Syarat masuk praktikum minggu ke 1 1. Pengertian dan jenis sterilisasi Menurut (Purnawijayanti, 2001), menyatakan bahwa sterilisasi adalah suatu proses mematikan atau menghilangkan semua jenis mikroba dari benda maupun lingkungan sekitar . Mikroba seperti bakteri dan fungi dapat dimusnahkan dengan pemakaian suhu 60°C dalam waktu 5 – 10 menit. Sedangkan pada fungi dapat dimusnahkan dengan suhu di atas 80 °C serta bakteri dapat dimusnahkan di atas suhu 120°C selama 15 menit. Steralisasi disebut juga sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau kuman apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahkan.Peranan sterilisasi diantaranya berfungsi untuk menjamin keamanan terhadap pencemaran bahan pangan atau lainnya dari mikroorganisme dan memperpanjang waktu simpan. Prinsip dasar sterilisasi yaitu memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan cara membunuh mikroorganisme yang ada di dalamnya. Mikroorganisme yang tumbuh pada produk pangan biasanya dapat mencemari produk pangan dan membuat makanan lebih cepat basi. Mikroorganisme pembusuk tersebut bisa berupa bakteri, khamir (yeast) dan kapang (jamur) (Hiasinta, 2001). Semakin tinggi tingkat kontaminasi mikroba pada suatu alat ataupun bahan, maka jumlah spora semakin banyak yang termos resisten sehingga di perlukan waktu sterilisasi yang lebih lama (Schlegel, 1994). Menurut Suriawiria (2005), menyatakan bahwa sterilisasi terbagi menjadi berbagai macam, diantaranya : a) Sterilisasi Fisik Sterilisasi secara fisik ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan dan pemijaran, diantaranya yaitu : Pemijaran (dengan api langsung) adalah proses sterilisasi yang dilakukan dengan cara membakar alat pada api secara langsung. Contoh alat dengan pemijaran langsung ialah jarum inokulum, pinset, batang L dan lain-lain. Sterilisasi panas kering merupakan proses sterilisasi yang dilakukan dengan oven pada suhu 160-170oC dengan kurun waktu 1-2 jam. Sterilisasi dengan panas kering ini cocok untuk bahan serbuk yang tidak stabil terhadap uap air, alat yang terbuat dari kaca seperti erlenmeyer, tabung reaksi dan lain-lain. Sterilisasi uap panas adalah proses sterilisasi dengan menggunakan uap panas dibawah tekanan dengan menggunakan alat autoclaf. Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang berfungsi untuk mensterilkan suatu
benda atau alat menggunakan uap yang bersuhu dan bertekanan tinggi dengan suhu 121°C dan bertekanan 15 kg/cm2 yang dilakukan kurang lebih selama 15 menit. konsep sterilisasi ini mirip dengan proses mengukus (Fitri Rahmayanti, 2013). b) Sterilisasi Kimia Sterilisasi secara kimiawi merupakan sterilisasi yang biasanya menggunakan senyawa desinfektan seperti alkohol untuk mematikan mikroba pada alat maupun benda. Pada Sterilisasi ini alkohol biasanya dipergunakan dan dibiarkan menguap. Proses sterilisasi antiseptik kimia biasanya dilakukan dengan cara langsung memberikan atau menyemprotkan alkohol pada alat atau media yang akan disterilkan. Pemilihan antiseptik untuk proses sterilisasi ini tergantung pada kebutuhan dari tujuan tertentu dan efek yang dihasilkan dari bahan tersebut. c) Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) Sterilisasi secara mekanik adalah sterilisasi yang dilakukan oleh bahan yang tidak tahan panas, seperti ekstrak tanaman, media sintetik tertentu, dan antibiotik yang dilakukan dengan penyaringan. Proses penyaringan yang dilakukan ini menggunakan saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron), sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Dasar metode ini adalah proses mekanis yang membersihkan larutan atau suspensi dari segala organisme hidup dengan melewatkannya pada suatu saringan, misalnya menggunakan saringan Seitz (Fauzi, 2013). 2. Fermentasi susu Menurut Farnworth (2008), menyatakan bahwa fermentasi adalah proses perubahan kimiawi dari senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Proses fermentasi akan mengakibatkankan terjadinya penguraian senyawasenyawa organik untuk menghasilkan energi serta terjadi pengubahan substrat menjadi produk baru oleh mikroba. Fermentasi ini dilakukan pada bahan makanan untuk menghasilkankan produk makanan baru yang memiliki daya simpan yang lebih lama. Aktifitas mikroba pada fermentasi akan menyebabkan perubahan kadar pH dan terbentuk senyawa penghambat, seperti alkohol dan bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan mikrobaa pembusuk. Fermentasi susu merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan produk susu. Produk fermentasi susu terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu fermentasi laktat, fermentasi yeast-laktat dan fermentasi
kapang-laktat. Penggunaan mikroba Lactobacillus bulgaricus dan streptococcus thermophilus pada fermentasi susu dapat menghasilkan produk yoghurt. Beberapa aplikasi produk fermentasi susu lainnya adalah yakult, kefir, susu asidofilus, dadih, dahi, koumiss, dan calpis. Keistimewaan yang dimiliki dari susu fermentasi adalah umur simpan yang lebih panjang dibanding susu segar, karena bakteri asam laktat (BAL) yang terkandung dalam susu fermentasi dapat mencegah pertumbuhan bakteri patogen. Fermentasi ini menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yang dapat memberi aroma, rasa, dan tekstur yang khas (Putri, 2009). Menurut Andrianto (2008), menyatakan bahwa susu fermentasi adalah produk yang dihasilkan dari susu penuh (full milk), sebagian (kadar lemak 2%), atau tanpa lemak (full skim) serta dengan bantuan mikroba spesifik. Susu fermentasi ataupun fermented milk merupakan produk susu yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan bahan baku susu yang telah diolah, dengan atau tanpa penambahan atau modifikasi komposisi susu tersebut serta dengan adanya penurunan pH atau tanpa adanya koagulasi. Kualitas pada susu fermentasi ditentukan oleh jumlah solid yang terdapat dalam susu, bahan baku, starter, tingginya kadar protein dan sineresis. Penambahan starter dan prosentase starter yang berbeda serta bahan baku yang berbeda dapat menghasilkan kualitas susu fermentasi yang berbeda dan dapat mengubah nilai nutrisi dan sifat atau tekstur dari susu fermentasi, sedangkan sineresis atau pemisahan whey menjadi tidak dikehendaki dalam pembuatan susu fermentasi khususnya yoghurt karena dapat menyebabkan koagulan (curd) yang terbentuk menjadi tidak stabil atau mudah rusak. Sineresis dapat terjadi karena tingginya suhu penyimpanan, rendahnya total solid dalam susu, ada getaran selama transportasi atau selama penyimpana ( Zakaria, 2003). 3. Mikroorganisme pada fermentasi yogurt beserta fungsinya Dalam pembuatan yogurt membutuhkan kultur stater yang membantu pembentukannya. Kultur starter merupakan mikroba yang aman digunakan untuk produksi makanan, baik kultur tunggal maupun multi kultur. Kultur starter harus sesuai dengan kriteria, diantaranya dapat diproduksi dalam skala besar, mudah diproduksi, viabilitas kultur selama masa simpan tinggi, cepat menghasilkan asam selama fermentasi, dapat membentuk flavor dan tekstur yang diinginkan. Kriteria yang diperhatikan dalam menyeleksi strain kultur starter adalah laju pertumbuhan dan produksi asam laktat, produksi aroma dan gas CO2, kemampuan membentuk viskositas (Surono, 2004).
Komposisi starter ini harus terdiri dari bakteri termofilik dan mesofilik. Bskteri yang umum digunakan adalah L. Bulgaricus dengan suhu optimum 4245°C dan S. thermophilus dengan suhu optimum 37-42°C. Pengunaan jumlah stater ini biasanya menggunakan perbandingan 1:1 sampai 2:3. Selama proses pertumbuhan terjadi simbiosis antara kedua jenis bakteri. Pada bakteri S. thermophilus akan berkembang lebih cepat mengawali pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa. Pertumbuhan ini terus berlangsung hingga mencapai pH 5,5. Selain itu, terjadi juga proses pelepasan oksigen yang memberikan lingkungan menjadi sangat baik untuk pertumbuhan bakteri L. Bulgaricus (Manglayang, 2006). Aktivitas enzim proteolitik dari L. Bulgaricus menyebabkan terurainya protein susu menghasilkan asam amino dan peptida yang akan menstimulasi pertumbuhan Streptococcus. Lactobacillus juga akan menguraikan lemak menjadi asm-asam lemak yang memberikan flavor khas pada produk akhir yoghurt. Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus menguraikan laktosa (gula 7 susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. L. bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma, sedangkan S. thermophilus lebih berperan pada pembentukan cita rasa (Hadi dan Fardiaz, 1990). Jika dikehendaki yoghurt dengan keasaman yang tidak terlalu rendah maka diperlukan komposisi starter yang berbeda, biasanya digunakan Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum. Penggunaan kultur starter ini dapat menghasilkan karakteristik tertentu yang lebih mudah dikendalikan sehingga menghasilkan produk fermentasi yang diinginkan. Secara umum, fungsi utama dari kultur ini adalah untuk memproduksi asam laktat (lactic acid) dari gula yang ada dalam susu (laktosa). Selain itu, Kultur dapat digunakan juga untuk mengatur antara lain: rasa, aroma, tingkat produksi alkohol, aktivitas proteolitik dan lipolitik, penghambat mikroba yang bersifat patogen yang tidak diinginkan (Bottazi,V. 1983). Kultur starter merupakan mikroba yang aman digunakan untuk produksi makanan, baik kultur tunggal maupun multi kultur. Kultur starter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: bisa diproduksi dalam skala besar, mudah diproduksi, viabilitas kultur selama masa simpan tinggi, cepat menghasilkan asam selama fermentasi, dapat membentuk flavor dan tekstur yang diinginkan. Kriteria yang diperhatikan dalam menyeleksi strain kultur starter adalah laju pertumbuhan dan produksi asam laktat, produksi aroma dan gas CO2, kemampuan membentuk viskositas (Surono, 2004). 4. Standar SNI susu yang baik