Teodas Lapak 2 Biofar.docx

  • Uploaded by: Nisa Ayu
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teodas Lapak 2 Biofar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,397
  • Pages: 6
Prinsip

1.

Uji Absorpsi in Vitro Absorpsi adalah proses yang terjadi dari waktu obat masuk ke dalam tubuh hingga obat

masuk ke dalam aliran darah untuk disirkulasikan. Uji in vitro merupakan metode uji absorpsi obat yang dilakukan di luar tubuh makhluk hidup menggunakan organ yang diisolasi. Obat yang diberikan secara peroral, akan diabsorpsi pada saluran cerna. Jika dalam saluran cerna tidak ada yang menghalangi absorpsi obat setelah obat dalam keadaan terlarut, maka obat harus kontak dengan saluran cerna. Absorpsi di saluran cerna dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH cairan, tempat absorpsi spesifik dan luas permukaan berbagai daerah saluran cerna (Martin., et al, 1993). 2. Uji Absorpsi Perkutan Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul obat dari kulit ke dalam jaringan di bawah kulit, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Absorpsi perkutan suatu obat pada

umumnya disebabkan oleh penetrasi obat melalui stratum corneum

yang terdiri dari kurang lebih 40% protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak (Shargel., et al, 2012). 3.

Usus Usus halus tikus digunakan untuk menentukan parameter transportasi kinetik secara

reliable dan reproducible. Uji dengan usus terbalik memerlukan oksigenasi jaringan usus untuk menjaga viabilitas jaringan yang hanya bertahan maksimal dua jam. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk mempelajari transportasi pada berbagai segmen usus halus, sebagai studi pendahuluan obat untuk transportasi pada kolon dan untuk memperkirakan kadar obat yang mengalami first pass metabolism pada set epithelial usus (Said dan Likadja, 2012). 4.

Kulit Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh terhadap pengaruh luar, berfungsi sebagai

sistem epitel pada tubuh untuk menjaga keluarnya substansi penting dari dalam tubuh dan mencegah masuknya substansi asing dari luar tubuh. Stratum corneum merupakan bagian epidermis kulit yang teriri dari protein, lemak dan air dan mempunyai ketebalan yang berbedabeda. Bersifat tahan terhadap reduktor keratolitik dan merupakan elemen pelindung utama (Junquieira dan Cameiro, 1981).

Teori Dasar: Preparasi Absorpsi Usus dan Perkutan

Absorpsi obat adalah suatu proses pergerakan obat dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi umum dalam tubuh. Dalam peristiwa ini obat dapat sampai di jaringan atau organ setelah obat tersebut melewati membran. Surfaktan dapat berinteraksi dengan membran antara lain interaksinya adalah hidrofobik. Penambahan transpor obat dapat diperbesar dengan adanya surfaktan karena terjadinya perubahan permeabilitas membran. Pada umumnya obat diabsoprsi dari saluran pencernaan dengan mekanisme difusi pasif. Molekul obat akan berdifusi dari daerah konsentrasi tinggi (cairan gastrointestinal) ke daerah konsentrasi rendah (darah). Permeabilitas membran biologi terhadap suatu bahan obat dapat digambarkan oleh koefisien partisinya dan mempunyai hubungan linier dengan kecepatan transpor atau kecepatan absorpsinya (Aminah dan Nusratini, 2010). Pengujian absorpsi obat dapat dilakukan dengan studi absorpsi in vitro untuk mengetahui mekanisme absorpsi dari suatu obat, permeabilitas membrane dari saluran pencernaan terhadap obat uji, lokasi terjadinya absorbsi yang baik, dan pengaruh dari proses absorbsi terhadap obat uji. Studi in vitro merupakan suatu proses biologi yang dapat berlangsung dalam kondisi percobaan yang dilakukan di luar sel atau organisme, misalkan dalam tabung percobaan. Dalam studi absorpsi secara in vitro, sampel yang digunakan biasanya adalah usus halus dari tikus kecil. Usus halus terdiri atas 3 bagian, yaitu jejunum, ileum, dan duodenum (Leeson, et al., 1990). Absorpsi secara in vitro dengan menggunakan usus halus didasarkan pada penentuan dari kecepatan hilangnya larutan obat dari lumen usus halus. Metode ini digunakan untuk mempelajari berbagai faktor yang mempengaruhi permeabilitas dari dinding usus (Ganiswara, 1999). Tikus (Rattus norvegicus) berasal dari Asia Tengah dan penggunaannya telah menyebar luas di seluruh dunia (Gay et al, 2000). Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Calabrese, 2001). Dalam dunia sains tikus banyak digunakan sebagai hewan percobaan karena struktur anatominya hampir sama dengan struktur anatomi manusia, selain itu pula perkembangbiakan tikus yang sangat cepat sehingga memudahkan peneliti dalam mendapatkannya. Tikus bukan termasuk hewan yang dilindungi dan dalam pemeliharaan dan perawatannya tergolong mudah.

Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang, tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini tenang dan mudah ditangani. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih mahal daripada mencir tetapi tikus dapat berkembang biak sebaik mencit. Karena hewan ini lebih besar daripada mencit, maka untuk beberapa macam percobaan tikus lebih menguntungkan (Kram, et al., 2001). Karena struktur anatominya yang hampir sama dengan anatomi manusia maka digunakanlah tikus sebagai syarat uji in vitro, di percobaan ini bagian yang digunakan yaitu usus dan kulit punggung tikus. Proses absorpsi perkutan terdiri dari dua tahap. Pertama pelepasan zat aktif dari pembawa untuk diabsorpsi oleh bagian atas stratum corneum. Kemudian difusi molekul zat aktif ke dalam lapisan bawah kulit (Troy, 2006). Molekul obat dapat masuk kedalam kulit dengan dua cara, yaitu secara transepidermal (transselular, interselular) dan transappendageal (folikular atau melalui kelenjar keringat). Obat yang menembus kulit secara transepidermal berarti harus melewati bagian stratum korneum dimana ini adalah jalur paling molekul obat masuk ke dalam kulit. Jalur folikular dapat terjadi karena 0,1% luas permukaan tubuh merupakan folikel rambut. Struktur folikel rambut berada dekat dengan pembuluh darah kapiler dan dendritik. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat secara perkutan yaitu, lokasi pemberian, kondisi kulit, konsentrasi obat dan luas area pemberian obat kelarutan dan karakteristik obat, perbedaan konsentrasi obat pada membrane, karakter pelarut dan pembawa yang digunakan, ketebalan stratum corneum. (Aliska dan Purwantyastuti, 2015). Membran sel lebih permeabel terhadap bentuk obat yang tidak terionkan dari pada bentuk obat yang terionkan. Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh

dari

system

LADME

(Liberasi-Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi).

Bila

pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi ) sangat lamban, maka disolusi dan juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas obat secara keseluruhan (Watson, 2007). Faktor utama yang mempengaruhi absorbsi obat yaitu karakteristik sifat fisika kimia molekul, property dan komponen cairan gastrointestinal serta sifat membrane absorbsi (Banker & Rhodes, 2002). Bentuk obat merupakan penentu utama ketersediaan hayatinya (bagian dosis obat yang mencapai sirkulasi sist emik dan mampu bekerja pada tubuh sel). Dalam bentuk obat intravena ketersediaan hayatinya hampir mencapai 100%; obat oral hampir selalu kurang dari

100% ketersediaan hayatinya karena beberapa tidak diserap dari saluran cerna dan beberapa menuju hati dan sebagian di metabolisme sebelum mencapai sistem sirkulasi (Abrams, 2005). Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum pada manusia memiliki panjang sekitar 25 cm terikat erat pada dinding dorsal abdomen dan sebagian besar terlatak retroperitoneal. Jalannya berbentuk sepertihuruf C yang mengitari pancreas dan ujung distalnya menyatu dengan jejunum yang terikat pada dinding dorsal rongga melalui mesenterium. Jejunum dapat bergerak bebas pada mesenteriumnya dan merupakan dua-perlima bagian proksimal usus halus. Sedangkan ileum merupakan sisa tiga-perlimanya. Dinding usus halus terdiri atas empat lapis konsentris yaitu mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (Leeson et al. 1990). Luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke tempat absorbsi, semuanya mempengaruhi laju dan jumlah absorbsi obat walaupun ada variasi. Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan/organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran yang memiliki struktur lipoprotein (Shargel, 2005).

Daftar Pustaka:

Abrams, A. C. 2005. Clinical Drug Therapy. US: Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams Wilkins. Aliska, G., dan Purwantyastuti, W. I. 2015. Berbagai Faktor yang Memengaruhi Pemberian Obat Secara Topikal. PERDOSKI. Vol. 42 (1) : 38 - 46. Aminah, S., dan Nusratini. 2010. Absorpsi In Vitro Sulfametoksazol dengan Polisorbat 80: Tinjauan Termodinamika. Majalah Farmaseutik. Vol. 6 No. 2. Banker,G.S. dan Rhodes, C.T. 2002. Modern Pharmaceutics 4th Edition. New York: Marcel Dekker Inc. Calabrese, E.J., dan L.A. Baldwin. 2001. The Frequency of U-Shaped Dose Responses in the Toxicological Literature. Toxicological Sciences. Vol 62: 330-338.

Ganiswara, S. 1999. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI Press. Gay, et al. 2000. Educational research: Competence for analysis an application: 6th ed. New Jersey:Merrill Prentice Hall. Junqueira, L. C., dan J. Cameiro. 1981. Basic Histology 3rd Edition. Los Angeles: Lange Medical Publication. Kram, D.J., et al. 2001. Toxicology Testing Handbook. New York: Marcell Dekker. Leeson,C.R., T.S. Lesson, dan A.A. Paparo. 1990. Buku Ajar Histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Martin, A., et al. 1993. Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press. Said, M. I., dan J. C. Likadja. 2012. Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berpotensi sebagai Penghasil Enzim Protease pada Industri Penyamakan Kulit PT Adhi Satria Abadi (ASA), Yogyakarta. Jurnal Ilmu Teknologi Peternakan. 2 (2): 121-128. Shargel, L. and Andrew, A. (1988). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah : Fasich dan Siti Sjamsijah. Edisi II. Surabaya : Airlangga University Press. Troy, D., dan Beringer P. 2006. Remington: The Science and Practice of Pharmacy. Baltimore : Lippincot Williams and Wilkins. Watson, D.G., 2007. Analisis Farmasi. Jakarta: EGC

Related Documents

Teodas 2.docx
May 2020 13
Lapak Sehat.docx
April 2020 27
Teodas Farkoter.docx
June 2020 12
Co Lapak Biofar.docx
June 2020 18

More Documents from "Nisa Ayu"