Tatalaksana Pcos.docx

  • Uploaded by: Dany Dias
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tatalaksana Pcos.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,733
  • Pages: 15
TUGAS UJIAN AKHIR TATALAKSANA SINDROM OVARIUM POLIKISTIK (PCOS)

Disusun oleh : Dany Dias

1461050117

Pembimbing : dr. Batara Sirait, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGY PERIODE 1 OKTOBER – 8 DESEMBER 2018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2018

DAFTAR ISI

Hal BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………......

1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................

2

II.1 Etiologi PCOS …..…….…….………………………………………………

2

II.2 Patofisiologi PCOS ……………...………………………………………….

3

II.3 Manifestasi Klinis PCOS ………….…..……..…………………………….

3

II.4 Dampak Klinis PCOS ………………………………………………………

4

II.5 Tatalaksana PCOS ………………………………………………………….

6

II.5.1 Non-Farmakologi …………………………………………………

6

II.5.2 Farmakologi ………………………………………………………

7

II.5.3 Pembedahan ………………………………………………………

12

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 13

i

BAB I PENDAHULUAN

Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah endokrinopati paling umum di antara wanita usia reproduksi di Amerika Serikat, mempengaruhi sekitar 7% pasien wanita. Meskipun etiologinya tidak jelas, PCOS saat ini diperkirakan muncul dari interaksi kompleks antara sifat genetik dan lingkungan. Bukti dari satu studi keluarga kembar menunjukkan bahwa ada korelasi yang kuat antara faktor keluarga dan keberadaan PCOS. Patogenesis PCOS telah dikaitkan dengan perubahan aksi luteinizing hormone (LH), resistensi insulin, dan kemungkinan kecenderungan hiperandrogenisme. Satu teori menyatakan bahwa resistensi insulin yang mendasarinya memperburuk hiperandrogenisme dengan menekan sintesis globulin pengikat hormon seks dan meningkatkan sintesis androgen adrenal dan ovarium, sehingga meningkatkan kadar androgen. Androgen ini kemudian menyebabkan menstruasi tidak teratur dan manifestasi fisik hiperandrogenisme.1 Hiperandrogenisme merupakan suatu keadaan di mana secara klinis didapatkan adanya hirsutisme, jerawat dan kebotakan dengan disertai peningkatan konsentrasi androgen terutama testosteron dan androstenedion. Obesitas juga dijumpai pada 50-60% penderita sindrom ini. Pengukuran obesitas dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT), yaitu berat badan/(tinggi badan)2 >25 kg/m2. Ciri-ciri ini berhubungan dengan hipersekresi dari luteinizing hormone (LH) dan androgen dengan konsentrasi serum follicle stimulating hormone (FSH) yang rendah atau normal. Penyebab sindrom ini tidak jelas, akan tetapi terdapat bukti adanya kelainan genetik yang kemungkinan diwariskan oleh ibu atau ayah, atau mungkin keduanya. Gen tersebut bertanggung jawab atas terjadinya resistensi insulin dan hiperandrogenisme pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik.2 Secara makroskopis, ovarium pasien dengan sindrom ini 2-5 kali lebih besar dari ukuran normal. Permukaan ovarium tampak putih, korteksnya menebal dengan kista multipel yang diameternya kurang dari 1 cm. Secara mikroskopis, bagian superfisial dari korteks fibrotik dan hiposeluler, mengandung pembuluh darah yang jelas. Sindrom ovarium polikistik sangat mungkin menjadi faktor risiko untuk menderita hipertensi dan penyakit jantung koroner karena hiperkolesterolemia, diabetes serta kanker endometrial. Karena itu diagnosis yang tepat disertai pemilihan penatalaksanaan yang efektif sangat penting untuk mencegah komplikasi di masa mendatang.2

1

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Etiologi PCOS adalah gangguan endokrin, dimana patofisiologinya yang masih belum jelas. Dimana genetik dan lingkungan memilikiran peran dengan obesitas, disfungsi ovarium, dan gangguan hormon yang berkontribusi pada etiologi PCOS. Ketidakseimbangan hormon yang mendasari dapat mencakup kombinasi peningkatan androgen dan atau hiperinsulinemia sekunder akibat insulin resisten.1,2 Hiperandrogenisme terdeteksi pada sekitar 60% -80% wanita dengan PCOS, dan insulin resisten merupakan kontributor patofisiologis pada sekitar 50% -80%. Obesitas meningkatkan fitur reproduksi hiperandrogenisme, hirsutisme, infertilitas dan komplikasi kehamilan, baik secara independen maupun dengan memperburuk PCOS. Selain itu, obesitas memperburuk PCOS terkait peningkatan faktor risiko gangguan toleransi glukosa, DM2 dan CVD, sementara obesitas juga mempengaruhi psikologis fitur PCOS. 2

Gambar 1. Etiologi PCOS3

2

II. 2 Patofisiologi Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat (hipotalamushipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat. Fisiologi ovulasi harus dimengerti lebih dahulu untuk dapat mengetahui mengapa sindrom ovarium polikistik ini dapat menyebabkan infertilitas. Secara normal, kadar estrogen mencapai titik terendah pada saat seorang wanita dalam keadaan menstruasi. Pada waktu yang bersamaan, kadar LH dan FSH mulai meningkat dan merangsang pembentukan folikel ovarium yang mengandung ovum. Folikel yang matang memproduksi hormone androgen seperti testosteron dan androstenedion yang akan dilepaskan ke sirkulasi darah. Beberapa dari hormon androgen tersebut akan berikatandengan sex hormone binding globulin (SHBG) di dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan tidak memberikan efek pada tubuh. Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan berubah menjadi hormon estrogen di jaringan lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar estrogen meningkat, yang mengakibatkan kadar LH dan FSH menurun. Selain itu kadar estrogen yang terus meningkat akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang merangsang ovum lepas dari folikel sehingga terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi luteinisasi sempurna dan peningkatan tajam kadar progesteron yang diikuti penurunan kadar estrogen, LH dan FSH. Progesteron akan mencapai puncak pada hari ke tujuh sesudah ovulasi dan perlahan turun sampai terjadi menstruasi berikutnya. Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu. Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu. Karena adanya peningkatan aktivitas sitokrom p-450c17 (enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium) dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing hormone (GnRH) yang meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen dari ovarium bertambah karena ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin. Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya perkembangan folikel sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan LH yang memicu terjadinya ovulasi. Selain itu adanya resistensi insulin menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang mengarah pada keadaan hiperandrogen, karena insulin merangsang sekresi androgen dan menghambat sekresi SHBG hati sehingga androgen bebas meningkat. Pada sebagian kasus diikuti dengan tanda klinis akantosis nigrikans dan obesitas tipe android.2

II.3 Manifestasi Klinis Diagnosis sindrom ovarium polikistik dilakukan dengan 3 cara yang merupakan kombinasi dari kelainan klinis, keadaan hormonal dan gambaran ultrasonograf. Keadaan klinis yang dijumpai adalah gangguan menstruasi di mana siklus menstruasi tidak teratur atau tidak menstruasi sama sekali, terkadang dengan disertai terjadinya perdarahan uterus disfungsional.2 3

Sedangkan gejala hiperandrogenisme berupa hirsutisme, kelainan seboroik pada kulit dan rambut serta kebotakan dengan pola seperti yang ditemukan pada pria. Tes laboratorium yang dilakukan berupa tes hormonal, tidak saja penting untuk diagnosis tetapi juga sangat penting untuk melihat kelainan secara keseluruhan. Kelainan endokrin yang ditemukan adalah peningkatan konsentrasi LH dan peningkatan aktivitas androgen yaitu testosteron dan androstenedion. Hiperinsulinemia juga ditemukan akibat adanya resistensi insulin, resistensi insulin dapat ditentukan dengan mengetahui nisbah gula darah puasa/insulin puasa. Bila kadar insulin puasa >10 μU/ml dan kadar akumulasi insulin (area di bawah kurva pada uji toleransi glukosa oral (UTGO)) >8000 U menit/ml [luas area kurva dihitung berdasarkan (kadar insulin puasa + kadar insulin UTGO) x 0,5 x 120 menit] dengan kadar gula darah UTGO >140 mg/dl dan <200 mg/dl. Dari pemeriksaan ultrasonografi transvaginal didapatkan gambaran lebih dari 10 kista pada salah satu ovarium dengan besar kurang dari1 cm, disertai besar ovarium 1,5 - 3 kali dari ukurannormal. Hasil pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran pasti jika secara klinis terdapat dugaan sindrom ovarium polikistik. 2 National Institute of Health - National Institute of Child Health and Human Development (NIH-NICHD) menyatakan diagnosis sindrom ovarium polikistik ditegakkan bila paling sedikit ditemukan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Kriteria mayor terdiri dari anovulasi dan hiperandrogenisme, sedangkan kriteria minor berupa resistensi insulin, hirsutisme, obesitas, LH/ FSH >2,5 dan pada USG terdapat gambaran ovarium polikistik. Gejala klasik yang ada pada sindrom ini adalah gangguan siklus menstruasi, hirsutisme dan obesitas. Biasanya pasien mencari bantuan karena adanya siklus menstruasi yang tidak teratur, infertilitas dan masalah penampilan akibat obesitas dan hirsutisme. 2 Sindrom ovarium polikistik sangat mungkin menjadi faktor risiko untuk menderita hipertensi danpenyakit jantung koroner karena hiperkolesterolemia, diabetes serta kanker endometrial. Karena itu diagnosis yang tepat disertai pemilihan penatalaksanaan yang efektif sangat penting untuk mencegah komplikasi di masa mendatang. 2

II.4 Dampak Klinis II.4.1 Infertilitas Infertilitas pada sindrom ovarium polikistik berkaitan dengan dua hal. Pertama karena adanya oligoovulasi/anovulasi. Keadaan ini berkaitan dengan hiperinsulinemia di mana terdapat resistensi insulin karena sel-sel jaringan perifer khususnya ototdan jaringan lemak tidak dapat menggunakan insulin sehingga banyak dijumpai pada sirkulasi darah. Makin tinggi kadar insulin seorang wanita, makin jarang wanita tersebut mengalami menstruasi. Penyebab yang kedua adalah adanya kadar LH yang tinggi sehingga merangsang sintesa androgen. Testosteron menekan sekresi SHBG oleh hati sehingga kadar testosteron dan estradiol bebas meningkat. Kenaikan kadar estradiol memberi 4

umpan balik positif terhadap LH sehingga kadar LH makin meningkat lagi sedangkan kadar FSH tetap rendah. Hal ini menyebabkan pertumbuhan folikel terhambat, tidak pernah menjadi matang apalagi terjadi ovulasi. 2 II.4.2 Hipertensi dan penyakit jantung koroner Diketahui bahwa obesitas sering diderita oleh pasien sindrom ovarium polikistik. Lemak tubuh yang berlebihan ini memberi konsekuensi terjadinya resistensi insulin. Obesitas dan resistensi insulin mengarah pada perubahan respons sel-sel lemak terhadap insulin, di mana terjadi gangguan supresi pengeluaran lemak bebas dari jaringan lemak. Peningkatan lemak bebas yang masuk ke dalam sirkulasi portal meningkatkan produksi trigliserida, selain itu juga terdapat peningkatan aktivitas enzim lipase yang bertugas mengubah partikel lipoprotein yang besar menjadi lebih kecil. Akibatnya ditemukan penurunan konsentrasi kolesterol high density lipoprotein (HDL) dan peningkatan kadar kolesterol low density lipoprotein (LDL) yang bersifat aterogenik sehingga mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah dengan akibat berkurangnya kelenturan yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Kombinasi trigliserida yang tinggi dan kolesterol HDL yang rendah berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskuler, yang pada pasien sindrom ovarium polikistik muncul di usia yang relatif lebih muda. 2 II.4.3 Diabetes melitus Sindrom ovarium polikistik berkaitan erat dengan masalah insulin. Adanya resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin menyebabkan organ tubuh tidak dapat menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sehingga kadarnya meningkat di dalam darah. 2 II.4.4 Masalah kulit dan hirsutisme

Keadaan ini berkaitan dengan hiperandrogenisme. Kadar androgen yang tinggi menyebabkan pengeluaran sebum yang berlebihan sehingga menyebabkan masalah pada kulit dan rambut. Pasien mengeluhkan seringnya terjadi peradangan pada kulit akibat penyumbatan pori serta pertumbuhan rambut pada tubuh yang berlebihan. Kelainan yang biasanya timbul adalah dermatitis seboroik, hidradenitis supuratif, akantosis nigrikans dan kebotakan. Akantosis nigrikans selain berhubungan dengan keadaan hiperandrogen juga terkait dengan adanya hiperinsulinemia. 2 II.4.5 Obesitas Obesitas pada sindrom ovarium polikistik dideskripsikan sebagai obesitas sentripetal, di mana distribusi lemak ada di bagian sentral tubuh terutama di punggung dan paha. Wanita dengan sindrom ini sangat mudah bertambah berat tubuhnya. Obesitas tipe ini berkaitan dengan peningkatan risiko menderita hipertensi dan diabetes. 2

5

II.4.6 Kanker endometrium

Risiko lain yang dihadapi wanita dengan sindrom ini adalah meningkatnya insiden kejadian kanker endometrium. Hal ini berhubungan dengan kadar estrogen yang selalu tinggi sehingga endometrium selalu terpapar oleh estrogen ditambah adanya defisiensi progesteron. Kanker ini biasanya berdiferensiasi baik, angka kesembuhan lesi tingkat I mencapai angka >90%. Kadar estrogen yang tinggi kemungkinan juga meningkatkan terjadinya kanker payudara. 2

II.5 Tatalaksana II.5.1 Non-Farmakologi Terapi gaya hidup dianggap sebagai lini pertama untuk wanita dengan PCOS, menargetkan pencegahan kenaikan berat badan dan mempromosikan penurunan berat badan jika diperlukan. Tingkat kesuburan wanita akan lebih rendah pada wanita dengan BMI > 30-32 kg/m2, dan manfaat intervensi gaya hidup mempertahakan kesuburan dan termasuk pencegahan DM tipe 2. Masih ada kualitas yang tidak memadai dari bukti hasil wanita yang kehamilan dengan intervensi gaya hidup di PCOS. Oleh karena itu terapi farmakologis termasuk klomifen sitrat, metformin, dan gonadotrofin tersedia dan efektif dalam meningkatkan kesuburan pada wanita dengan PCOS.3 Dari 10 Randomized Controlled Trials (RCTs) dari risiko sedang hingga tinggi risiko bias membandingkan berbagai jenis intervensi gaya hidupintervensi gaya hidup (termasuk diet rendah karbohidrat atau makana sehat, program latihan dan sesi kelompok) dan terapi farmakologis (termasuk metformin atau klomifen sitrat) pada wanita dengan PCOS dan BMI >25 kg / m2. Ada sedikit perbedaan antara terapi gaya hidup (diet) (dengan atau tanpa plasebo) dan terapi farmakologis (dengan atau tanpa terapi gaya hidup [diet]) untuk hasil kesuburan. Gambineri dan rekannya melaporkan bahwa metformin lebih baik dari pada plasebo plus diet untuk pola menstruasi setelah 6 bulan (P = 0,03) dan 12 bulan (P = 0,003) dan menemukan perubahan dalam frekuensi menstruasi dari awal menjadi 12 bulan (P = 0,01). Pasquali dan rekannya melaporkan bahwa metformin plus diet lebih baik daripada plasebo plus diet (P <0,05) untuk frekuensi menstruasi. Studi lain melaporkan bahwa gaya hidup ditambah klomifen sitrat lebih baik daripada gaya hidup saja untuk tingkat ovulasi dan frekuensi menstruasi (P <0,05). 3 Manajemen gaya hidup, termasuk program diet dan olahraga, harus digunakan seumur hidup pada wanita dengan PCOS untuk mengoptimalkan kesehatan secara umum dan untuk meningkatkan kesuburan. Stimulasi ovarium dan/atau kesuburan secara farmakologis tidak boleh diresepkan untuk wanita yang obesitas dengan (BMI> 35 kg/

6

m2) kecuali telah terjadi penurunan berat badan yang sesuai, sesuai dengan rekomendasi Royal Australian dan New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists. 3 II.5.2 Farmakologi II.5.2.1 Hirsutism dan Acne Jerawat biasa terjadi pada populasi umum dan pada pasien dengan PCOS. Kontrasepsi hormon adalah obat lini pertama untuk mengobati jerawat yang berhubungan dengan PCOS dan dapat digunakan bersamaan dengan terapi jerawat topikal standar (mis., Retinoid, antibiotik, benzoil peroksida) atau sebagai monoterapi. Antiandrogen, spironolactone menjadi yang paling umum dan dapat ditambahkan sebagai obat lini kedua.1 Gambar 2. Pengobatan untuk PCOS1

Hirsutisme adalah manifestasi hiperandrogenik yang mengganggu dari PCOS yang mungkin memerlukan setidaknya enam bulan pengobatan sebelum 7

perbaikan dimulai. Menurut ulasan Cochrane 2015, terapi lini pertama yang paling efektif untuk hirsutisme ringan adalah kontrasepsi oral. Spironolakton 100 mg setiap hari dan flutamide 250 mg dua kali sehari, aman untuk digunakan pasien, tetapi bukti efektivitasnya minimal. Terapi lain termasuk eflornithine (Vaniqa), elektrolisis, atau terapi berbasis cahaya seperti laser dan cahaya berdenyut intens. Semua ini dapat digunakan sebagai monoterapi dalam kasuskasus ringan atau sebagai terapi tambahan di Indonesia dengan kasus yang lebih parah. 1 II.5.2.2 Anovulasi dan Infertil Clomiphene citrate adalah modulator reseptor estrogen selektif dengan esterogenik dan antioestrogenik properti. Ini pertama kali disetujui untuk pengelolaan anovulasi pada tahun 1967 dan telah menjadi agen induksi ovulasi lini pertama selama lebih dari 40 tahun. Clomiphene citrate ini menghambat reseptor estradiol yang mengikat hipotalamus dan hipofisis sehingga menghalangi umpan balik negatif. Serta merangsang pelepasan hipotalamus dan penghambatan negatif serta meningkatkan hormon gonadotrophin releasing, yang pada gilirannya meningkatkan FSH dan merangsang pertumbuhan folikel dan ovulasi.3,4 Praktik standar adalah melakukan titrasi dosis clomiphene citrate hingga 150mg / hari jika ovulasi tidak tercapai, di mana titik resistensi clomiphene sitrat (CCR) tercapai. Jika ovulasi tidak tercapai setelah enam siklus ovulasi dengan klomifen sitrat, ini disebut keadaan kegagalan klomifen sitrat. Studi dengan clomiphene citrate menunjukkan tingkat ovulasi 60% -85% dan tingkat kehamilan 30% - 50% setelah enam siklus ovulasi. Perbedaan antara tingkat ovulasi dan tingkat kehamilan telah dikaitkan dengan efek klomifen sitrat anti-estrogenik. Yang terbaik adalah membatasi paparan seumur hidup pada 12 siklus perawatan, dengan kekhawatiran peningkatan risiko tumor ovarium terhadap paparan yang lebih lama. 3

8

Gambar 3. Farmakologi induksi ovulasi3

Insulin resisten yang menyebabkan hiperinsulinemia meningkatkan biosintesis androgen ovarium dan menurunkan sintesis SHBG, yang selanjutnya meningkatkan androgen bebas. Kelebihan androgen dan insulin menyebabkan atresia folikuler dini dan anovulasi. Wawasan mekanistik ini telah menyebabkan penggunaan obat peka insulin dalam PCOS. Metformin telah digunakan secara luas dalam DM tipe 2 adalah yang paling banyak dipelajari dalam PCOS dan memiliki profil keamanan yang paling meyakinkan. 3 Metformin harus ditambahkan ke klomifen sitrat pada wanita dengan CCR PCOS; metformin sendiri dapat digunakan pada wanita dengan PCOS dengan BMI <30 kg/m2 dan klomifen sitrat harus ditambahkan ke metformin untuk wanita dengan PCOS dengan BMI >30 kg/m2. Ini dapat mengakibatkan perubahan dalam perawatan biasa sebagai dokter sekarang mungkin lebih cenderung meresepkan metformin. Metformin dapat dikaitkan dengan efek samping gastrointestinal ringan dan wanita harus diberitahu tentang ini. 3

9

Kotak 1: Metformin Vs Placebo dalam PCOS3

Kotak 2. Metformin Vs klomifen sitrat dalam PCOS3

Laju ovulasi: Metformin mengungguli plasebo di antara keseluruhan wanita dengan PCOS (didefinisikan sebagai semua wanita dengan PCOS dalam penelitian atau studi yang relevan, terlepas dari indeks massa tubuh [BMI] atau paparan clomiphene sitrat atau sensitivitas) (P <0,001), di antara wanita dengan PCOS dengan BMI <30 kg/m2 (P <0,001), dengan BMI >30 kg/m2 (P = 0,007) dan di antara wanita dengan PCOS yang resisten sitrat (CCR) nonclomiphene sitrat (didefinisikan sebagai clomiphene citrate sensitif atau tidak diketahui sensitivitas clomiphene sitrat). Ada heterogenitas statistik yang signifikan di antara wanita secara keseluruhan dengan PCOS (I2 = 69%) dan di antara mereka dengan BMI <30 kg/m2 (I2 = 88%). Tingkat ovulasi serupa antara kelompok pada wanita CCR.

Laju ovulasi: Klomifen sitrat mengungguli metformin di antara keseluruhan wanita dengan PCOS (didefinisikan sebagai semua wanita dengan PCOS dalam studi atau studi yang relevan, terlepas dari indeks massa tubuh [BMI]) (P <0,001) dan di antara mereka dengan BMI >30 kg/m2 (P <0,001). Heterogenitas statistik signifikan di antara perempuan secara keseluruhan dengan PCOS (I2 = 78%). Klomifen sitrat sebanding dengan metformin di antara mereka yang memiliki BMI <30 kg/m2.

Tingkat kehamilan: Metformin mengungguli plasebo di antara wanita keseluruhan dengan PCOS (P <0,001), tanpa heterogenitas statistik (I2 = 0) dan di antara mereka dengan BMI <30 kg/m2 (P <0,001) dengan sedikit heterogenitas statistik (I2 = 40%). Tingkat kelahiran hidup: Tidak ada perbedaan antara metformin dan plasebo pada wanita secara keseluruhan dengan PCOS, pada wanita dengan CCR dan wanita dengan BMI >30 kg/m2. Tingkat keguguran: Tidak ada perbedaan antara metformin dan plasebo pada keseluruhan wanita dengan PCOS. Efek buruk: Metformin menginduksi lebih banyak efek samping terkait gastrointestinal dibandingkan dengan plasebo (P <0,001), dengan sedikit statistik heterogenitas (I2 = 25%).

10

Tingkat kehamilan: Clomiphene citrate mengungguli metformin di antara keseluruhan wanita dengan PCOS (P = 0,018) dan di antara mereka dengan BMI >30 kg/m2 (P <0,001). Namun, ada heterogenitas statistik yang signifikan terlihat pada keseluruhan wanita dengan PCOS (I2 = 91%). Metformin mengungguli klomifen sitrat di antara mereka yang memiliki BMI <30 kg/m2; Namun, ini didasarkan pada studi tunggal (P = 0,003). Tingkat kelahiran hidup: Clomiphene sitrat dan metformin sebanding pada keseluruhan wanita dengan PCOS, dengan statistic heterogenitas. Klomifen sitrat lebih baik daripada metformin untuk tingkat kelahiran hidup pada mereka yang memiliki BMI >30 kg/m2 (P <0,002) tanpa heterogenitas statistik (I2 = 0). Metformin mengungguli klomifen sitrat pada mereka yang memiliki BMI <30 kg/m2; Namun, ini didasarkan pada studi tunggal (P <0,001). Efek buruk: Tidak ada perbedaan dalam tingkat kehamilan ganda (tanpa heterogenitas statistik) dan tingkat keguguran (dengan heterogenitas statistik) antara metformin dan klomifen sitrat pada wanita keseluruhan dengan PCOS.

Kotak 3. Metformin plus clomiphene citrate versus clomiphene sitrat sendirian dalam PCOS3 Laju ovulasi: Metformin plus clomiphene citrate lebih baik dibandingkan clomiphene sitrat saja di antara wanita secara keseluruhan dengan PCOS (didefinisikan sebagai semua wanita dengan PCOS dalam penelitian atau studi yang relevan, terlepas dari indeks massa tubuh [BMI]) (P <0,001) dan di antara mereka dengan BMI <30 kg/m2 (P = 0,009), dengan BMI >30 kg/m2 (P <0,001), dengan PCOS yang tahan clomiphene sitrat (CCR) (P <0,001), dengan PCOS non-CCR dan di mana status CCR tidak diketahui (P <0,001). Namun, ada heterogenitas statistik yang signifikan dalam perbandingan kelompok ini (I2> 65%), kecuali di antara wanita dengan CCR PCOS (I2 = 0). Tidak ada perbedaan antara dua perawatan pada wanita dengan PCOS yang sensitif terhadap clomiphene. Tingkat kehamilan: Metformin plus clomiphene sitrat lebih baik daripada clomiphene sitrat saja di antara wanita keseluruhan dengan PCOS (P = 0,006), di antara mereka dengan BMI >30 kg/m2 (P = 0,004), wanita naif clomiphene sitrat (P <0,001), dan wanita dengan CCR PCOS (P <0,001). Ada heterogenitas statistik yang signifikan dalam semua perbandingan kelompok ini (I2> 58%) kecuali di antara mereka dengan BMI >30 kg/m2 (I2 = 40%) dan mereka yang dengan CCR PCOS (I2 = 0). Tidak ada perbedaan antara metformin plus clomiphene citrate dan clomiphene citrate saja di antara mereka yang memiliki BMI <30 kg/m2, PCOS non-CCR, dan mereka dengan sensitivitas clomiphene sitrat yang tidak diketahui. Tingkat kelahiran hidup: Metformin plus clomiphene citrate lebih baik daripada thanclomiphene citrate yang lebih baik untuk meningkatkan tingkat kelahiran hidup di antara wanita dengan CCR PCOS (P = 0,03), tanpa heterogenitas statistik (I2 = 0). Tingkat kelahiran hidup adalah serupa di antara dua kelompok secara keseluruhan, pada mereka yang memiliki BMI <30 kg/m2, BMI >30 kg/m2 dan closifen sitrat naif 11 PCOS. Tingkat keguguran serupa pada keseluruhan wanita dengan PCOS dan pada mereka dengan BMI <30kg / m2.

wanita dengan PCOS dan pada mereka dengan BMI <30 kg/m2. Demikian juga, angka kehamilan multipel adalah serupa pada keseluruhan wanita dengan PCOS, pada mereka dengan BMI <30 kg/m2 dan pada mereka dengan sensitivitas clomiphene sitrat yang tidak diketahui. Efek buruk: Klomifen sitrat saja memiliki efek samping gastrointestinal lebih sedikit dibandingkan dengan metformin plus klomifen sitrat.

Kotak 4. Metformin plus clomiphene citrate Vs metformin sendirian dalam PCOS3 Laju ovulasi: Metformin plus clomiphene citrate lebih baikdari metformin saja di antara keseluruhan wanita dengan PCOS (didefinisikan sebagai semua wanita dengan PCOS dalam studi atau studi yang relevan (P <0,001). Tingkat kehamilan: Metformin plus klomifen sitrat lebih baik daripada metformin saja di antara keseluruhan wanita dengan PCOS (P <0,001). Angka kelahiran hidup: Metformin plus clomiphene citrate lebih baik daripada metformin saja pada keseluruhan wanita dengan PCOS (P <0,001). Efek buruk: Tidak ada perbedaan antara metformin ditambah klomifen sitrat dan metformin saja untuk tingkat keguguran atau efek samping pada keseluruhan wanita dengan PCOS.

II.5.3 Pembedahan pada infertile dalam PCOS Operasi ovarium laparoskopi harus dianggap sebagai pengobatan lini kedua yang diindikasikan untuk wanita infertil dan anovulasi CCR PCOS. Bedah ovarium laparoskopi, bila dibandingkan dengan perawatan lini kedua lainnya, sama efektifnya dengan gonadotrofin,dengan lebih sedikit kehamilan multipel. Namun operasi laparoskopi terutama pada wanita yang kelebihan berat badan dikaitkan dengan risiko intra-operatif (yaitu, kesulitan dengan akses ke rongga perut dan manipulasi instrumen bedah, pengurangan paparan bidang operasi) dan risiko pasca operasi (yaitu, perdarahan, infeksi, tromboemboli, atelectasis paru-paru / hipoksemia, dan komplikasi luka). 3,4 Intervensi gaya hidup intensif harus diterapkan untuk semua wanita yang kelebihan berat badan yang ingin meningkatkan kesuburan. Telah disarankan bahwa wanita dengan BMI >35 kg/m2 setelah upaya gagal dalam penurunan berat badan selama lebih dari 1 tahun dapat mempertimbangkan operasi bariatric; Namun, studi bedah umumnya dirancang dengan buruk dan pada tahun 2009 American College of Obstetrics tidak merekomendasikan operasi bariatrik untuk perawatan kesuburan. Operasi bariatrik memiliki komplikasi yang signifikan, termasuk status malabsorptive, masalah psikologis, status gizi buruk dan makan tidak teratur. 3 Operasi bariatrik dapat dianggap sebagai terapi lini kedua untuk meningkatkan hasil kesuburan pada PCOS. Penting untuk dicatat bahwa wanita dengan PCOS yang menjadi hamil setelah operasi bariatric dapat dianggap memiliki kehamilan berisiko tinggi, seperti juga wanita pada populasi umum yang mengalami obesitas pada saat hamil. 3

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Williams T, Mortada R, Porter S. Diagnosis and Treatment of Polycistic Ovary Syndrome. USA: American Academy of Family Physician. 2016. Hal 1-8 2. Maharani L, Wratsangka R. Sindrom Ovarium Polikistik: Permasalahan dan Penatalaksanaannya. Jakarta: Departemen Obstetry dan Gynekologi Fakultas Kedokteran Trisakti. 2002. Hal 1-6 3. Richard S. Legro, Silva A. Arslanian, David A. Ehrmann, Kathleen M. Hoeger, M. Hassan Murad, Renato Pasquali, and Corrine K. Welt. Diagnosis and Treatment of Polycystic Ovary Syndrome: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. USA: The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism dan The Endocrine Society. 2013. Hal 25-31 4. Teede HJ, Misso ML, Deeks AA, Moran LJ, Stuckey BGA, Wong J, Norman RJ,

Costello MF. Assasment and Management of Polycistic Ovary Syndrome: Summary of an Evidence-Based Guideline. Australia: The Medical Journal of Australia. 2011. Hal 65100

13

Related Documents

Tatalaksana
November 2019 31
Tatalaksana Syok
November 2019 37
Tatalaksana Pcos.docx
December 2019 32
Tatalaksana Da.pptx
May 2020 14
Tatalaksana Dbd.docx
May 2020 15
Tatalaksana Oa.docx
June 2020 14

More Documents from "Nabila Daneta"

Tatalaksana Pcos.docx
December 2019 32
Morpot Vl Kapitis.pdf
December 2019 30
Riwayat Psikiatri
December 2019 29
Cbd Non Psikotik Steffi.docx
December 2019 23
Morpot Vl Kapitis.pdf
December 2019 8