Tata Cara Pasang Penangkal Petir.doc

  • Uploaded by: eka
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tata Cara Pasang Penangkal Petir.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 1,388
  • Pages: 4
Tahapan-tahapan proses yang harus dilakukan agar pasang penangkal petir dapat bekerja secara optimal : 1. Pembuatan Sistem Pembumian atau Grounding System Langkah awal yang harus dilakukan dalam tata cara pasang penangkal petir adalah membuat rangkaian sistem pembumian atau grounding system, sistem pembumian atau grounding system adalah pusat akhir pembuangan atau penampungan alami dari arus energi utama petir. Pembuatan sistem pembumian atau grounding system dapat dilakukan dengan cara pengeboran maupun penggalian pada kedalaman tertentu agar dapat menanam elektroda untuk mendapatkan nilai resistansi (tahanan) tanah yang diharuskan agar dapat bekerja secara optimal sehingga tidak mengakibatkan efek thermal atau arus balik.

Nilai resistansi (tahanan) tanah pada sistem pembumian atau grounding system penangkal petir yang di haruskan sesuai standard nasional dan internasional adalah sebesar maksimum atau dibawah 5Ω ohm untuk sistem penangkal petir aktif / radius / elektrostatis / Early Streamer Emision (ESE), dan maksimum atau dibawah 10Ω ohm untuk sistem penangkal petir tidak aktif atau pasif (Sistem Konvensional). Pengukuran Nilai resistansi (tahanan) tanah pada sistem pembumian atau grounding system penangkal petir dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah alat digital bernama Test Grounding Earth atau biasa disebut dengan istilah test mejer. Nilai resistansi (tahanan) tanah pada sistem pembumian atau grounding system penangkal petir adalah sebuah acuan nilai yang digunakan untuk mengetahui seberapa kuat tahanan tanah terhadap kontak seperti energi arus sambaran petir, apabila standard nilai resistansi (tahanan) tanah dapat terpenuhi maka dapat dipastikan tanah tersebut dapat menahan dengan baik terhadap kontak energi arus sambaran petir sehingga dapat meredam energi arus sambaran petir tersebut yang kemudian akan menyebar secara alamiah didalam tanah, apabila standard nilai resistansi (tahanan) tanah tidak dapat terpenuhi maka dapat dipastikan tanah tersebut tidak dapat menahan dengan baik terhadap kontak energi arus sambaran petir sehingga tidak dapat meredam energi arus sambaran petir tersebut yang kemudian arus energi sambaran petir tersebut akan berbalik arah, inilah yang dinamakan efek thermal atau arus balik yang kekuatannya bisa mencapai 10x lebih besar dari arus energi sambaran petir pada awalnya. Untuk mendapatkan nilai resistansi (tahanan) tanah yang diharuskan, diperlukan pengetahuan yang baik mengenai tekstur, struktur dan zat hara / mineral yang terkandung dalam tanah serta bahan material yang digunakan dalam sistem pembumian atau grounding system, hal ini dikarenakan tekstur, struktur dan zat hara / mineral yang terkandung dalam tanah disetiap wilayah berbeda-beda.

Sebagai contoh di wilayah tertentu pada kedalaman 6-12 meter dibawah permukaan tanah sudah memiliki tekstur, struktur dan zat hara / mineral yang baik sehingga nilai resistansi (tahanan) tanah yang diharuskan dapat terpenuhi, namun ada juga di wilayah tertentu walaupun sudah dilakukan pengeboran hingga 20-30 meter atau lebih masih belum memiliki memiliki tekstur, struktur dan zat hara / mineral yang baik sehingga nilai resistansi (tahanan) tanah yang diharuskan tidak dapat terpenuhi. Tekstur, struktur dan zat hara / mineral dalam tanah yang dapat dikategorikan baik sehingga dapat dengan mudah mendapatkan nilai resistansi hingga 0.001Ω ohm yaitu :  Tanah dengan kadar air mengandung ion hidrogen dan kalium yang tinggi  Tanah dengan kadar asam sulfat yang tinggi  Tanah dengan kadar garam Nacl yang tinggi Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam membuat sistem pembumian atau grounding system agar nilai resistansi (tahanan) tanah yang diharuskan dapat terpenuhi, yaitu : a) Teknik Vertikal, dapat dilakukan dengan cara melakukan pengeboran dengan kedalaman 6 meter s/d tidak terbatas hingga dapat ditemukan kandungan zat hara / mineral yang baik dalam tekstur dan struktur tanah sehingga nilai tahanan tanah yang diharuskan dapat terpenuhi, kelemahan dari teknik ini adalah kita sulit memastikan pada kedalaman berapa tekstur, struktur dan zat hara / mineral dalam tanah berada. b) Teknik Horisontal, dapat dilakukan dengan cara melakukan penggalian hingga kedalaman 2-4 meter mengelilingi area dari bangunan untuk menanam elektroda dalam tanah hingga nilai resistansi yang diharuskan terpenuhi, teknik ini terbukti ampuh mengatasi kelemahan dari teknik vertikal yang sulit menentukan pada kedalaman berapa tekstur, struktur dan zat hara / mineral dalam tanah berada, karena semakin banyak elektroda yang ditanam dan disebar dalam tanah akan semakin kuat daya tahan tanah terhadap kontak arus anergi petir yang disebar keseluruh elektroda yang ditanam. Namun teknik ini juga memiliki kelemahan yaitu dari segi efisiensi waktu dan biaya, karena waktu yang dihabiskan tidak sedikit melakukan penggalian dan biaya yang dihabiskan tidak sedikit pula untuk membeli material elektroda yang akan ditanam dan disebar dalam tanah. Penggabungan teknik vertikal dan teknik horisontal, dapat dilakukan dengan cara melakukan beberapa titik pengeboran (bisa 2-5 titik pengeboran hingga nilai resistansi terpenuhi) dengan kedalaman 6-9 meter untuk menanam beberapa elektroda (sesuai titik pengeboran) yang saling di-integrasikan antar elektroda yang ditanam pada setiap titik pengeboran. Cara ini terbukti ampuh mengatasi kelemahan yang ada pada teknik vertikal dan teknik horisontal.

Pada kenyataannya banyak praktek langsung para praktisi dilokasi pekerjaan pembuatan grounding system tidak sesuai dengan asumsi dan persepsi tersebut, banyak kejadian ketika sudah dilakukan pengeboran dan pada kedalaman tertentu ditemukan kandungan air lalu ditanam elektroda yang sudah di-integrasikan dengan kabel penghantar, namun yang terjadi ketika dilakukan pengetesan tahanan tanah dengan menggunakan test grounding earth nilai resistansi tahanan tanahnya malah jauh diatas standard nilai resistansi tanah, hal ini sangat mungkin terjadi karena kandungan air dalam tanah tersebut sangat sedikit atau mungkin tidak sama sekali memiliki kandungan zat hara yang dibutuhkan yaitu kandungan ion hidrogen dan kalium pada air dalam tanah. Ketika tahap proses pengeboran atau penggalian selesai dilakukan dan telah didapatkan nilai tahanan tanah yang diharuskan maka selanjutnya masuk pada tahapan penanaman batang elektroda (ground rod) dan kabel elektroda (bc) yang telah saling diintegrasikan dengan baik dan benar agar aliran arus petir dapat terhantar dengan baik.

Bahan yang digunakan pada material elektroda grounding system diharuskan bahan yang memiliki sifat sebagai konduktor atau penghantar arus yang baik seperti tembaga, semi tembaga, baja stainless, galvanish atau besi. 2.

Pembuatan Jalur Kabel Penghantar atau Down Conductor Langkah selanjutnya setelah pembuatan sistem pembumian atau grounding system pada tahapan proses tata cara pasang penangkal petir sesuai aturan dan standard yang sudah ditetapkan adalah pembuatan jalur kabel penghantar atau down conductor.

Sebelum melakukan tahapan membuat penjaluran kabel penghantar atau down conductor diharuskan menentukan besar ukuran kawat pada kabel penghantar berdasar pada jarak bentang sesuai aturan serta standard yang telah ditetapkan. Standard besar ukuran kabel penghantar pada sistem penangkal petir sesuai aturan dan standard nasional (K3 & SNI) serta internasional (IEC) yang ditetapkan adalah ukuran minimum 50mm² untuk sistem penangkal petir aktif / radius / elektrostatis / early streamer emision (ESE), dan ukuran minimum 16mm² untuk sistem penangkal petir tidak aktif / pasif / konvensional. Akan tetapi pada pelaksanaan aktual praktek penentuan besar ukuran harus menyesuaikan dengan jarak bentang yang ada dilokasi pemasangan, bisa diingat prinsip ini "panjang bentang penghantar semakin pendek maka tahanan bahan akan semakin kecil" yang dapat diartikan semakin pendek jarak bentang penghantar dari terminasi udara ke grounding system maka semakin kecil besar ukuran kabel penghantar sesuai standard minimum. Bahan material dari kabel penghantar diharuskan logam yang memiliki sifat sebagai penghantar arus yang baik seperti tembaga murni. Alangkah baiknya selalu menentukan ukuran besar kabel penghantar selalu lebih besar dari standard minimum dan jangan pernah sekalipun membentuk sudut runcing (kurang dari 90°) pada setiap sudut belokan jalur kabel, apabila ada belokan di setiap jalur kabel diharuskan membentuk sudut radian / lingkar (lebih dari 90°) untuk menghindari side flashing yang dapat menimbulkan arus liar pada struktur bangunan. 3.

Pemasangan Terminasi Udara (Air Terminal) / Splitsen / Ujung Tombak Penerima Sambaran Petir Langkah selanjutnya setelah pembuatan jalur kabel penghantar adalah pemasangan terminasi udara (air terminal) atau splitsen atau ujung tombak penerima sambaran petir. Sebelum memasang terminasi udara (air terminal) atau splitsen atau ujung tombak penerima sambaran petir diharuskan menentukan titik lokasi penempatan serta ketinggian dari terminasi udara agar seluruh bangunan atau obyek dapat terlindung dari bahaya sambaran petir secara langsung maupun tidak langsung. Metoda bola bergulir sangat tepat dijadikan rujukan atau landasan dalam menentukan penempatan titik lokasi dan ketinggian dari terminasi udara (air terminal) atau splitsen atau ujung tombak penerima sambaran petir agar sistem pasang penangkal petir dapat berfungsi melindungi bangunan maupun obyek lain secara optimal dari bahaya sambaran petir.

4.

Penyambungan antar sambungan atau integrasi antar koneksi antara 3 (tiga) komponen utama penangkal petir yaitu air terminal, down conductor dan grounding system Setelah pembuatan grounding system, penjaluran kabel, pemasangan terminasi udara selesai dilakukan maka masuk ke tahapan terakhir yaitu memastikan integrasi antar koneksi dari ketiga komponen utama sistem penangkal petir tersebut sudah tersambung dengan baik sehingga sistem penangkal petir dapat berfungsi secara optimal menyalurkan arus energi utama petir ke pembuangan terakhir tanpa merusak benda atau obyek apapun lainnya.

Related Documents


More Documents from "bayu"

565.pdf
May 2020 60
Kemampuan Awal.docx
April 2020 25
Sintesis Sulfamida.docx
October 2019 35
229657_ske C.docx
April 2020 19