Telematika (e-gov) Daerah Dan Masalahnya

  • Uploaded by: Dr. Tony Sukasah, M.Si
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Telematika (e-gov) Daerah Dan Masalahnya as PDF for free.

More details

  • Words: 2,016
  • Pages: 8
TELEMATIKA( E GOV) DAERAH DAN MASALAHNYA (Studi Kasus Implementasi Teknologi Informasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah) Makalah Disampaikan Pada Workshop Management Office Bagi Anggota DPRD Kabupaten Bekasi Tanggal 30 Desember 2005 DR. Tony Sukasah., Drs. Msi. Kepala Kantor Pengolahan Data Elektronik dan Arsip Daerah Kabupaten Bekasi

I. Kebijakan Teknologi Informasi Tahun 1997 Pemerintah melalui Keppres Nomor 30, tentang Telematika dan Inpres Nomor 6 Tahun 2001, tentang Pengembangan dan Pendaya-gunaan Telematika; telah meletakkan landasan strategis untuk meningkatkan kemampuan telematika, dengan sasaran kebijakan mencakup lima bidang yakni : (1) Aplikasi software pemberdayaan aparatur dan birokrasi pemerintahan, dalam rangka implementasi “good governance”, (2) Aplikasi software peningkatan kualitas hidup masyarakat, (3) Aplikasi software penciptaan iklim kompetitif usaha dan daya saing bisnis, (4) Aplikasi software penyelenggaraan pertahanan keamanan negara, dan (5) Aplikasi software dalam mendukung pembangunan informasi dasar. Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, tahun 2003, dikeluarkan Inpres Nomor 3 tentang Elektronik Government atau

E-Gov yang memperjelas

arah implementasi Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Gov di Indonesia. Telematika dan E-Gov merupakan suatu kesatuan. E-Gov adalah program pemerintah untuk mendukung penyelenggaraan telematika secara intensif dan meluas. E-Gov merupakan upaya pemerintah untuk mewujudkan dan mengembangkan sistem penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) dan pelayanan publik yang benar. Aplikasi software telematika merupakan bagian penting dalam E-Gov yang diperlukan sebagai sarana untuk mengolah, memilah, menganalisis dan memproses berbagai jenis informasi yang datang melalui berbagai lintas jaringan komunikasi. Sedangkan

sasaran dan

tujuan E-Gov mencakup, yaitu: (1) Penyelenggaraan Situs Web, fungsi dan tujuannya ialah untuk menjembatani lalu-lintas informasi kegiatan pemerintah,

1

baik Pusat maupun

Daerah dengan masyarakat. Pola transparansi informasi

kegiatan pemerintahan (dalam batas kedalaman tertentu) dapat terselenggara dan diketahui secara jelas oleh masyarakat; (2) Penyelenggaraan Pertukaran Surat Elektronik (E-Mail), fungsi dan tujuannya antara lain untuk memudahkan dan mempercepat jalur komunikasi antar pejabat publik dengan menggunakan fasilitas surat-menyurat secara elektronik dengan sistem jaringan terbatas (intranet) ataupun jaringan terbuka (internet), dan menyelenggarakan fasilitas untuk menampung pelbagai aspirasi, saran ataupun masukan dari masyarakat secara langsung dan cepat melalui kotak pos elektronik dengan fasilitas sistem jaringan terbuka; (3) Penyelenggaraan Pertukaran Informasi, fungsi dan tujuannya ialah menerapkan sistem on-line di antara kantor-kantor pemerintahan sehingga pertukaran, distribusi, pengumpulan dan pemilahan data dan informasi dapat terselenggarakan secara real-time melalui sistem jaringan terbatas (intranet); (4) Penyelenggaraan Sistem Kantor Elektronis,

fungsi dan tujuannya adalah

menciptakan “paperless office”. Tetapi karena sistem administrasi pemerintahan di Indonesia tidak memungkinkan, maka kondisi yang dituju ialah “less paper office”. Pola ini dapat dibangun melalui fasilitas sistem jaringan (LAN atau WAN) yang dilengkapi dengan berbagai jenis aplikasi software. Sekarang ini, tidak hanya informasi saja yang dapat berlalu-lintas dalam sistem jaringan, tetapi bentuk citra-dokumen juga sudah dapat berlalu-lintas melalui software yang dibangun

secara

khusus

untuk

menangani

masalah

tersebut;

dan

(5)

Penyelenggaraan Sistem Informasi Eksekutif/SIE dan Sistem Dukungan Keputusan/SDK. Kedua sistem merupakan aplikasi software yang khusus digunakan pejabat publik pada setiap instansi pemerintahan. Melalui SIE, pejabat publik dengan cepat dapat mengetahui informasi terkini yang dibutuhkan. Sedangkan melalui SDK membantu pejabat publik menetapkan keputusan yang obyektif berdasarkan suguhan informasi dalam format yang dibangun secara khusus. Sebenarnya kedua sistem merupakan muara akhir dari berbagai aplikasi software telematika yang dibangun dalam rangka kerangka E-Gov. Karenanya penekanan pola integrasi pada setiap aplikasi software telematika menjadi suatu hal yang sangat penting. Tanpa adanya pola integrasi yang baik, maka SIE dan SDK tidak dapat berjalan dan berfungsi.

2

Data dan informasi yang dihasilkan E-Gov adalah untuk: (1) Pengambilan keputusan; (2) Perumusan kebijakan; (3) Perbaikan dan peningkatan kinerja; (4) Peningkatan dan pengembangan pelayanan publik; dan (5) Sosialisasi pelbagai kebijakan, program dan kegiatan Pemerintah Daerah.

II. Pola Manajemen Sistem manajemen telematika mengandalkan pola dan sistem jaringan, sehingga memperpendek lini pengambilan keputusan dan memperluas rentang kendali pengawasan. Membangun E-Gov bukan hanya melakukan pembangunan teknologi komunikasi dan informasi,

tetapi juga melaksanakan upaya: (1)

Membangun aplikasi software telematika; (2) Melakukan standarisasi format data secara keseluruhan; dan (3) Melakukan penelitian dan perbaikan (cek and review) pada prosedur, kebijakan, dan peraturan. Pembangunan E-Gov membutuhkan biaya yang relatif cukup besar dan rentang waktu yang relatif cukup lama. Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) harus memiliki Grand Desain E-Gov yang jelas, terinci, terukur serta dapat diadaptasi dengan baik pada setiap

locus

pemerintahan,

menjabarkan

secata

detail

setiap

tahap

pembangunannya. Dokumen ini dikenal dengan istilah Blueprint Aplikasi E-Gov yang memuat materi: IT Master Plan dan E-Gov Strategy. Penerapan konsep Manajemen Modern yang didukung implementasi teknologi informasi dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan di daerah tidak dapat ditawar-tawar. Terlebih lagi dalam era globalisasi, di mana transparansi merupakan salah satu tuntutan publik, dengan dukungan E-Gov, Pemerintah Daerah mampu bergerak cepat dalam menjalankan desentralisasi pemerintahan. Mutu kinerja yang dihasilkan bernilai yang jauh lebih tinggi. Kecepatan irama kerja menjadi semakin teratur, ketepatan pengambilan keputusan semakin obyektif dan menyentuh kepentingan publik.

III. Sumber Daya Manusia Di daerah tampaknya ketersediaan SDM yang memiliki standar kompentensi di bidang teknologi komunikasi dan informasi jauh lebih ruwet dan

3

lebih sulit ketimbang dengan masalah teknologinya itu sendiri. Pada sejumlah Pemerintah Kabupaten dan Kota, termasuk di tingkat Provinsi,

PNS yang

memiliki kemampuan di bidang ini sangat sedikit, kalaupun ada, umumnya tidak memiliki latar belakang formal pendidikan dan keakhlian yang dipersyaratkan. Kendala ini dapat diatasi dengan melakukan transfer of knowledge melalui metoda in house training, seminar dan on the job training. Selanjutnya secara bertahap dilakukan perekrutan SDM yang memang memiliki pendidikan di bidang teknologi komunikasi dan informasi. Selain langkah ini, terutama untuk level pimpinan secara periodik perlu diselenggarakan kegiatan brainstroming dan change of mind pemahaman seluk beluk implementasi teknologi informasi dalam kehidupan manusia modern dan masyarakat global.

IV. Blueprint Aplikasi E-Gov Blueprint yang memuat IT Master Plan dan E-Gov Strategy, mutlak dibutuhkan. Tanpa dukungan rancang bangun, implementasi akan sulit dan mungkin saja bergeser dari sasaran obyektif, bahkan tanpa arah yang jelas. Data Departemen Komunikasi dan Informatika, menunjukkan sekitar 55% dari Pemerintah Daerah meng-klaim memiliki blueprint sedangkan sisanya belum. Bukan berati bahwa yang belum memiliki Blueprint, tidak melakukan sesuatu, tetapi sudah mulai membangun E-Gov secara sektoral yang mengakibatkan: (a) pengelolaan belum terorganisir dengan baik dan benar, (b) standar teknologi yang digunakan belum baku, (c) pengintegrasian sistem yang satu dengan yang lainnya belum dijalankan. Faktor penyebab belum adanya blueprint , antara lain: (1) pemahaman pejabat politik maupun publik di daerah terhadap teknologi informasi masih rendah, (2) pengembangan teknologi informasi belum menjadi skala prioritas dalam rencana pembangunan, (3) Perangkat Daerah yang menanggani teknologi komunikasi dan informasi sebagian besar terdiri dari Eselon III (82%) sehingga akses untuk menjelaskan kepada policy makers cukup sulit, dan (4) belum tersedianya akses yang memadai sehingga implementasi teknologi informasi masih terlalu dini dan belum waktunya.

4

V. Jaringan Infra-Struktur Kondisi infra-struktur yang belum memadai dan mahal juga menjadi salah satu hambatan dalam pembangunan E-Gov. Sebagian besar Pemerintah Daerah sudah memiliki jaringan LAN (Local Area Network) dan sebagian kecil sudah memiliki koneksi WAN (Wide Area Network). Infra-struktur jaringan mutlak dibutuhkan agar E-Gov bisa dilaksanakan secara optimal. Harus kita akui penggunaan komputer (sebagian besar) pemanfaatannya tidak lebih hanya sebagai pengganti mesin ketik. Sejauh ini, di lingkungan institusi Pemerintah Daerah, permintaan pengadaan komputer selalu banyak, bahkan mesin komputer dengan teknologi generasi terakhir (seri Pentium dan Itanium) telah dimiliki. Sayang sekali pemenuhan kebutuhan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan dalam segi kualitas pemanfaatan peralatan itu sendiri. Kecenderungan yang terjadi ialah sebagian pengguna memanfaatkan komputer generasi lama (AT286/386/486) enggan beranjak ke generasi teknologi komputer yang baru. Di sisi lain, kemajuan pesat bidang teknologi informasi membuat teknologi menjadi singkat umurnya dan secara berkala perlu diremajakan. Situasi dilematis ini senantiasa dihadapi, mana yang lebih baik dan harus didahulukan ? Apakah peremajaan peralatan untuk mengejar kemajuan teknologi yang dilakukan lebih dulu ? kalau hal itu dilakukan, maka akan berdampak pada tidak optimalnya penggunaan peralatan tersebut. Atau apakah edukasi dan sosialisasi terhadap penggunaan komputer diprioritaskan lebih dulu dilakukan secara intensif? konsekuensi yang terjadi ialah pada saat tertentu terjadi ledakan permintaan jumlah kebutuhan peralatan oleh para pengguna yang sudah menjadi sadar akan pentingnya peralatan tersebut. Kondisi obyektif pengguna teknologi informasi di lingkungan Pemerintah Daerah pada level staf. Pimpinan pada setiap level eselon yang akrab dengan komputer dapat dihitung dengan jari. Jika dilihat secara jernih, program E-Gov secara esensial adalah pengkondisian para pejabat daerah di setiap level untuk sadar akan pentingnya memahami, menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, di setiap bidang kewenangannya.

5

V.Web-Site Meskipun sebagian besar infra-struktur jaringan LAN yang dikembangkan masih belum optimal, tetapi penyiapan situs web sebagai bentuk pembangunan tingkat pertama E-Gov umumnya sudah dilaksanakan. Data Departemen Komunikasi dan informatika mengungkapkan 70% Pemerintah Daerah telah memiliki situs web, dengan tingkat aktif (dapat dibuka) sebanyak 83% dan pasif (tidak dapat dibuka) sebanyak 17%. Faktor penyebab rendahnya tingkat responsif pengelola situs web, antara lain: (1) pengelola situs web mengalami kesulitan dalam memperoleh akses internet akibat keterbatasan jaringan telekomunikasi di daerahnya, (2) kurangnya rasa memiliki, karena sebagian besar situs web dibangun dalam bentuk “proyek”, sehingga begitu proyek selesai, tidak lagi tersedia dana untuk mengelola dan memeliharanya, (3) adanya hubungan hirarki yang “ketat” dalam birokrasi, sehingga menyulitkan pihak pengelola (umumnya Eselon IV dan staf) memperoleh data dan secara rutin meng-update informasi yang termuat dalam situs web, (4) belum adanya keberanian pihak pengelola dalam menjawab pertanyaan situs web. Sedangkan dari aspek masyarakat; warga masyarakat tidak terlalu responsif memasuki situs web Pemerintah Daerah, antara lain disebabkan: (1) kurangnya sosialisasi dan tidak adanya standar baku mengenai penamaan situs web Pemerintah Daerah, sehingga sebagian besar mayarakat tidak mengenal bahkan sulit untuk mengidentifikasi nama-nama situs web Pemerintah Daerah, (2) sebagian besar situs web Pemerintah Daerah lebih menitik beratkan pada bentuk lay-out tampilan menggunakan engine multi-media yang banyak variasinya; yang mengakibatkan lambatnya respon-time dari situs sehingga masyarakat enggan untuk membuka situs. Masyarakat harus membayar biaya internet yang tinggi hanya untuk menyaksikan variasi gerak dan tampilan, dan (3) informasi yang ditampilkan dalam situs web sering kali tidak relevan, bahkan nyaris tidak pernah di-update semenjak pertama kali situs dibuat.

VI. Pengorganisasian Pengelola Pada saat ini E-Gov di daerah dikelola oleh berbagai unit kerja dengan tingkatan eselon yang berbeda, dampaknya pada setiap Pemerintah Daerah

6

kebijakan dalam pengelolaan tidak sama. Perbedaan ini

mengakibatkan: (1)

timbulnya kesulitan Pemerintahan Pusat, kalangan swasta, atau perguruan tinggi dalam mengundang pengelola E-Gov daerah apabila ada kegiatan yang bersifat transfer of knowledge; (2) timbulnya kesulitan melakukan koordinasi di lingkungan perangkat daerah sendiri dalam melakukan penanganan E-Gov, terjadi kesenjangan eselonisasi pihak pengelola dengan pihak yang dikelola. Untuk mengatasi masalah ini, perlu dipikirkan adanya suatu model pengelolaan

E-Gov dengan mempertegas tugas dan tanggung jawab unit

pengelolanya, di mana struktur dan standar pengorganisasiannya setara. Model ini juga harus disesuaikan dengan sasaran yang diinginkan, sesuai visi dan misi setiap Pemerintah Daerah. Karena adanya kaitan vertikal dan horizontal, maka perlu dilakukan suatu penataan sistem koordinasi yang baik agar penyelenggaraan dapat berjalan sesuai struktur organisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang efektif, efisien dan produktif.

VII. Merubah Pola Pikir Pejabat Daerah Masalah implementasi teknologi informasi dalam pemerintahan daerah pada hakekatnya adalah merubah pola pikir pejabat daerah. Akar masalah terletak pada perspektif pejabat daerah mendudukan teknologi informasi dalam proses pekerjaan. Faktor penyebab belum terlaksananya dengan baik pembangunan telematika dan E-Gov di daerah, akar masalahnya terletak pada rendahnya tingkat kepedulian para pejabat di daerah. Asumsi pola pikir pejabat di daerah umumnya memandang teknologi informasi sebagai: Pertama, teknologi informasi lebih cenderung bersifat pembangunan dan bukan konseptual. Perubahan harus berasal dari pemikir yang mengetahui tentang proses itu sendiri. Penekanannya pada tingkat perubahan yang terjadi dalam proses alur sistem kerjanya. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya keengganan para pejabat untuk lebih mendalami teknologi informasi, karena harus menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan yang mendasar dalam sistem kerjanya. Kedua, teknologi informasi dapat digunakan secara fleksibel dalam menghadapi segala jenis perubahan. Artinya penggunaan teknologi informasi

7

khususnya E-Gov, dapat dilakukan kapan saja sesuai dengan kebutuhan berdasar rentang

waktu

yang

ada.

Dasar

pemikiran

seperti

itu,

menimbulkan

kecenderungan sikap untuk menunda dan kurang peduli. Ketiga, teknologi informasi bersifat terintegrasi dan dilaksanakan sesuai dengan blueprint, sehingga membutuhkan waktu yang cukup panjang. Hasil akhir tidak akan dilihat dalam waktu yang singkat. Kasusnya sangat berbeda dengan pembangunan fisik, di mana hasil akhirnya langsung dapat dilihat. Kondisi ini menimbulkan rasa enggan pejabat daerah untuk melaksanakan pembangunan teknologi informasi, karena menurut anggapan dan persepsinya, hasil akhirnya tidak dapat segera terlihat. Pola pikir yang keliru ini menimbulkan sikap dan perilaku pejabat yang khawatir dianggap tidak mampu melaksanakan tugas, baik oleh pejabat atasannya, kolega di lingkungan kerjanya atau mitra kerjanya di masyarakat.

Bekasi, 30 Desember 2005

8

Related Documents


More Documents from "Eddy Satriya"