Pembimbing : dr. Rachmad Aji, Sp. PD Disusun oleh: Eva Herencia Purba Muhammad Rifqi Jazuli Zenia Ladia Ziyan Bilqis Amran
1710221081 G4A018013 1710221101 G4A018003
SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJON PURWOKERTO
Status pasien
IDENTITAS PASIEN Nama Umur
: Tn. R
: 33 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Randengan RT 002/008 Wangon
Tanggal masuk Tanggal Periksa
: 11 oktober 2018 : 16 Oktober 2018
ANAMNESIS Autoaalloanamnesa di Bangsal Soepardjo Roetam Atas RSMS pada tanggal 16 Oktober 2018 Keluhan utama : Demam RPS
:
Pasien datang ke IGD RSMS rujukan dari RS Sinar Kasih pada 11 Oktober 2018 dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasa sangat tinggi dan diikuti dengan menggigil. Demam dirasa naik turun dan sedikit membaik dengan meminum obat paracetamol tetapi kemudian pasien merasa demam kembali. pasien juga mengeluhkan sering berkeringat dingin terutama pada malam hari Selain itu pasien juga mengeluh batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS. Dahak berupa cairan kental, warna putih, dan tidak disertai dengan darah. Batuk berdahak dirasa menetap, dan terus menerus. Tidak ada faktor memperingan dan memperberat. Selain itu pasien juga mengeluh sesak nafas lebih dari 3 bulan lalu. Sesak diras hilang timbul, muncul terutama berbarengan ketika pasien batuk dan muntah dan tidak dipengaruhi oleh suhu, cuaca, dan debu. Pasien juga mengaku nafsu makan menjadi menurun sejak 6 bulan SMRS dan diikuti dengan penurunan berat badan. Berat badan pasien semula adalah 75 kg dan turun menjadi 55 kg dalam 8 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak .....mual dan muntah, muntah berupa makanan utuh. Frekuensi BAB 1x dalam seminggu, feses berupa bulat-bulat kecil. Pasien jug merasa sulit tidur.
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan serupa Riwayat OAT Riwayat hipertensi Riwayat penyakit jantung Riwayat diabetes mellitus Riwayat asma Riwayat alergi Riwayat maag Riwayat asam urat Riwayat pemakaian jarum suntik Riwayat merokok Riwayat memakai tato
: disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : diakui : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa Riwayat OAT Riwayat hipertensi Riwayat penyakit jantung Riwayat diabetes mellitus Riwayat asma Riwayat alergi Riwayat maag Riwayat asam urat Riwayat pemakaian jarum suntik Riwayat merokok Riwayat memakai tato
: disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi : - Community
- Pasien tinggal bersama istri, anak, menantu, dan cucunya. Hubungan pasien dan keluarga baik.
- Home - Pasien tinggal di lingkungan pedesaan. Rumah pasien di depan jalan raya dan sawah. Rumah pasien sering terkena sinar matahari. Ventilasi di rumah pasien cukup baik. Lantai rumah pasien menggunakan ubin. Pasien sudah memasak menggunakan kompor gas. - Occupational - Pasien bekerja di kooperasi. - Personal Habit - Pasien mengaku makan dan minum 2-3 kali dalam sehari, dengan nasi, sayur dan lauk pauk seadaanya. Nafsu makan pasien baik. Namun, semenjak sakit pasien mengaku nafsu makannya berkurang. Pasien mengatakan merokok sejak usia muda. Pasien biasa merokok 3-5 batang per hari
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5 (15)
BB TB IMT
: 55 kg : 157 cm : 14,2
Vital sign Tekanan Darah Nadi angkat, regular RR Suhu
: 110/60 mmHg : 97x/menit, kuat
: 22 x/menit, simetris : 40oC
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Foto Thoraks tanggal 11 Oktober 2018
Kesan : - Cor tidak membesar - Elongatio aorta - Gambaran TB paru disertai atelektasis pada apeks paru kanan - Penebalan hilus kanan, cenderung limfadenopati - Reaksi pleura kanan
DIAGNOSIS kasus baru TB paru TCM positif B20 positif
PENATALAKSANAAN Farmakologis
IVFD RL Aminofluid 20 tpm Inj PCT 3x1 g Inj Ranitidin 2x1 amp Inj Ondansentron 1 amp/8jam Inj Ceftriaxon 1 g/12jam CPZ 3x1/4 Kotrimoksazol 960 1x1 Nistatin drop 4DD GTT 1 cc 4 FDC 1x3 VIt B6 1x1 tab
PENATALAKSANAAN Non Farmakologis
Screening pada anggota keluarga yang lain untuk tindakan pencegahan dan pengobatan lebih awal jika keluarga lain sudah tertular. Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit, penularan, pengobatan, efek samping obat dan komplikasi dari penyakit TB. Edukasi keluarga agar selalu menggunakan pengaman saat kontak dengan pasien. Edukasi pasien untuk selalu memakai masker, tidak batuk dan bersin sembarangan dan tidak membuang dahak sembarangan. Edukasi pasien dan keluarga mengenai kebersihan lingkungan rumah, pentingnya membuka ventilasi agar pencahayaan matahari dan udara masuk, menjemur kasur secara rutin, serta menjaga kesehatan dan kebersihan diri, serta makan makanan bergizi untuk menghindari penularan. Edukasi pasien untuk melakukan olahraga ringan, mengurangi stress, menghindari kafein, dan makanan tinggi purin.
PROGNOSIS
VITAM
Ad Malam
FUNGTIONAM
Ad Malam
SANATIONAM
Ad Malam
KOSMETIKAM
Ad Malam
Tinjauan pustaka
Latar Belakang
AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome ) merupakan masalah global yang penting dan merupakan masalah yang sangat kompleks telah mengalami suatu pandemi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) sebagai penyebab AIDS. Menurut data UNAIDS (United Programmes on HIV AIDS) yaitu badan WHO dunia yang menanggulangi permasalahan AIDS memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 34 juta orang di dunia sejak tahun 1981 dan menjadikannya sebagai suatu destruksi pandemik yang terbesar dalam sejarah manusia.
Penyakit Tuberkulosis (TB) sejak lama merupakan penyakit menular yang endemis di Indonesia. Antara TB dan HIV mempunyai hubungan yang kuat karena dengan infeksi HIV maka angka penyakit TB mengalami peningkatan lagi. Tuberkulosis paru merupakan infeksi oportunistik yang paling sering terjadi pada penderita HIV.
AIDS HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari Perancis, yang awalnya menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated virus) dan oleh Robert Gallo.
Epidemiologi HIV Dari semua wilayah di dunia, sub-Sahara Afrika adalah yang paling sering terjangkit HIV, yang mengandung sekitar 70% dari orang yang hidup dengan HIV. Sebagian besar negara di Asia tidak melihat ledakan epidemi pada masyarakat umum sampai sekarang tapi penggunaan narkoba dan pekerja seks mulai meningkat
Risiko Penularan dan Transmisi
Penularan HIV membutuhkan kontak dengan cairan tubuh khususya darah, air mani, cairan vagina, air susu ibu, air liur, atau eksudat dari luka atau kulit dan mukosa yang mengandungi virion bebas atau sel yang terinfeksi. Transmisi umumnya oleh perpindahan cairan tubuh secara langsung melalui
hubungan seksual, berbagi jarum yang terkontaminasi darah, persalinan, menyusui prosedur medis seperti transfusi paparan instrumen yang terkontaminasi.
Sel limfosit CD4 : target utama pada infeksi HIV. Sel ini berfungsi sentral dalam sistem imun. Pada mulanya sistem imun dapat mengendalikan infeksi HIV, namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu HIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD4, terganggunya homeostasis dan fungsi sel-sel lainnya dalam sistem imun tersebut.
STADIUM HIV Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2 Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
STADIUM HIV Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis (<50.000/ml)
STADIUM HIV Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
Tuberkulosis (TBC) Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2012 menyatakan bahwa terdapat 8,7 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2012, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Patogenesis Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. Menyebar dengan cara Perkontinuitatum, secara bronkogen, hematogen dan limfogen
Klasifikasi TBC Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis Paru BTA (+) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif Tuberkulosis Paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis positif
Berdasarkan Tipe Pasien, ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
Kasus baru Kasus kambuh (relaps) Kasus defaulted atau drop out Kasus gagal Kasus kronik / persisten
Berdasarkan Pemeriksaan dahak, Tuberkulosis paru dibagi menjadi :
Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi.
Diagnosis Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya
Gejala klinik 1. Gejala respiratorik - batuk 2 minggu - batuk darah - sesak napas - nyeri dada 2. Gejala sistemik - Demam - Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun 3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Pemeriksaan Bakteriologik Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, toplordotik, oblik, CT-Scan.
Hubungan HIV dengan TB
Epidemiologi TB pada Pasien HIV Risiko berkembangnya tuberkulosis (TB) diperkirakan antara 21-34 kali lebih besar pada orang yang hidup dengan HIV dibandingkan mereka tanpa infeksi HIV. Pada tahun 2012 ada 8,7 juta kasus baru TB, dimana 1,1 (13%) juta antara orang yang hidup dengan HIV dan orang yang meninggal akibat TB 430.000 (24%) hidup dengan HIV.
Patogenesis TBC pada Pasien HIV
Infeksi TB terjadi ketika orang dengan karier basil TB dalam tubuhnya, tetapi bakteri yang ada dalam jumlah kecil dan dorman. Dorman bakteri ini diatur oleh mekanisme pertahanan tubuh, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Pada pasien dengan HIV terjadi penurunan imunitas tubuh sehingga bakteri TB dengan mudah dapat menyerang.
Diagnosis TBC dengan HIV
Gambaran klinis pasien TB dengan HIV/AIDS tergantung dari derajat berat ringannya. Pada saat awal ketika imunitas masih baik gejala TB tidak banyak berbeda dengan pasien TB tanpa HIV. Misalnya terdapat keluhan batuk-batuk, demam terutama sore hari, keringat malam, nafsu makan berkurang, berat badan turun dan batuk darah. Bila proses telah berlanjut dengan imuniti sangat rendah maka gambaran klinik menjadi tidak khas lagi.
Berikut ini adalah alur diagnosis TB pada pasien HIV positif:
Terapi TB pada pasien HIV Kondisi
Rekomendasi
CD4 < 200 sel/mm3
Mulai terapi OAT, mulai terapi ARV segera setelah
terapi TB dapat ditoleransi (antara 2 minggu hingga 2 bulan)
CD4 200-350 sel/mm3
Mulai terapi OAT Pertimbangan ARV: -mulai salah satu dibawah ini setelah selesai fase intensif (mulai lebih dini dan bila penyakit berat): -Paduan
yang
mengandung
EFV
(AZT
atau
d4T)+3TC+EFV (600 atau 800mg/hari) atau -Paduan yang mengandung NVP bila paduan TB fase lanjutan tidak menggunakan rimfapisin (AZT atau d4T)+3TC+NVP
CD4 > 350 sel/mm3
CD4
tidak
diperiksa
Mulai terapi TB. (tunda ARV)
mungkin Mulai terapi TB (perimbangan ARV)
1. Bila TB terdiagnosa pada awal 6 bulan inisiasi ARV, harus dianggap sebagai kegagalan terapi ARV. Regimen harus disesuaikan dengan pemberian rifampisin 2. Bila TB didiagnosa setelah terapi inisiasi ARV 6 bulan, sehingga evaluasi harus dilakukan untuk mengeksklusi kegagalan ARV, yaitu: jumlah CD4 menilai kepatuhan terapi, bila kepatuhan baik perlu pemeriksaan spesimen viral load dan/atau resistensi HIV menilai keadaan klinis dan bukti imulologis lain kegagalan terapi bila tidak bisa melakukan pemeriksaan CD 4, bila TB paru maka bukan kegagalan ARV, bila TB ekstra paru maka merupakan kegagalan ARV
Regimen ARV bila Ditemukan TB Paru pada Pasien dengan ARV dan Mendapat OAT dengan Rifampisin
Ringkasan Gambaran klinis pasien TB dengan HIV/AIDS tergantung dari derajat berat ringannya. Gejala klinik mengarah dan atau curiga pada TB-HIV, bila dijumpai proses perburukan klinis yang berlangsung sangat cepat. Pemeriksaan sputum BTA tetap merupakan pemeriksaan paling penting dalam penegakan diagnosis TB, walaupun di daerah dengan prevalensi HIV tinggi.
Pemeriksaan radiologis untuk menegakkan diagnosis penting sebagai pemeriksaan penunjang. Pada pasien HIV/AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan, karenanya dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah dalam serum. Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATS yaitu: 2 RHZE/RH diberikan sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak. INH diberikan terus menerus seumur hidup.
Waktu pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada. Dengan perubahan sistem imun karena ARV, pasien dengan HIV lebih jarang berkembang menjadi TB selama mendapat terapi ARV. Pada prinsipnya, pemberian OAT pada odha tidak berbeda dengan pasien HIV negatif. Interaksi antar OAT dan ARV, terutama efek hapatotoksisitasnya, harus sangat diperhatikan.
TERIMA KASIH