Nama
: Faza Salsabila Zannuba Rahmah
NIM
: 14020118140115
Kelas / Absen : 3 / 43 TEORI ADMINISTRASI ORGANISASI PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA 1. Paradigma Administrasi Publik (Nicholas Henry) A. Dikotomi Politik- Administrasi (1900-1926) Tokoh-tokoh dari paradigma ini adalah Frank J. Goodnow dan Leonard D. White. Goodnow dalam tulisannya yang berjudul “Politics and Administration” mengungkapkan bahwa politik harus memusatkan perhatiannya pada kebijakan atau ekspresi dari kehendak rakyat, sedang administrasi member perhatiannya pada pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan tersebut. Pemisahan antara politik dan administrasi dimanifestikan oleh pemisahan antara badan legislatif yang bertugas mengekspresi kehendak rakyat, dengan badan eksekutif yang bertugas mengimplementasikan kehendak tersebut. Badan yudikatif berfungsi membantu badan legislatif dalam menentukan tujuan dan merumuskan kebijakan. Akibat langsung dari paradigma ini adalah administrasi harus dilihat sebagai suatu yang bebas nilai, dan diarahkan untuk mencapai nilai efisiensi dan ekonomi dari government bureaucracy. Sayangnya, dalam paradigma ini hanya ditekankan aspek locus saja yaitu government bureaucracy, tetapi focus atau metode yang harus dikembangkan dalam administrasi publik kurang dibahas secara jelas dan terperinci. B. Prinsip-prinsip Administrasi Publik Tokoh dalam paradigma ini adalah Willoughby, Gullick & Urwick, yang sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh manajemen klasik seperti Fayol dan Taylor. Mereka memperkenalkan prinsip-prinsip administrasi sebagai focus administrasi publik. Prinsip-prinsip tersebut yaitu Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting, yang menurut mereka dapat diterapkan dimana saja. Sedang lokus dari administrasi publik tidak pernah diungkapkan secara jelas karena mereka beranggapan bahwa prinsipprinsip tersebut dapat berlaku dimana saja termasuk organisasi pemerintahan. Dengan demikian, dalam paradigma ini focus lebih ditekankan daripada locus.
C. Administrasi Publik sebagai Ilmu Politik Pada periode akhir tahun 1930an, muncul kritik yang tajam terhadap administrasi publik, seperti yang dilontarkan oleh Herbert Simon. Simon mengarahkan kritikannya terhadap ketidak konsistenan prinsip administrasi dan menilai bahwa prinsip-prinsip tersebut tidak berlaku universal. Dalam konteks ini, administrasi negara bukannya dapat berlaku dimana saja tapi justru selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai tertentu. Akibatnya, administrasi publik kembali ke disiplin induknya yaitu ilmu politik. Pengaruh dari gerakan mundur ini adalah adanya pembaruan definisi mengenai lokus yang ditujukan kepada birokrasi pemerintah, tetapi melepaskan hal yang berkaitan dengan focus. Periode ini dianggap sebagai upaya untuk meninjau kembali segala jalinan konseptual antara administrasi publik dan politik. Namun, konsekuensi upaya tersebut hanya menciptakan koridor studi yang akhirnya mengarah pada keterampilan belaka. Dengan demikian, wajar jika publikasi tentang administrasi publik pada tahun 1950an hanya berbicara tentang penekanan focus, satu wilayah kepentingan dan bahkan sinonim dengan ilmu politik. Singkatnya, periode ini ditandai dengan penekanan lokus yaitu pada birokrasi pemeritahan, sedangkan tulisan yang muncul berusaha mengaitkan adinistrasi dengan ilmu politik. Menurut Islamy, focus administrasi publik pada tahap ini semakin berkurang. D. Administrasi Publik sebagai Ilmu Administrasi Dalam paradigma ini prinsip-prinsip manajemen yang pernah popuker sebelumnya, dikembangkan secara ilmiah dan mendalam. Perilaku organisasi, analisis manajemen, penerapan teknologi modern seperti metode kuantitatif, analisis sistem, riset operasi dan sebagainya merupakan focus dari paradigma ini. Dua arah perkembangan terjadi dalam paradigma ini yaitu berorientasi pada perkembangan ilmu administrasi murni yang didukung oleh disiplin psikologi social, dan yang berorientasi pada kebijakan publik. Semua focus yang dikembangkan disini diasumsikan dapat diterapkan tidak hanya dalam dunia bisnis namun juga dalam dunia administrasi publik. Karena itu, locusnya menjadi tidak jelas. E. Administrasi Publik sebagai Administrasi Publik Walaupun belum diperoleh kata sepakat mengenai focus dan lokus administrasi publik, tetapi pemikiran Simon tentang 2 aspek yang perlu dikembangkan dalam disiplin administrasi publik kembali mendapat perhatian serius. Kedua hal tersebut ialah: (1) para pakar administrasi publik meminati pengembangan satu ilmu murni mengenai administrasi, dan (2) satu kelompok
lebih besar meminati persoalan kebijakan publik. Aspek petama terlihat dari perkembangan dala teori organisasi selama 20 tahun terakhir. Teori tersebut memusatkan perhatian pada: bagaimana dan mengapa anggota organisasi bertingkah laku? Dan bagaimana dan mengapa keputusan tertentu dibuat?, daripada mempersoalkan bagaimana haltersebut akan terjadi. Disamping itu, juga terlihat adanya kemajuan yang dicapai dalam teknik manajemen yang juga menggambarkan apa yang telah dipelajari dari pengetahuan teoritis tentang analisis organisasi. Mengenai aspek kedua, terlihat adanya kemajuan dalam merencanakan lokus yang relevan bagi para administrator publik. Perkembangan lainnya yang terlihat ialah para pakar administrasi publik semakin terlibat dalam pengembangan ilmu kebijakan,ekonomi politik, proses pembuatan dan analisis keputusan serta dengan ukuran hasil kebijakan. Aspek terakhir ini dapat dianggap sebagai bentuk pertalian focus dan lokus administrasi publik. Focus administrasi publik dalam paradigma ini adalah teori organisasi, teori manajemen dan kebijakan publik. Sedangkan lokusnya adalah masalah-masalah dan kepentingan-kepentingan publik. 2. Old Public Administration Dalam paradigma OPA, gerakan untuk melakukan perubahan yang lebih baik diprakarsai oleh Woodrow Wilson. Ia menyarankan agar administrasi publik harus dipisahkan dari dunia politik. Berdasarkan pengalaman Wilson, negara terlalu memberi peluang bagai para administrator untuk mempraktekan sistem nepotisme dan spoil. Karenanya ia mengeluarkan doktrin untuk melakukan pemisahan antara dunia legislatif dengan dunia eksekutif, dimana para legislator hanya merumuskan kebijakan dan para administrator hanya mengimplementasikan kebijakan. Wilson menuntut agar para administrator publik selalu mengutamakan nilai efisiensi dan ekonomis sehingga mereka harus diangkat berdasarkan kecocokan dan kecakapan dalam bekerja ketimbang keanggotaan atau kedudukan dalam partai politik. Dalam perkembangannya, doktrin OPA diatas menghadapi masalah. Misalnya, Weber yakin bahwa sosok organisasi birokrasi sangat ideal, padahal dala perkembangannya bisa berubah sifatnya menjadi sangat kaku, bertele-tele dan penuh red tape. Taylor sangat yakin bahwa hanya ada satu cara terbaik untuk melakukan tugas, padahal dalam perkembangan jaman terdapat banyak cara lain untuk bekerja terbaik, hasil rekayasa IPTEK. Demikian pula, Wilson cenderung melihat dunia administrasi publik sebagai kegiatan yang tidak bersifat politis, padahal kenyataanya bersifat politis.
Meski demikian, dari paradigma OPA ini dapat dipelajari bahwa untuk membangun birokrasi diperlukan profesionalitas, penggunaan prinsip keilmuan, hubungan yang impersonal, penerapan aturan dan standardisasi secara tegas, sikap yang netral dan perilaku yang mendorong efisiensi dan efektivitas. 3. New Public Management Ketika muncul pertama kali, NPM hanya meliputi lima doktrin, yaitu(1) penerapan deregulasi pada line management , (2) konversi unit pelayanan publik menjadi organisasi yang berdiri sendiri, (3) penerapan akuntabilitas berdasarkan kinerja terutama melalui kontrak, (4) penerapan mekanisme kompetisi seperti melakukan kontak keluar, dan (5) memperhatikan mekanisme pasar (Hood, 1991). Namun dalam perkembangannya, muncul tujuh doktrin, delapan doktrin, Sembilan doktrin dan bahkan sepuluh doktrin sebagaimana yang disampaikan dalam Reinventing Government ( Gaebler & Osborne, 1992). Dari berbagai doktrin NPM tersebut, dapat dipelajari bahwa proses reformasi harus diarahkan pada enam dimensi kunci. Pertama, Productivity yaitu bagaimana pemerintah menghasilkan lebih banyak hasil dengan biaya yang lebih sedikit. Kedua, Marketization yaitu bagaimana pemerintah menggunakan insentif bergaya pasar agar melenyapkan patologi birokrasi. Ketiga Service Orientation yaitu bagaimana pemerintah dapat berhubungan dengan warga masyarakat secara lebih baik agar program-programnya lebih responsive terhadap kebutuhan masyarakat. Keempat, Decentralization yaitu bagaimana pemerintah membuat program ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Kelima Policy yaitu bagaimana pemerintah memperbaiki kapasitas kebijakan. Keenam Performance Accountability yaitu bagaimana pemerintah memperbaiki kemampuannya untuk memenuhi janjinya. Dalam perkembangannya, NPM menuai banyak kritikan karena para elit birokrasi cenderung berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan dirinya daripada kepentingan umum dan berkolaborasi untuk mencapainya. Disamping itu, NPM tidak pernah ditujukan untuk menangani pemerataan dan masalah keadilan sosial. 4. New Public Service King dan Stivers (1998) dalam buku Government is Us, mendesak agar para administrator melibatkan warga masyarakat. Mereka harus melihat rakyat sebagai warga masyarakat (bukan sebagai pelanggan) sehingga dapat saling membagi otoritas dan melonggarkan kendali, serta percaya terhadap keefektifan kolaborasi. Di Inggris, muncul apa yang disebut joined up thinking and joined up action, yang kemudian dikenal dengan paaradigma New Publuc Service. Di dalam paradigma ini tidak ada lagi yang menjadi penonton. Semua jadi pemain atau ikut bermain. Disini pemerintah harus
menjamin hak-hak warga masyarakat, dan memenuhi tanggung jawabnya kepada masyarakat dengan mengutamakan kepentingan warga masyarakat. Ada tujuh prinsip NPS, yang berbed dari NPM dan OPA. Pertama, peran utama dari pelayan publik adalah membantu warga masyarakat mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan yang telah disepakati bersama. Kedua, administrator publik harus menciptakan gagasan kolektif yang disetujui bersama tentang apa yang disebut sebagai kepentingan publik. Ketiga , kebijakan dan program yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan publik dapat dicapai secara efektif dan responsive melalui upaya-upaya kolektif dan proses kolaboratif. Keempat, kepentingan publik merupakan hasil suatu dialog tentang nilai-nilai yang disetujui bersama. Kelima, para pelayan publik harus memberi perhatian, tidak semata pada pasar tetapi juga pada aspek hukum dan peraturan perundang-undangan, nilai-nilai masayarakat, normanorma politik, standard professional dan kepentingan warga masyarakat. Keenam, organisasi publik dan jaringan-jaringan yang terlibat akan lebih sukses dalam jangka panjang kalau mereka beroperasi melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan yang meghargai semua orang. Ketujuh, kepentingan publik lebih baik dikembangkan oleh pelayan-pelayan publik dan warga masyarakat yang berkomitmen memberikan kontribusi terhadap masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Congge,Umar.2017. Patologi Administrasi Negara.Makasar : Sah Media.
Keban, Yeremias T.2014. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu.Yogyakarta : Penerbit Gava Media.