangun atas dasar pada adanya kelambanan imitasi atau penundaan difusi teknologi. Teori ini memperhatikan siklus hidup produk baru dan dampaknya terhadap perdagangan internasional. Teori ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pertama, tahap produksi baru yaitu ketika baru ditemukan produk dan diproduksi sebagai tahap perkenalan serta hanya dikonsumsi dinegara tersebut. Tahap kedua, tahap pertumbuhan produksi yaitu memproduksi massal untuk dikonsumsi sendiri dan diekspor ke negara lain. Tahap ketiga, tahap standarisasi produk yaitu tahap dimana negara penemu pertama produk tersebut sekarang mejadi pengimpor dengan alasan skala ekonomi. Sehingga dapat dikatakan bahwa teori menempatkan keungulan komparatif dinamis karena sumber ekspor negara bergeser melewati suatu siklus hidup produk. 2.

Kritik Linder mengenai persamaan selera Asumsi lain teori H-O adalah adanya kesamaan selera di antara kedua negara.

Hal ini kurang relevan sekarang, menurut ekonom swedia, Staffan Brensstam Linder yang mengemukakan teori linder selera konsumen sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan penduduk. Selera dalam suatu negara akan menghasilkan permintaan pada suatu produk. Oleh karena itu teori linder berorientasi pada permintaan suatu produk sedangkan teori H-O berorientasi pada penawaran karena fokusnya pada faktor sumber daya dan intesitas faktor. Sehingga suatu negara akan mendorong produksi produk yang diminati (menjadi cerminan selera) sehingga muncul ekspor. 11

Lampiran Buku

12

13

14

Hubungan Perekonomian Indonesia – Jepang Perdagangan Bagi Indonesia, Jepang merupakan negara mitra dagang terbesar dalam hal eksporimpor Indonesia. Ekspor Indonesia ke Jepang bernilai US$ 23.6 milyar (statistic Pemerintah RI), sedangkan impor Indonesia dari Jepang adalah US$ 6.5 milyar sehingga bagi Jepang mengalami surplus besar impor dari Indonesia (tahun 2007) Komoditi penting yang diimpor Jepang dari Indonesia adalah a.l. minyak, gas alam cair, batubara, hasil tambang, udang, pulp, tekstil dan produk tekstil, mesin, perlengkapan listrik, dll. Di lain pihak, barang-barang yang diekspor Jepang ke Indonesia meliputi mesin-mesin dan suku-cadang, produk plastik dan kimia, baja, perlengkapan listrik, suku-cadang elektronik, mesin alat transportasi dan suku-cadang mobil.

Investasi Investasi langsung swasta dari Jepang ke Indonesia yang menurun sehubungan dengan stagnasi yang dialami perekonomian Indonesia akibat krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997, kini belumlah pulih sepenuhnya, namun Jepang tetap menempati kedudukan penting di antara negara-negara yang berinvestasi di Indonesia. Dalam jumlah investasi langsung asing di Indonesia dari tahun 1967 hingga 2007, Jepang menduduki tempat pertama dengan angka 11,5% dalam kesuluruhannya. Terdapat kurang lebih 1000 perusahaan Jepang beroperasi di Indonesia (sumber: JETRO). Perusahaan-perusahaan tersebut memperkerjakan lebih dari 32 ribu pekerja Indonesia yang menjadikan Jepang sebagai negara penyedia lapangan kerja nomor 1 di Indonesia (sumber: BKPM). Kerjasama Ekonomi Indonesia merupakan negara penerima ODA (bantuan pembangunan tingkat pemerintah) terbesar dari Jepang (berdasarkan realisasi netto pembayaran pada tahun 2005 adalah US$1.22 milyar, yaitu + 17% dari seluruh ODA yang diberikan Jepang) Selain itu, realisasi bantuan untuk tahun 2006 adalah : Pinjaman Yen : 125.2 milyar Yen Bantuan hibah : 5.4 milyar Yen (berdasarkan pertukaran Nota-nota) Kerjasama teknik

: 7.8 miliar Yen (berdasarkan realisasi pembiayaan JICA 15

Tabel 1. Data Ekspor dan Impor Indonesia Berdasarkan Sektor Tahun 2012 – 2016 INDONESIA No.

Produk

1

Bahan Bakar Mineral

2

Mesin dan Peralatan Listrik

3

Bijih, Kerak dan Abu Logam

4

Perhiasan/Permata

5

Kayu, Barang dari Kayu

6

Karet dan Barang dari Karet

7

Nikel

8

Mesin dan Peralatan Mekanik

9

Kendaraan Bermotor dan bagiannya

10

Ikan dan Udang

11

Plastik dan barang dari plastik

12

Pakaian Jadi bukan rajutan

13

Barang-barang rajutan

14

Kertas/Karton

15

Alas kaki

16

Perangkat Optik

17

Berbagai Produk Kimia

18

Bahan Kimia Organik

19

Tembaga

20

Benda dari besi dan baja

21

Besi dan Baja

22

Sari bahan samak & celup

23

Serat stafel buatan

IMPOR (M)

EKSPOR (X)

2012

2013

2014

2015

2016

2012

2013

2014

2015

2016

2598,2 1270,6 434,6 866,7 996,8 963,4 1041,4 794,2 477,5 564,9 444,3 339,8 300,0 394,2 229,5 57,4 65,0 203,2 92,2 167,3 47,9 24,2 189,7

2035,7 1145,1 1,068,2 671,8 816,7 793,5 795,5 674,1 479,7 476,9 397,0 340,7 336,8 396,7 275,0 48,8 67,2 189,2 43,7 106,4 38,5 22,5 173,7

1990,5 1131,1 1300,4 736,3 793,3 752,5 586,8 601,7 488,5 471,3 412,1 359,0 310,4 373,7 305,0 40,9 84,1 221,9 43,4 101,7 18,3 49,7 168,3

2506,2 1.324,1 1.003,6 917,7 813,4 997,4 633,0 670,9 537,6 517,8 426,3 430,9 360,1 345,0 328,2 33,6 101,1 265,4 67,4 115,2 16,1 59,7 160,3

2790,2 1533,0 1,237,7 1199,8 964,3 882,4 782,4 694,0 568,1 496,2 490,4 441,4 426,9 357,8 338,0 41,2 111,0 268,2 69,3 128,9 29,3 56,0 174,7

69,4 1674,5 1,8 22,0 4,6 621,2 14,7 5179,8 1811,2 1775,7 791,4 3,7 1,0 95,0 0,2 410,2 219,9 418,8 437,3 791,4 1775,7 166,6 196,8

30,8 1393,9 1,3 18,8 3,3 470,3 14,5 3674,2 1679,6 1472,4 620,8 5,2 0,7 84,4 0,8 351,6 175,0 363,4 289,3 620,8 1472,4 162,2 147,3

58,0 1528,3 1,5 22,3 3,8 438,2 16,3 3352,4 1612,2 1445,4 604,8 4,1 1,6 77,1 0,3 371,3 188,7 296,5 237,8 604,8 1445,4 180,8 124,2

30,8 1732,8 1,4 130,4 4,8 551,0 14,0 3808,7 2218,1 1642,4 701,1 6,2 1,8 77,9 1,3 383,1 198,0 390,1 266,3 701,1 1,642,4 183,7 171,2

33,2 1706,2 1,5 317,8 5,3 617,6 17,7 4856,0 2909,2 1867,6 788,1 3,2 2,4 99,7 1,3 416,0 213,1 373,0 362,9 788,1 1,867,6 175,5 166,2

2012 2.528,8 -403,9 432,8 844,7 992,2 342,2 1.026,7 -4.385,6 -1.333,7 -1.210,8 -347,1 336,1 299,0 299,2 229,3 -352,8 -154,9 -215,6 -345,1 -624,1 -1.727,8 -142,4 -7,1

NET EKSPOR (X-M) 2013 2014 2015 2004,9 1932,5 2475,4 -248,8 -397,2 -408,7 1066,9 1298,9 1002,2 653 714 787,3 813,4 789,5 808,6 323,2 314,3 446,4 781 570,5 619 -3000,1 -2750,7 -3137,8 -1199,9 -1123,7 -1680,5 -995,5 -974,1 -1124,6 -223,8 -192,7 -274,8 335,5 354,9 424,7 336,1 308,8 358,3 312,3 296,6 267,1 274,2 304,7 326,9 -302,8 -330,4 -349,5 -107,8 -104,6 -96,9 -174,2 -74,6 -124,7 -245,6 -194,4 -198,9 -514,4 -503,1 -585,9 -1433,9 -1427,1 -1626,3 -139,7 -131,1 -124 26,4 44,1 -10,9

(Sumber : ITPC Osaka )

2016 2757 -173,2 1236,2 882 959 264,8 764,7 -4162 -2341,1 -1371,4 -297,7 438,2 424,5 258,1 336,7 -374,8 -102,1 -104,8 -293,6 -659,2 -1838,3 -119,5 8,5

RATA-RATA

Dari tabel 1 menunjukkan perkembangan produk seluruh sektor ekspor dan impor pada Negara Indonesia dalam kurun waktu

2.339,7 -326,4 1.007,4 776,2 872,5 338,2 752,4 -3.487,2 -1.535,8 -1.135,3 -267,2 377,9 345,3 286,7 294,4 -342,1 -113,3 -138,8 -255,5 -577,3 -1.610,7 -131,3 12,2

(2012 – 2016) dimana dalam hal ini disimpulkan berdasarkan perkembangan Net Ekspor bahwa bahan bakar mineral, Bijih, Kerak dan Abu Logam, perhiasan/permata, kayu, karet, nikel, alas kaki, kertas/karton, dan pakaian merupakan Labor Intensive yang artinya dimana kegiatan dalam proses produksi lebih banyak menggunakan tenaga manusia dibandingkan dengan tenaga mesin dimana tujuan utama dalam penggunaan padat karya dalam proses produksi adalah membuka lapangan pekerjaan. Padat karya cenderung berorientasi ke komoditi (pertanian, perkebunan, tekstil, dll).

Tabel 2. Data Ekspor dan Impor Jepang Berdasarkan Sektor Tahun 2012 – 2016 JEPANG No.

2012

2013

EKSPOR (X) 2014

2015

2016

Produk

2012

2013

IMPOR (M) 2014

2015

2016

110878,1

141218,2

174569

1

Bahan Bakar Mineral

15824,8

11380,1

9372,2

11369.7

13,349.6

262106,1 128287,3

2

Mesin dan Peralatan Listrik

104055,3

95606,8

98151,2

105570,4

109373,6

99346,2

90248

89834

97670,2

101011,6

3 4

Bijih, Kerak dan Abu Logam Perhiasan/Permata

0 10202,5

0 10069,6

0 13956,4

0 15196,7

0 12010,3

20403,7 9374,0

17333,6 9991,8

20850,6 11100,0

22446,1 12532,2

5

Kayu, Barang dari Kayu

0

0

0

0

0

10051,2

10153,7

10268,7

11164,4

6 7 8

Karet dan Barang dari Karet Nikel Mesin dan Peralatan Mekanik Kendaraan Bermotor dan bagiannya Ikan dan Udang Plastik dan barang dari plastik Pakaian Jadi bukan rajutan Barang-barang rajutan Kertas/Karton Alas kaki Perangkat Optik Berbagai Produk Kimia Bahan Kimia Organik Tembaga Benda dari besi dan baja Besi dan Baja Sari bahan samak & celup Serat stafel buatan

12243,3 918,3 132442,7

10286,8 815,5 117641,8

9802,3 713,3 123979,7

10301,0 594,2 138413,8

10631,7 744,1 148025,6

30114 10257,2 1 1684,1 4929,5 2855,6 65041,6

4246,0 2302,1 59542,5

3992,4 17458 59466,1

4669,0 2073,5 65249,2

4630,8 2893,9 72890,7

142513,9

134041,2

141798,5

146227,6

154067,8

21566,3

19109,6

20893,8

22424,9

24588,4

1293,7 25267,6 0 600,7 2380,6 0 40369,4 10042,7 23446,5 7991,7 13045,6 33383,0 4355,1 1975,0

1345,0 22,499,7 0 547,9 2294,0 0 35741,7 9153,9 17901,5 6780,7 10252,4 27504,4 3935,8 1851,0

1400,3 23407,2 0 584,0 2493,3 0 35856,5 9537,5 15938,5 6446,1 9442,4 24510,8 4282,5 1351,5

1422,8 25145,2 0 576,8 2672,7 0 39829,6 10311,4 17869,9 7418,7 9810,8 27980,1 4684,3 1200,3

1600,3 26124,3 0 599,9 2958,6 0 41309,1 11875,7 18920,2 8548,6 10301,3 29930,0 4951,3 1210,8

11450,4 15472,6 14788,5 14576,5 3470,2 5763,1 24824,3 5438,7 15210,9 2875,8 7103,6 8524,5 0 0

10243,4 13779,1 13534,9 13317,3 3090,1 5422,7 23272,1 5145,9 14194,4 2189,5 6556,6 6184,8 0 0

10795,8 13932,2 13334,6 12914,8 3107,7 5412,8 24169,1 5012,1 14414,5 2145,8 6519,8 5679,7 0 0

11725,2 15052,8 13562,9 12813,0 3001,6 5296,7 25529,1 5400,3 15893,6 2713,6 6699,0 7356,3 0 0

11864,1 16905,7 14690,2 13750,4 2952,5 5490,2 27623,4 5988,0 18216,8 3118,8 7585,7 8266,2 0 0

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

2012 -246281,3 4709,1 -30114 -54,7 -1 -1684,1 7313,8 -1937,3 67401,1 120947,6 -10156,7 9795 -14788,5 -13975,8 -1089,6 -5763,1 15545,1 4604 8235,6 5115,9 5942 24858,5 4355,1 1975

NET EKSPOR (X-M) 2013 2014 2015 -116907,2 -101505,9 -129848,5 5358,8 8317,2 7900,2 -20403,7 -17333,6 -20850,6 695,6 3964,6 4096,7 -10051,2 -10153,7 -10268,7 0 0 0 6040,8 5809,9 5632 -1486,6 -16744,7 -1479,3 58099,3 64513,6 73164,6 114931,6 120904,7 123802,7 -8898,4 -9395,5 -10302,4 8720,6 9475 10092,4 -13534,9 -13334,6 -13562,9 -12769,4 -12330,8 -12236,2 -796,1 -614,4 -328,9 -5422,7 -5412,8 -5296,7 12469,6 11687,4 14300,5 4008 4525,4 4911,1 3707,1 1524 1976,3 4591,2 4300,3 4705,1 3695,8 2922,6 3111,8 21319,6 18831,1 20623,8 3935,8 4282,5 4684,3 1851 1351,5 1200,3

2016 -161219,4 8362 -22446,1 -521,9 -11164,4 0 6000,9 -2149,8 75134,9 129479,4 -10263,8 9218,6 -14690,2 -13150,5 6,1 -5490,2 13685,7 5887,7 703,4 5429,8 2715,6 21663,8 4951,3 1210,8

RATARATA -151152,46 6929,46 -22229,6 1636,06 -8327,8 -336,82 6159,48 -4759,54 67662,7 122013,2 -9803,36 9460,32 -13982,22 -12892,54 -564,58 -5477,1 13537,66 4787,24 3229,28 4828,46 3677,56 21459,36 4441,8 1517,72

Dari tabel 2 menunjukkan perkembangan produk seluruh sektor ekspor dan impor pada Negara Jepang dalam kurun waktu (2012 – 2016) dimana dalam hal ini disimpulkan berdasarkan perkembangan Net Ekspor bahwa mesin dan peralatan listrik, nikel, kendaraan bermotor dan bagiannya, ikan dan udang, plastic, berbagai produk kimia, bahan kimia organic, tembaga, besi dan baja, benda dari besi dan baja, sari bahan samak dan celup serta serat stafel buatan merupakan Capital Intensive yang artinya bahwa suatu industri di bangun dengan modal besar dan didukung dengan teknologi yang tinggi. Capital Intensive atau padat modal termasuk industri dasar atau industri hulu seperti mesin, logam dasar, industri elektronik yang artinya produksinya tergantung

tersebut pada

cenderung

penggunaan

dalam proses

menekankan mesin



dan mesin

dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja manusia.

Tabel 3. Data Kapital dan Tenaga Kerja Negara Indonesia dan Jepang Tahum 2012 – 2016 INDONESIA

JEPANG

INDONESIA

JEPANG

INDONESIA

JAPAN

No. Tahun KAPITAL (US$) TENAGA KERJA KAPITAL (US$) TENAGA KERJA

RASIO K/TK

RATIO TK/K

1

2012 126.109.698.376

121.651.092

19.221.290.554

65.992.810

1.036,6508

291,2634

0,000964645

0,003433318

2

2013 109.284.515.183

123.063.758

51.153.358.170

66.182.686

888,0317

772,9114

0,001126086

0,001293809

3

2014 111.353.872.642

122.582.281

77.243.562.915

66.363.239

908,4010

1.163,9511

0,001100835

0,000859143

4

2015 115.758.410.435

125.383.553

202.436.797.084

66.844.279

923,2344

3.028,4835

0,001083149

0,000330198

5

2016 146.426.358.065

127.110.965

197.232.113.749

66.503.545

1.151,9569

2.965,7383

0,000868088

0,000337184

608.932.854.700

619.791649

547.287.122.471

331.886.559

4.908,2748

8.222,3478

0,001017832

0,000606421

TOTAL

(Sumber: World Bank dan International Labour Organization)

Berdasarkan tabel 3, maka dapat simpulkan bahwa negara Indonesia merupakan Negara yang tergolong dalam Negara labor abundant dan Negara Jepang merupakan Negara yang tergolong dalam Negara capital abundant. Negara capital abundant dapat dilihat dari nilai rasio antara capital dan tenaga kerja sedangkan Negara labour abbundant dapat dilihat dari nilai rasio antara tenaga kerja dan capital

21

Related Documents

Teori
October 2019 61
Teori
May 2020 46
Teori
June 2020 35
Teori
June 2020 40
Teori
June 2020 37
Teori
November 2019 59

More Documents from ""