2.7. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Umum (WHO, 2007) Penanganan pada perdarahan pascasalin ditujukan untuk mengembalikan sirkulasi darah normal, maka perlu dilakukan tindakan secara cepat dan tepat. Terapi yang terbaik adalah pencegahan. Maka dari itu perlu kita melakukan (JNPKKR, 2002): 1. Penilaian keadaan pasien secara tepat 2. Pimpin persalinan yang mengacu pada persalinan yang bersih dan aman 3. Lakukan observasi secara ketat selama 2 jam pascasalin, dan dilanjutkan selama 4 jam pasca persalinan. 4. Lakukan penilaian klinik dan siapkan keperluan untuk pertolongan darurat dan untuk persiapan dalam menghadapi komplikasi 5. Atasi syok 6. Pastikan kontraksi uterus baik (keluarkan bekuan darah, masase uterus, uterotonika 10 IU IM, lanjutkan 20 IU dalam 500cc RL/NS 40 tetes/menit) 7. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan periksa kemungkinan robekan jalan lahir 8. Bila perdarahan berlanjut, uji waktu pembekuan 9. Kateterisasi untuk memantau output cairan 10. Cari penyebab dan atasi masalahnya. 11. Setelah perdarahan teratasi (24jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadar Hb : a. Jika Hb kurang dari 7g/dL atau Ht kurang dari 20% (Anemia berat). Berikan transfusi darah dan sulfas ferrous atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 3 bulan b. Setelah 3 bulan, lanjutkan dengan sulfas ferrous atau ferrous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan. c. Jika Hb 7-11g/dL, berikan sulfas ferrous atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan. d. Jika di daerah endemis cacing gelang (prevalensi 20% atau lebih), berikan albendazole 400 mg per oral sekali atau mebendazole 500 mg per oral sekali atau 100 mg dua kali sehari selama 3 hari, atau levamisole 2,5 mg/kgBB per oral sehari sekali selama 3 hari, atau pyrantel 10 mg/kgBB per oral sekali sehari selama 3 hari. e. Pada daerah endemis tinggi (prevalensi 50% atau lebih) berikan terapi dosis tersebut selama 12 minggu setelah dosis pertama.
Tabel 2.3 Jenis uterotonika dan cara pemberian (WHO, 2007) MISOPROSTOL(PGI) JENIS DAN CARA
OKSITOSIN
ERGOMETRIN
15-Methyl Prostaglandin F2alpha(PGF2α)
IV: 40 unit dalam l L
Oral 600 mcg atau
Dosis dan cara
larutan garam
IM atau IV
rectal 400 mcg
pemberian awal
fisiologis dengan 60
(lambat) : 0,2 mg
(Misoprostol) IM : 0,25mg (PGF2α)
tetes/menit IM : 10 unit IV: 20 unit dalam 1 Dosis lanjutan
L larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menit
Dosis maksimal per hari
Tidak lebih dari 3 L larutan dengan oksitosin
Kontra indikasi
Pemberian IV secara cepat / bolus
Ulangi 0,2 mg IM
Oral : 400 mcg 2-4
setelah 15 menit.
jam setelah dosis awal
Bila masih
(misoprostol)
diperlukan beri
IM : 0,25 mg setiap 15
IM/IV setiap 4 jam
menit (PGF2α) Total 1200 mg atau 3
Total 1 g atau 5
dosis (misoprostol)
dosis
Delapan dosis : 2mg (PGF2α)
Preeklampsia, vitium cordis,
Nyeri kontraksi
hipertensi
Asma
Tindakan-tindakan pendukung (Cunningham et al, 2005): 1. Dalam keadaan perdarahan yang berlebihan, segera dilakukan pengeluaran plasenta dengan tangan daripada menunggu lahir spontan.
Sementara itu
darah dipersiapkan untuk kemungkinan transfusi. 2. Inspeksi dengan teliti ke dalam saluran genital dengan pencahayaan yang cukup. 3. Hentikan pemberian anestesi umum, oksigen diberikan dengan sungkup muka 4. Sampai darah tersedia, plasma ekspander seperti RL harus dipakai, minimum 1 liter PRC atau darah segar harus ditranfusikan.
5. Perhitungkan resiko-resiko dari tranfusi komponen komponen darah dewasa. 6. Kalau tekanan darah menurun, tinggikan kaki 7. Pada atonia uteri, dianjurkan melakukan pijatan pada rahim dan kompresi pada aorta 8. Jarang sekali diperlukan tranfusi trombosit kriopresipitat atau plasma segar yang dibekukan. Pemeriksaan fungsi koagulasi (PTT, PT, hitung trombosit) harus dilakukan setelah pemberian setiap 5-10 unit darah.
Jika ada
hipofibrinogenemia, haruslah diberikan fibrinogen dalam kriopresipitat atau plasma segar yang dibekukan secara IV.
Jika ada trombositopenia berat
(20.000/mm3 atau kurang), harus diberikan 6-10 pak trombosit untuk menaikkan hitung trombosit sebesar 15.000 -60.000 / mm3 9. Pemeriksaan USG untuk mengetahui adanya sisa plasenta yang tertahan di dalam rahim pada perdarahan post partum akut atau yang tertunda sangat berguna sekali.
B. Penatalaksanaan Khusus Berdasarkan Etiologi
1. Penatalaksanaan Atonia uteri (Cunningham et al, 2005) (Hanifa, 1997) -
Lakukan penilaian klinik
-
Sementara dilakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan masase uterus
-
Derivat oksitosin 20-40 unit oksitosin dalam satu liter cairan IV pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan rahim dalam keadaan kontraksi (Hanifa, 1997).
-
Derivate ergot Jika pemberian infuse oksitosin cepat tidak efektif, maka diberikan metilergonovin 0,2 mg IM atau IV. Hal ini akan menstimulasi uterus untuk berkontraksi dengan baik untuk mengendalikan perdarahan.
Dengan pemberian IV dapat menyebabkan
hipertensi, terutama pada wanita dengan preeklampsi (Cunningham et al, 2005). -
Prostaglandin 15-methyl
derivate
dari
prostaglandin
F2α
(carboprost
tromethamine)pada
pertengahan tahun 1980 disetujui penggunannya untuk mengatasi atonia uteri oleh Food and Drug Administration. Dosis inisial yang direkomendasikan adalah 250µg (0,25 mg) diberikan IM, dan dapat diulang jika perlu dalam interval 15 sampai 90
menit. Pemberian carboprost dapat menimbulkan diare, hipertensi, muntah, demam, flushing, dan takikardi. Pemberian per rectal prostaglandin E2 20 mg suppositoria sudah digunakan untuk mengatasi atonia uterus, tapi belum ada penelitian klinikal trial (Hanifa, 1997). -
Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal, lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tak ada laserasi jalan lahir
-
Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan
-
Lakukan tes waktu pembekuan untuk konfirmasi sistem pembekuan darah
-
Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut (Cunningham et al, 2005):
Gunakan kompresi uterus bimanual. Teknik ini berupa penekanan dinding posterior uterus dengan tangan pada abdomen ditambah penekanan dinding anterior uterus melalui vagina dengan tangan satunya lagi.
Mencari pertolongan
Tambahkan infus satu lagi supaya oksitosin dapat diberikan bersamaan dengan tranfusi darah.
Mulai tranfusi darah.
Eksplorasi uterus secara seksama untuk melepaskan sisa-sisa plasenta
Lakukan inspeksi pada serviks dan vagina juga.
Pasang foley kateter untuk monitor urine output.
Kompresi bimanual eksternal Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan. Bila belum berhasil, coba dengan kompresi bimanual internal.
Kompresi bimanual internal Uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam untuk menjepit pembuluh darah didalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berukuran atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi, coba kompresi aorta abdominalis.
Kompresi aorta abdominalis Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
Gambar 2.1 Kompresi Bimanual Interna ( Sumber: Cunningham et al, 2005)
Gambar 2.2 Kompresi Bimanual Externa
Tindakan operatif Dilakukan jika prosedur diatas tetap tidak dapat menghentikan perdarahan
a) Ligasi arteri uterina Perut dibuka, rahim ditinggikan dengan tangan operator, dan daerah pembuluh darah rahim di dalam ligamentum latum bagian bawah dibuka. Dengan menggunakan jarum yang besar dan benang chromic catgut atau vicryl no.1, dibuat sebuah jahitan melalui bagian terbesar segmen bawah otot rahim, 2-3 cm medial dari pembuluh darah.
Pembuluh-pembuluh darah itu diikat tetapi tidak dipotong.
Haid dan
kehamilan tidak terpengaruh (WHO, 2007).
Gambar 2.3 Ligasi a.uterina
b) Ligasi arteri hipogastrika Arteri iliaca communis dan cabang-cabangnya yaitu arteri iliaca externa dan arteri iliaca interna (hypogastrica) dipalpasi dan dilihat melalui peritoneum posterior. Ureter menyilang di depan percabangan a. Iliaca communis, dan perlu diidentifikasi untuk mencegah kerusakan yang potensial. Peritoneum posterior ditegangkan dan disayat dalam arah memanjang setinggi asal a.iliaca interna. Dua buah jahitan benang sutra no 2-0 ditempatkan mengelilingi a.iliaca interna berjarak 1 cm dan kemudian diikat pada tiap sisi (WHO, 2007).
Gambar 2.4 ligasi a. iliaca interna
c) Histerektomi Bila prosedur-prosedur di atas tidak efektif atau bila waktu tidak memungkinkan, haruslah dilakukan histerektomi. Kematian setelah atau saat histerektomi dilakukan biasanya adalah sebagai akibat keterlambatan melakukan operasi sampai keadaan pasien sudah sangat berat (WHO, 2007).
d) Uterine compression suture (B-Lynch) Yaitu melakukan jahitan chromic disekeliling uterus untuk menekan dinding anterior dan posterior uterus.
Gambar 2.5 Uterine compression suture
e) Uterine Packing Kateter foley no.24F dengan balon 30ml dimasukan kedalam cavum uteri dan diisi cairan sebanyak 60-80ml. Setelah perdarahan berhenti kateter dilepaskan setelah 1224 jam (Cunningham et al, 2005).
Cat: a), b) dan e) untuk yang masih menginginkan anak
1. Penatalaksanaan Retensio Plasenta 1. Retensio plasenta dengan separasi parsial
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat
Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc RL dengan 40 tetesan permenit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal (sebaiknya tidak mengunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam cavum uteri)
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus (melepaskan plasenta yang melekat erat secara paksa, dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi)
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia
Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan
Beri antibiotika profilaksis (Ampisilin 2 g IV/oral + Metronidazol 1 supositoria/oral)
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, dan syok neurogenik. 11
2. Plasenta inkarserata o Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan o Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontraksi serviks dan melahirkan plasenta o Pilih fluothane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat tetapi siapkan infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL RL dengan 40 tetes permenit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut o Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan
analgesik (Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV dan sedatif seperti Diazepam 5 mg IV pada tabung suntik yang terpisah) o Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uterus dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan yang diperlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan-bahan sedativa, analgetika atau anestesia umum ( mual, muntah, cegah aspirasi bahan muntahan, hipo/atonia uteri, vertigo, halusinasi, pusing/vertigo, dan mengantuk ) 5
Gambar 2.6 Cara Mengeluarkan Plasenta dengan Tangan 1
Gambar 2.7 Teknik pengeluaran plasenta cara dari Brandt o Manuver sekrup: -
Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak dengan jelas
-
Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
-
Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak lebih jelas
-
Tarik tali pusat kelateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten untuk memegang klem tersebut
-
Lakukan hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang berlawanan
-
Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil diputar searah jarum jam, tarik plasenta keluar perlahan-lahan melalui pembukaan ostium.5
3. Plasenta akreta Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus apabila tali pusat ditarik. Dari pemeriksaan dalam adalah sulitnya melakukan perabaan tepi plasenta karena implantasi yang dalam. Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.12 4. Sisa plasenta Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah Ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3x1 g oral dikombinasi dengan Metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3x500 mg oral. Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi digital ( bila serviks terbuka ) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase. Bila kadar Hb < 8 g% berikan tranfusi darah, bila kadar Hb > 8 g% berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 12 1. Penatalaksanaan Inversio Uteri1 Penanganan inversio uteri membutuhkan pemikiran yang cepat. Pasien dengan cepat mengalami syok, dan dibutuhkan pemulihan volume intravaskuler yang segera dengan kristaloid intravena. Ahli anestesiologi harus dipanggil. Uterus yang mengalami inversio direposisi dengan mendorong fundus dengan telapak tangan dan jari sesuai arah memanjang uterus. Lebih baik siapkan 2 jalur infus untuk tranfusi dan pemberian cairan resusitasi. Kalau plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uterus direposisi, jalur infus terpasang, dan anestesi diberikan, karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Setelah plasenta dilepaskan, telapak tangan diletakkan ditengah fundus dengan jari diekstensikan. Kemudian diberi tekanan dengan didorong ke atas. Setelah reposisi berhasil diberi pitocin drip dan dapat juga dilakukan tamponade rahim supaya tidak terjadi lagi inversio,kalu reposisi manual tidak berhasil dilakukan reposisi operatif.
Cara caranya: Abdominal: Haultain Huntington Vaginal: Kustner (fornix posterior) Spinelli (fornix anterior) 15
Gambar 2.8 Cara manual dalam melakukan reposisi uterus yang mengalami inversi 16
Gambar 2.9 Huntington Manuver 16 2. Penatalaksanaan Ruptur perineum dan robekan dinding vagina: - Lakukan eksplorasi untuk mengedintifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan - Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik - Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan, kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap - Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator - Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rectum. 3
3. Penatalaksanaan Robekan servik - Robekan servik sering terjadi pada sisi lateral karena servik yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi - Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio - Jepitkan klem ovum pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan dapat segera dihentikan - Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan - Beri antibiotik profilaksis, kecuali bila jelas ditemukan tanda tanda infeksi
- Bila terjadi defisit cairan, lakukan restorasi, dan bila kadar HB dibawah 8 gr% berikan tranfusi darah
Gambar 2.10 Cara memperbaiki robekan cervix 16
A. Penanganan kelainan pembekuan Pasien dengan trombositopenia membutuhkan infus konsentrat trombosit, pasien dengan penyakit Von willebrand membutuhkan plasma beku yang segar. Infus sel darah merah yang dimampatkan diberikan pada pasien yang telah mengalami perdarahan yang cukup sehingga menurunkan populasi sel darah merah yang beredar, sehingga cukup membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan. Biasanya, hematokrit yang lebih dari 25 % sudah mencukupi. Tranfusi masif (lebih dari 3 liter), terutama dengan darah lengkap, akan memperberat sistem pembekuan yang sudah terganggu dengan semakin menghabiskan trombosit dan faktor-faktor V dan VIII. Karena itu 1 unit plasma beku yang segar harus diberikan untuk setiap 2 unit darah setelah 6 unit telah di tranfusikan.12
Tabel.2.4 Hasil-hasil darah yang digunakan untuk mengoreksi gangguan pembekuan. Produk darah
Volume ( mL ) dalam 1 Efek tranfusi unit
Konsentrat trombosit
30-40
Meningkatkan
hitung
trombosit dengan sekitar 20000 sampai 25000 Kriopresipitat
15-25
Memasok
fibrinogen,
faktor VIII, dan faktor
XIII ( 3 sampai 10 kali lebih terkonsentrasi dari pada volume yang setara dengan plasma segar ) Plasma
beku
yang 200
segar Sel
Memasok semua faktor kecuali trombosit
darah
merah 200
mampat
Menaikkan hematokrit 3 sampai 4 %
Sumber: Gilstrap.12 1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K. Chapter 25 Obstetrical Hemorrhage, Section VII; Obstetrical complication, dalam William Obstetrics 22th edition. Philadelphia. McGrawHill.2005 p:635-663 (1) 2. Hanifa W. Gangguan Dalam Kala III Persalinan, dalam Ilmu Kebidanan. Edisi 3.1997 Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. (2)
3. Smith J.R, Postpartum Haemorrhage, updated 23 September 2014. Diakses tanggal 27 Februari 2015 dari http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview (3) 4. Abdul B.S. Perdarahan Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal. Jakarta. YBP-SP.2000. Hal 173-183; 644-674 (12) 5. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Diakses tanggal 24 Februari 2015 dari http://whqlibdoc.who.int/publications/2007/92415458 79_eng.pdf (13) 6. JNPKKR.POGI. Perdarahan Setelah Bayi Lahir, dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal edisi kedua. Prawiroharjo S. Ed.Jakarta.YBP-SP. 2002. Hal M-26 – M-32 (14)
7. Neville F.H, Moore J.G. Postpartum Haemorrhage and Sepsis, dalam Essentials Obstetrics and Gynecology. 2nd edition. Philadelphia : WB Saunders Company. 2001 : 319-321 (15) 8. Gilstrap. L.C. Management Post Partum Hemorrhage. dalam Operative Obstetrics, 2nd edition. NewYork, 2002. p :246; 415-416 (17)