TELAAH JURNAL TENTANG INTERRELATIONSHIP PELAYANAN KESEHATAN
A.
Konsep Kolaborasi Interprofesi
Interprofessional Collaboration (IPC) merupakan proses kolaborasi yang terdiri dari
dua atau lebih tenaga kesehatan yang berfokus pada belajar dengan, dari, dan tentang masing-masing profesi sehingga dapat mengembangkan kerjasama demi terwujudnya pelayanan pasien yang lebih optimal (Poltekkes, 2016). WHO (2010) menjelaskan bahwa kolaborasi interprofesi adalah suatu bentuk kerja sama antar profesi kesehatan dari latar belakang profesi yang berbeda dengan pasien dan keluarga pasien untuk memberikan kualitas pelayanan yang terbaik. Pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada pasien dalam berkolaborasi bertujuan untuk mengoptimalkan efektifitas kinerja, efisiensi biaya dan meningkatkan kepuasan pasien. Praktik kerjasama interprofesi ini menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien melalui proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi (CFHCIPE, 2014).
Manfaat
Kolaborasi
dilakukan
dengan
beberapa
alasan
sebagai
manfaat
dari
kolaborasi yaitu antara lain: a. Sebagai pendekatan dalam pemberian asuhan keperawatan klien, dengan tujuan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi klien.
b. Sebagai penyelesaian konflik untuk menemukan penyelesaian masalah atau isu. c. Memberikan model yang baik riset kesehatan.
Syarat-Syarat Kolaborasi Terdapat 3 kriteria yang harus dipenuhi sebagai syarat terlaksananya kolaborasi (Siegler dan Whitney, 1999). Beberapa syarat tersebut yaitu : a. Melibatkan beberapa tenaga ahli atau multiprofesi dengan bidang keahlian yang
berbeda yang dapat bekerjasama timbal balik secara mulus. b. Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerjasama. c. Kelompok harus memberikan pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari kombinasi pandangan dan keahlian yang diberikan oleh setiap anggota tim tersebut.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kerjasama Interprofesi a. Faktor anteseden (antecedents) 1)Pertimbangan sosial dan intrapersonal 2)Lingkungan fisik 3)Faktor organisasional b. Proses 1) Faktor perilaku 2) Faktor interpersonal 3) Faktor intelektual c. Outcome and opportunity 1) Upaya meningkatkan kerjasama interprofesi 2) Penerapan kerjasama interprofesi
Elemen-Elemen Kolaborasi Terdapat delapan elemen kolaborasi agar pelaksanaan kolaborasi berjalan efektif (Rumanti, 2009). Kedelapan elemen-elemen tersebut yaitu : a. Kerjasama b. Asertifitas c. Tanggung jawab d. Komunikasi e. Otonomi f. Koordinasi g. Tujuan umum h. Mutual respect and trust
Hambatan Pelaksanaan Praktik Kolaborasi Interprofesi
Menurut WHO (2013) terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan pratik kolaborasi yaitu : a. Budaya profesi dan Sterotip b. Penggunaan bahasa yang berbeda dan tidak konsisten
c. Akreditasi dan kurikulum d. Pengetahuan akan ruang lingkup profesi kesehatan yang lain
RESUME HASIL RISET
A. Judul Penelitian “ Hubungan Antara Sikap dan Perilaku Kolaborasi dan Praktik Kolaborasi Interprofesional di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih “ B. Metode Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan survei dan observasi. Survei dilakukan terhadap 134 orang sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Observasi dilakukan terhadap 10 perawat
dan 10 dokter di instalasi rawat inap.
C. Hasil Penelitian Korelasi antara sikap, perilaku dokter– perawat dengan praktik interprofesi dapat dilihat pada tabel 4. Hasil uji korelasi Spearman didapatkan r 1,000, dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan terdapat korelasi yang
positif dan korelasi yang sangat kuat, serta secara statistik terdapat korelasi yang bermakna.
D. Pembahasan
Hasil penelitian sikap dokter– perawat terhadap kolaborasi interprofesi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih didapatkan nilai p 0,752 (p>0,05), yang menunjukkan secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Sehingga dapat disimpulkan baik dokter maupun perawat memiliki sikap terhadap
kolaborasi
interprofesi.
Hal
tersebut
yang positif
menunjukkan
kecenderungan sikap dokter dan perawat yang semakin positif kolaborasi.
adanya terhadap
Keismpulan Terdapat hubungan antara sikap dan perilaku kolaborasi
dokter
serta
perawat terhadap praktik kolaborasi interprofesi. Semakin positif sikap dokter dan perawat terhadap kolaborasi interprofesi, maka akan semakin baik perilaku kerja sama dan interaksi dokter dan perawat dalam praktik interprofesi. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa antara sikap dan perilaku adalah konsisten, semakin baik sikap maka akan diikuti perilaku yang semakin baik juga.
Kekurangan 1. Dalam penelitian ini ditemukan masih ada dokter (46%) dan perawat (22%) yang menyatakan bahwa dokter memiliki kewenangan yang dominan dalam semua masalah kesehatan, serta masih ada dokter (26%) dan perawat (9%) yang menyatakan tugas utama perawat adalah melaksanakan instruksi dokter.
2. Masih adanya sebagian dokter yang melihat diri mereka sebagai pemegang dominasi dalam semua masalah kesehatan dalam kolaborasi disebabkan karena iklim dan kondisi sosial
masih
mendukung
seperti budaya, perbedaan status, dan perbedaan gender.
dominasi dokter
Kelebihan dalam penelitian 1. Dalam penelitian ini ditemukan Sikap dokter dan perawat terhadap kolaborasi interprofesi berdasarkan hasil penelitian menunjukkan baik dokter maupun perawat memiliki sikap yang positif. 2. Tujuan dari penelitian ini adalah mengtahui adanya hubungan
dari sikap dan periku dengan praktik kolaborasi. 3. dan perawat sekarang ini telah semakin mencerminkan kolaborasi, dokter dan perawat telah saling berbagi ide dan pandangan dari sudut perspektif masing-masing.
REKOMENDASI LANJUTAN Kolaborasi interprofesi merupakan strategi yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil kesehatan pasien sehingga perlu terus menerus diupayakan untuk ditingkatkan dan dikembangkan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menggali masalah utama yang menjadi hambatan dalam kolaborasi interprofesi antara perawat dan dokter dengan menggunakan rancangan penelitian dan instrumen yang lebih akurat untuk dapat menggali akar permasalahan.