TANGGUNG JAWAB ILMUWAN I. Pendahuluan Dunia ilmu pengetahuan ialah dunia fakta, sedangkan life world mencakup pengalaman subjek-praktis manusia ketika ia lahir, hidup dan mati, pengalaman cinta dan kebencian, harapan dan putus asa, penderitaan dan kegembiraan, kebodohan dan kebijaksanaan. Dunia ilmu pengetahuan ialah dunia objektif, universal, rasional, sedangkan life world adalah dunia sehari-hari yang subjektif, praktis dan situasional. Lebih dari itu, realitanya, bahwa manusia memang hidup di dalam dua dunia, yaitu: dunia ilmu pengetahuan dan dunia praktis. Ilmu pengetahuan menawarkan cara kerja rasional. Prinsip kausalitas misalnya, menjadi prinsip rasional dari ilmu pengetahuan. Sementara itu kita juga tidak bisa melepaskan diri dari dunia sehari-hari dan tradisi dengan segala macam bentuk kepercayaan dan prakteknya. Berbicara tentang ilmu pengetahuan, maka sudah tidak asing bahwa orang yang bekerja dan mendalami dengan tekun dan sungguh-sungguh dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut disebut dengan ilmuwan. Ketika seseorang diberi ‘label’ sebagai ilmuwan, maka hal itu didasari dengan peran yang dilakukannya, ciri, serta tanggung jawabnya dalam ilmu atau hasil penemuannya. Tanggung jawab secara umum tidak hanya ada pada makhluk hidup namun terdapat juga pada bidang yang ditekuni oleh manusia, seperti negarawan, budayawan, ilmuwan dan sebagainya. Karena pada hakikatnya tanggung jawab merupakan hal yang lazim ada pada setiap makhluk hidup (Tarigan, 2004). Kata ilmuwan ini muncul kira-kira tahun 1840 untuk membedakan ilmuwan dengan para filsuf, kaum terpelajar, dan kaum cendikiawan. Dewasa ini, kata ilmuwan tentu bukanlah hal yang asing. Secara sederhana ia diberi makna ahli atau pakar; dalam KBBI, kata ilmuwan sendiri bermakna: orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu; orang yg berkecimpung dalam ilmu pengetahuan (KBBI Online). Serta orang yang melakukan serangkaian aktivitas yang disebut ilmu, kini lazim disebut pula sebagai ilmuwan (scientist).
Sedangkan dalam buku Filsafat Ilmu, kata ilmuwan memiliki beberapa pengertian sebagaimana dalam pandangan McGraw-Hill Dictionary Of Scientific and Technical Term, adalah seorang yang mempunyai kemampuan dan hasrat untuk mencari pengetahuan baru, asas-asas baru, dan bahan-bahan baru dalam suatu bidang ilmu. Pandangan lain tentang ilmuwan dikemukakan oleh Maurice Richer, Jr., menurutnya ilmuwan adalah mereka yang ikut serta dalam ilmu, dalam cara-cara yang secara relatif langsung dan kreatif (The, 2000). Dari baberapa pemaparan pokok tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmuwan merupakan orang yang melakukan kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan bidang keilmuan. Media yang dimanfaatkan oleh ilmuwan adalah permasalahan, yang mana permasalahan ini merupakan objek dalam ilmu pengetahuan, dan objek tersebut terdiri dari dua kategori, objek material dan objek formal. Yang berkaitan dengan objek material adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian ilmu; objek material penelitian mencakup sifat kongkrit, abstrak, material, non material. Adapun objek formalnya adalah pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segisegi yang dimiliki oleh objek materi dan berdasarkan kemampuan seseorang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ilmuwan merupakan seorang yang ahli dalam suatu bidang ilmu tertentu dan berkewajiban mengembangkan suatu bidang ilmu yang menjadi keahliannya dengan mengadakan penelitian demi menemukan hal-hal baru yang akan menjadi kontribusi ilmiah khususnya bagi bidang ilmu tertentu yang menjadi spesialisasi keahliannya dan umumnya bagi bidang-bidang ilmu lain. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hakikatnya antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya memiliki keterkaitan, satu sama lainnya saling melengkapi. Selain itu pula Ilmu pengetahuan membawa berkah dan nilai kemakmuran bagi manusia tanpa meninggalkan tata nilai, etika, moral dan filosofi. Seorang ilmuwan memiliki kemampuan untuk bertindak persuasif dan argumentatif berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan analisis dan sintesis untuk mengubah kegiatan non produktif menjadi produktif. Namun tugas ilmuwan bukan hanya sekedar untuk mencari
permasalahan yang bertujuan mencari kebenaran, akan tetapi seorang ilmuwan juga mengemban suatu tanggung jawab memecahkan permasalahan keilmuan serta mempertanggung jawabkan hasil temuannya dan mempublikasikan ke seluruh dunia. Berikut adalah kajian yang membahas tentang ilmuwan dan seluk beluknya yang berupa ciri-ciri, kode etik sebagai seorang ilmuwan, peran dan fungsinya, tanggung jawab yang diemban, dan hal-hal yang harus dilakukan dan dihindari sebagai seorang ilmuwan yang berkaitan dengan karya ilmiah yang dihasilkan. II. Ciri Ilmuwan Ciri yang menonjol pada ilmuwan terletak pada cara berpikir yang dianut serta dapat dilihat pula pada perilaku ilmuwan tersebut. Para ilmuwan memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Dengan demikian, harus tunduk pada wibawa ilmu. Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu untuk dimanfaatkan dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang ilmuwan tidak cukup hanya dengan mempunyai daya kritis yang tinggi atau pun pragmatis. Namun, juga harus jujur, memiliki jiwa yang terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran, netral, yang tidak kalah penting adalah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu yang harus di junjung tinggi. Seorang Ilmuwan dapat dilihat dari beberapa aspek: Dari cara kerja; cara kerja untuk mengungkap segala sesuatu dengan metode sains yaitu: mengamati, menjelaskan, merumuskan masalah, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, membuat kesimpulan. Dari kemampuan menjelaskan hasil dan cara memperolehnya, misalnya jika seorang mengklaim telah melihat Gajah, maka ia harus mempu menjelaskan ciri-ciri gajah, seperti: memiliki taring, badannya besar, kupingnya lebar. Dari sikap terhadap alam dan permasalahan yang dihadapi. Sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan antara lain adalah: v hasrat ingin tahu yang tinggi
v v v v v v v v v
tidak mudah putus asa terbuka untuk dikritik dan diuji menghargai dan menerima masukan jujur kritis kreatif sikap positif terhadap kegagalan rendah hati hanya menyimpulkan dengan data memadai.
III. Syarat Yang Harus Dipatuhi Sebagai Seorang Ilmuwan Ada beberapa syarat yang harus dilalui seseorang agar layak disebut sebagai ilmuwan, salah satunya adalah ilmuwan tersebut harus mengadakan penelitian yang menghasilkan karya ilmiah yang bisa diterima di masyarakat. Karya ilmiah tersebut harus memenuhi sistematika-sistematika yang harus dipenuhi oleh ilmuwan sebagai syarat agar penelitiannya layak disebut sebagai karya ilmiah. Hal pokok dalam sistematika penulisan adalah logical sequence (urutan-urutan logis) dari penulisan. Sistematika suatu karya ilmiah sangat perlu disesuaikan dengan sistematika yang diminta oleh media publikasi (jurnal atau majalah ilmiah), sebab bila tidak sesuai akan sulit untuk dimuat. Sedangkan suatu karya ilmiah tidak ada artinya sebelum dipublikasi. Walaupun ada keragaman permintaan penerbit tentang sistematika karya ilmiah yang akan dipublikasi, pada umumnya, meminta penulis untuk menjawab empat pertanyaan berikut: (1) Apa yang menjadi masalah?; (2) Kerangka acuan teoretik apa yang dipakai untuk memecahkan masalah?; (3) Bagaimana cara yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah itu?; (4) Apa yang ditemukan?; serta (5) Makna apa yang dapat diambil dari temuan itu?. Paparan tentang apa yang menjadi masalah dengan latar belakangnya biasanya dikemas dalam bagian Pendahuluan. Paparan tentang kerangka acuan teoretik yang digunakan dalam memecahkan masalah umumya dikemukakan dalan bagian dengan judul Kerangka Teoritis atau Teori atau Landasan Teori , atau Telaah Kepustakaan, atau label-label lain yang semacamnya. Paparan mengenai apa yang dilakukan dikemas dalam
bagian yang seringkali diberi judul Metode atau Metodologi atau Prosedur atau Bahan dan Metode. Jawaban terhadap pertanyaan apa yang ditemukan umumnya dikemukakan dalam bagian Temuan atau Hasil Penelitian. Sementara itu paparan tentang makna dari temuan penelitian umumnya dikemukakan dalam bagian Diskusi atau Pembahasan. Dalam penulisan karya ilmiah, penulis harus secara jujur menyebutkan rujukan terhadap bahan atau pikiran yang diambil dari sumber lain. Pemakaian bahan atau pikiran dari suatu sumber atau orang lain yang tidak disertai dengan rujukan dapat diidentikkan dengan pencurian. Penulis karya ilmiah harus menghindarkan diri dari tindak kecurangan yang lazim disebut plagiat. Plagiat merupakan tindak kecurangan yang berupa pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain yang diaku sebagai hasil tulisan atau hasil pemikirannya sendiri. Dalam menulis karya ilmiah, rujuk-merujuk dan kutip-mengutip merupakan kegiatan yang tidak dapat dihindari. Kegiatan ini amat dianjurkan, karena perujukan dan pengutipan akan membantu perkembangan ilmu. Atau dengan kata lain, karya ilmiah perlu dilengkapi dengan daftar pustaka, yang memaparkan karya ilmiah lain yang digunakan sebagai rujukan. Agar dapat ditelusuri orang lain penulisan karya ilmiah rujukan tersebut perlu memuat nama pengarang, judul karya ilmiah, tahun penerbitan, serta penerbitnya. Tata cara penulisan daftar pustaka perlu juga memberikan isyarat apakah karya ilmiah yang dirujuk itu berupa buku, jurnal, makalah seminar, laporan penelitian yang tidak dipublikasi, dokumen Web, dan lain-lain. Oleh karenanya ada tata cara yang ditetapkan untuk menuliskan daftar pustaka. Namun demikian terdapat banyak versi tata cara penulisan daftar pustaka, bergantung pada tradisi yang dipegang oleh masyarakat keilmuan dalam masing-masing bidang. Tata cara apapun dapat saja dipakai asalkan pemakaiannya konsisten. Tetapi, apabila karya ilmiah kita ingin dipublikasikan dalam jurnal tertentu, kita harus menyesuaikan diri dengan tata cara penulisan daftar pustaka yang ditetapkan oleh redaksi jurnal tersebut.
IV. Peran dan Fungsi Ilmuwan Selain memiliki ciri, sikap, dan tanggung jawab, ilmuwan tentunya mempunyai peran dan fungsi. Berikut adalah peran atau fungsi ilmuwan yang berkaitan langsung dengan aktivitasnya sebagai ilmuwan, meliputi: * Sebagai intelektual, ia berperan sebagai ilmuan sosial yang selalu berdialog dengan masyarakat dan terlibat didalamnya secara intensif dan sensitif. * Sebagai ilmuwan, ia akan selalu mencoba dan berusaha untuk memperluas wawasan teoritis, memiliki keterbukaan terhadap kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keilmuan. * Sebagai teknikus, ia akan tetap terus menjaga keterampilannya dan selalu menggunakan instrumen yang tersedia dalam disiplin ilmu yang dikuasainya. Peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat manusia (Daniel, 2003), sedangkan dua peran terakhir memungkinkan ia menjaga martabat ilmunya. Fungsi seorang ilmuwan tidak hanya berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas (Suriasumantri, 2001). V. Tanggung Jawab Ilmuwan Pada bab ini akan kupas mengenai tanggung jawab ilmuwan. Secara garis besar dapat diuraikan bahwa tanggung jawab pokok ilmuwan adalah (1) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (berpikir, melakukan penelitian dan pengembangan, menumbuhkan sikap positif-konstruktif, meningkatkan nilai tambah dan produktivitas, konsisten dengan proses penelaahan keilmuan, menguasai bidang kajian ilmu secara mendalam, mengkaji perkembangan teknologi secara rinci, bersifat terbuka, professional dan mempublikasikan temuannya); (2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menemukan masalah yang sudah/akan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan mengkomunikasikannya, menemukan pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat, membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggunakan hasil penemuan untuk kepentingan kemanusiaan, mengungkapkan kebenaran dengan
segala konsekuensinya dan mengembangkan kebudayaan nasional. Selain yang tersebut di atas, sebagaimana yang telah disinggung bahwa ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial, moral, dan etika. Dan berikut ini akan di uraikan berbagai tanggung jawab ilmuwan yang berkenaan dengan sosial, moral dan etika. a. Tanggung Jawab Sosial Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. beberapa bentuk tanggung jawab sosial ilmuwan, yaitu : * Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang akan berkembang berdasarkan permalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat. * Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat yang mana di masyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut mampu merumuskan jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut. * Seorang ilmuwan harus mampu menjadi media dalam rangka penyelesaian permasalahan sosial dimasyarakat yang mana masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras, agama, etnis dan kebudayaan sehingga berpotensi besar untuk timbulnya suatu konflik. * Membantu pemerintah untuk menemukan cara dalam rangka mempercepat proses intergrasi sosial budaya yang mana integrasi tersebut bertujuan untuk mempererat tali kesatuan antara masyarakat Indonesia. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik. b. Tanggung Jawab Moral Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan itu sendiri sebagi seorang manusia. Ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik sehingga pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif, mengimplementasikan keputusan serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan sesaat. Moral dan etika yang baik perlu kepekaan atas rasa bersalah, kepekaan atas rasa malu, kepatuhan pada hukum dan kesadaran diketahui oleh Tuhan. Ilmuwan juga memiliki kewajiban moral untuk memberi contoh (obyektif, terbuka,
menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, berani mengakui kesalahan) dan mampu menegakkan kebenaran. Sehingga ilmu yang dikembangkan dengan mempertimbangkan tanggung jawab moralnya sebagai seorang ilmuwan dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia dan secara integral tetap menjaga keberlangsungan kehidupan lingkungan di sekitarnya dan dapat tergajanya keseimbangan ekologis. Atau dengan meminjam istilah Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai teknosuf, yang merupakan paduan dari kata teknik/teknologi dan sophia yang berarti kearifan. Sehingga teknosuf dimaksudkan sebagai teknokrat yang mempunyai kearifan dalam melakukan rekayasa bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya (Basuki, 2009). a. Tanggung Jawab Etika Tanggung jawab yang berkaitan dengan etika meliputi etika kerja seorang ilmuwan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma moral (pedoman, aturan, standar atau ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas atau nilai moral (Kode Etik) dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk. Misalnya saja tanggung jawab etika ilmuwan yang berkenaan dengan penulisan karya ilmiah, maka kode etik pada penulisan karya ilmiah harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut: • OBYEKTIF, (berdasarkan kondisi faktual) • UP TO DATE, (yang ditulis merupakan perkembangan ilmu paling akhir) • RASIONAL, (berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik timbalbalik) • RESERVED, (tidak overcliming, jujur, lugas dan tidak bermotif pribadi) • EFEKTIF dan EFISIEN, (tulisan sebagai alat komunikasi yang berdaya tarik tinggi). Mengenai kode etik penulisan karya ilmiah, hal yang harus dipenuhi oleh ilmuwan adalah: – Melahirkan karya orisinal, bukan jiplakan
– Menjunjung tinggi posisinya sebagai orang terpelajar, menjaga kebenaran dan manfaat serta makna informasi yang disebarkan sehingga tidak menyesatkan – Menulis secara cermat, teliti, dan tepat. – Bertanggung jawab secara akademis atas tulisannya. – Memberi manfaat kepada masyarakat pengguna. – Menjunjung tinggi hak, pendapat atau temuan orang lain. – Menyadari sepenuhnya bahwa tiga pelanggaran kode etik berakibat pada hilangnya integritas penulis jika melakukannya. – Secara moral cacat, apalagi dilihat dari kacamata agama. Nilai keagamaan mencela pelanggaran sebagai bagian dari ketidakjujuran, pencurian atau mengambil kepunyaan orang lain tanpa hak. Aspek Lain yang terkait dengan etika penulisan adalah: menghindari kekeliruan yang lazim dalam penulisan draft: – Judul; Judul menjelaskan isi tulisan secara ringkas, jelas, dan tepat, sehingga pembaca dapat segera memutuskan apakah akan membacanya atau tidak. Selain itu, judul juga merupakan kata-kata kunci yang biasanya digunakan untuk daftar indeks penelitian. Dalam membuat judul, hindari kata-kata yang tidak perlu, misalnya : “studi tentang” atau “suatu penelitian tentang”, dan sejenisnya. Hindari penggunaan singkatan dan jargon, serta hindari judul yang mempunyai kesan “aneh”. yang menjadi catatan yang harus dihindari pada pemilihan judul adalah hindari judul yang tidak jelas, dan menimbulkan mis-interpretasi pembaca. – Abstrak; abstrak merupakan laporan keseluruhan secara ringkas, tanpa adanya suatu tambahan di luar tulisan/artikel dan tanpa adanya kerincian tertentu, misalnya menunjuk pada gambar, tabel atau sumber tertentu. Abstrak berisi pernyataan tujuan utama penelitian, metoda yang digunakan, ringkasan hasil yang terpenting, serta pernyataan kesimpulan yang utama dan yang paling signifikan. Abstrak dibatasi oleh jumlah kata yang biasanya sekitar 50 sampai 300 kata. Proses penyusunan abstrak dapat dilakukan dengan cara menyarikan hal-hal pokok dari setiap bagian tulisan, yang kemudian dipadatkan menjadi suatu kesatuan tulisan. Dalam penulisan abstrak terdapat dua hal yang harus dihindari, yaitu: abstrak yang tidak mencerminkan isi keseluruhan tulisan, tidak fokus, dan lebih
dari ukuran ideal. – Kata kunci; kata kunci yang tidak baik dan harus dihindari adalah kata kunci yang tidak mencerminkan hal paling penting. – Pendahuluan; pendahuluan berisi tentang persoalan yang dibahas yang meliputi persoalan yang diteliti, ringkasan penelitian sebelumnya yang relevan, dan konsep yang melandasi penelitian yang akan dilakukan; pentingnya persoalan; serta tujuan penelitian yang berupa upaya untuk menjawab hipotesis, pertanyaan penelitian, atau penggunaan/perbaikan metoda. Proses penulisan pengantar atau pendahuluan ini dimulai dari pernyataan yang bersifat umum menuju ke pernyataan yang spesifik. Dalam hal ini dapat berupa persoalan dalam dunia nyata atau studi literatur menuju ke eksperimen atau pengembangan yang dilakukan. Dalam penulisan pendahuluan hendaknya menghindari beberapa hal yaitu menulis pendahuluan yang terlalu panjang, tidak proporsional, tidak memuat posisi tulisan, dan yang tidak secara jelas menyebut metodologi. – Pembahasan atau analisis; Diskusi/analisis berisi tentang hasil dari metoda, yang menjelaskan temuan-temuan yang terpenting dengan memperhatikan kesimpulan awal yang dapat diambil yang berupa pola, prinsip, atau hubungan; kaitan dengan penelitian sebelumnya yang dicuplik atau dijadikan basis penelitian. Pada bagian ini juga berisi penjelasan tentang hasil atau temuan-temuan tersebut. Pada bagian ini, yang perlu dihindari adalah pembahasan atau analisis yang tidak fokus, mengupas analisis yang tidak mendalam, dan menggunakan alat bantu yang tidak jelas. – Kesimpulan; bagian ini berisi penjelasan tentang bagaimana hasil yang diperoleh menjawab tujuan penelitian serta persoalan yang lebih luas, yang berupa implikasi teoritik, aplikasi praktis, atau generalisasi pada situasi yang berbeda. Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan sehingga tidak terkesan spekulatif dan melakukan generalisasi yang berlebihan. Selain itu, bagian ini dapat berisi penelitian lanjut untuk menjawab kontradiksi yang terjadi atau untuk menjelaskan kekecualian yang terjadi. Pada kesimpulan, yang harus dihindari adalah penulisan kesimpulan yang tidak menjawab masalah yang diangkat, dan
mengulang-ulang statemen yang ada dalam pembahasan (Toha, http://lpfilkom.freeservers.com). VI. Pelanggaran Etika Ilmiah Pelanggaran etika ilmiah sering terjadi, hal ini terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Pada umumnya pelanggaran etika ilmiah berkisar pada tiga wilayah, yaitu: l Fabrikasi data; Fabrikasi data –à ‘mempabrik’ data atau membuat-buat data yang sebenarnya tidak ada atau lebih umumnya membuat data fiktif. l Falsifikasi data; Falsifikasi data –à bisa berarti mengubah data sesuai dengan keinginan, terutama agar sesuai dengan kesimpulan yang ‘ingin’ diambil dari sebuah penelitian. l Plagiarisme; Plagiarisme —à mengambil kata-kata atau kalimat atau teks orang lain tanpa memberikan acknowledgment (dalam bentuk sitasi) yang secukupnya. VII. Kesimpulan Ilmuwan secara etimologi bermakna orang yg ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu, sedangkan menurut terminologi ilmuwan banyak sekali peneliti atau para cendikia yang mencoba untuk memberi definisi mengenai ilmuwan salah satunya adalah sebagaimana dalam pandangan McGraw-Hill Dictionary Of Scientific and Technical Term, ilmuwan adalah seorang yang mempunyai kemampuan dan hasrat untuk mencari pengetahuan baru, asas-asas baru, dan bahan-bahan baru dalam suatu bidang ilmu. Dengan demikian, orang yang disebut sebagai Ilmuwan harus memiliki ciri-ciri sebagai ilmuwan yang dapat dikenali lewat paradigma serta sikapnya dalam kehidupan sosial, memiliki daya kritis yang tinggi, jujur, bersifat terbuka, dan netral. Selain itu pula seorang ilmuwan harus patuh pada sistematika penulisan karya ilmiah serta syarat-syarat yang berkenaan dengan kode etiknya. Peran dan fungsi ilmuwan dalam masyarakat juga perlu diperhitungkan, karena ilmuwan merupakan orang yang dapat menemukan masalah spesifik dalam ilmu. Selain itu, ilmuwan pula terbebani oleh tanggung jawab, tanggung jawab yang diemban oleh ilmuwan meliputi tanggung jawab sosial, moral, dan etika.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai pelanggaran etika ilmiah yang wajib dihindari oleh para ilmuwan adalah fabrikasi data, falsifikasi data, dan plagiarisme. Daftar Pustaka Tarigan, Mhd. Iqbal. Generasi Bebek, Suara Binjai 17 Juli 2004, Binjai. Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php. Di akses pada 12 Januari 2010. 23.30 WIB. The, Liang Gie. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty. Syamsir, Elvira. 2009. Tanggung Jawab Ilmuwan. file:///E:/tanggung%20jwb%20ilmuwan/TANGGUNG_JAWAB_ILMUW AN.htm. Diakses pada 13 Januari 2010. 00.21 WIB. Basuki, Ahmad. 2008. Menggugat Moral Ilmuwan (dimuat pada artikel opini Bengawan pos). http://achmadbasuki.files.wordpress.com/2008/07/menggugat-moralilmuwan_bengpos050902.doc. Di akses pada 13 Januari 2010. 01.47 WIB. http://developer.ning.com/profiles/blog/show?id=1185512%3A111905. Di akses pada 13 Januari 2010. 01.47 WIB. Dhaniel, Dhakidae. 2003. Cendikiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru. Jakarta: Gramedia. Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Perngantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Toha, Isa Setiasyah. Teknik Dan Etika Penulisan Artikel Ilmiah. http://lpfilkom.freeservers.com/lain/Etika.htm. diakses pada 19 Januari 2010. 03.05 WIB.