Teori akuntansi positif Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi. Perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidakpuasan terhadap teori normatif (Watt & Zimmerman,1986). Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatifterlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Terdapat tiga alasan mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif yaitu (Watt & Zimmerman,1986 ): 1. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, karena didasarkan ‘pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji keabsahannya secara empiris. 2. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individual daripada kemakmuran masyarakat luas. 3. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa dalam system perekonomian yang mendasarkan pada mekanisme pasar, informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi masyarakat dalam mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien. Selanjutnya Watt & Zimmerman menyatakan bahwa dasar pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatif terlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Untuk mengurangi kesenjangan dalam pendekatan normatif, Watt & Zimmerman mengembangkan pendekatan positif yang lebih berorientasi pada penelitian empiric dan menjustifikasi berbagai teknik atau metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan teori akuntansi dikemudian hari.
Tiga Hipotesis Teori Akuntansi Positif Prediksi yang dibuat oleh PAT diorganisasikan secara luas pada tiga hipotesis yang diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986). Kita akan memberi ketiga hipotesis ini bentuk oportunistik mereka, karena menurut Watts dan Zimmerman (1990), ini adalah cara yang paling sering digunakan ketika mereka diinterpretasikan :
1. Hipotesis Rencana Bonus Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap, para manajer perusahaan dengan rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini
Hipotesis ini tampaknya cukup beralasan. Para manajer perusahaan, seperti orangorang lain, menginginkan imbalan yang tinggi. Jika imbalan mereka bergantung, paling tidak sebagian, pada bonus yang dilaporkan pada pendapatan bersih, maka kemungkinan mereka bisa meningkatkan bonus mereka pada periode tersebut dengan melaporkan pendapatan bersih setinggi mungkin. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memilih kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut. Tentu saja, sesuai dengan karakter dari proses akrual, hal ini akan cenderung menyebabkan penurunan pada laba dan bonus-bonus yang dilaporkan pada masa yang akan datang, dengan taktor-faktor lain tetap sama. Namun nilai masa kini (present value) dari kegunaan manajer dari lini bonus masa depan yang dimilikinya akan meningkat dengan memberikan perubahan menuju masa kini. 1. Hipotesis Kontrak Hutang Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin dekat suatu perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada kesepakatan utang, maka kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini Alasannya adalah laba yang dilaporkan yang makin meningkat akan menurunkan kelalaian teknis. Sebagian besar dari perjanjian hutang berisi kesepakatan bahwa pemberi pinjaman harus bertemu selama masa perjanjian. Sebagai contoh, perusahaan yang mendapat pinjaman boleh sepakat memelihara level tertentu dari hutang terhadap harta, laporan bunga, modal kerja, dan harta pemilik saham. Jika kesepakatan semacam itu dikhianati, perjanjian hutang tersebut bisa memberikan/mengeluarkan penalti, seperti pembatasan dividen atau tambahan pinjaman. Dengan jelas, prospek dari pelanggaran kesepakatan membatasi kegiatan perusahaan dalam operasional perusahaan itu sendiri. Untuk mencegah, atau paling tidak menunda, pelanggaran semacam itu, perusahaan bisa memilih kebijakan akuntansi tertentu yang bisa meningkatkan laba masa kini. Berdasarkan hipotesis kesepakatan hutang, ketika perusahaan mendekati kelalaian, atau memang sudah berada dalam lalai/cacat, lebih cenderung untuk melakukan hal ini. 1. Hipotesis biaya politik Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin besar biaya politik yang mesti ditanggung oleh perusahaan, manajer cenderung lebih memilih prosedur akuntansi yang menyerah pada laba yang dilaporkan dari masa sekarang menuju masa depan Hipotesis biaya politik memperkenalkan suatu dimensi politik pada pemilihan kebijakan akuntansi. Perusahaan-pemsahaan yang ukurannya sangat besar mungkin dikenakan standar kinerja yang lebih tinggi, dengan penghargaan terhadap tanggung jawab lingkungan, hanya karena mereka merasa bahwa mereka besar dan berkuasa. Jika perusahaan besar juga memiliki kemampuan meraih profit yang tinggi, maka biaya politik bisa diperbesar. Perusahaan-perusahaan juga mungkin akan menghadapi biaya politik pada poinpoin waktu tertentu. Persaingan luar negeri mungkin mengarah pada menurunnya profitabilitas kecuali perusahaan yang terkena dampaknya ini bisa mempengaruhi proses politik untuk bisa melindungi impor secara keseluruhan. Salah satu cara
untuk melakukan ini adalah dengan mengadopsi kebijakan akuntansi incomedecreasing (pendapatan menurun) dalam rangka meyakinkan pemerintah bahwa profit sedang turun. Teori Akuntansi menurut sasarannya di bagi menjadi 2 yaitu : Teori Akuntansi Positif adalah Penjelasan atau penalaran untuk menunjukkan secara ilmiah kebenaran pernyataan atau fenomena akuntansi seperti apa adanya sesuai fakta. Teori Akuntansi Normatif adalah penjelasan atau penalaran untuk menjustifikasi kelayakan suatu perlakuan akuntansi paling sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Teori Kontrak Karakteristik teori kontrak perusahaan sebagai hubungan hukum (koneksi) dari hubungan kontrak antara pemasok dan konsumen dari faktor produksi. Perusahaan itu ada karena kurangnya biaya individu untuk bertransaksi (atau kontrak) melalui organisasi pusat daripada melakukannya secara individual (godfrey:2010,hal 361). Dengan adanya perspektif penghubung kontrak terhadap perusahaan teori biaya kontrak melihat peran informasi akuntansi sebagai pengamat dan penegak atas kontrak – kontrak ini untuk menurunkan biaya agensi dari konflik kepentingan tertentu. Suatu konflik yang mungkin muncul adalah konflik kepentingan antara pemegang obligasi dan pemegang saham dari perusahaan terhadap utang yang ada. Jadi teori biaya kontrak berasumsi bahwa metode akuntansi dipilih sebagai bagian dari pemaksimalan kesejahteraan. Biaya kontrak mencakup biaya transaksi, biaya agensi, biaya informasi, biaya negosiasi ulang, dan biaya kepailitan (Belkaoui,2004:hal 188-189). Meskipun penting untuk mengenali bahwa perusahaan melibatkan multiplisitas kontrak, teori akuntansi positif biasanya berfokus pada dua jenis kontrak: kontrak manajemen dan kontrak utang. Kedua kontrak adalah kontrak keagenan, dan teori keagenan yang menyediakan sumber dengan banyak penjelasan untuk praktek akuntansi yang ada (godfrey:2010,hal 362).
Teori Keagenan agensi – analitis ini kemudian mengalami perubahan dengan memandang perusahaan sebagai suatu nexsus atau penghubungan kontrak dengan pernyataan yang dinyatakan oleh Jensen dan Meckling bahwa perusahaan adalah cerita fiksi legal yang berfungsi sebagai nexus (perhubungan) dari serangkaian hunbungan kontrak antara para individu. .(Belkaoui,2004:hal 185)
Hubungan agensi dikatakan telah terjadi ketika suatu kontrak antara seseorang (atau lebih). seorang principal dan orang lainnya, seorang agen, untuk memberikan jasa demi kepentingan principal termasuk melibatkan pemberian delegasi kekuasaan pengambilan keputusan kepada agen. Baik principal maupun agen diasumsikan untuk termotivasi hanya oleh kepentingan dirinya sendiri yaitu, untuk memaksimalkan kegunaan subjek mereka dan juga untuk menyadari kepentingan bersama mereka. Seperti ynag dituliskan oleh fama : “hasilnya, perusahaan dipandang sebagai suatu tim individu – individu yang anggotanya bertindak atas kepentingannya sendiri tapi menyadari bahwa nasib mereka memiliki ketergantungan pada keberhasilan dari tim dalam berkompetisi dalam tim lain. (Belkaoui,2004:hal 186)
Dari dua contoh nyata diatas dapat dilihat hubungan antara Teori Akuntansi Positif dan Teori Akuntasi Normatif yaitu ; Perbedaan pendekatan dan dasar antara teori akuntansi tersebut menyebabkan dua taksonomi akuntansi. Pendekatan Teori Akuntansi Positif menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai Sains. Sedangkan pendekatan Teori Akuntansi Normatif menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai art. Yang keduanya sama sama diakui sebagai sarana pendekatan teori akuntansi. Teori Akuntansi Normatif yang berbentuk Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU) merupakan acuan teori dalam memberikan jalan terbaik untuk meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antarvariabel akuntansi dalam dunia nyata yang meruipakan Fungsi pendekatan Teori Akuntasi Positif. Tidak menutup kemungkinan, fakta yang ada di dunia nyata (praktek akuntansi) akan mempengaruhi Teori Akuntansi Normatif. Hubungan ini Sesuai dengan paham Dialektika Hegel. Dimana antitasi dan tesis akan menghasilkan sistesis. Dan sistesis akan menghasilkan antithesis. Begitu seterusnya.
TEORI AKUNTANSI POSITIF DAN TEORI AKUNTANSI NORMATIF
Teori positif mulai berkembang sekitar tahun 1960-an yang dipelopori oleh Watt & Zimmerman menitik beratkan pada pendekatan ekonomi dan perilaku dengan munculnya hipotesis pasar efisien dan teori agensi. Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi. Sedangkan teori normatif dianggap merupakan pendapat pribadi yang subjektif, sehingga tidak dapat diterima begitu saja dan harus dapat diuji secara empiris agar memiliki dasar teori yang kuat. Dalam praktik, para profesional dalam bidang akuntansi telah menyadari sepenuhnya bahwa teori akuntansi positif lebih cendrung diterapkan dibanding teori akuntansi normatif. Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelasakan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi. Teori akuntansi positif merupakan studi lanjut dari teori akuntansi normatif karena kegagalan normatif dalam menjelaskan fenomena praktik yang terjadi secara nyata. Teori akuntansi positif mempunyai peranan dangat penting dalam perkembangan teori akuntansi. Teori akuntansi positif dapat memberikan pedoman bagi para pembuat kebijakan akuntansi dalam menentukan konsekuensi dari kebijakan tersebut. Teori akuntansi positif berkembang seiring kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktik akuntansi yang ada dalam masyarakat sedangkan akuntansi n ormatif lebih menjelaskan praktik akuntansi yang seharusnya berlaku. Perbedaan akuntansi positif dan akuntansi normatif 1.
Perbedaan pendekatan dan dasar antara teori akuntansi menyebabkan dua taksonomi akuntansi. Pendekatan Teori Akuntansi Positif menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai Sains. Sedangkan pendekatan Teori Akuntansi Normatif menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai art. Yang keduanya sama sama diakui sebagai sarana pendekatan teori akuntansi.
2.
Teori Akuntansi Normatif yang berbentuk Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU) merupakan acuan teori dalam memberikan jalan terbaik untuk meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata yang meruipakan Fungsi pendekatan Teori Akuntasi Positif. Tidak menutup kemungkinan, fakta yang ada di dunia nyata (praktek akuntansi) akan mempengaruhi Teori Akuntansi Normatif. Hubungan ini Sesuai dengan paham Dialektika Hegel. Dimana antitasi dan tesis akan menghasilkan sistesis. Dan sistesis akan menghasilkan antithesis. Teori akuntansi positif berkembang seiring kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktekpraktek akuntansi yang ada di dalam masyarakat. Teori akuntansi positif berusaha untuk menjelaskan fenomena akuntansi yiang diamati berdasarkan pada alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Dengan kata lain, Positive Accounting Theory (PAT) dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan pada proses kontrak (contracting process) atau hubungan keagenan (agency relationship) antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal dan institusi pemerintah (Watts dan Zimmerman, 1986). PAT lebih bersifat deskriptif bukan preskiptif. Tidak seperti teori normative yang didasarkan pada prems bahwa manajer akan memaksimumkan laba atau kemakmuran untuk kepentingan perusahaan , teroi positif didasarkan pada premis bahwa individu selalu bertindak atasdasar motivasi pribadi ( self seeking motives) dan berusaha memaksimumkan keuntungan pribadi. Dalam beberapa asumsi teori akuntansi positif berusaha menguji tiga hipotesis berikut :
1.
Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hypothesis)
Manajer perusahaan dengan bonus tertentu cenderung lebih menyukai metode yang meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima seandainya komite kompensasi dari dewan direktur tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih (Watts dan Zimmerman, 1990)
1.
Hipotesis hutang atau ekuitas (Debt/Equity Hypothesis) Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas perusahaan mkin besar kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba. Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas makin dekat perusahaan dengan batas perjanjian atau peraturan kredit (Kalay, 1982). Makin tinggi batasan krdit makin besar kemungkinan penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya. Manajer akan memiliki metode akuntansi yang dapat menaikkan laba sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan mengurangi biaya kesalahan teknis (Watts dan Zimmerman, 1990).
1.
Hipotesis Cost Politik (Political Cost Hypothesis) Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodik disbanding perusahaan kecil. Ukuran perusahaan merupakan ukuran variable proksi (proxsy) dan aspek politik. Yang mendasari hipotesi ini adalah asumsi bahwa sangat mahalnya nilai informasi bagi individu untuk menentukan apakah laba akuntansi betul-betul menunjukkan monopoli laba. Di samping itu, sangatlah mahal bagi individu untuk melaksanakan kontrak dengan pihak lain dalam proses politik dalam rangka menegakkan aturan hokum dan regulasi, yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan demikian individu yang rasional cenderuang memiliki untuk tidak mengetahui informasi yang lengkap. Proses politik tidak beda jauh dengan proses pasar. Atas dasar cost informasi dan cost monitoring tersebut, manajer memiliki insentif untuk memiliki laba akuntansi tertentu dalam proses politik tersebut (Watts dan Zimmerman, 1990). Teori normative berusaha untuk membenarkan tentang apa yang seharusnya dipraktekkan, misalnya pernyataan yang menyebutkan bahwa laporan keuangan seharusnya didasarkan pada metode pengukuran aktiva tertentu. Menurut Nelson (1973) dalam literature akuntansi teori normative sering dinamakan teori apriori (artinya dari sebab ke akibat atau bersifat deduktif). Alasannya teori normative bukan dihasilkandari penelitian empiris, tetapi dihasilkan dari kegiatan “semi-research”. Teori normative hanya menyebutkan hipotesis tentang bagaimana akuntansi seharusnya dipraktekkan tanpa menguji hipotesis tersebut. Pada awal perkembangannya, teori akuntansi normative belum menggunakan pendekatan investigasi, dan cenderung disusun untuk menghasilkan postulat akuntansi. Perumusan akuntansi normative mencapai masa keemasan pada tahun 1950 dan1960an. Selama periode ini perumus akuntansi lebih tertarik pada rekomendasi kebijakan danapa yang seharusnya dilakukan, bukan apa yang sekarang dipraktekkan. Pada periode tersebut, teori normative lebih berkonsentrasi pada :
1.
Penciptaan laba sesungguhnya (true income) Teori ini berkonsentrasi pada penciptaan pengukur tunggal yang unik dan benar untuk aktiva dan laba. Meskipun demikian, tidak ada kesepakatan terhadap apa yang dimaksud denganpengukur nilai dan laba yang benar.
1.
Pengambilan keputusan (decision usefulness) Pendekatan ini menganggap bahwa tujuan dasar dari akuntansi adalah untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan cara menyediakan data akuntansi yang relevan atau bermanfaat. Pada kebanyakan kasus, teori ini didasarkan pada konsep ekonomi klasik tentang laba dankemakmuran ( wealth) atau konsep ekonomi pengambilan keputusan rasional. Biasanya konsep tersebut didasarkan juga pada penyesuaian rekening karena pengaruh inflasi atau nilai pasar dari aktiva. Teori ini pada dasarnya merupakan teori pengukuran akuntansi. Teori tersebut bersifat normative karena didasarkan pada anggapan :
1.
Akuntansi seharusnya merupakan system pengukuran
2.
Laba dan nilai dapat diukur secara tepat
3.
Akuntansi keuangan bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi
4.
Pasar tidak efisien (dalam pengertian ekonomi)
5.
Ada beberapa pengukur laba yang unik. Karena teori normatif dianggap merupakan pendapat pribadi yang subyrktif maka tidak bisa diterima begitu saja, harus dapat diuji secara empiris agar memiliki dasar teori yang kuat. Pendukung teori ini biasanya menggambarkan system akuntansi yang dihasilkan sebagai sesuatu yang ideal, merekomendasikan penggantian system akuntansi cost histories dan pemakaian teori normatif oleh semua pihak.