Temu 14 Komplementer Klp 2.docx

  • Uploaded by: ni made yuni antari
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Temu 14 Komplementer Klp 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,625
  • Pages: 20
MAKALAH APLIKASI KEPERAWATAN KOMPLEMENTER TELUSUR JURNAL KEPERAWATAN KOMPLEMENTER PADA AGREGAT DEWASA

OLEH : KELOMPOK 2 (KELAS B 11-A) NI KOMANG AYU NOPI SAVITRI

(183222928)

NI KOMANG MEGAWATI

(183222929)

NI LUH AYU KARMINI

(183222930)

NI LUH PUTU EKA RASNUARI

(183222931)

NI LUH PUTU VERY YANTHI

(183222932)

NI LUH SUTAMIYANTI

(183222933)

NI MADE DESY ARDANI

(183222934)

NI MADE HENI WAHYUNI

(183222935)

NI MADE SRI DAMAYANTI

(183222936)

NI MADE WIDIADNYANI

(183222937)

NI MADE YUNI ANTARI

(183222938)

NI PUTU AYU SWASTININGSIH

(183222939)

NI PUTU EKA PRADNYA KARTINI

(183222940)

NI PUTU ITA MARTARIANI

(183222941)

NI PUTU NICK TRI DANYATI

(183222942)

NI PUTU RISKI DAMAYANTI

(183222943)

NI PUTU RITA LAKSMI

(183222944)

NI PUTU SRI APRIANTINI

(183222945)

NI PUTU YUVI GITAYANI

(183222946)

NI WAYAN CINTIA DEVI UTAMI

(183222947)

NI WAYAN NIA ARDITYA SARI

(183222948)

NI WAYAN SUMARNI

(183222949)

NI WAYAN WAHYU ESTY UDAYANI

(183222950)

PUTU RIAS ANDREANI

(183222951)

PUTU SRI UTAMI DEVI

(183222952)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Aplikasi Keperawatan Komplementer. Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi kami agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Denpasar, 27 Februari 2019

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii BAB I ...................................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1 1.1

Latar Belakang ........................................................................................................................ 1

1.2

Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2

1.3

Tujuan ..................................................................................................................................... 2

1.4

Manfaat ................................................................................................................................... 2

BAB II .................................................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3 2.1

Telusur Jurnal Terapi Komplementer Agregat Dewasa .......................................................... 3

BAB III................................................................................................................................................. 15 PENUTUP............................................................................................................................................ 15 3.1

Kesimpulan ........................................................................................................................... 15

3.2

Saran ..................................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 16

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia keperawatan kita mempelajari apa yang dimaksud dengan keperawatan komplementer. Komplementer maupun terapi komplementer merupakan metode penyembuhan yang caranya berbeda dari pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat kimia dan operasi, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Banyak terapi modalitas yang digunakan pada terapi komplementer mirip dengan tindakan keperawatan seperti teknik sentuhan, masase, dan manajemen stress. Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Sebagai contoh di Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turuntemurun pada suatu negara. Tapi di Filipina misalnya, jamu buatan Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer. Bagi perawat yang tertarik mendalami terapi komplementer dapat dimulai dengan tindakan-tindakan keperawatan atau terapi modalitas yang berada pada bidang keperawatan yang dikuasai secara mahir berdasarkan perkembangan teknologi terbaru. Keperawatan komplementer adalah cabang ilmu keperawatan yang menerapkan pengobatan non- konvensional yang tujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang berfungsi sebagai terapi suportif untuk mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup, dan berkontribusi terhadap penatalaksanaan pasien secara keseluruhan, diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum dalam kedokteran konvensional. Jenis- jenis terapi komplementer dari hasil penelitian, pendapat mahasiswa perawat tentang terapi komplementer yang direkomendasikan untuk perawat adalah masase, terapi musik, diet, teknik relaksasi, vitamin, dan produk herbal. Menurut National Institute of Health (NIH), terapi komplementer dikategorikan menjadi 5 yaitu Biological Based Practice yang meliputi herbal dan vitamin, mind body techniques yang meliputi meditasi, manipulative and body based practice yang meliputi pijat dan refleksi, Energy therapies yang meliputi terapi medan magnet, dan Ancient medical system yang meliputi obat tradisional chinese, 1

aryuvedic, serta akupuntur. Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas salah satu dari jenis terapi tersebut yaitu biological based practice yang meliputi keperawatan komplementer dengan menggunakan herbal, vitamin, maupun suplemen lain.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang tersebut, adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu bagaimana hasil penerapan terapi komplementer pada agregat dewasa berdasarkan beberapa telusur jurnal ? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan malakah ini yaitu untuk mengetahui hasil penerapan terapi komplementer pada agregat dewasa berdasarkan telusur jurnal 1.4 Manfaat Adapun manfaat dari penulisan malakah ini yaitu dapat mengetahui bagaimana penerapan terapi komplementer pada agregat dewasa berdasarkan dari telusur jurnal

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Telusur Jurnal Terapi Komplementer Pada Agregat Dewasa A. Jurnal 1 : Pengaruh Terapi Komplementer Meditasi Terhadap Respon Nyeri Pada Penderita Rheumathoid Arthritis (Rukmana Nona, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta) 1) Metode Penelitian Penelitian ini merupakan pre-eksperimental dengan pendekatan pretest and postest group dengan desain descriptive comparative. Populasi penelitian adalah 117 orang yang penderita rheumatoid arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura yang berada di desa Makam Haji Kartasura pada bulan Februari 2018. Sampel penelitian sebanyak 32 orang yang menderita rheumatoid arthritis yang ditentukan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data penelitian menggunakan instrument Skala Nyeri Faces Rating Scale dari : Li-ling Chuang, sedangkan analisis data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test. Populasi penelitian adalah 117 orang yang penderita rheumatoid arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura yang berada di desa Makam Haji Kartasura pada bulan Februari 2018.

2) Hasil Penelitian Berdasarkan usia, diketahui bahwa responden sebagian besar berusia dewasa yaitu 17-25 tahun sebanyak 2 orang (6%), 26-35 tahun sebanyak 1 orang (3%), 36-45 tahun sebanyak 5 orang (16%), 46-55 tahun sebanyak 12 orang (38%), 56-65 tahun sebanyak 7 orang (22%), 66-75 tahun sebanyak 4 orang (12%), dan 76-95 tahun sebanyak 1 orang (3%). Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa 27 responden (84%) adalah perempuan dan 5 responden (16%) adalah laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa 12 responden (38%) berpendidikan SD, 12 responden (38%) berpendidikan SMP, dan 8 responden (25%) berpendidikan SMA. Berdasarkan jenis pekerjaan responden diketahui bahwa, 4 orang responden (12%) adalah karyawan, 14 responden (44%) adalah ibu rumah tangga, 10 responden (31%) adalah buruh, 1 responden (3%) adalah pensiunan, 2 responden (6%) adalah wiraswasta, dan 1 responden (3%) adalah pelajar. Berdasarkan lamanya responden menderita rheumathoid arthritis didapatkan bahwa, kurang dari 5 tahun sebanyak 4 responden (13%), 5-10 tahun sebanyak 18 responden (56%), dan lebih dari 10 tahun sebanyak 10 responden (31%). Nilai tingkat nyeri pada pasien rheumatoid athristik di Desa Makam 3

Haji Kartasura sebelum pemberian intervensi terapi komplementer meditasi sebagian besar adalah nyeri sedang dengan 21 responden (66%), dan nyeri ringan 11 responden (34%). Sedangkan nilai tingkat nyeri pada pasien rheumatoid athristik di Desa Makam Haji Kartasura setelah pemberian intervensi terapi komplementer meditasi sebagian besar adalah tidak nyeri dan nyeri ringan dengan 15 responden (47%) tidak merasakan nyeri, 15 responden (47%) nyeri ringan, dan 2 responden (6%) nyeri sedang. 3) Pembahasan Karakteristik responden menurut umur menunjukkan distribusi tertinggi adalah berumur 46 – 55 (38%). Kondisi ini disebabkan bahwa prevalensi kejadian RA mulai meningkat pada usia-usia dewasa. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Arthritis Foundation (2015) yang menjelaskan bahwa sebanyak 22% atau lebih dari 50 juta orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa arthritis. Dari data tersebut, sekitar 3% atau 1,5 juta orang dewasa akhir (usia 40 – 50 tahun) mengalami RA. Hal ini juga disebutkan dalam penelitian Antono, dkk (2017) yang menunjukkan bahwa rata-rata usia pasien RA adalah 48,8 tahun. Jenis kelamin responden sebagian besar adalah perempuan (84%). Rheumatoid artritis terjadi kira-kira 2,5 kali lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria. Perbandingan antara wanita dan pria yang menderita rheumatoid artritis adalah sebesar 3 : 1 yaitu 75% wanita dan 25% laki-laki. Rematik atau penyakit gangguan sendi dapat mengincar siapa saja, baik lak-laki maupun perempuan. Dan perempuan beresiko dua kali terkena rematik, khususnya AR. RA merupakan penyakit autoimun yang progresif melibatkan organ dan sistem tubuh keseluruhan. Pada perempuan yang memiliki hormon estrogen. Hormon ini merangsang autoimun sehingga menimbulkan RA, semakin tinggi kandungan estrogen semakin tinggi pula terkena RA (Lukman, 2009). Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah SD dan SMP masingmasing 37,5%. Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan baik bersifat formal maupun nonformal. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang sehingga membuat seseorang itu berpandangan sangat luas, berfikir dan bertindak rasional, karena semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah dan besar keinginan mencari informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Notoadmojo, 2007). Karakteristik pekerjaan responden sebagian besar adalah ibu rumah tangga (44%) dan buruh (31%). Rheumatoid artritis ini adalah penyakit yang menyerang sendi, penderita biasanya tidak boleh berada pada cuaca dingin atau sering berada di 4

air dingin karena dapat menjadi pencetus kambuhnya penyakit tersebut. Lingkungan pekerjaan juga tampaknya memainkan beberapa peran yang menyebabkan artritis rheumatoid. Lama menderita rheumatic arthritik menunjukkan distribusi tertinggi adalah 510 tahun (56%). Lama sakit secara teori berhubungan dengan semakin meningkatnya gangguan AR terhadap tubuh yang ditunjukkan semakin meningkatnya rasa nyeri atau penurunan kemampuan aktivitas pada pasien RA. Namun demikian lama sakit ternyata tidak terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap aktivitas fisik pasien RA (Antono, dkk, 2017). Distribusi frekuensi tingkat tingkat nyeri sebelum intervensi (pre test) menunjukkan sebagian besar adalah sedang, sedangkan nilai rata-rata skor pre test tingkat nyeri sebesar 4,22. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada awal penelitian tingkat nyeri responden sebagian besar adalah nyeri sedang. Salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya tingkat nyeri sedang tersebut adalah karakteristik umur responden. Karakteristik umur responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah berusia 46 tahun keatas sebanyak 24 responden (75%). Hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh nilai thitung sebesar 4,961 dengan nilai signifikansi (p-value) 0,000, sehingga disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pre test tingkat nyeri dan post test tingkat nyeri. Selanjutnya nilai ratarata post test ternyata lebih rendah dari rata-rata post test (1,16< 4,22) sehingga disimpulkan bahwa pemberian terapi komplementer meditasi efektif terhadap penurunan respon nyeri pada penderita rheumatoid artritis di Desa Makam Haji Kartasura. Terapi komplementer meditasi digunakan karena meditasi adalah suatu kondisi yang rileks untuk berkonsentrasi atau suatu kondisi pikiran yang bebas dari segala pikiran, semua yang melelahkan, dan yang berfokus pada Tuhan. Meditasi ini bisa menenangkan otak dan memperbaiki atau memulihkan tubuh sehingga dengan kondisi demikian nyeri dapat berkurang (Widodo, 2013). Hasil penelitian ini ternyata didukung oleh hasil-hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Idwar (2015) yang meneliti pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan nyeri rheumatoid arthritis pada lansia, menyimpulkan adanya pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan nyeri rheumatoid arthritis. Martiningsih (2012) meneliti penggunaan terapi komplementer fish oil dalam menurunkan nyeri akibat inflamasi pada rheumatoid arthritis. Penelitian ini menunjukkan bahwa terapi komplementer Fish Oil terbukti berpengaruh terhadap penurunan nyeri akibat inflamasi pada pasien RA. Sedangkan 5

penelitian Anne (2015) yang meneliti pendekatan terapi komplementer dan dampaknya terhadap nyeri pasien nyeri sendi, menyimpulkan bahwa pendekatan terapi komplementer membantu pasien dalam menurunkan tingkat nyeri pasien akibat inflamasi sendi.

B. Jurnal 2 : Pengaruh Intervensi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap Penurunan Tingkat Depresi Ibu Rumah Tangga dengan HIV. (Reini Astuti1, Iyus Yosep2, Raini Diah Susanti3 . STIkes Budi Luhur, Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran) 1) Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah quasiexperimental dengan pretest and posttest design, menggunakan kelompok kontrol untuk dapat menguji adanya sebab dan akibat pada sebuah fenomena. Pemilihan responden penelitian tidak dilakukan secara acak (Polit and Beck, 2006; Supranto, 2000) . Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling. Kriteria inklusi penelitian ini, ibu rumah tangga dengan HIV yang beragama Islam, bersedia menjadi responden, dapat membaca dan menulis. Instrumen dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur tingkat depresi pada ibu rumah tangga dengan HIV. Alat ukur yang digunakan adalah BDI (Beck Depression Inventory). BDI merupakan alat ukur yang dapat dipercaya untuk mendeteksi ada atau tidaknya depresi secara cepat dan tepat serta dapat memperlihatkan tingkat keparahan penderitanya, dengan skor lebih dari 17 dan kurang dari 40, responden berada dalam rentang usia produktif (18 – 45 tahun, memiliki Insight (kesadaran diri). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga dengan HIV yang memiliki keterbatasan pendengaran dan penglihatan (tuna rungu dan tuna netra). Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengantisipasi hilangnya unit eksperimen, dilakukan koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit eksperimen yang hilang atau mengundurkan diri atau drop out. Penelitian ini terdapat drop out pada kelompok intervensi sebanyak 1 orang pada hari ke 3. Kelompok intervensi menjadi 15 orang, dan agar hasilnya lebih homogen maka kelompok kontrol pun menjadi 15 orang juga. Setelah mendapatkan persetujuan responden, kemudian dilakukan pengukuran tingkat depresi pada ibu rumah tangga dengan HIV pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol, pada kelompok intervensi diberikan intervensi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) sebanyak empat kali. Pada 6

akhir sesi dilakukan pengukuran kembali tingkat depresi pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan analisa univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi, presentase dari karakteristik responden meliputi usia, status marital, tingkat pendidikan, agama dan lamanya terdiagnosa HIV. Selain karakteristik responden analisis univariat ini bertujuan untuk melihat gambaran karakteristik responden yang mengalami depresi pada responden kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Analisa bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh intervensi SEFT terhadap penurunan tingkat depresi. 2) Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian didapatkan mayoritas responden baik kelompok kontrol dan kelompok intervensi termasuk dalam katagori dewasa madya (29–39 tahun) yaitu sebanyak 56,67%. Sedangkan untuk status pernikahan responden yang berstatus menikah sebanyak 76,67 %. Status pendidikan, persentase yang terbanyak adalah SMA sebanyak 43,33 %. Sedangkan untuk lamanya terdiagnosis HIV sebanyak 84,8% responden menyatakan telah terdiagnosis antara 1–5 tahun. Berdasarkan tingkat depresinya, pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique), hasilnya menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi sebanyak 33,3 % mengalami depresi pada garis batas depresi klinis, kemudian sebanyak 46,7% mengalami depresi sedang dan 20 % responden mengalami depresi berat. Kelompok kontrol didapatkan data bahwa sebanyak 27,8% resonden mengalami depresi pada batas klinis. Sedangkan 72,2% responden yang mengalami depresi sedang. Gambaran tingkat depresi pada kelompok intervensi post test adalah sebagai berikut, sebanyak 33,3% responden wajar, kemudian sebanyak 53,3% responden mengalami gangguan mood dan sebanyak 13,3 % responden mengalami depresi sedang. Kelompok control menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan dimana hasilnya relatif tetap dengan kondisi pre yaitu sebanyak 27,8% responden berada dalam garis batas depresi klinis dan 72,2% responden mengalami depresi sedang. Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan skor depresi sebelum dan setelah intervensi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Nilai mean pada kelompok intervensi sebelum diberikan intervensi adalah 24,00 dengan standar deviasi 6,325. Nilai mean kelompok intervensi setelah dilakukan intervensi adalah 12,8 dengan standar deviasi 6,327. Perbedaan skor kelompok 7

intervensi pada pre dan post test adalah 11,2. Nilai mean pada kelompok kontrol pada kondisi pre adalah 21,87 dengan standar deviasi 2,446. Nilai mean kelompok kontrol pada kondisi post adalah 23,13 dengan standar deviasi 5,975. Perbedaan rata-rata skornya adalah -1,267. Data tersebut terdistribusi dengan normal sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji t berpasangan dengan hasil nilai p < 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa Ho ditolak, artinya bahwa terdapat perbedaan yang signifikan tingkat depresi ibu rumah tangga dengan HIV setelah dilakukan intervensi SEFT (Spiritual Emotional FreedomTechnique). Sedangkan nilai mean post test pada kelompok intervensi adalah adalah 11,20 dengan standar deviasi 6,178. Kelompok kontrol menunjukkan nilai mean post test adalah -1,27 dengan standar deviasi nya 5,788. Hasil post test baik kelompok intervensi maupun kelompok kontrol terdistribusi secara normal sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji t tidak berpasangan. Hasil uji statistiknya menunjukkan bahwa terdapat nilai p< 0,05. Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari intervensi SEFT pada kelompok intervensi terhadap kelompok kontrol. 3) Pembahasan Karakteristik responden yang diteliti meliputi usia, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, status pernikahan dan lamanya terdiagnosa HIV. Sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga pada usia dewasa madya (56,67%) dimana usia ini termasuk dalam usia produktif, dengan status menikah (76,67 %). Seseorang yang telah memasuki usia produktif dituntut peran yang lebih besar, karena bagi sebagian orang, masa ini merupakan puncak dari kesehatan fisik dan kesempatan untuk meninggal karena penyakit cukup kecil. Selain itu pada masa ini kesempatan reproduksi berada pada tingkat tertinggi (Feldman, 2011). Seseorang yang mengalami penyakit kronis pada masa ini apalagi penyakit yang dinyatakan belum dapat disembuhkan seperti HIV, menyebabkan penderita lebih sulit untuk menerima sakitnya. Seringkali wanita dengan HIV harus merawat pasangannya dan atau anaknya yang mengalami penyakit yang sama dan sangat tergantung pada ibunya (Spritia, 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Trilistya, 2006), hasil penelitian Trilistya ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan status pernikahan dimana wanita lebih cenderung mengalami depresi daripada laki-laki dengan perbandingan rasio 2:1. Prevalensi kejadian depresi juga lebih tinggi pada orang yang menikah dibandingkan dengan yang tidak menikah (Trilistya, 2006).

8

Penelitian yang dilakukan oleh Yaunin dkk (2014) juga menemukan bahwa kejadian depresi banyak terjadi pada penderita HIV dengan status menikah yaitu 50% dari 24 responden yang diteliti. Penelitian lain yang mendukung dilakukan oleh Unnikrishnan dan kawan-kawan (2012), hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa gangguan depresi yang terbanyak terjadi pada orang dengan status menikah (44,6%). Hal ini disebabkan karena pada pasien HIV/AIDS yang sudah menikah pada umumnya memiliki banyak kendala dalam kehidupannya seperti permasalahan rumah tangga, permasalahan ekonomi keluarga, ditambah lagi dengan kurangnya dukungan dari keluarga dekat dan lingkungan. Sehingga dapat menyebabkan meningkatnya stress mental pada pasien HIV/AIDS yang apabila tidak ditangani dengan baik, dapat menjadi gangguan depresi (Yaunin; Hidayat, 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu rumah tangga dengan HIV mengalami depresi mulai rentang garis batas depresi klinis sampai depresi berat. Kurang lebih 5– 10% masyarakat umum mengalami depresi, namun angka depresi pada penderita HIV dapat mencapai 60% (Spiritia, 2008). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Darussalam (2011). Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa penyakit penyerta yang dialami oleh seseorang dapat menyebabkan depresi pada penderitanya. Kaplan (2012) juga menyebutkan bahwa faktor psikososial yang salah satunya adalah penurunan kesehatan dapat menyebabkan depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Pyne, dkk., (2007) dan Ofovwe (2013) yang dilakukan pada 113 responden, menemukan bahwa penderita HIV memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi. Bahkan diperkirakan penderita HIV positif memiliki risiko dua sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang dengan HIV negatif. Wanita memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk mengalami depresi dibandingkan dengan pria. Kurang lebih seperempat dari seluruh wanita cenderung mengalami depresi pada saat yang sama dalam kehidupan mereka (Feldman, 2011). Apalagi jika yang mengalaminya adalah ibu rumah tangga yang terkena HIV. Ibu rumah tangga bukan merupakan populasi yang memiliki perilaku berisiko. Mereka hanya melakukan hubungan dengan pasangannya, tidak mengenal narkoba, tetapi tibatiba harus menerima vonis terkena HIV karena tertular dari suami mereka (Suriyani, 2006). Hal tersebut dapat memperburuk keadaan depresinya. Tingkat Depresi setelah dilakukan Intervensi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) pada Kelompok Intervensi, hal ini selaras dengan Beck (2009) menyatakan bahwa depresi yang terjadi pada seseorang diakibatkan oleh adanya 9

peyimpangan atau distorsi kognitif. Pada umumnya menurut konsep ini penderita akan memandang dan menganggap dirinya tidak sempurna, merasa tidak adekuat, tidak berguna dan cenderung menganggap pengalaman yang tidak menyenangkan sebagai suatu kekurangan mental atau sosial yang terdapat pada dirinya. Hal tersebut selaras dengan prinsip terapi yang terdapat di dalam SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Terapi ini memiliki prinsip dasar spiritual power yaitu yakin, ikhlas, pasrah, syukur dan khusyu (Zainudin, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa terdapat penurunan secara signifikan tingkat depresi pada kelompok intervensi setelah diberikan intervensi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Penurunan tersebut terjadi dari tingkat depresi berat saat sebelum intervensi menjadi depresi sedang ketika telah diberikan intervensi, kemudian dari tingkat depresi sedang menjadi menjadi gangguan mood biasa, dan dari garis batas klinis depresi menjadi wajar atau normal. Bahkan ada salah satu responden yang mengalami depresi berat, setelah dilakukan intervensi tingkat depresinya menurun menjadi tingkat depresi wajar. Namun tidak terdapat perubahan tingkat depresi pada kelompok kontrol, bahkan cenderung mengalami sedikit peningkatan. Hal tersebut dikarenakan pada kelompok kontrol tidak diberikan intervensi SEFT seperti pada kelompok intervensi. C. Jurnal 3 : Efektifitas Terapi Acupressure Pada Telapak Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus TIPE II. (Darmilis1, Yesi Hasneli2, Ganis Indriati3) 1) Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi experiment. Penelitian rancangan ini berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol dan kelompok eksperimental. Sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang dengan 15 orang sebagai kelompok kontrol dan 15 orang sebagai kelompok eksperimen. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat. Analisa bivariat menggunakan uji t dependent dan t independent. 2) Hasil Penelitian Berdasarkan peelitian ini didapatkan sebagian besar responden pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah perempuan sebanyak 18 responden (60,0%) dan 12 responden (40%) adalah laki-laki yang ada pada rentang usia dewasa awal 2145 tahun sebanyak 9 responden (30%) dan berada pada usia dewasa akhir sebanyak 21 10

responden (70%). Karakteristik jenis kelamin dan umur responden setelah dilakukan uji homogenitas menggunakan uji Chi-Square didapatkan p value jenis kelamin 0,456 dan p value umur 0,427 (masing-masing p>0,05) berarti karakteristik responden pada kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Berdasarkan pekerjaan didapatkan bahwa paling banyak responden bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 14 responden (46.6%), PNS sebanyak 3 responden (10%), pegawai swasta sebanyak 5 responden (16,7%), dan Ibu rumah tangga sebanyak 8 responden (26,7%). Karakteristik pekerjaan responden setelah dilakukan uji homogenitas karena tidak memenuhi syarat untuk uji Chi-Square, maka menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, didapatkan hasil p value pekerjaan 0,999 (p>0,05) berarti karakteristik responden pada kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Distribusi tingkat sensitivitas kaki pada kelompok eksperimen dan kontol sebelum diberikan terapi acupressure menunjukkan nilai mean tingkat sensitivitas kaki sebelum diberikan terapi acupressure pada kelompok eksperimen (6.312) dengan standar deviasi 1.236, sedangkan nilai mean kelompok kontrol (5.600) dengan standar deviasi 1.353. Sedangkan setelah diberikan terapi didapatkan bahwa nilai mean tingkat sensitivitas kaki pada kelompok eksperimen lebih tinggi (7.286) dengan standar deviasi 1.315 daripada mean tingkat sensitivitas kaki pada kelompok kontrol (5.555) dengan standar deviasi 0.131. Nilai mean pretest pada kelompok eksperimen lebih tinggi yaitu 6.312 daripada kelompok kontrol yaitu 5.600. Hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji t independent diperoleh p value = 0.143 (p>0,05), berarti sensitivitas kaki pada kelompok eksperimen dan kontrol sebelum diberikan terapi acupressure adalah homogen. Pada hasil uji statistik mengenai perbedaan tingkan sensitivitas kaki setelah diberikan terapi acupressure didapatkan mean pada kelompok eksperimen lebih rendah pada saat pretest yaitu sebesar 6.312 dengan standar deviasi 1.236 daripada saat posttest yaitu sebesar 7.286 dengan standar deviasi 1.315. Hasil analisa diperoleh p value= 0,000 (p<0,05), berarti ada perbedaan yang signifikan rata-rata tingkat sensitivitas kaki sebelum dan sesudah diberikan terapi acupressure pada kelompok eksperimen. Dari hasil uji statistik t independent didapatkan mean posttest tingkat sensitivitas kaki pada kelompok eksperimen adalah 7.286 dengan SD adalah 1.313. Mean posttest tingkat sensitivitas kaki pada kelompok kontrol adalah 5.555 dengan SD adalah 11.315. Hasil analisis diperoleh p value= 0,001 (p<0,05), berarti ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata tingkat sensitivitas kaki sesudah diberikan terapi 11

acupressure pada kelompok eksperimen dengan rata-rata tingkat sensitivitas kaki yang tidak diberikan terapi acupressure pada kelompok kontrol. Meningkatnya sensitivitas kaki pada kelompok eksperimen kemungkinan hal ini disebabkan karena responden mengikuti prosedur yang telah dijelaskan oleh peneliti tentang acupressure, responden juga komunikatif, keingintahuan dan kemauan dari responden untuk melakukan terapi acupressure untuk meningkatkan sensitivitas kakinya, support dari keluarga responden sangat baik dan mendukung terapi acupressure yang dilakukan untuk keluarganya. 3) Pembahasan Berdasarkan pada karakteristik umur hasil yang diperoleh pada kelompok eksperimen didapatkan peningkatan sensitivitas kaki pada usia dewasa akhir ˃ 46-60 tahun sebanyak 12 orang (80.0%). Faktor usia pada penyakit DM merupakan penyakit yang dapat menyerang semua kalangan salah satunya yaitu usia ≥ 45 tahun. Pada usia ≥ 45 tahun terjadi penurunan fungsi organ tubuh, sehingga kemampuan pankreas untuk mensekresikan insulin juga akan menurun. Hal inilah yang menyebabkan pada rentang usia 45-60 tahun kemungkinan terkena DM lebih besar, karena pada usia ini terjadi penurunan fungsi organ tubuh (Hembing, 2005). Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa DM tipe 2 merupakan tipe dari penyakit DM yang tidak bergantung pada insulin, penyakit ini sering terdiagnosa pada orang dewasa berumur lebih dari 40 tahun serta DM tipe 2 ini lebih umum terjadi pada orang dewasa dengan suku bangsa tertentu. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 orang responden, diperoleh responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 18 orang atau 60 %, sedangkan untuk responden yang berjenis kelamin laki-laki hanya 12 orang atau 40%. Kejadian DM lebih tinggi pada wanita dibanding pria terutama pada DM tipe II. Hal ini disebabkan oleh penurunan hormon estrogen akibat menopause. Estrogen pada dasarnya berfungsi untuk menjaga keseimbangan kadar gula darah dan meningkatkan penyimpanan lemak, serta progesteron yang berfungsi untuk menormalkan kadar gula darah dan membantu menggunakan lemak sebagai energi (Taylor, 2005). Mayoclinic (2010) menyatakan bahwa hormon estrogen dan progesteron mempengaruhi sel-sel untuk merespon insulin. Setelah menopause, perubahan kadar hormon akan memicu fluktuasi kadar gula darah. Hal inilah yang menyebabkan kejadian DM lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Penelitian pada 30 orang pasien DM menunjukkan bahwa paling banyak responden bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 14 orang (46.6%) dan paling sedikit berprofesi sebagai pegawai PNS 3 orang (10%). Black dan Hawks (2005) menyatakan 12

bahwa aktifitas fisik dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan memiliki efek langsung terhadap penurunan kadar glukosa darah. Hal ini sejalan dengan pernyataan oleh American Diabetes Association (2011) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik memiliki manfaat yang besar karena kadar glukosa dapat terkontrol melalui aktivitas fisik serta mencegah terjadi komplikasi. Salah satu komplikasi terjadi pada kaki yaitu neuropati, yang berpengaruh terhadap sensitivitas kaki sebagai tanda yang berpengaruh terhadap gejala terjadinya komplikasi. Hasil penelitian yang telah dilakukan pada 30 responden yang dibagi ke dalam 2 kelompok, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah pada kedua kelompok sensitivitas kaki diukur dengan menggunakan alat monofilamen. Kelompok eksperimen diberikan terapi acupressure tiga kali dalam seminggu, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan seperti kelompok eksperimen. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis penelitian bahwa terdapat perbedaan tingkat sensitivitas kaki antara sebelum dan sesudah melakukan terapi acupressure pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini dapat menunjukkan bahwa terapi acupressure yang dilakukan dapat meningkatkan sensitivitas kaki pada pasien DM tipe II. Loupatty et al (1996) dalam Adam (2011) mengemukakan bahwa pemberian terapi acupressure dengan pemijatan tertuju untuk mengembalikan keseimbangan yang ada di dalam tubuh, dengan memberikan rangsangan agar aliran energi kehidupan dapat mengalir dengan lancar. Manfaat terapi acupressure adalah untuk meningkatkan daya tahan dan kekuatan tubuh, mencegah terjadinya penyakit, mengatasi keluhan dan penyakit ringan serta memulihkan kondisi tubuh. Terapi acupressure yang dilakukan pada telapak kaki terutama di area organ yang bermasalah, akan memberikan rangsangan pada titik-titik saraf yang berhubungan dengan pankreas agar menjadi aktif sehingga menghasilkan insulin melalui titik-titik saraf yang berada di telapak kaki (Mangoenprasodjio & Hidayati, 2005). Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Natalia, Hasneli & Novayelinda (2013) pada 30 responden (n kontrol = n eksperimen = 15). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian senam kaki diabetik dengan menggunakan tempurung kelapa dapat meningkatkan sensitivitas kaki pada pasien DM tipe II. Senam kaki tersebut terbukti dapat membuat rileks dan melancarkan peredaran darah.

13

Penelitian Nasution (2010) tentang “Pengaruh senam kaki terhadap peningkatan sirkulasi darah kaki pada pasien penderita Diabetes Melitus di RSUD Haji Adam Malik”, dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa sirkulasi darah kaki setelah melakukan senam kaki meningkat secara signifikan dengan p=0,002 berarti p< α 0,05. Pada kelompok kontrol p=0,903 (p> α 0,05). Praktek senam kaki berpengaruh memperbaiki keadaan kaki, dimana akral yang dingin meningkat menjadi lebih hangat, kaki yang kaku menjadi lentur, kaki kebas menjadi tidak kebas, dan kaki yang atrofi perlahan-lahan kembali normal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihombing (2012) yang meneliti tentang “Gambaran perawatan kaki dan sensasi sensorik kaki pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Poliklinik DM RSUD”. Hasil penelitian ini yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13 kali lebih besar risiko terjadinya ulkus diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur. Oleh karena itu, perawatan kaki yang baik dapat mencegah terjadinya kaki diabetik, karena perawatan kaki merupakan salah satu faktor penanggulangan cepat untuk mencegah terjadinya masalah pada kaki yang dapat menyebabkan ulkus kaki. Praktek yang lebih baik dalam melakukan perawatan kaki akan mengurangi risiko terkena kaki diabetik. Berdasarkan hasil penelitian ini dan penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan terapi acupressure selama tiga kali dalam seminggu mampu meningkatkan sensitivitas kaki pada pasien DM tipe II. Meningkatnya sensitivitas kaki pada kelompok eksperimen kemungkinan hal ini disebabkan karena responden mengikuti prosedur yang telah dijelaskan oleh peneliti tentang acupressure, responden juga komunikatif, keingintahuan dan kemauan dari responden untuk melakukan terapi acupressure untuk meningkatkan sensitivitas kakinya, dukungan dari keluarga responden sangat baik dan mendukung terapi acupressure yang dilakukan untuk keluarganya.

14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Pengobatan komplementer alternative adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehablitatifyang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional. Perkembangan budaya barat, membawa kedokteran konvensional menguatkan tentang metode untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Banyak terapi-terapi komplementer yang berasal dari sistem perawatan kesehatan tradisional dengan berbagai macam latar belakang budaya dan selalu berhubungan dengan filosofi dan nilai religius sebagai kekuatan utama, tubuh sebagai penyembuh sendiri dan holistik Saat ini penggunaan terapi komplementer mulai menggeliat. Hal ini tentu akan terkait dengan tren isu yang berkembang tentang terapi komplementer. Berdasarkan penelusuran dua jurnal tentang penerapan keperawatan komplementer pada agregat dewasa dengan jenis penyakit dan metode komplementer yang berbeda dapat dilihat bahwa keperawatan komplementer memberi pengaruh positif terhadap keadaan responden. Hal ini menjadi terobosan baru pada dunia keperawatan untuk memaksimalkan keadaan sehat pasien dengan menggabungkan terapi konvensional yang sudah ada dengan terapi komplementer. 3.2 Saran Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah pengetahuan tentang keperawatan komplementer dan diharapkan para pembaca bisa memberikan kritik dan saran untuk dapat menjadikan kami lebih baik lagi dalam penulisan makalah kami selanjutnya.

15

DAFTAR PUSTAKA

Adam, M. (2011). Pengaruh akupresure terhadapp kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke Pasca Rawat Inap di RSUP Rahmawati Jakarta.Tesis. Anne OH. (2015). Chronic Pain: A Systematic Review of Current Treatment Approaches and the Impact on Patient Outcomes. Journal Review. Capella University. Antono D, Dhaki BAS, Isbagio H dan Shatri H. (2017). Korelasi antara Lama Sakit, Derajat Aktivitas Penyakit, dan Skor Disabilitas Dengan Disfungsi Diastolik pada Pasien Artritis Reumatoid Wanita di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Jurnal Penelitian.Jurnal Penelitian Penyakit Dalam Indonesia Vol. 4 No 2 Juni 2017. Jakarta: 1Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Astuti, Reini, dkk. (2015). Pengaruh Intervensi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap Penurunan Tingkat Depresi Ibu Rumah Tangga dengan HIV. Jurnal online http://jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/98/92 diakses tanggal 24 Februari 2019. Beck, T. A., & Alford, B. A. (2009). Depression: Causes and Treatment. Philadelphia: University of Pennsylvania. Black, J. M., & Hawk, J. H. (2009). Medical surgical nursing: clinical management for positive outcomes (Vol 2, 8th Ed). St. Louis, Missiouri: Saunders Elseiver. Darmilis., Hasneli, Y., Indriati, G.2014. Efektifitas Terapi Acupressure Pada Telapak Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II. JOM Volume , Nomor 1, Februari 2014. Available at https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article/view/3522/3417 diakses tanggal 25 Februari 2019 Darussalam. (2011). Analisa factor-faktor yang berhubungan dengan depresi dan hopelessness pada pasien stroke di Blitar. Feldman, R. S. (2011). Pengantar Psikologi: Understanding Psychology. (Ed 10). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Hasneli, Y., Amir, F., Utomo, W. (2010). Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap klien diabetes melitus terhadap perawatan kaki diabetes. Jurnal Keperawatan Profesional Indonesia. Vol. 2, No. 2. Hembing, W. (2005). Bebas diabetes mellitus ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara Idwar (2015). Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Penurunan Nyeri Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Di Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa. Jurnal Keperawatan. Jurnal Poltekes Kemenkes Aceh ISSN: 2460-4356. Li-ling Chuang at.al (2015). Reliability and validity of a vertical numerical rating scale supplemented with a faces rating scale in measuring fatigue after stroke. Chuang et al. Health and Quality of Life Outcomes, 1-9. Lukman, (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika. 16

Mangoenprasodjo, A. S. & Hidayati, S. M. (2005). Terapi alternatif dan gaya hidup sehat. Yogyakarta: Pradipta Publishing. Martiningsih (2012). Penggunaan Terapi Komplementer Fish Oil dalam Menurunan Nyeri Akibat Inflamasi pada Rheumatoid Arthritis. Jurnal Kesehatan. Prima Volume 6 No. 2 Agustus 2012. Mataram: Prodi Keperawatan Bima Poltekkes Kemenkes Mataram. Mayoclinic. (2010). What to expect diabetes and menopause. Nasution, J. (2010). Pengaruh senam kaki terhadap peningkatan sirkulasi darah kaki pada pasien penderita diabetes melitus di RSUP Haji Adam Malik. Ofovwe & Ofovwe. (2013). Psychological Disorders among Human Immunodeficiency Virusinfected Adults in Southern Nigeria. African Journal of Reproductive Health, Volume, 17. Polit,. D. F., & Beck, C. T. (2004). Nursing research principles and methods. (7th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams And Wilkins. Pyne, J.M., Asch, S. M., Lincourt, K., Kilbourne, A. M., Bowman C., Atkinson, H.,Gifford, A. (2008). Quality Indicators for Depression Care in HIV Patients. AIDS Care, 1075– 1083. Rukmana, Nona. (2018). Pengaruh Terapi Komplementer Meditasi Terhadap Respon Nyeri Pada Rheumathoid Arthritis. Jurnal online http://eprints.ums.ac.id/63024/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf diakses tanggal 24 Februari 2019. Sihombing, D. (2012). Gambaran perawatan kaki dan sensasi sensorik kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2 di poliklinik DM RSUD. Spiritia. (2008). Lembar informasi tentang HIV/AIDS untuk ODHA. Jakarta: Spiritia. Supranto, J. (2000). Teknik sampling untuk survei dan eksperimen. Jakarta: Rineka Cipta. Suriyani, L. D. (2007). Lentera (Lembar tentang Realita AIDS): Makin banyak ibu rumah tangga terinfeksi HIV(Ed.1). Denpasar: Sloka Institute Taylor, C., Lillis, C., & Lemone, P. (2005). Fundamental of nursing. (5th). Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. Unnikrishnan, B., Jagganath, V,, Ramapuram, J. T., Achappa, B., & Madi, D. (2012). Study of Depression and Its Associated Factors among Women Living with HIV/AIDS in Coastal South India. Widodo, G. G. (2013) Pengaruh Meditasi terhadap Kualitas Hidup Lansia yang Menderita Hipertensi Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1, No. 2, 111-118. Yaunin, Y., Afriant, R., & Hidayat, N. M. (2014.). Kejadian Gangguan Depresi pada Penderita HIV/AIDS yang Mengunjungi poli VCT RSUP M. Jamil Padang Periode Januari-September 2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 244–247. Zainudin, A. F. (2012). SEFT for Healing, Success Happines, Greatness(2nd ed.). Jakarta: Afzan Publishing.

17

Related Documents


More Documents from "Dian Purnami"