Ali, R. Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LKiS Khaldun, Ibn. 2000. Muqaddimah. Penerjemah Ahmadie Thoha. Jakarta: Pustaka Firdaus Kochhar. 2008. Pembelajaran Sejarah-Teaching of History. Diterjemahkan oleh Drs. H. Purwanta, M.A. dan Yovita Hardiwati. Jakarta: PT. Gransindo. Muthahhari. 2009. Menguak Masa Depan Umat Manusia. Bandung: Pustaka Hidayah http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah. diakses tanggal 6 Juni 2012
Ayatrohaedi, et. al., Kamus Istilah Arkeologi, Jakarta : tanpa penerbit, 1978 Bahn, Paul and Renfrew, Colin, Archaeology Theories, Methods, and Practise, London : Thames and Hudson Ltd., second edition, 1996 Cutts, Leonard (ed.), "Archaeology", The Teach Yourself Books, London : The English Universities Press Ltd., 1957 Fagan, Brian M., In the Beginning An Introduction to Archaeology, Boston-Toronto : Little, Brown and Company, 1975 Mundardjito, "Pandangan Tafonomi Dalam Arkeologi : Penilaian Kembali Atas Teori dan Metode", Pertemuan Ilmiah Arkeologi II, Jakarta : Puslitarkenas, 1982, hal. 497-510 Mundardjito, "Penelitian Induktif-Deduktif Dalam Arkeologi", Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV, Jakarta : Puslitarkenas, 1986, hal. 197-203 Shahrer R.J. and Ashmore, Windy, Fundamentals of Archaeology, California : The Benjamin Cummings Publishing Company Inc., 1979 Shahrer, R.J. dan Ashmore, Windy, Archaeology : Discovering Our Past, London-Toronto : Mayfield Publishing Company, 1993 Staf Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra UGM, Beberapa Catatan Mengenai Kepurbakalaan Indonesia, Yogyakarta : UGM, 1983 Supratikno Rahardjo, "Beberapa Pertimbangan Dalam Analisis Kuantitatif Untuk Perbandingan Gaya", DIA II, Jakarta : PPAN, 1987 Supratikno Raharjo, "Gaya Seni dan Struktur Sosial : Sebuah Pengujian Arkeologis Atas Hipotesis John L. Fisher", PIA IV, Jakarta : Proyek Penelitian Purbakala Depdikbud, 1986 Timbul Haryono, "Artefak Kualitas dan Validitasnya Sebagai Data Arkeologi", Artefak, Yogyakarta : HIMA UGM, 1984, hal. 5-14 Uka Tjandrasasmita, "Peninggalan Purbakala dan Mobilitas Sosial Budaya", Pertemuan Ilmiah Arkeologi II, Jakarta : Puslitarkenas, 1982, hal. 695-708
A. Pengertian Budaya Kata “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Sehingga dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan dengan akal”. Kata “culture” yang berasal dari “mengolah, mengerjakan” terutama mengolah tanah atau bertani. Sehingga berkembang menjadi segala sesuatu upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah atau merubah alam. Menurut ilmu antropologi kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Berarti seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan karenya hanya sedikit sekali tindakan manusia dalam rangka hidup bermasyarakat yang tidak perlu dibiasakannya dengan belajar yaitu hanya beberapa tindakan akibat proses fisiologi atau kelakuan apabila dia sedang membabi buta. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan bendabenda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B. Wujud dan Komponen Budaya Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak. 1. Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut. 2. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. 3. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia. Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama: 1. Kebudayaan material Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: candi, prasasti, mangkuk tanah liat, perhisan, senjata, dan seterusnya.
2. Kebudayaan nonmaterial Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional. Kebudayaan ada tiga wujudnya adalah 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, normanorma, peraturan dan sebagainya. Wujud yang pertama merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Bersifat abstrak, lokasinya di dalam kepala dan bila berupa tulisan lokasinya berupa buku-buku hasil karya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud yang kedua disebut system social atau cultural system, mengenai tindakan berpola dari manusia. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ketiga merupakan kebudayaan fisik dan tidak memerlukan banyak penjelasan. Karena sifatnya konkrit dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto. C. Unsur-unsur kebudayaan Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut: Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: 1. alat-alat teknologi 2. sistem ekonomi 3. keluarga 4. kekuasaan politik Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: 1. sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya 2. organisasi ekonomi 3. alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
4. organisasi kekuatan (politik) Koentjaraningrat menyebutkan ada tujuh unsur kebudayaan bersifat universal yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia, antara lain: 1. Bahasa 2. Sistem pengetahuan 3. Organisasi sosial 4. Sistem peralatan hidup dan teknologi 5. System mata pencaharian hidup 6. Sistem religi 7. Kesenian Kluckhohn dan Koentjaraningrat menjelaskan bahwa semua system nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia semua mengenal lima masalah pokok dalam kehidupan masyarakat antara lain: 1. Masalah hakekat dari hidup manusia (makna hidup/MH) 2. Masalah hakekat dari karya manusia (makna atau fungsi kerja/MK) 3. Masalah hakekat dan kedudukan manusia dalam ruang dan waktu (makna ruangwaktu/MW) 4. Masalah hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (makna alam/MA) 5. Masalah hakekat dari hubungan manusia dengan manusia(makna manusia/MM)