Menurut H.L.Blum ada 4 faktor yang berperan dalam menentukan tingkat atau derajat kesehatan suatu masyarakat. Faktor-faktor tersebut ialah lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. 1. Lingkungan Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Yang termasuk kedalam lingkungan ini adalah : a. Lingkungan fisik Lingkungan fisik dapat berupa keadaan tanah (pegunungan, rawa, subur atau tidak subur), keadaan air (bersih, kotor, mudah atau sulit didapat), keadaan cuaca (seperti panas, dingin, lembab, atau kering), dan lain sebagainya. b. Lingkungan biologis Adanya hewan atau makhluk hidup lainnya yang berguna serta yang merugikan manusia. Yang berguna misalnya ternak, dan yang merugikan misalnya bakteri, virus, cacing parasit, dan lain-lain. Adanya tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi manusia berupa bahan pangan, sedangkan yang merugikan dapat berbentuk jamur penyebab penyakit, dan lain-lain. c. Lingkungan sosial budaya Lingkungan sosial budaya dapat berupa : Tingkat pendidikan Adat istiadat dan kepercayaan seperti tahayul, dan pantangan-pantangan yang tidak sesuai dengan kesehatan. Adanya lembaga-lembaga masyarakat yang dapat menjadi wadah kerjasama. Upacara-upacara Struktur politik kenegaraan d. Lingkungan ekonomi Yang termasuk dalam lingkungan ekonomi antara lain adalah : Struktur ekonomi Status ekonomi 2. Perilaku Perilaku merupakan faktor kedua terbesar yang mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat. Namun perilaku manusia mempunyai kontribusi yang lebih besar, oleh karena selain mempunyai pengaruh langsung terhadap kesehatan, berpengaruh pula secara tidak langsung melalui faktor lingkungan, sosial budaya, dan fasilitas kesehatan. Disebabkan perilaku manusia justru lingkungan dapat memberikan efek yang tidak baik terhadap kesehatan, dan karena perilaku manusia pula fasilitas kesehatan tidak atau kurang dimanfaatkan oleh manusia. Perilaku adalah suatu aktifitas manusia baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak. Perilaku adalah hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dan lingkungan (pusat PKM depkes RI, 1992). Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek, dan respon ini terbagi 2, yaitu : a. Respon bentuk pasif Bentuk pasif adalah respon internal, yakni yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat diamati oleh orang lain. Respon bentuk pasif ini antara lain adalah berfikir,
tanggapan atau sikap batin, dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu hádala bermanfaat untuk mencegah statu penyakit tertentu, tetapi inu tersebut tidak pernah membawa anaknya ke posyandu atau ke puskesmas untuk di imunisasi. Perilaku seperti ini masih terselubung (covert behaviour). b. Respon bentuk aktiv Respon bentuk aktiv artinya bahwa perilaku itu dapat secara langsung dilihat atau diamati. Misalnya si ibu yang sudah tahu manfaat dari imunisasi terhadap kesehatan anaknya, akan membawa anaknya ke posyandu atau puskesmas untuk di imunisasi. Perilaku ini sudah nyata (overt behaviour) Perilaku kesehatan tidak lain merupakan suatu reaksi dari seseorang terhadap rangsangan (stimulus) yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Reaksi ini dapat berbentuk pasif dan dapat pula aktiv. a. perilaku terhadap sakit dan penyakit perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, seperti memakan makanan yang mengandung nilai gizi, berolahraga, menimbang anak balita setiap bulan, dan lain sebagainya. Hal ini adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (promotif). Perilaku sehubungan dengan pencegahan penyakit (preventif), adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan yaitu tindakan yang dilakukan seseorang untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yakni tindakan seseorang estela sembuh dari statu penyakit.
b. perilaku sehubungan dengan sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh jajaran pemberi pelayanan. Perilaku ini adalah dalam bentuk respon terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. c. Perilaku yang berhubungan dengan makanan (respon seseorang terhadap makanan). Perilaku ini menyangkut dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap makanan meliputi cara pengelolaan makanan serta zat gizi yang ada didalamnya. d. Perilaku terhadap lingkungan, dimana lingkungan sebagai salah satu unsur penting bagi kesehatan manusia. Ada beberapa faktor yang berperan mengapa individu/masyarakat berperilaku dalam hal-hal tertentu. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari 2 aspek : a. manusia sebagai individu b. individu sebagai anggota suatu kelompok/masyarakat Menurut Lawrence Green, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar perilaku (non perilaku). Faktor perilaku ditentukan oleh 3 kelompok, yaitu : a. faktor presdiposisi adalah setiap karakterisitik pasien, konsumen atau masyarakat yang memotivasi perilaku
yang berkaitan dengan kesehatan. Mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. b. faktor pendukung faktor pendukung adalah setiap karakteristik lingkungan yang memudahkan perilaku kesehatan dan setiap leterampilan atau sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perilaku tersebut. c. faktor pendorong adalah setiap ganjaran yang mengikuti atau diperkirakan sebagai akibat suatu perilaku kesehatan. Menurut Herbert C.Kelman perubahan perilaku seseorang dapat disebabkan karena : karena terpaksa karena ingin meniru karena menyadari manfaatnya 3. Pelayanan Kesehatan Menurut H.L.Blum pelayanan kesehatan merupakan urutan ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, dan ataupun masyarakat. Yang termasuk dalam faktor pelayanan kesehatan adalah : sistem pelayanan kesehatan kemudahan masyarakat untuk dapat menjangkau pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan sesuai dengan prinsip ilmu dan teknologi kedokteran 4. Faktor Keturunan Ilmu genetika membuktikan bahwa kondisi makhluk hidup ditentukan oleh keadaan gen orang tuanya. Adanya kelainan atau kecacatan pada gen orang tua akan mengakibatkan timbulnya kelainan/penyakit yang bersifat baewaan pada keturunannya. Namun menurut para ahli faktor keturunan/genetika ini pengaruhnya bagi tingkat kesehatan masyarakat tidak terlalu besar.
Five Level of prevention
1. 1. Peningkatan kesehatan (health promotion) Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga keseimbangan proses bibit penyakit-pejamu-lingkungan, sehingga dapat menguntungkan manusia dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat. Contoh :
Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misalnya untuk kalangan menengah ke atas di negara berkembang terhadap resiko jantung koroner. Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu. Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab. Rekreasi atau hiburan untuk perkembangan mental dan sosial
1. 2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu(general and specific protection) Merupakan tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah penyakit, menghentikan proses interaksi bibit penyakit-pejamu-lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko terkena penyakit tertentu. Contoh :
Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah penyakit dengan adanya kegiatan Pekan Imunisasi Nasional (PIN ) Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misalnya yang terkena flu burung ditempatkan di ruang isolasi. Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat kerja dengan menggunakan alat perlindungan diri. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi. Pengendalian sumber-sumber pencemaran, misalnya dengan kegiatan jumsih “ jum’at bersih “ untuk mebersihkan sungai atau selokan bersama – sama. Penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS
1. 3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early diagnosis and prompt treatment) Merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin dan melakukan penatalaksanaan segera dengan terapi yang tepat. Contoh :
Pada ibu hamil yang sudah terdapat tanda – tanda anemia diberikan tablet Fe dan dianjurkan untuk makan makanan yang mengandung zat besi Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan . Misalnya pemeriksaan darah, rontgent paru. Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan. Melaksanakan skrining untuk mendeteksi dini kanker
1. 4.
Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Merupakan tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada pasien dengan penyakit yang telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul. Contoh :
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi, misalnya menggunakan tongkat untuk kaki yang cacat Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan dengan cara tidak melakukan gerakan – gerakan yang berat atau gerakan yang dipaksakan pada kaki yang cacat. Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
1. 5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation) Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mengembalikan pasien ke masyarakat agar mereka dapat hidup dan bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain. Contoh :
Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat. Misalnya, lembaga untuk rehabilitasi mantan PSK, mantan pemakai NAPZA dan lain-lain. Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan. Misalnya dengan tidak mengucilkan mantan PSK di lingkungan masyarakat tempat ia tinggal. Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri. Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
PERENCANAAN PROMOSI KESEHATAN Faktor Penting dalam Penetapan Prioritas Masalah Kesehatan Masyarakat (Metode Hanlon) Saat ini saya tengah melakukan analisis dan prioritisasi masalah kesehatan sebagai tugas proyek lapangan di Kabupaten Bantul. Diantara beberapa tulisan mengenai teknik atau metode penetapan prioritas, tampaknya tulisan yang saya ambil dari www.uic.edu/sph/prepare/courses/ph440/mods/bpr.htm ini yang saya anggap cukup sederhana dan mudah dipahami. Berikut ini adalah terjemahannya. Oke. Semoga bermanfaat:-) Panduan Penetapan Prioritas Masalah Kesehatan Masyarakat (Dimodifikasi dari Studi Kasus CDC: Menerjemahkan Sains ke dalam Praktek)
Menetapkan prioritas dari sekian banyak masalah kesehatan di masyarakat saat ini merupakan tugas yang penting dan semakin sulit. Manager kesehatan masyarakat sering dihadapkan pada masalah yang semakin menekan dengan sumber daya yang semakin terbatas. Metode untuk menetapkan prioritas secara adil, masuk akal, dan mudah dihitung merupakan perangkat manajemen yang penting. Metode yang dijelaskan di sini memberikan cara untuk membandingkan berbagai masalah kesehatan dengan cara yang relatif, tidak absolut/mutlak, memiliki kerangka, sebisa mungkin sama/sederajat, dan objektif. Metode ini, yang disebut dengan Metode Hanlon maupun Sistem Dasar Penilaian Prioritas (BPRS), dijelaskan dalam buku Public Health: Administration and Practice (Hanlon and Pickett, Times Mirror/Mosby College Publishing) dan Basic Health Planning (Spiegel and Hyman, Aspen Publishers). Metode ini memiliki tiga tujuan utama: * Memungkinkan para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksplisit yang harus diperhatikan dalam menentukan prioritas * Untuk mengorganisasi faktor-faktor ke dalam kelompok yang memiliki bobot relatif satu sama lain * Memungkinkan faktor-faktor agar dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan dinilai secara individual. APA ITU MDGS ??.. Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “Tujuan Pembangunan Milenium”, adalah sebuah paradigma pembangunan global yang dideklarasikan Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu:
1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan, 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua, 3. Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan, 4. Menurunkan Angka Kematian Anak, 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu, 6. Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya, 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan 8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan. Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara negara-negara berkembang dan maju. Negara-negara berkembang berkewajiban untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia dimana kegiatan MDGs di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. Pentingkan MDGS bagi Pembangunan di Indonesia ???.. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi MDGs, Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan program pembangunan nasional baik jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada hakikatnya setiap tujuan dan target MDGs telah sejalan dengan program pemerintah jauh sebelum MDGs menjadi agenda pembangunan global dideklarasikan. Potret dari kemakmuran rakyat diukur melalui berbagai indikator seperti bertambah tingginya tingkat pendapatan penduduk dari waktu ke waktu, kualitas pendidikan dan derajat kesehatan yang membaik, bertambah banyaknya penduduk yang menempati rumah layak huni, lingkungan permukiman yang nyaman bebas dari gangguan alam dan aman. Penduduk mempunyai kesempatan untuk mengakses sumber daya yang tersedia, lapangan kerja yang terbuka untuk semua penduduk, serta terbebas dari kemiskinan dan kelaparan. Pemerintah Indonesia mengklaim delapan target MDGs hampir semuanya tercapai. Itu tertera dalam laporan Bappenas 2010. Di antaranya pemerintah mengklaim berhasil menurunkan angka kemiskinan penduduk yang berpendapatan 1 dolar per hari (standar Bank Dunia), dari 20,6 persen tahun 1990 menjadi 5,8 persen tahun 2008. Namun, klaim keberhasilan itu dibantah oleh sejumlah organisasi massa yang berhimpun dalam Indonesian Peoples Alliance (IPA) atau Aliansi Rakyat Indonesia. IPA menilai, pencapaian MDGs gagal. Ini seiring meningkatnya kemiskinan, tidak adanya akses masyarakat terhadap kesehatan, pendidikan dasar, ketahanan pangan, dan kerusakan lingkungan serta konflik agraria. Namun, gagal atau tidaknya kembali lagi kepada masyarakat Indonesia sendiri bagaimana menanggapinya. Dapatkah Indonesia Mengikuti MDGS Tahun Depan (MDGS 2015) ??.. Kekhawatiran tentang pencapaian MDGs di Indonesia sebetulnya sudah pernah disampaikan di Rapat Kerja Presiden tanggal 19-21 April 2010 di Istana Tampaksiring, Bali. Dikatakan ada tiga sasaran MDGs yang berpotensi gagal dicapai pada tahun 2015: angka kematian ibu yang masih tinggi, pencegahan HIV/AIDS dan indikator tutupan lahan pada sektor kehutanan yang belum optimal. Jika kita melihat tinjauan status pencapaian MDGs bidang kesehatan di Indonesia pada tahun 2010, kita akan mendapatkan fakta bahwa pengendalian kasus TBC sudah tercapai, pengendalian malaria dan penurunan angka kematian anak akan tercapai/on
track, sedangkan peningkatan kesehatan ibu dan pengendalian kasus HIV/AIDS memerlukan perhatian khusus untuk bisa tercapai di tahun 2015. Salah satu indikator penting dari MDG poin 5 adalah AKI (Angka Kematian Ibu). AKI di Indonesia masih cukup tinggi. AKI tahun 1990 adalah 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup sedangkan AKI tahun 2007 adalah 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Walau menunjukkan penurunan, angka ini masih jauh dari target tahun 2015 yaitu 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan, jumlah kumulatif kasus AIDS justru terus meningkat. Tahun 2006 tercatat ada 8.194 kasus HIV/AIDS dan pada tahun 2009 jumlahnya telah meningkat dua kali lipat menjadi 19.973 kasus.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera.Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan (Frequently Asked Questions/FAQ) terkait dengan Program JKN. 1. Apa Latar Belakang dan Tujuan JKN? Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pada UUD 1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah menjalankan UUD 1945 tersebut dengan mengeluarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk memberikan jaminan sosial menyeluruh bagi setiap orang dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004, SJSN diselenggarakan dengan mekanisme Asuransi Sosial dimana setiap peserta wajib membayar iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Dalam SJSN, terdapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat Indonesia seluruhnya. Sebelum JKN, pemerintah telah berupaya merintis beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, antara lain Askes Sosial bagi pegawai negeri sipil (PNS), penerima pensiun dan veteran, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek bagi pegawai BUMN dan swasta, serta Jaminan Kesehatan bagi TNI dan Polri. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, sejak tahun 2005 Kementerian Kesehatan telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, yang awalnya dikenal dengan nama program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM), atau lebih populer dengan nama program Askeskin (Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin). Kemudian sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, program ini berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Seiring dengan dimulainya JKN per 1 Januari 2014, semua program jaminan kesehatan yang telah dilaksanakan pemerintah tersebut (Askes PNS, JPK Jamsostek, TNI, Polri, dan Jamkesmas), diintegrasikan ke dalam satu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Sama halnya dengan program Jamkesmas, pemerintah bertanggungjawab untuk membayarkan iuran JKN bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). 2. Bagaimana Prinsip Pelaksanaan Program JKN? Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN, maka Jaminan Kesehatan Nasional dikelola dengan prinsip : 1. Gotong royong. Dengan kewajiban semua peserta membayar iuran maka akan terjadi prinsip gotong royong dimana yang sehat membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin 2. Nirlaba. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak diperbolehkan mencari untung. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya harus dimanfaatkan untuk kepentingan peserta. 3. Keterbukaan, kehati – hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip manajemen ini mendasari seluruh pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangan 4. Portabilitas. Prinsip ini menjamin bahwa sekalipun peserta berpindah tempat tinggal atau pekerjaan, selama masih di wilayah Negara Republik Indonesia tetap dapat mempergunakan hak sebagai peserta JKN 5. Kepesertaan bersifat wajib. Agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. 6. Dana Amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik – baiknya demi kepentingan peserta. 7. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar – besar kepentingan peserta. 3. Siapa saja yang menjadi peserta JKN? Sebagaimana telah dijelaskan dalam prinsip pelaksanaan program JKN di atas, maka kepesertaan bersifat wajib. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta JKN terdiri dari Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Non Penerima Bantuan Iuran (Non PBI). Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, diantaranya disebutkan bahwa: 1. Kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh Menteri Sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. 2. Hasil pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu yang dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik (BPS) diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri Sosial untuk dijadikan data terpadu. 3. Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri Sosial dirinci menurut provinsi dan kabupaten/kota dan menjadi dasar bagi penentuan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan 4. Menteri Kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan sebagai peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.
Untuk tahun 2014, peserta PBI JKN berjumlah 86,4 juta jiwa yang datanya mengacu pada Basis Data Terpadu (BDT) hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang dilaksanakan pada tahun 2011 oleh BPS dan dikelola oleh Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Namun demikian, mengingat sifat data kepesertaan yang dinamis, dimana terjadi kematian, bayi baru lahir, pindah alamat, atau peserta adalah PNS, maka Menteri Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 149 tahun 2013 yang memberikan kesempatan kepada Pemerintah Daerah untuk mengusulkan peserta pengganti yang jumlahnya sama dengan jumlah peserta yang diganti. Adapun peserta yang dapat diganti adalah mereka yang sudah meninggal, merupakan PNS/TNI/POLRI, pensiunan PNS/TNI/POLRI, tidak diketahui keberadaannya, atau peserta memiliki jaminan kesehatan lainnya. Disamping itu, sifat dinamis kepesertaan ini juga menyangkut perpindahan tingkat kesejahteraan peserta, sehingga banyak peserta yang dulu terdaftar sebagai peserta Jamkesmas saat ini tidak lagi masuk ke dalam BDT. Peserta Non Penerima Bantuan Iuran (Non PBI) Yang dimaksud dengan Peserta Non PBI dalam JKN adalah setiap orang yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, yang membayar iurannya secara sendiri ataupun kolektif ke BPJS Kesehatan. Peserta Non PBI JKN terdiri dari : 1. Peserta penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu Setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah, antara lain Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Swasta, dan Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah 2. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, antara lain pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan lain sebagainya 3. Bukan pekerja penerima dan anggota keluarganya, setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan, antara lain Investor, Pemberi kerja, Penerima pensiun, Veteran, Perintis kemerdekaan, dan bukan pekerja lainnya yang memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah 4. Bagaimana dengan bayi baru lahir dari keluarga Peserta PBI JKN? Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, disebutkan pada pasal 11 ayat 1b bahwa ‘penambahan data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu untuk dicantumkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena memenuhi kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu’. Kemudian pada ayat 2 disebutkan bahwa ‘Perubahan data PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri. Sementara itu, Menteri Kesehatan melalui Surat Edaran Nomor HK/Menkes/32/I/2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan bagi Peserta BPJS Kesehatan pada Fasiitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2014 menjelaskan tentang Penjaminan terhadap bayi baru lahir dilakukan dengan ketentuan: 1. Bayi baru lahir dari peserta PBI secara otomatis dijamin oleh BPJS Kesehatan. Bayi tersebut dicatat dan dilaporkan kepada BPJS Kesehatan oleh fasilitas kesehatan untuk kepentingan rekonsiliasi data PBI 2. Bayi anak ke-1 (satu) sampai dengan anak ke-3 (tiga) dari peserta pekerja penerima upah secara otomatis dijamin oleh BPJS Kesehatan
3. Bayi baru lahir dari: 1) Peserta pekerja bukan penerima upah; 2) Peserta bukan pekerja; dan 3) Anak ke-4 (empat) atau lebih dari peserta penerima upah, dijamin hingga hari ke-7 (tujuh) sejak kelahirannya dan harus segera didaftarkan sebagai peserta. 1. Apabila bayi sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak didaftarkan hingga hari ke-7 (tujuh) sejak kelahirannya, mulai hari ke-8 (delapan) bayi tersebut tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. 5. Apakah Kartu Peserta Jamkesmas 2013 masih berlaku? Ya. Kartu peserta Jamkesmas tahun 2013 masih berlaku saat berobat ke fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 6. Bagaimana Status Peserta Jamkesmas Lama yang tidak masuk ke dalam Daftar Peserta PBI JKN? Bagi peserta yang dahulu menjadi peserta Jamkesmas lama (sebelum tahun 2013) dan tidak lagi menjadi peserta PBI JKN dapat mendaftarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN non PBI melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (dahulu PT Askes Persero) di kantor cabang terdekat atau secara online (http://bpjs-kesehatan.go.id/statis-17pendaftaranpeserta.html). Apabila peserta tersebut masuk ke dalam kategori Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja, maka ada 3 (tiga) jenis iuran yang bisa dipilih disesuaikan dengan kemampuan keuangan keluarga. Selain mendaftarkan diri sendiri dan keluarganya secara mandiri, dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 6A disebutkan bahwa ‘Penduduk yang belum termasuk sebagai Peserta Jaminan Kesehatan dapat diikutsertakan dalam program Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota’. Pada pasal 16 lebih lanjut dijelaskan bahwa iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah. Sedangkan iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah. 7. Berapa Iuran yang harus dibayar dalam Program JKN? Sesuai dengan Perpres Nomor 111 Tahun 2013, terdapat besaran iuran per bulan tertentu yang harus dibayar sesuai dengan jenis kepesertaan masing-masing dalam JKN sebagai berikut:
8. Apa saja Manfaat yang diperoleh Peserta JKN? Pelayanan yang dijamin bagi peserta adalah komprehensif sesuai kebutuhan medis yang meliputi: ü Pelayanan Kesehatan Tingkat I/Dasar, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Administrasi pelayanan Pelayanan promotif dan preventif Pemeriksaan, pengobatan & konsultasi medis Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai Transfusi darah sesuai kebutuhan medis Pemeriksaan penunjang diagnostik lab Tk. I Rawat Inap Tk. I sesuai dengan Indikasi Medis ü Pelayanan Kesehatan Tingkat II/Lanjutan, terdiri dari:
1. Rawat jalan, meliputi: 1. Administrasi pelayanan 2. Pemeriksaan, pengobatan & konsultasi spesialistik 3. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis 4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 5. Pelayanan alat kesehatan implant 6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis 7. Rehabilitasi medis 8. Pelayanan darah 9. Pelayanan kedokteran forensik 10. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan 1. Rawat Inap yang meliputi: 1. Perawatan inap non intensif 2. Perawatan inap di ruang intensif
3. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri Adapun Pelayanan yang TIDAK dijamin meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pelayanan yang tidak mengikuti PROSEDUR Pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan Pelayanan untuk tujuan kosmetik/estetika General check up, pengobatan alternatif Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi Pelayanan kesehatan pada saat bencana Pasien bunuh diri/penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/bunur diri/narkoba 9. Bagaimana Prosedur Berobat Peserta JKN? Prosedur pelayanan pasien JKN adalah, peserta harus berobat ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) baik itu Puskesmas, Klinik Swasta, Dokter Praktek, Klinik TNI/POLRI yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan sesuai dengan tempat peserta terdaftar. Apabila penyakit yang diderita tidak dapat diselesaikan di FKTP, maka pasien diberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan yakni Rumah Sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada FKTP tempat peserta terdaftar, kecuali berada di luar wilayah FKTP tempat peserta terdaftar atau dalam keadaan kegawatdaruratan medis. Hanya pasien dalam kondisi Gawat Darurat yang dapat langsung dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan. 10. Bagaimana cara dan persyaratan mendaftar menjadi peserta JKN? Calon peserta dapat mendaftarkan diri dan keluarganya melalui beberapa cara, yakni:
1. Melalui Kantor BPJS Kesehatan 2. Melalui web
www.bpjs-kesehatan.go.id DIP elektronik
1. Melalui pihak ketiga -> channel Bank (Bank Mandiri, Bank BNI dan Bank BRI), PT POS, dll Adapun berbagai dokumen yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pendaftaran adalah : 1. 2. 3. 4.
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kartu Keluarga (KK) Kartu NPWP Foto Ukuran 3x4 11. Apakah ada iur biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta PBI JKN?
Pada prinsipnya tidak ada biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta PBI JKN sepanjang mengikuti prosedur dan obat – obatan yang diresepkan oleh dokter masuk ke dalam daftar Formularium Nasional 12. Apakah JKN menanggung biaya transportasi pengobatan? Dalam Peraturan Menteri Kesehatan N. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional pasal 29 dijelaskan mengenai Pelayanan Ambulan. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu untuk menjaga kestabilan kondisi pasien dan hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian pelayanan ambulan dapat dilihat lebih lengkap pada Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. 13. Bagaimana pelayanan untuk peserta di wilayah yang tidak tersedia fasilitas kesehatan? Dalam buku Manual Pelaksanaan BPJS Kesehatan yang dimaksud dengan daerah tidak tersedia Faskes memenuhi syarat adalah sebuah kecamatan yang tidak terdapat Puskesmas, Dokter, Bidan atau Perawat. Penentuan daerah tersebut ditetapkan oleh dinas kesehatan setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan. Apabila peserta tinggal di daerah tersebut, maka BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi. Kompensasi untuk daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat diberikan dalam bentuk: 1. Penggantian uang tunai dengan mengikuti prosedur pengajuan klaim perorangan 2. Pengiriman tenaga kesehatan. Kompensasi pengiriman tenaga kesehatan bekerjasama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan 3. Penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. 13.Apakah Pemerintah Daerah tetap diperbolehkan mengelola Jamkesda? Masih diperbolehkan. Peningkatan kepesertaan JKN salah satunya adalah dengan pengembangan kepesertaan integrasi Jamkesda ke dalam JKN. Dalam Peta Jalan Menuju Kepesertaan Semesta (Universal Health Coverage), mulai tahun 2015 kegiatan BPJS Kesehatan akan dititikberatkan pada integrasi kepesertaan Jamkesda/PJKMU dan asuransi kesehatan komersial ke BPJS Kesehatan.
Pengertian dan Definisi Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) adalah pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB dan kesehatan. Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat dapat sekaligus pelayanan profesional oleh petugas sektor, serta non-profesional (oleh kader) dan diselenggarakan atas usaha masyarakat sendiri. Posyandu dapat dikembangkan dari pos pengembangan balita pos imunisasi, pos KB, pos kesehatan. Pelayanan yang diberikan posyandu meliputi: KB, KIA, gizi imunisasi, dan penanggulangan diare serta kegiatan sektor lain.
Pelayanan KB Kesehatan perlu dipadukan untuk memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat, karena diposyandu tersebut masyarakat dapat memperoleh pelayanan lengkap pada waktu dan tempat yang sama. Tujuan
Untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak dan angka kelahiran.
Untuk mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)
Agar masyarakat dapat mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang menunggu, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Sasaran Pelayanan Semua anggota masyarakat, terutama ibu hamil, ibu menyusui, balita, pasangan usia subur. Cakupan pelayanan sebaiknya sekitar 100 balita (120 KK) atau sesuai dengan kemampuan petugas setempat. Lokasi dan Penyelenggaraan
Berada ditempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat seperti pos pelayanan yang sudah ada, rumah penduduk, balai kelurahan, balai RW/RT.
Prioritas dibentuk ditempat yang rawan dibidang gizi, kesehatan lingkungan.
Pelayanan KB kesehatan-direncanakan dan dikembangkan oleh kader bersama kepala desa/lurah, LKMD (Seksi KB, Kesehatan dan PKK), tokoh masyarakat, pemuda dll. dengan bimbingan tim pembina LKMD tingkat kecamatan. Kegiatan/pelayanan yang diberikan
Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita melalui: 1. Penimbangan bulanan 2. Pelayanan gizi 3. Pencegahan terhadap penyakit 4. Pengobatan penyakit 5. Penyuluhan KB Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur (PUS) melalui: 1. Pelayanan gizi 2. Pencegahan terhadap penyakit 3. Pengobatan penyakit 4. Pelayanan kontrasepsi 5. Penyuluhan KB-Kesehatan
Pengaturan
Meja I: Pendaftaran dan penyuluhan Meja II:
Penimbangan bayi dan balita.
Pelayanan ibu menyusui, ibu hamil, PUS.
Meja III: Pengisian KMS. Meja IV:
Penyuluhan perorangan pada ibu hamil, menyusui, PUS.
Pelayanan oralit, vitamin A dosis tinggi.
Pemberian tablet besi.
Pemberian pil, kondom, tablet busa. Meja V:
Pelayanan KIA (pemeriksaan ibu hamil, pemberian imunisasi).
Pelayanan KB.
Pelayanan pengobatan.
Peran Fungsi Perawat Kesehatan di POSYANDU
Memberi bimbingan teknis pada saat pendaftaran, penimbangan, pengobatan, hasil penimbangan bayi/balita.
Membantu menyuluh, menyediakan media penyuluhan.
Memberikan pelayanan imunisasi dan pengobatan sederhana.
Memberikan penyuluhan dan merujuk pasien ke Puskesmas.
Pelayanan kontrasepsi.
Peran Kader dalam Kegiatan Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
Mencatat pendaftaran.
Membantu menimbang.
Mencatat dalam buku register, penimbangan dan KMS.
Memberikan penyuluhan.
Menemukan dan mengirim ke petugas kesehatan.
Menemukan penderita diare/muntaber, memberikan penyuluhan, memberikan oralit dan merujuk kasus yang berat.
Menemukan, mencatat, menyuluh dan merujuk, bayi yang belum diimunisasi petugas kesehatan.
Pemeliharaan ibu hamil.
Mencatat dalam buku.
Memberikan penyuluhan, merujuk, Pemeliharaan ibu menyusui.
Mencatat.
Memberikan penyuluhan tentang KB, kesehatan, dan ibu menyusui.
Merujuk kepetugas kesehatan.
dan memberikan tablet
tambah darah.
Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan Persiapan
Kader merencanakan kegiatan setelah musyawarah masyarakat desa dan latihan kader sudah selesai.
Kegiatan direncanakan bersama Lurah, LKMD (Sie KB Kes. PKK) dengan bimbingan tim LKMD tingkat kecamatan.
Perencanaan kegiatan meliputi:
Penyusunan tenaga pelaksanaan dan tugasnya dengan memanfaatkan kelompok kegiatan yang ada.
Penyusunan jadwal kegiatan.
Penentuan tempat kegiatan.
Cakupan keluarga/sasaran.
Perlengkapan yang diperlukan.
Kader mengisi registrasi gizi dan KB untuk data desa. Kader mengajak kelompok sasaran untuk datang ke posyandu dengan cara pendekatan kelompok, perorangan melalui tokoh. Pelaksanaan Sehari sebelum pelaksanaan:
Sebelum pelaksanaan memberitahu kepada ibu hamil, ibu menyusui, PUS, orang tua, bayi dan anak balita agar datang ke posyandu.
Kader menyediakan alat-alat yang diperlukan, meja, kursi, dacin, buku register, poster, KMS, oralit, vit. A, tablet tambah darah, alat kontrasepsi, pemberian obat sederhana.
Pada hari pelaksanaan: Penyuluhan kelompok tentang 5 program terpadu.
Pendaftaran sasaran di buku register, imunisasi.
Penimbangan bayi, balita dicatat di KMS. Di bawah garis merah, 3 x tidak naik, sakit dirujuk ke petugas kesehatan; usia 3-14 bulan pelayanan imunisasi; dan diare diberi oralit, dan penyuluhan kepada orangtua.
Pelayanan ibu hamil, semua ibu hamil diberi obat tambah darah. Rujukan ke Puskesmas bila diperlukan, apabila muka pucat, kaki bengkak, hamil lebih dari 3 x, tinggi badan kurang dari 145 cm, hamil kurang dari 20 tahun dan diatas 30 tahun, perdarahan dari alat kelamin, belum imunisasi.
Pelayanan ibu menyusui, pengobatan, penyuluhan, pelayanan KB. Rujukan ke Puskesmas.
Pelayanan pasangan usia subur, kegiatan di Posyandu 1-2 x sebulan. Waktu yang dipilih merupakan hasil kesepakatan bersama antara Lurah, LKMD, masyarakat dan Puskesmas.
Pembinaan POSYANDU Pertemuan untuk membahas hasil kegiatan dan mengusahakan dukungan masyarakat melalui penyuluhan KB dan kesehatan pada setiap kesempatan yang ada seperti arisan, pengajian, selamatan, pertunjukkan. Mengajak masyarakat ikut terlibat dalam pelaksanaan. Menggali dan menghimpun kemampuan masyarakat untuk melengkapi kebutuhan Posyandu dengan dana, sarana, pemikiran. Mengusahakan swadaya masyarakat seperti dana sehat, usaha peningkatan pendapatan keluarga, koperasi simpan pinjam. Kunjungan rumah bagi peserta yang tidak hadir di Posyandu. Melaporkan masalah dan perkembangan kepada Lurah/LKMD. Mengusahakan kegiatan untuk pembinaan kader seperti olahraga, arisan, karyawisata, kesenian, koperasi, pakaian seragam dan lain-lain. BASIC SIX Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara mrnyeluruh kepada masyarakat dalam satu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok.Jenis pelayan kesehatan disesuaikandengan kemampuan puskesmas, namun terdapat upaya kesehatan wajib yang harus dilaksanakan oleh puskesmas ditambah dengan upaya kesehatan pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan yang ada serta kemampuan puskesmas. Upaya-upaya kesehatan wajib tersebut adalah ( Basic Six): a. Upaya promosi kesehatan b. Upaya kesehatan lingkungan c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana d. Upaya perbaikan gizi masyarakat e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular f. Upaya pengobatan