Teori Belajar Humanistik Dan Mi_pendidikan Geografi_kelas B.docx

  • Uploaded by: Fahri Rulian
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teori Belajar Humanistik Dan Mi_pendidikan Geografi_kelas B.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,226
  • Pages: 27
TEORI BELAJAR HUMANISME DAN MI Disusun oleh :

Robby Anzilni Mubarok 1813034014

Wahyu Danang Aditama 1813034042

Ali Noviansyah 1813034054

Mata Kuliah : Belajar dan Pembelajaran Dosen : Dr. Herpratiwi, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2019

i

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Teori Belajar Humanisme dan IM” sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.

Selain memenuhi tugas, makalah ini disusun untuk memberikan wawasan tentang teori belajar terkhususkan teori belajar humanisme yang mana akan menjadi cikal bakal pengetahuan dasar dalam cara mengajar dan mendidik peserta didik.

Dalam menyusun makalah ini, kami tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari pihak – pihak lain. Oleh karena itu tak luput kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Herpratiwi, selaku dosen mata kuliah Belajar dan Pembelajaran yang telah memberikan dukungan dan sumbangsihnya dalam penyelesaian makalah ini ; 2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan baik secara materi maupun secara moril ; 3. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga penyusunan makalah ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi para pembaca terkhususkan bagi mahasiswa-mahasiswa yang akan menjadi guru yang akan dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik. Selain itu kami mengucapkan maaf kami apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini.

ii

Saran dan kritik sangat kami harapkan untuk membangun kami dalam pembuatan makalah di masa yang akan datang.

Bandarlampung, 28 Februari 2019

Penyusun

iii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................ KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................... 2

II. PEMBAHASAN A. Konsep Dasar dan Pengertian Teori Belajar Humanistik ........................ 3 B. Prinsip-Prinsip Pendidikan Humanistik ................................................... 4 C. Tokoh-Tokoh Penganut Teori Belajar Humanistik .................................. 5 D. Model Pembelajaran Humanistik ............................................................. 10 E. Implikasi Teori Belajar Humanistik ......................................................... 11 F. Ciri-Ciri Guru Humanistik dan Fasilitatif ................................................ 12 G. Aplikasi Teori Belajar Humanistik terhadap Pembelajaran Siswa .......... 13 H. Konsep Dasar dan Pengertian Teori Belajar IM ...................................... 14 I. Aplikasi Teori Belajar IM terhadap Pembelajaran Siswa ........................ 19 J. Hubungan Teori Belajar Humanistik dan Teori Belajar IM .................... 20

III. PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................................. 22 B. Saran ......................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam suatu pendidikan harus dan perlu didukung oleh adanya belajar dan pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, terdapat banyak teori belajar yang digunakan saat ini meliputi : (1) Teori Belajar Behavioristik, (2) Teori Belajar Kognitif, (3) Teori Belajar Sosial, dan (4) Teori Belajar Humanistik.

Dalam makalah ini akan terfokuskan ke salah satu dari keempat teori yang telah dipaparkan di atas yaitu teori humanistik. Teori ini mempelajari perilaku belajar peserta didik dan mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya. Teori ini juga sering disandingkan dengan teori belajar termutakhir yaitu teori belajar multiple intelligences (MI).

2

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dan konsep dasar dari teori belajar humanistik? 2. Apa prinsip-prinsip pendidikan humanistik? 3. Siapa saja tokoh-tokoh penganut teori belajar humanistik? 4. Apa saja model pembelajaran humanistik? 5. Bagaimana implikasi teori belajar humanistik? 6. Apa ciri-ciri guru humanistik dan fasilitatif? 7. Bagaimana aplikasi teori humanistik terhadap pembelajaran siswa? 8. Apa pengertian dan konsep dasar dari teori belajar MI? 9. Bagaimana aplikasi teori belajar MI terhadap pembelajaran siswa? 10. Bagaimana hubungan teori belajar humanistik dan teori belajar MI?

C. Tujuan Penulisan Makalah 1. Mengetahui pengertian dan konsep dasar dari teori belajar humanistik. 2. Mengetahui prinsip-prinsip pendidikan humanistik. 3. Mengetahui tokoh-tokoh penganut teori belajar humanistik. 4. Mengetahui model pembelajaran humanistik. 5. Mengetahui implikasi teori belajar humanistik. 6. Mengetahui ciri-ciri guru humanistik dan fasilitatif. 7. Mengetahui bagaimana aplikasi teori humanistik terhadap pembelajaran siswa. 8. Mengetahui pengertian dan konsep dasar dari teori belajar MI. 9. Mengetahui aplikasi teori belajar MI terhadap pembelajaran siswa. 10. Mengetahui hubungan teori belajar humanistik dan teori belajar MI.

3

II. PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar dan Pengertian Teori Belajar Humanistik Psikologi humanistik adalah perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang secara utuh. Psikolog humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui penglihatan pengamat, melainkan juga melalui pengamatan atas perilaku individu yang mengintegral dengan perasaan batin dan citra dirinya. (Arbayah dalam Abdurakhman, 2017)

Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Studi psikologi humanistik melihat manusia, pemahaman, dan pengalaman dalam diri manusia, termasuk dalam kerangka belajar pembelajaran. Mereka menekankan karakteristik yang dimiliki oleh manusia seutuhnya seperti cinta, kesedihan, peduli, harga diri dan lain-lain. (Abdurakhman, 2017)

Anak sebagai peserta didik dianggap sebagai individu yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga muncul keinginan dalam belajar. Keinginan belajar sendiri tidak dapat dipaksakan oleh siapapun meskipun itu merupakan orang tua dari peserta didik. Peserta didik dianggap sebagai manusia merdeka yang dapat memilih apa yang mereka inginkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa teori belajar humanistik adalah teori belajar yang memperhatikan unsur kemanusiaan agar pembelajaran dapat menyatu ke dalam diri seorang peserta didik sehingga diharapkan peserta didik dapat mengenal diri mereka sendiri dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik. Menurut teori belajar humanistik, tujuan belajar adalah memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami

4

lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. (Qodir, 2017)

Pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antarpribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. (Arbayah dalam Qodir, 2017)

Setiap teori belajar memiliki tujuan yang memiliki nilai positif dalam pencapaiannya. Berikut ini merupakan tujuan umum dalam pendidikan humanistik, yaitu : 1. Perbaikan komunikasi antar individu; 2. Meniadakan individu yang saling bersaing; 3. Keterlibatan intelek dan emosi dalam suatu proses belajar; 4. Memahami dinamika kerjasama; dan 5. Kepekaan kepada pengaruh perilaku individu dalam lingkungan. (Tresna dalam Mualim, 2017)

B. Prinsip-Prinsip Pendidikan Humanistik Menurut

Abdurakhman,

tujuan

dasar

pendidikan

humanistik

adalah

mendorong siswa menjadi mandiri dan independen, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan meningkatkan rasa ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka. Seirng dengan berjalannya pendidikan, muncul prinsip-prinsip pendidikan humanistik menurut Sobur di dalam Qodir (2017) yaitu sebagai berikut : 1. Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru yang humanistik percaya bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan kebutuhan dan keinginannya;

5

2. Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus termotivasi dan merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri; 3. Pendidik humanistik percaya nilai tidak relevan dan hanya evaluasi belajar diri yang bermakna (self-evaluation); 4. Pemeringkatan mendorong siswa belajar untuk mencapai tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi. Selain itu, pendidik humanistik menentang tes objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa untuk menghapal dan tidak memberikan umpan balik pendidikan yang cukup kepada guru dan siswa; 5. Pendidik humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun pengetahuan, sangat penting dalam sebuah proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif dan afektif; dan 6. Pendidik humanistik menekankan pentingnya siswa terhindar dari tekanan lingkungan, sehingga mereka merasa aman untuk belajar. Dengan merasa aman, akan lebih mudah dan bermakna proses belajar yang dilalui.

C. Tokoh-Tokoh Penganut Teori Belajar Humanistik Banyak sekali para tokoh yang memberikan pandangan terhadap teori belajar humanistik. Berikut ini merupakan tokoh-tokoh yang membantu dan memberikan kontribusi dalam teori belajar humanistik, yaitu : 1. Carl Rogers Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapis)

dalam

membantu

individu

mengatasi

masalah-masalah

kehidupannya. Carl Rogers meyakini bahwa berbagai masukan yang ada pada diri seseorang tentang dunianya sesuai dengan pengalaman pribadinya. Masukan-masukan ini mengarahkannya secara mutlak ke arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dirinya (Arbayah dalam Qodir, 2017)

6

Teori Carl Rogers dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu sebagai berikut : a. Realitas di dalam fasilitator belajar Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri sehingga ia dapat masuk ke dalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang disembunyikan. b. Penghargaan dan kepercayaan Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya menimbulkan penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya. c. Pengertian yang empati Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar insiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru. (Abdurakhman, 2017)

Menurut Rogers, yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya

guru-guru

memperhatikan

prinsip

pendidikan

dan

pembelajaran, yaitu sebagai berikut: a. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya; b. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya; c. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa; dan d. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses. (Abdurakhman, 2017) Carl Rogers dalam bukunya Freedom to Learn, menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah: a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami;

7

b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri; c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya; d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil; e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar; f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya; g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu; h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari; i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting; dan j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terusmenerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu. (Westy dalam Mualim, 2017)

2. Abraham Maslow Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikolog humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai saat ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Manusia memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan

8

fisiologis), safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri). (Arbayah dalam Qodir, 2017)

Hirarki kebutuhan manusia tersebut mempunyai implikasi yang penting yang seyogyanya diperhatikan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Barangkali guru akan menghadapi kesukaran memahami mengapa anakanak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, mengapa anak-anak yang lain tidak tenang di dalam kelas atau mengapa anak-anak lain lagi sama sekali tidak berminat dalam belajar. Guru beranggapan bahwa hasrat untuk belajar itu merupakan kebutuhan yang penting bagi semua anak, tetapi menurut Maslow minat atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang kalau kebutuhan-kebutuhan pokok tidak terpenuhi. Anakanak yang datang ke sekolah tanpa makan pagi yang cukup atau sebelumnya tidak tidur dengan nyenyak, atau membawa persoalanpersoalan keluarga yang bersifat pribadi, cemas atau pun takut, tidak berminat mengaktualisasikan dirinya dengan memanfaatkan belajar sebagai sarana untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. (Dimyati dalam Mualim, 2017)

3. Bloom dan Krathwohl Dalam hal ini, Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, tercakup dalam tiga kawasan berikut. a. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu : 1) Pengetahuan (mengingat, menghafal); 2) Pemahaman (menginterpretasikan); 3) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah); 4) Analisis (menjabarkan suatu konsep); 5) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh);

9

6) Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya).

b. Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu : 1) Peniruan (menirukan gerak); 2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak); 3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar); 4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar); 5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

c. Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu : 1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu); 2) Merespon (aktif berpartisipasi); 3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu); 4) Pengorganisasian

(menghubung-hubungkan

nilai-nilai

yang

dipercayai); 5) Pengalaman (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).

Taksonomi Bloom ini, seperti yang telah kita ketahui, berhasil memberi inspirasi kepada banyak pakar lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran. Pada tingkatan yang lebih praktis, taksonomi ini telah banyak membantu praktis pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur. (Ratnawati, 2016)

4. Habermas Ahli psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun

10

dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, Harbermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu a. Belajar teknis (Technical Learning); Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu. b. Belajar praktis (Practical Learning); Dalam belajar praktis, siswa juga belajar berinteraksi, tetapi pada tahap ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara dia dengan orangorang disekelilingnya pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya dengan manusia. Akan tetapi, pemahaman terhadap alam itu justru relevan jika berkaitan dengan kepentingan manusia. c. Belajar emansipatoris (Emancipatory Learning) Dalam belajar emansipatoris, siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) kultural dari suatu lingkungan. Bagi Harbermas, pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural ini dianggap tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural inilah yang dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.

D. Model Pembelajaran Humanistik Dalam pelaksanaannya, teori belajar humanistik memiliki beberapa model yang dapat diterapkan di kegiatan pembelajaran yaitu sebagai berikut : 1. Humanizing of the classroom, model ini bertumpu pada tiga hal, yakni menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran. 2. Active learning, merupakan strategi pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan

11

pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan kompetensinya. Selain itu, belajar aktif juga memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan analisis dan sintesis serta mampu merumuskan nilai-nilai baru yang diambil dari hasil analisis mereka sendiri (Baharun dalam Qodir, 2017); 3. Quantum learning, merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secarabaik, maka mereka akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya dengan hasil mendapatkan prestasi bagus; dan 4. The accelerated learning, merupakan pembelajaran yang berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Dalam model ini, guru diharapkan mampu mengelola kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI). (Arbayah dalam Qodir, 2017)

E. Implikasi Teori Belajar Humanistik Dalam penerapan teori belajar humanistik, banyak implikasi yang akan dimunculkan dari penerapan tersebut. Namun, salah satu implikasi terbesar dari penerapan teori belajar humanistik adalah guru sebagai fasilitator. Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa petunjuk, yaitu sebagai berikut: 1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas; 2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum;

12

3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi; 4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka; 5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok; 6. Di dalam menganggapi ungkupan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai baik bagi individual ataupun bagi kelompok; 7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorsng individu, seperti siswa yang lain; 8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa; 9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar; dan 10. Di dalam berperan sebagai fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali

dan

menerima

keterbatasan-keterbatasannya

sendiri.

(Abdurakhman, 2017)

F. Ciri-Ciri Guru Humanistik dan Fasilitatif Dalam pelaksanaan teori belajar humanistik, guru harus mengerti konsep bagaimana menjadi guru yang humanistik. Guru yang humanistik dituntut untuk memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa, dapat membuat ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. (Abdurakhman, 2017)

13

Selain itu, konsep humanistik adalah guru sebagai fasilitator. berarti secara tidak langsung, guru dituntut menjadi guru yang fasilitatif. Berikut ini merupakan ciri-ciri guru yang fasilitatif, yaitu : 1. Merespon perasaan siswa; 2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang; 3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa; 4. Menghargai siswa; 5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan; 6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa); dan 7. Tersenyum pada siswa. (Abdurakhman, 2017)

G. Aplikasi Teori Belajar Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa Aplikasi teori humanistik lebih menunjukkan pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah : 1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas; 2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif;

14

3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri; 4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri; 5. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan; 6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak

menilai

secara

normatif

tetapi

mendorong

siswa

untuk

bertanggungjawab atas resiko perbuatan atau proses belajarnya; 7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya; dan 8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku, dan sikap atas kemauan sendiri.

Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku. (Abdurakhman, 2017)

H. Konsep Dasar dan Pengertian Teori Belajar Mi Guru merupakan salah satu sumber belajar dari 6 sumber belajar yang dikemukakan oleh Association of Education and Communcation Technology yang terdiri dari people (manusia), message (informasi yang disampaikan oleh komponen lain dalam bentuk ide, data, fakta), materials (bahan dalam bentuk

15

software seperti tayangan TV, siaran radio, internet), device (alat dalam bentuk hardware yang digunakan untuk mencapaikan pesan yang terdapat dalam materials seperti TV, radio, komputer), technique (prosedur dan langkah-langkah tertentu yang dipakai untuk menyampaikan pesan), dan milieu (lingkungan fisik dan non-fisik).

Meskipun guru bukan satu-satunya sumber belajar, keberadaan guru tetap penting dalam pelaksanaan pembelajaran dalam kelas. Guru sebagai pengelola kelas

diharapkan

dapat

menciptakan

suasana

pembelajaran

yang

menyenangkan, bisa mendorong motivasi dan minat belajar, dan mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung makna bahwa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang diterima, akan tetapi bagaimana pengetahuan tersebut juga menjadi muatan nurani dan dihayati, serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang paling penting lagi peserta didik mampu belajar secara terus menerus.

Oleh karena itu, agar harapan di atas dapat tercapai, guru perlu berupaya mengembangkan kompetensi peserta didik secara terus menerus agar mampu mengelola pembelajaran secara optimal dan maksimal.

Berdasarkan pernyataan di atas, kita dapat mearik kesimpulan bahwa teori belajar Multiple Intelligences adalah teori belajar yang mengutamakan kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu latar yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Teori ini diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Howard Gardner dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind. Teori ini merupakan hasil dari pengembangan Howard Garner dengan memanfaatkan aspek kognitif, perkembangan psikologi, antropologi, dan sosiologi untuk menjelaskan kecerdasan manusia. (Rofiah, 2016)

16

Menurut teori ini, kecerdasan terbagi menjadi sembilan jenis. Sebenarnya, kesembilan kecerdasan ini dimiliki oleh setiap orang, namun tidak semua orang menonjolkan kecerdasan ini. Hal ini dikarenakan adanya batas terhadap kemampuan seseorang. Berikut ini merupakan jenis kecerdasan menurut teori MI yaitu (Rofiah, 2016) : 1. Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence) Kecerdasan linguistik adalah kecerdasan yang mampu dan pandai dalam mengolah kata-kata baik secara lisan maupun tulisan. Anak yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi akan dapat berbahasa dengan lancar, baik dan lengkap, mudah mengembangkan pengetahuan dan mudah dalam belajar berbagai bahasa. Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya gemar membaca, menulis, pandai bercerita, mudah mengingat kata-kata aneh, suka menghibur orang dengan serangkaian kata, suka berintonasi dalam berbicara, dan berbagai hal yang berhubungan dengan bahasa.

2. Kecerdasan Matematis-Logis (Logical-Mathematical Intelligence) Kecerdasan matematis-logis adalah kecerdasan yang mampu menganalisis angka dan pemikiran dengan sangat logis dengan mencari penjelasanpenjelasan. Anak yang memiliki kecerdasan matematis-logis tinggi akan lebih tertarik dengan angka, perhitungan, dan selalu mencari alasan dalam semua aspek hidupnya. Anak yang memiliki kecerdasan ini gemar matematika, mudah menghapal angka, mudah menganalisis sebab akibat, ketertarikan

dengan

teknologi,

gemar

berandai-andai,

melakukan

penelitian dan berdebat.

3. Kecerdasan Ruang-Visual (Spatial Intelligence) Kecerdasan ruang-visual adalah kecerdasan yang mampu menangkap gambar yang kuat dan tingkat imajinasi yang tinggi. Anak yang memiliki kecerdasan ruang-visual tinggi akan tertarik dengan gambar, garis, bentuk, ruang, warna dan keseimbangan. Anak yang memiliki kecerdasan ini gemar menggambar, bermain puzzle, imajinatif, suka mencoret-coret bila

17

sedang berbicara, peka terhadap warna, dan mampu membayangkan sebuah benda jika dilihat dari berbagai sudut.

4. Kecerdasan Kinestetik-Badani (Body-Kinesthetik Intelligence) Kecerdasan kinestetik adalah kecerdasan yang mampu menggunakan tubuh dan menggerakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan. Anak yang memiliki kecerdasan kinestetik tinggi akan tertarik dengan

kegiatan yang mengandalkan fisik. Anak yang memiliki

kecerdasan ini gemar berolahraga, dapat menirukan gerak-gerik orang lain, suka menari, suka kegiatan luar ruang, tidak betah duduk diam, dan ketika berbicara, banyak anggota tubuh yang bergerak.

5. Kecerdasan Musik (Musical Intelligence) Kecerdasan musik adalah kecerdasan yang mampu untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. Anak yang memiliki kecerdasan musik tinggi akan memiliki kepekaan terhadap ritme, melodi, intonasi. Anak yang memiliki kecerdasan ini gemar bersiul, mudah menghapal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu musik tertentu, peka terhadap suara sumbang, bekerja dengan iringan musik, dan ketika mendengar musik, pasti akan ada anggota tubuh yang mengikuti irama musik.

6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence) Kecerdasan interpersonal adalah kecerdasan yang mampu mengerti dan peka

terhadap

lingkungannya.

Anak

yang

memiliki

kecerdasan

interpersonal tinggi akan memiliki kemampuan sosial yang tinggi, mudah berhubungan dengan orang lain, dan pandai menempatkan diri dan membaca situasi lingkungan. Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya mudah berteman, suka kegiatan sosial, berusaha selalu hadir di lingkungannya, tidak betah di rumah sendirian, banyak bicara, suka memotivasi orang lain, dan menyukai permainan kelompok.

18

7. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence) Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan

yang mampu untuk

mengetahui dan memahami diri sendiri. Anak dengan kecerdasan intrapersonal tinggi akan mengetahui tujuan hidupnya, target yang ingin dicapai, mengerti potensi dan kelemahan yang ia miliki, serta selalu mengintrospeksi diri dan menarik pelajaran dari berbagai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Anak dengan kecerdasan ini biasanya gemar bekerja seorang diri, teguh pendirian, cenderung tidak acuh dengan lingkungannya, selalu membuat rencana hidup, gemar membaca buku pengembangan diri, dan lebih suka berwiraswasta.

8. Kecerdasan Naturalis (Naturalist Intelligence) Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan yang mampu mengerti lingkungan sekitar terutama lingkungan fisik dengan baik. Anak dengan kemampuan naturalis tinggi akan memahami dan menikmati alam, dan menggunakan alam itu secara produktif dan mengembangkan pengetahuan tentang alam. Anak dengan kecerdasan ini cenderung menyukai objek wisata alam, gemar memasak, mudah meningat detail lokasi, berkemah, peduli terhadap lingkungan hidup dan gemar berkebun.

9. Kecerdasan Eksistensial (Existencial Intelligence) Kecerdasan eksistensial adalah kecerdasan yang mampu menyangkut kepekaan dan kemampuan dalam menjawab persoalan-persoalan atas keberadaan manusia. Anak yang memiliki kecerdasan eksistensial tinggi akan mampu memikirkan tentang makna hidup, arti kematian, nasib dunia fisik dan psikologi. Anak yang memiliki kecerdasan ini akan selalu dikelilingin dengan pernyataan bagaimana suatu hal itu ada, mengapa hal itu terjadi, dan apa gunanya hidup, serta lebih suka tinggal di tempat yang mengetahui keberadaannya. (Rajab, 2018)

19

I. Aplikasi Teori Belajar MI terhadap Pembelajaran Siswa Dalam teori belajar MI, banyak sekali jenis-jenis kecerdasan seseorang. Untuk meningkatkan kecerdasan seorang siswa yang memiliki kecerdasan tersebut, maka para pendidik dapat mengajarkan dengan menerapkan beberapa langkah berikut, yaitu (Rajab, 2018) : 1. Tanamkan kepada pikiran kita bahwa semua anak itu berpotensi. Tidak ada anak yang bodoh. Setiap anak akan atau sudah memiliki satu kecerdasan yang sangat menonjol. Jika pada tahap awal seorang akan belum menampak satu jenis kecerdasan, tentu suatu saat akan ada satu atau dua kecerdasan yang sudah tertanam didalam diri seorang anak yang dapat dikembangkan, hingga mencapai puncaknya. 2. Bersyukurlah jika kita mempunyai peserta didik yang beranekaragam. Seperti anak yang nakal, mungkin saja anak kita tidak dapat diam dan usil. Ini berarti anak tersebut punya kecenderungan untuk cerdas secara kinestetik. Mungkin saja anak kita suka menyendiri dan merenung sendirian. Ini berarti anak tersebut dapat diajak untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonalnya. Atau mungkin anak kita cerewet suka kumpul-kumpul dengan kawan-kawannya. Ini berarti ada tanda-tanda bahwa anak tersebut mampu melejitkan kecerdasan linguistik atau kecerdasan interpersonalnya. 3. Peduli terhadap apa yang dilakukan oleh anak-anak kita di rumah, yang mungkin pada awalnya terkesan sangat remeh dan tidak berguna. Bisa jadi pada suatu ketika anak kita menunjukkan kepada kita sebuah hasil karya ciptanya sendiri. Jika kita memberikan kepedulian dan penghargaan, anak akan merasa bangga. Dan sebaliknya, jika kita menciptakan momenmomen yang buruk, maka kecerdasan anak kita (sesuai dengan hasil cipta karyanya) dapat melejit luar biasa karena motivasi untuk orang tua bahkan hilang karena tidak mendapatkan apresiasi. 4. Setiap jenis kecerdasan tidak bekerja sendiri. Apapun jenis kecerdasan kita yang paling menonjol, jika kita menggunakan kecerdasan tersebut, maka kita pada dasarnya memerlukan jenis kecerdasan lain. Mungkin kita

20

beranggapan bahwa melukis itu hanya berhubungan dengan kecerdasan ruang-visual. Anggapan ini keliru, apabila seseorang melukis, dia dapat menggunakan kecerdasan badan untuk menguasai teknik melukis. Lalu dia juga menggunakan kecerdasan alam untuk mengembangkan kejeliannya dalam mengamati sebuah objek. Atau bahkan dia dapat memfungsikan kecerdasan intrapersonalnya untuk menemukan gagasan-gagasan unik yang digali dari dalam diri. 5. Cita-cita seorang anak menjadi sangat spesifik dan jelas. Jika cita-cita yang kita rumuskan itu tidak jelas, ada kemungkinan kita akan sulit merealisasikannya. Kini dengan kemunculan teori Multiple Intelligences sebuah cita-cita dapat diperjelas dengan teori ini, yang kemudian mempersyaratkan model untuk mengembangkan setiap kecerdasan. 6. Ada banyak cara untuk meraih kesuksesan. Apabila kita seorang guru, kita dapat mengajarkan materi yang kita inginkan dengan berbagai cara agar siswa akan bergerak menuju kesuksesan. 7. Teori Multiple Intelligences ini akan memperkaya diri kita akan cara mengetahui peserta didik.

J. Hubungan Teori Belajar Humanistik dan MI Teori belajar humanistik adalah teori belajar yang memperhatikan unsur kemanusiaan agar pembelajaran dapat menyatu ke dalam diri seorang peserta didik sehingga diharapkan peserta didik dapat mengenal diri mereka sendiri dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik. Teori belajar multiple intelligences adalah teori belajar yang mengutamakan kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu latar yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.

Setelah kita mempelajari tentang seluk-beluk teori belajar humanistik dan teori belajar multiple intelligences, kita akan mendapatkan suatu persamaan antara kedua teori tersebut. Dari pengertian saja kita dapat menarik kesimpulan bahwa fokus dari kedua teori belajar ini adalah keberagaman

21

peserta didik dimana dalam teori belajar humanistik menekankan asas kebebasan peserta didik untuk memilih apa yang ingin dipelajarinya sesuai dengan potensi yang ada dalam diri peserta didik, sedangkan dalam teori belajar multiple intelligences menekankan asas kecerdasaan majemuk yang didasarkan dari potensi peserta didik.

Selain itu juga, kedua teori belajar ini mengharapkan peserta didik mampu mengembangkan diri mereka dari potensi yang mereka miliki sehingga kedepannya apa yang mereka pelajari tidak menjadi sia-sia. Jika peserta didik dikekang kebebasannya dalam belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya, maka apa yang telah dia pelajari selama ini pun akan sia-sia. Kita dapat mengambil contoh salah satu kecerdasan yang dimiliki seseorang yaitu kecerdasan ruang-visual. Anak dengan kecerdasan ruang-visual cenderung bergerak dalam menggambar, warna, dan keseimbangan yang berarti seseorang tersebut cocok untuk menjadi seorang arsitektur. Namun, saat dia mengenyam pendidikan, anak tersebut tidak dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya, sehingga muncul yang dinamakan ketidakjelasan jati diri. Kecerdasan anak tersebut pun menjadi terbengkalai, dan ilmu yang dia dapat selama pendidikan menjadi sia-sia. Dari kasus ini, secara tidak langsung kita telah melanggar asas kebebasan peserta didik dan mengacaukan potensi diri. Oleh sebab itu, kita sebagai calon pendidik harus pandai dalam mengelola potensi diri peserta didik.

22

III. PENUTUP

A. Kesimpulan Teori belajar humanistik adalah teori belajar yang memperhatikan unsur kemanusiaan agar pembelajaran dapat menyatu ke dalam diri seorang peserta didik sehingga diharapkan peserta didik dapat mengenal diri mereka sendiri dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik. Banyak sekali tokoh yang memberikan perhatian besar terhadap teori belajar humanistik antaranya Carl Rogers, Abraham Maslow, Bloom dan Krathwohl serta Habermas. Teori belajar humanistik berprinsip student center dengan guru yang harus memiliki nilai humanistik dan fasilitatif di dalam dirinya. Teori belajar humanistik sering dikaitkan dengan teori belajar multiple intelligences yaitu teori belajar yang mengutamakan kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu latar yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Kedua teori ini mengedepankan potensi peserta didik dalam belajar sehingga tidak melanggar asas kebebasan peserta didik.

B. Saran Saat ini banyak sekali teori belajar yang berjalan dalam pendidikan Indonesia. Sebagai calon pendidik yang baik, kita harus dapat menerapkan teori belajar yang baik dalam pembelajaran. Alangkah baiknya jika kita memadukan semua teori belajar dengan mengambil nilai positifnya dan membuang nilai negatifnya.

23

DAFTAR PUSTAKA Rajab, M. (2018). DESAIN dan STRATEGI PEMBELAJARAN Menimbang Model Pembelajaran Multiple Intelligent. Madania: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 6(1), 92-107.

Abdurakhman, O., & Rusli, R. K. (2017). Teori Belajar dan Pembelajaran. DIDAKTIKA TAUHIDI: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, 2(1).

Qodir, A. (2017). TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA. PEDAGOGIK: JURNAL PENDIDIKAN, 4(2).

Mualim, K. (2017). GAGASAN PEMIKIRAN HUMANISTIK DALAM PENDIDIKAN (Perbandingan Pemikiran Naquib al-Attas Dengan Paulo Freire). AL-ASASIYYA: Journal Of Basic Education, 1(2).

Ratnawati, E. (2016). Karakteristik Teori-Teori Belajar dalam Proses Pendidikan (Perkembangan Psikologis dan Aplikasi). Edueksos: Jurnal Pendidikan Sosial & Ekonomi, 4(2).

Rofiah, N. H. (2016). Menerapkan Multiple Intelligences dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar. DINAMIKA, 8(1).

Related Documents


More Documents from "Ndewi Ratnaningsih"