Tatalaksana 1 Shinta.docx

  • Uploaded by: layalia
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tatalaksana 1 Shinta.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,498
  • Pages: 11
1. Tetanus Tetanus adalah infeksi bakterial serius yang mengenai sistem syaraf dan menyebabkan otot di tubuh menjadi kaku. Tetanus sering disebut dengan lockjaw (dagu terkunci) karena infeksi sering menyebabkan gangguan kekakuan kotraksi otot di leher dan dagu (mandibula). Meskipun demikian, infeksi ini dapat menyebar ke bagian lain tubuh anda. Infeksi ini dapat mengancam jiwa apabila tidak diobati dengan baik. Tatalaksana Pengobatan dan terapi bergantung dari derajat keparahan pasien infeksi ini biasanya diobati dengan berbagai terapi dan pengobatan, seperti : 1. Antibiotik seperti penisilin untuk membunuh bakteri pada sistemik. 2. Muscle relaksan, untuk mengendalikan spasme otot 3. TIG (Tetanus imunoglobulin) untuk menetralkan toksin bakteria yang muncul dalam tubuh. 4. Vaksin tetanus diberikan selama pengobatan. 5. Membersihkan luka dari kotoran dan sumber bakteria. Pada beberapa kasus, diperlukan tindakan pembedahan berupa debridemen untuk membuang jaringan terinfeksi dan jaringan yang mati. Jika pasien kesulitan

menelan

dan

bernafas,

maka

dibutuhkan

ventilator

untuk

membantu pernafasan. Ventilator adalah mesin yang memindahkan udara masuk dan keluar dari paru-paru menggantikan inspirasi dan ekspirasi pada pasien gagal nafas. 2. HIV AIDS Belum ada obat untuk menyembuhkan infeksi HIV, tapi ada pengobatan yang bisa memperlambat perkembangan penyakit. Perawatan ini bisa membuat orang yang terinfeksi untuk hidup lebih lama dan bisa menjalani pola hidup sehat. Ada berbagai macam jenis obat yang dikombinasikan untuk mengendalikan virus.

Obat-obatan Darurat Awal HIV Jika merasa atau mencurigai baru saja terkena virus dalam rentan waktu 3x24 jam, obat anti HIV bisa mencegah terjadinya infeksi. Obat ini bernama post-exposure prophylaxis (PEP) atau di Indonesia dikenal sebagai profilaksis pasca pajanan. Profilaksis adalah prosedur kesehatan yang bertujuan mencegah daripada mengobati. Pengobatan ini harus dimulai maksimal tiga hari setelah terjadi pajanan (terpapar) terhadap virus. Idealnya, obat ini bisa diminum langsung setelah pajanan terjadi. Makin cepat pengobatan, maka lebih baik. Pengobatan memakai PEP ini berlangsung selama sebulan. Efek samping obat ini serius dan tidak ada jaminan bahwa pengobatan ini akan berhasil. PEP melibatkan obat-obatan yang sama seperti pada orang yang sudah dites positif HIV. Hasil Tes Positif HIV Jika hasil tes positif atau reaktif berarti kita terinfeksi HIV. Hasil tes ini seharusnya disampaikan oleh penyuluh (konselor) atau pun dokter. Mereka akan memberi tahu dampaknya pada kehidupan sehari-hari dan bagaimana menghadapi situasi yang terjadi saat itu. Tes darah akan dilakukan secara teratur untuk mengawasi perkembangan virus sebelum memulai pengobatan. Pengobatan dilakukan setelah virus mulai melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Ini bisa ditentukan dengan mengukur tingkat sel CD4 (sel yang bertugas melawan infeksi) dalam darah. Pengobatan biasanya disarankan setelah CD4 di bawah 350, entah terjadi gejala atau tidak. Jika CD4 sudah mendekati 350, disarankan untuk melakukan pengobatan secepatnya. Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tingkat virus HIV dalam darah. Ini juga untuk mencegah atau menunda penyakit yang terkait dengan HIV. Kemungkinan untuk menyebarkannya juga menjadi lebih kecil.

Keterlibatan Penyakit Lain Bagi penderita hepatitis B dan hepatitis C yang juga terinfeksi HIV, pengobatan disarankan ketika angka CD4 di bawah 500. Jika penderita HIV sedang menjalani radioterapi atau kemoterapi yang akan menekan sistem kekebalan tubuh, pengobatan dilakukan dengan angka CD4 berapa pun. Atau ketika Anda juga menderita penyakit lain seperti TB, penyakit ginjal, dan penyakit otak. Obat-obatan Antiretroviral Antiretroviral (ARV) adalah beberapa obat yang digunakan untuk mengobati infeksi HIV. Obat-obatan ini tidak membunuh virus, tapi memperlambat pertumbuhan virus. HIV bisa mudah beradaptasi dan kebal terhadap satu golongan ARV. Oleh karena itu, kombinasi golongan ARV akan diberikan pada penderita. Beberapa golongan ARV adalah: 

   

NNRTI (Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors). Jenis ARV ini akan bekerja dengan menghilangkan protein yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri. NRTI (Nucleoside reverse transcriptase inhibitors). Golongan ARV ini menghambat perkembangan HIV di dalam sel tubuh. Protease inhibitors. ARV jenis ini akan menghilangkan protease, jenis protein yang juga dibutuhkan HIV untuk memperbanyak diri. Entry inhibitors. ARV jenis ini akan menghalangi HIV untuk memasuki selsel CD4. Integrase inhibitors. Jenis ARV ini akan menghilangkan integrase, protein yang digunakan HIV untuk memasukkan materi genetik ke dalam sel-sel CD4. Pengobatan kombinasi ini lebih dikenal dengan nama terapi antiretroviral (ART). Biasanya pasien akan diberikan tiga golongan obat ARV. Kombinasi obat ARV yang diberikan berbeda-beda pada tiap-tiap orang, jadi jenis pengobatan ini bersifat pribadi atau khusus. Beberapa obat ARV sudah digabungkan menjadi satu pil. Begitu pengobatan HIV dimulai, mungkin obat ini harus dikonsumsi seumur hidup. Jika satu kombinasi ARV tidak berhasil, mungkin perlu beralih ke kombinasi ARV lainnya.

Penggabungan beberapa tipe pengobatan untuk mengatasi infeksi HIV bisa menimbulkan reaksi dan efek samping yang tidak terduga. Selalu konsultasikan kepada dokter sebelum mengonsumsi obat yang lain.

Pengobatan HIV Pada Wanita Hamil Bagi wanita hamil yang positif terinfeksi HIV, ada obat ARV khusus untuk wanita hamil. Obat ini untuk mencegah penularan HIV dari ibu kepada bayinya. Tanpa pengobatan, terdapat perbandingan 25 dari 100 bayi akan terinfeksi HIV. Risiko bisa diturunkan kurang dari satu banding 100 jika diberi pengobatan sejak awal. Dengan pengobatan lebih dini, risiko menularkan virus melalui kelahiran normal tidak meningkat. Tapi bagi beberapa wanita, tetap disarankan untuk melahirkan dengan operasi caesar. Bagi wanita yang terinfeksi HIV, disarankan untuk tidak memberi ASI kepada bayinya. Virus bisa menular melalui proses menyusui. Jika Anda adalah pasangan yang menderita HIV, bicarakan kepada dokter sebagaimana ada pilihan untuk tetap hamil tanpa berisiko tertular HIV. 3. Tension Headache Tension type headache (TTH) adalah keluhan nyeri kepala yang paling sering ditemui dalam praktek sehari-hari. Nyeri kepala jenis ini sering dikaitkan dengan stress dan dikeluhkan menahun. Nyeri kepala jenis TTH memiliki karakteristik bilateral, terasa seperti tertekan atau diikat dengan intensitas ringan atau sedang. Mual muntah (-), fonofobia (+) dan fotofobia (+). Tatalaksana Pada TTH akut, terapi Analgetik tidak boleh diberikan lebih dari 2 hari/minggu 1. Aspirin 1000 mg/hari 2. Asetaminofen 1000 mg/hari 3. NSAID (Naproxen 660-750 mg/hari, ketoprofen 25-50 mg/hari, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari) 4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg

5. Kombinasi: 325 mg Asetaminofen + 40 mg kafein Untuk TTH kronik, dapat diberikan 1. Antidepresan: Amitriptilin (terapeutik dan preventif) 2. Antiansietas: Benzodiazepin Terapi non-farmakologis dapat diberikan untuk membantu mengontrol nyeri 1. Kontrol diet 2. Terapi fisik (latihan postur, Massage, Manual terapi) 3. Terapi perilaku 4. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin Bila dengan pemberian obat-obatan analgetik nyeri kepala tidak membaik, perlu dipertimbangkan untuk merujuk pasien ke SpS

5. Migrain Terapi Penghilang Nyeri Dan Gejala

  

Dikenal sebagai tatalaksana akut atau abortif. Terapi ini dapat diberikan pada saat serangan dan bertujuan untuk mengurangi nyeri kepala dan gejala yang menyertai migraine. Obat yang dapat diberikan antara lain: Obat Anti Inflamasi Non Steroid (Non Steroid Anti Inflammation Drugs / NSAID) NSAID secara umum dapat digunakan sebagai terapi abortif pada nyeri kepala ringan hingga sedang. Beberapa jenis NSAID, seperti ketorolac dapat digunakan untuk mengatasi nyeri kepala berat. Contoh obat NSAID yang dapat digunakan antara lain: Ibuprofen dengan dosis 400-800mg per oral dapat diberikan per 6 jam Ketorolac dengan dosis 30 mg dosis tunggal intravena atau 30 mg per 6 jam tidak lebih dari 120mg/hari Ketoprofen dengan dosis 50 mg per oral dapat diberikan per 6 jam Serotonin 5-HT-Receptor Agonist (Triptans)







Triptans digunakan sebagai terapi abortif pada nyeri kepala sedang hingga berat. Triptans bekerja dengan menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah, menghambat pelepasan neuropeptida dan mengurangi transmisi nyeri pada jalur trigeminal. Triptans memiliki sediaan oral, spray nasal dan injeksi. Efek samping pemberian triptan dapat menyebabkan mual muntah, pusing, asthenia, somnolen, nyeri kepala semakin berat, dan kekakuan pada rahang. Sedian triptans antara lain : Sumatriptan dapat diberikan secara oral, spray nasal atau injeksi subkutan. Pemberian oral dapat dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang 2 jam lagi jika migraine muncul kembali. Dosis maksimal hingga 300 mg per hari. Dosis spray nasal sebesar 20 mg pada salah satu lubang hidung, dapat diulang 2 jam setelah dosis pertama dengan dosis maksimal 40mg per hari. Dosis injeksi subkutan sebesar 6 mg dan dapat diulang setidaknya 1 jam setelah pemberian pertama, dengan dosis maksimal hingga 12 mg per hari Naratriptan memiliki biovailabilitas dan waktu paruh yang lebih lama dibandingkan sumatriptan. Hal ini menyebabkan Naratriptan memiliki angka rekurens nyeri kepala yang lebih rendah, sehingga baik digunakan untuk migraine dengan nyeri yang terus menerus seperti migraine menstrual. Rizatriptan memiliki waktu kerja yang cepat (30 menit) dan efeknya mencapai 71% dalam 2 jam. Merupakan golongan triptan dengan onset kerja yang paling cepat Ergot alkaloid Turunan ergot merupakan golongan nonselektif 5-HT1 reseptor agonis. Dapat digunakan untuk nyeri kepala sedang hingga berat. Ergot menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah kranial dan perifer. Sediaan ergot dalam bentuk ergotamine tartate, dengan dosis pemberian secara sublingual 2 mg pada saat onset serangan dan dapat diberikan 2 mg setiap 30 menit. Dosis maksimal 6 mg per 24 jam. Ergotamine dapat memperberat mual dan muntah yang disebabkan oleh migraine. Sehingga diperlukan pengawasan setelah pemberian ergotamine. Opioid Pemberian kombinasi dengan kodein dapat membantu mengurangi nyeri kepala. Dosis oral dapat diberikan sebesar 30-60 mg per 6 jam dengan dosis maksimal hingga 360 mg perhari. Obat Mual Dan Muntah Antiemetik biasa diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah yang timbul saat migraine. Obat antiemetik yang bisa diberikan antara lain

metoclopramide, ondancetron, domperidone atau chlorpromazine. Metoclopramide dapat diberikan dengan dosis 10-20mg per oral, atau 10 mg melalu intravena. Domperidone dapat diberikan secara oral dengan dosis 2030 mg. Terapi Profilaksis

    

Indikasi pemberian pengobatan profilaksis pada migraine antara lain : Serangan migraine yang berat dan menyebabkan pembatasan aktifitas sehari-hari frekuensi serangan lebih dari 2 kali perbulan Pasien yang tidak respon dengan baik dengan terapi abortif pada saat serangan Durasi serangan lebih dari 24 jam Jenis migraine yang respon terhadap pengobatan preventif dan jenis migraine yang memiliki resiko menyebabkan kerusakan saraf permanen Antikonvulsan Antikonvulsan yang dapat digunakan untuk pencegahan migraine adalah asam valproate dan topiramate. Asam valproate merupakan obat lini pertama. Dosis oral asam valproate untuk profilaksis migraine dimulai dari 250 mg 2 kali per hari dengan dosis maksimal hingga 1 gr per hari. Dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara bertahap. Asam valproate dapat menyebabkan peningkatan berat badan, mual, tremor dan rambut rontok. Topiramate dapat digunakan dengan dosis awal 25 mg perhari setiap malam hari selama 1 minggu. Kemudian dosis ditingkatkan per 25 mg dengan interval 1 minggu. Biasanya diberikan dengan dosis 50-100 mg per hari dengan 2 dosis terbagi. Dosis maksimal pemberian hingga 200 mg per hari. Antihipertensi Beta bloker merupakan golongan antihipertensi yang dapat digunakan untuk mencegah serangan migraine. Propanolol sebagai profilaksis migraine dapat diberikan dengan dosis awal 80 mg/hari dengan dosis per 6-8 jam. Dapat ditingkatkan hingga 20-40 mg/hari setiap 3-4 minggu. Dosis tidak melebihi 160-240 mg per hari. Timolol dapat diberikan dengan dosis 10 mg perhari atau 2 kali per hari. Maksimal diberikan 30mg per hari. Verapamil dapat diberikan per oral dengan dosis 160-320 mg diberikan per 6-8 jam Antidepresan

Antidepresan dapat mengurangi frekuensi serangan dengan mempengaruhi kadar serotonin. Antidepresan yang dapat diberikan adalah amitriptillin dan fluoxetine. Fluoxetine dapat diberikan dengan dosis oral 20-40 mg perhari. Botox Injeksi botox mungkin dapat memberikan manfaat pada pasien dengan nyeri kepala yang tidak sembuh dengan 3 pengobatan preventif konvensional. Botox dapat mengurangi nyeri dengan cara menghambat tranmisi neuromuscular. Injeksi dilakukan pada daerah kulit kepala dan efek baru dapat dirasakan setelah 2-3 bulan penyuntikan. Persiapan rujukan ke rumah sakit

   

Pada kondisi tertentu migraine dapat berubah menjadi kondisi yang berbahaya seperti status migraneous, migranolepsy atau gangguan fungsi motoric. Terkadang juga dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk menyingkirkan kemungkinan lain dari penyebab sakit kepala. Hal tersebut membutuhkan penanganan yang lebih lanjut sehingga perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan rujuk yang dapat dilakukan: Pastikan tanda tanda vital dalam keadaan stabil. Sediakan suplai oksigen yang cukup selama perjalanan merujuk Sediakan obat analgetik, antikonvulsif dan persiapan resusitasi untuk menangani kemungkinan perburukan pasien dalam perjalanan Pada pasien migraine yang disertai dengan gejala mual dan muntah selalu awasi kemungkinan terjadinya dehidrasi Siapkan catatan lengkap tentang riwayat penyakit, pola sakit kepala dan perkembangan sakit kepala untuk mempersingkat pemeriksaan di tempat rujukan Terapi suportif Beberapa modalitas terapi non farmakologis dipercaya dapat mengurangi dan mencegah timbulnya serangan migraine. Terapi tersebut antara lain: Terapi Sikap Dan Perilaku Stress diketahui sebagai salah satu pemicu timbulnya migraine. Dengan mempelajari teknik mengelola stress diharapkan frekuensi serangan dapat berkurang. Akupuntur Beberapa penelitian menunujukkan akupuntur dapat mengurangi nyeri dan frekuensi srengan migraine.

Yoga Yoga yang dilakukan secara teratur minimal selama 3 bulan secara signifikan dapat mengurangi nyeri dan frekuensi serangan. Suplemen Herbal Dan Vitamin Beberapa suplemen vitamin seperti vitamin B2 dan Coenzime Q10 diketahui dapat membantu dalam mengurangi frekuensi serangan 6. Bell’s Palsey Bell’s palsy adalah kelemahan saraf perifer akut dan idiopatik pada nervus facialis yang mempersarafi semua otot mimik wajah. Nervus facialis juga mengandung jaras parasimpatis ke glandula lacrimalis dan salivarius, serta beberapa jaras sensorik yang mempersarafi sensasi kecap di dua pertiga anterior lidah. Tatalaksana 1.

Istirahat terutama pada keadaan akut

2.

Medikamentosa

a. Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit. b. Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus. c.

Perawatan mata:

· Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi yang hilang. · Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur. · Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea 3.

Fisioterapi

Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi. 4.

Operasi

Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif dilakukan apabila : ·

tidak terdapat penyembuhan spontan

·

tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison

KOMPLIKASI 1.

Crocodile tear phenomenon.

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum. 2.

Synkinesis

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabutserabut otot yang salah. 3.

Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme

Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.

Related Documents

Tatalaksana
November 2019 31
Tatalaksana Syok
November 2019 37
Tatalaksana Pcos.docx
December 2019 32
Tatalaksana Da.pptx
May 2020 14
Tatalaksana Dbd.docx
May 2020 15

More Documents from "Ilham Juliaan"