BAB I TINJAUAN KASUS
1.1. Identitas Pasien Nama
: Tn. M
Umur
: 45 tahun
Nomor RM
: 166206
Tanggal masuk IGD : 27 Desember 2018
1.2. Anamnesis Keluhan Utama Nyeri pinggang yang hebat secara tiba-tiba sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang hebat secara mendadak sejak 1 hari ini. Hal ini telah dialami oleh pasien sejak 1 bulan ini namun nyeri hilang timbul yang disertai dengan BAK tersendat, akan tetapi pada 1 hari ini keluhan dirasakan sangat memberat. Pasien mengaku nyeri pinggang tidak disertai menjalar ke perut maupun ke selangkangan namun pernah merasakan menjalar ke selangkangan tapi jarang. Pasien juga mengeluhkan buang air kecil berdarah 1 hari ini. Keluhan lain mual, muntah, dan demam disangkal oleh pasien. Berdasarkan anamnesa pasien mempunyai riwayat BAK berpasir yang telah dialami oleh pasien dalam 1 bulan ini namun hilang timbul. Berdasarkan gaya hidup pasien mengaku kurang dalam mengkosumsi minuman air mineral. Riwayat penyakit lain disangkal oleh pasien. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Pengobatan -
Riwayat Penyakit Dahulu -
1
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak dijumpai anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat Pekerjaan : Buruh
Kondisi Lingkungan dan Sosial : Kebersihan lingkungan baik. Namun sosial-ekonomi kurang baik sehingga sedikit memicu stres pada pasien.
1.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum
: tampak sakit sedang, gizi kesan cukup
Kesadaran
: GCS 15 E4 M6 V5
Vital sign Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi
: 88 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 20 x/menit Suhu tubuh
: 37,2° C per aksilla
SPO2
: 99%
Status Generalisata Mata
: konjungtiva pucat -/-, sklera kuning -/-, RCL/RCTL +/+, pupil isokor (3mm/3 mm)
Mulut
: mukosa basah (+)
Leher
: pembesaran kelenjar tak teraba
Thoraks Inspeksi
: simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) tampak ruam makulopapular hiperemis
Palpasi
: P/ taktil fremitus kanan = kiri C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi
: P/ sonor di seluruh lapang paru C/ batas jantung normal
2
Auskultasi
: P/ vesikuler +/+, suara tambahan (-) C/ S1-2 reguler, suara tambahan (-)
Abdomen Inspeksi
: tampak datar
Auskultasi
: peristaltik (+) N
Perkusi
: timpani
Palpasi
: Supel
Nyeri Ketok CVA
: +/-
Ekstremitas Edema
: -/-/-/-
Akral dingin
: -/-/-/-
Capillary refill time : < 2 detik Motorik
: 5/5/5/5
Sensorik
: dalam batas normal
Reflek patologis
: tidak ditemukan
1.4 Pemeriksaan penunjang Laboratorium Leukosit
: 12,3/ul
Hemoglobin
: 13,3 g/dl
Hematokrit
: 37,6 %
Trombosit
: 192.000/ul
GDS
: 128 mg/dl
RFT
: Ureum 13 mg/dl, Creatinin 0,7 mg/dl
Urinalisis
: ph 6,5 Keton +1 Eritrosi +1 Sedimen Kristal Ca-oxalat (+)
3
1.5 Diagnosis Susp. Nefrolitiasis Renal Sinistra dd Ureterolitiasis
1.6. Terapi di IGD -
Inj. Ranitidin 50 mg (IV)
-
Inj. Ketorolac 30 mg (IV)
-
IVFD RL 20 gtt/i + Drip Tramadol 100 mg
-
R/ Konsul dr. Sp.B
-
Advice Terapi Konsulen : -
IVFD Nacl 20 gtt/i 12 jam/kolf
-
Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam
-
Inj. Asam Traneksamat 50 mg/8 jam
-
Inj. Vit. K 10 mg/8 jam
-
Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
-
Hydrochlorothiazide 1x25mg
-
Natrium Bikarbonat 3x500 mg
-
USG abdomen
-
Rawat
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Nephrolithiasis adalah keadaan yang ditandai dengan adanya batu ginjal (renal calculi). Nephrolithiasis merupakan pembentukan deposit mineral yang kebanyakan adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat, urid acid dan kristal yang terdapat pada di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat berhenti di ureter.1,2 Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (lithiasis). Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral-mineral yang mengelilingi suatu zat organik. Kebanyakan dari renal calculi terdiri dari garam-garam kalsium (oksalat dan fosfat), atau magnesium-amonium fosfat dan asam urat. Renal calculi merupakan penumpukan garam mineral disepanjang saluran perkemihan. Normalnya, zat-zat ini larut dalam cairan urin dan dengan mudah terbilas saat buang air kecil, tetapi ketika mekanisme alami seperti pengaturan keseimbangan asam-basa (Ph) terganggu atau imunitas tertekan, zat-zat tersebut mengkristal dan kristal ini menumpuk yang pada akhirnya membentuk zat yang cukup besar untuk menyumbat aliran urin.
Gambar 1. Nefrolitiasis
5
Gambar 2. Anatomi Ginjal
2.2 Epidemiologi Batu ginjal merupakan penyebab utama terjadinya BSK. Berdasarkan penelitian terhadap epidemiologi yang telah dilakukan pada salah satu rumah sakit di Amerika Serikat, dapat dilaporkan bahwa kejadian penyakit batu ginjal dapat terjadi pada 7 − 10 pasien per 1000 pasien di rumah sakit dan sekitar 7 − 21 pasien per 10.000 pasien dalam satu tahun. Diindonesia, dilaporkan bahwa data yang telah dikumpulkan dari kejadian batu ginjal tahun 2002 dari seluruh rumah sakit di Indonesia didapatkan hasil bahwa sebanyak 37.636 adalah kasus baru, sebanyak 58.959 adalah jumlah kunjungan dari pasien batu ginjal, sebanyak 19.018 adalah jumlah pasien rawat inap dan sebanyak 378 kasus kematian. Jika dilihat dari kasus yang terjadi maka sebasar 80% komposisi batu yang sering ditemukan pada penderita batu ginjal adalah kalsium, baik yang berikatan dengan fosfat maupun oksalat dan lainnya seperti batu asam urat, sistein, magnesium amonium fosfat atau kombinasi.6
6
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).1 Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.5-7 a) Faktor Intrinsik: -
Herediter (keturunan)
-
Umur Lebih dijumpai pada usia 30 − 50 tahun
-
Jenis Kelamin Lebih dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan.
b) Faktor Ekstrinsik: -
Geografis Pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).
-
Iklim dan temperatur
-
Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
-
Diet Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
-
Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya cenderung duduk atau kurang aktivitas.
7
2.4 Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Batu Ginjal a) Batu Kalsium Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu ± 70 − 80% dari seluruh batu saluran kemih, yaitu terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu.1 Faktor terjadinya batu kalsium: 1. Hiperkalsiuri Kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 − 300 mg/24 jam. Terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain: Hiperkalsiuri Absorptif Terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus. Hiperkalsiuri Renal Terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal Hiperkalsiuri Resorptif Terjadi karena adanya peningkatan resorbsi kalsium tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid. 2. Hiperoksaluri Ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat ( teh, kopi instan, soft drink, sayuran berwarna hijau). 3. Hiperurikosuri Kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme endogen.
8
4. Hipositraturia Dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut dalam kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. 5. Hipomagnesuria. Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin, magnesium bereaksi denga oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.
Gambar 3. Batu Kalsium Oksalat
b) Batu Struvit Terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urin menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.1 Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat dan karbonat apatit, yang dikenal sebagai triple phosphate.1
9
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Stafilokokus.1
c) Batu Asam Urat Batu asam urat merupakan 5 − 10% dari seluruh batu saluran kemih. Antara 75 − 80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien penyakit gout, penyakit mieloproloferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang menggunakan obat urikosurik seperti thiazide, sulfinpirazone, dan salisilat. Kegemukan, alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini. Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolisme endogen di dalam tubuh. Degradasi purin di dalam tubuh melalui asam inosinat dirubah menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enzim xanthin oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi asam urat. Asam urat tidak larut dalam urin sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk Kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah urine yang terlalu asam (pH urin <6), volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 liter/hari) atau dehidrasi, dan hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi.1
d) Batu Jenis Lain Batu sistin, batu xantin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai.1
10
Gambar 4. Jenis Batu Ginjal
2.5 Patogenesis Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi). Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kekandung kemih dan ukuran bervariasi dari defosit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye. Faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, statis urin, periode imobilitas. Faktor-faktor yang mencetuskan peningkatan konsentrasi kalsium dalam darah dan urin, menyebabkan pembentukan batu kalsium.
11
Pathway Nephrolithiasis
Gambar 5. Skema Pathway Nephrolithiasis
2.6 Diagnosis 2.6.1 Anamnesis Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri. Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada posisi, letak, ukuran batu. Keluhan paling sering adalah nyeri pinggang. Nyeri bisa kolik atau bukan kolik. Riwayat muntah,
12
gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama.1,2 2.6.2
Pemeriksaan Fisik Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, pada didapatkan nyeri ketok
pada daerah kostovertebra (CVA), dapat disertai takikardi, berkeringat, dan nausea. Teraba ginjal pada sisi sakit dimungkinkan akibat hidronefrosis. Terlihat tanda gagal ginjal dan retensi urin, jika disertai infeksi didapatkan demam dan menggigil. Selain itu, dapat pula dilakukan pengkajian: a) Aktivitas istirahat Gejala: pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajang pada lingkungan
bersuhu
tinggi.
Keterbatasan
aktivitas/imobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya. b) Sirkulasi Gejala: peningkatan tekanan darah atau nadi (nyeri, ansietas, gagal jantung). Kulit hangat dan kemerahan, pucat. c) Eliminasi Gejala: riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus), penurunan volume urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar. Tanda: oliguria, hematuria, piuria, dan perubahan pola berkemih. d) Makanan dan cairan Gejala: mual atau muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan atau fosfat, ketidak cukupan pemasukan cairan. Tanda: distensi abdominal, penurunan atau tak adanya bising usus, dan muntah. 2.6.3 Pemeriksaan Penunjang 2.6.3.1 Radiologi Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada kasus batu ginjal adalah adalah foto polos abdomen, USG abdomen, CT-scan. Dari pemeriksaan radiologi dapat menentukan jenis batu, letak batu, ukuran, dan keadaan anatomi traktus urinarius. Secara radiologi, batu dapat berupa radio-opak dan radio-lusen.
13
1. Foto Polos Abdomen Foto polos abdomen ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai di antara batu jenis lain. Batu Magnesium Ammoniak Phospat (MAP) memberikan gambaran semi-opak. Sedangkan batu asam urat, batu matriks dan indinivar bersifat radio-lusen.1,2,3
Gambar 6. Foto Polos Abdomen
2. Pielografi Intra Vena (IVP) Pemeriksaan
ini bertujuan menilai keadaan antomi dan fungsi
ginjal, selain itu IVP juga dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak
yang tidak dapat terlihat oleh foto polos
abdomen. Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada.2 Hal yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak
14
berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perlu dilakukan pielografi retrograd.1,2 3. USG USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli yang ditunjukkan dengan echoic shadow, hidronefrosis dengan gambaran dilatasi pelvis dan kaliks ginjal, pionefrosis, atau pengerutan ginjal. USG dapat mendeteksi adanya batu dan dilatasi sistem kolektivus. Visualisasi hidronefrosis yaitu: -
Derajat 1 Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks, kaliks berbentuk blunting, alias tumpul.
-
Derajat 2 Kaliks berbentuk flattening, mendatar
-
Derajat 3 Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor, kaliks minor, tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol.
-
Derajat 4 Penipisan korteks ginjal dan kaliks berbentuk ballooning, alias menggembung.1
4. CT-Scan 2.6.3.2 Pemeriksaan laboratorium1,2,6 Pemeriksaan
laboratorium
dilakukan
berdasarkan
beberapa
jenis
pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat dalam menegakkan diagnosa, yakni: 1. Urin analisis, volume urin, berat jenis urin, protein, reduksi, dan sedimen.
15
Bertujuan menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 2. Urin kultur meliputi: mikroorganisme adanya pertumbuhan kuman pemecah urea, sensitivity test 3. Pemeriksaan darah lengkap, LED 4. Pemeriksaan kadar serum elektrolit, ureum, kreatinin Penting untuk menilai fungsi ginjal, untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP dan asam urat, Parathyroid Hormone (PTH), dan fosfat sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih, serta untuk menilai risiko pembentukan batu berulang.6
2.7 Diagnosis Banding Infeksi Saluran Kemih (ISK) Perlu dibedakan antara ISK maupun dengan penyakit batu saluran kemih, hal ini dibuktikan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tepat serta pemeriksaan penunjang yang akurat untuk menyingkirkan diagnosis banding antara kedua penyakit.
2.8 Penatalaksanaan Pada dasarnya terapi dibagi atas medikamentosa dan intervensi bedah, namun hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan dari ukuran batu yang terdapat di dalam ginjal, yakni: 1. Medikamentosa Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong keluar batu saluran kemih.1,2
16
2. Intervensi Bedah Pada dasarnya ada beberapa teknik bedah dalam penanganan pada penyakit ini namun masih dalam beberapa pertimbangan tertentu, yakni: -
ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotrypsi) Teknik ini menggunakan getaran yang dapat memecah batu ginjal menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah keluar melalui saluran kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan.1
-
PNL (Percutaneus Litholapaxy) Usaha mengeluarkan batu dengan memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan dengan memecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
-
Bedah laparoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.1
-
Bedah terbuka Di klinik-klinik yang belum memiliki
fasilitas endourologi,
laparaskopi, maupun ESWL, pengambilan batu dilakukan dengan bedah terbuka, antara lain pielolitotomi dan nefrolitotomi untuk mengambil batu di ginjal dan ureter.
2.9 Komplikasi Batu ginjal yang hanya menimbulkan keluhan nyeri kolik renal mungkin tidak mengalami masalah setelah nyeri berhasil diatasi. Apabila batu tersebut menyababkan sumbatan atau infeksi. Sumbatan ini dapat menetap dan batu berisiko menyebabkan gagal ginjal.6
2.10 Prognosis Prognosis tergantung pada besar batu, letak batu, adanya infeksi, dan adanya obstruksi.1
17
BAB III PEMBAHASAN
Anamnesis yang tajam dapat membantu menegakkan diagnosis dari nefrolitiasis yang terjadi. Pada pasien datang dengan nyeri pada pinggang dan disertai atau tanpa disertai hematuria dan riwayat adanya kencing berpasir. Anamnesa yang tepat perlu dilakukan karena sangat erat kaitannya dengan penyakit batu saluran kemih yang lain, yakni ureterolitiasis, vesikolitiasis dan uretrolitiasis. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk menilai adanya pembengkakan pada ginjal ketika palpasi atau tidak guna menyingkirkan diagnosa lain seperti hidronefrosis, selain itu perlu dilakukan tapping pain yakni nyeri ketok pada kostovertebra (CVA). Diagnosis Nefrolitiasis belum dapat ditegakkan hanya berdasarkan manifestasi klinisnya dan pemeriksaan fisik, hal ini diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan pemeriksaan laboratorium guna meningkatkan penegakkan diagnosis yang tepat. Berdasarkan hasil anamnesis ditemukan nyeri pada pinggang yang hebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri telah dirasakan sejak 1 minggu hilang timbul namun memberat dalam 1 hari terakhir. Nyeri tidak menjalar pada daerah lain seperti selangkangan. Keluhan lain juga disertai dengan adanya kencing berdarah pada saat berkemih pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan riwayat penyakit pasien mempunyai riwayat buang air kecil berpasir yang telah dialami selama 1 bulan ini namun hilang timbul dan disertai kencing tersendat. Pasien juga mengaku kurang mempunyai riwayat kurang minum air mineral yang telah menjadi kebiasaan menahun. Hal ini sesuai dengan perjalanan penyakit batu saluran kemih yakni mengarah pada nefrolitiasis yang mengeluhkan nyeri pinggang hebat disertai dengan adanya hematuria. Keluhan lain berupa demam, muntah, mual, nyeri saat berkemih, nyeri menjalar disangkal oleh pasien. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, ditemukan nyeri ketok CVA pada bagian sebelah kiri. Hal ini semakin menunjang dengan kriteria teori nefrolitiasis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah foto polos abdomen, pemeriksaan darah lengkap, gula darah sewaktu, cek fungsi ginjal dan
18
urinalisis lengkap guna mengetahui dan menyingkirkan diagnosis banding penyakit lainya dalam guna memilih terapi. Dengan adanya manifestasi klinis berupa nyeri pinggang hebat disertai dengan adanya hematuria, Tanpa disertai dengan demam, muntah, mual, nyeri saat berkemih, nyeri menjalar dan nyeri ketok CVA, maka pasien ini dapat di diagnosis dengan Suspect Nefrolitiasis. Berdasarkan teori, kriteria diagnosis dari Nefrolitiasis adalah nyeri pada pinggang dan disertai atau tanpa disertai hematuria dan riwayat adanya kencing berpasir. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok CVA. Hasil laboratorium ditemukan parameter yang bermakna atau yakni sedimen kristal Ca-Oxalat. Penegakkan diagnosis lebih lanjut dengan pertimbangan USG abdomen guna menentukan lokasi dan ukuran batu serta penanggulangan nyeri dan hematuria merupakan salah satu indikasi rawat inap pasien dengan Nefrolitiasis.2 Beberapa pemeriksaan radiologis yang lebih akurat pada pasien dengan nefrolitiasis guna mengevaluasi ukuran adan letak batu untuk menentukan medikamntosa atau tindakan bedah yang tepat apabila ukuran batu cukup besar. Pengobatan nefrolitiasis bersifat medikamentosa dan intervensi bedah serta mengubah pola gaya hidup. Hasil pemeriksaan yang menunjukkan dugaan nefrolitiasis, maka pasien ini dianjurkan untuk dirawat.5 Indikasi pemberian terapi adalah pasien nyeri pinggang yang hebat disertai dengan hematuria dan nyeri saat berkemih sehingga perlu tatalaksana yang cepat dan tepat guna menghindari komplikasi. Beberapa prinsip terapi awal adalah pemasangan kateter dan pemberian analgetik guna mengurangi kesulitan berkemih dan mengurangi nyeri pada pasien. Pasien ini termasuk dalam penyakit batu saluran kemih, yakni nefrolitiasis yang dilakukan tatalaksana rawat inap karena memiliki warning sign berupa nyeri pinggang yang hebat dan adanya kristalisasi pada sedimen urin dugaan batu yang sangat menghambat pasien dalam berkemih. Pemberian cairan perlu dilakukan mencukupi kebutuhan cairan pasien yakni menggunakan infus cairan isotonik RL Pemberian obat analgetik dan diuretik berguna untuk mengatasi nyeri dan membantu pasien memperlancar aliran urin guna dapat mendorong keluar batu saluran kemih, selain itu pemberian asam traneksamat dan Vit. K perlu untuk
19
mengatasi hematuria pada pasien ini. Pemberian antibiotik juga perlu dipertimbangkan guna mengatasi infeksi dan sebagai profilkasis. Kemampuan membedakan antara batu saluran kemih dan penyakit lainya yakni infeksi saluran kemih harus dapat dilakukan agar dalam penatalaksaan tidak salah yang berakibat peningkatan angka perburukan pada penyakit pasien.1 Catatan riwayat gaya hidup dan penyakit pasien harus dilaporan untuk menunjang penegakkan diagnosis, obat-obatan yang diminum terakhir baik yang diresepkan oleh dokter maupun tidak Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit lain seperti ginjal penting dievaluasi.1 Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, fungsi ginjal, dan urinalisa harus disertakan pada pasien nefrolitiasis. Foto polos abdomen, USG dan CT-scan sangat penting diperiksa untuk ini guna mengetahui jenis batu dan ukuran serta letak lokasi batu.1 Sasaran pengobatan nefrolitiasis untuk menurunkan perburukan pada penyakit pasien dan metastase ke ginjal. Dengan memecah batu yang menghambat diharapkan komplikasi akibat nefrolitiais berkurang. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi asupan purin, olah raga, dan meningkatkan asupan minum air mineral dan mengurangi asupan minuman berupa soft drink, dapat dimulai bersama-sama dengan obat farmakologi. Diharapkan dengan diberikannya obat farmakologi, risiko perburukan dapat diturunkan. Setelah diberikan pengobatan farmakologis, pasien juga diharapkan untuk kontrol rutin kesehatannya agar kualitas hidup pasien stabil atau dapat meningkat.
20
BAB IV KESIMPULAN
Nephrolithiasis adalah keadaan yang ditandai dengan adanya batu ginjal (renal calculi). Nephrolithiasis merupakan pembentukan deposit mineral yang kebanyakan adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat, urid acid dan kristal yang terdapat pada di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat berhenti di ureter.1,2 Faktor penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).1 Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik Manajenemen terapi dibagi atas medikamentosa dan intervensi bedah, namun hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan dari ukuran batu yang terdapat di dalam ginjal. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan lanjutan seperti USG abdomen guna menentukan ukuran dan lokasi batu, serta urinalisis guna mengetahui jenis batu yang kristalisasi yang mengendap pada sedimen urin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bisanzo M, Lieberman G.
Diagnosis and Imaging Nephrolithiasis In The
Emergency Department. Boston: Harvard Medical School. 2000. 2. Eisner BH, Quad JW, Hyams E. Nephrolithiasis : What Surgeons Need To Know. AJR. 2011; 196:1274–1278. 3. Malueka RG. Hidronefrosis dalam Radiologi Diagnostik. Cetakan Ketiga. Yogyakarta:Pustaka Cendekia Press. 2011. Hal. 86-7. 4. Mutarrak M, Corr P, Peh WCG. Pencitraan Traktus Urinarius dalam Mengenali Pola-Pola Diagnostik. Jakarta EGC.2010. Hal.181-95. 5. Purnomo Basuki B. Batu Ginjal dan Ureter dalam
Dasar-Dasar Urologi.
Yogyakarta: Sagung Seto. 2011.Hal 85-98. 6. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Cetakan keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. Hal 297-303. 7. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Batu Kandung Kemih. Jilid I. Edisi IV . 2006. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 563-5. 8. Wolf Stuard J, et al. Nephrolithiasis workup. Diunduh tanggal 26 Januari 2014. http://emedicine.medscape.com/article/437096-workup#aw2aab6b5b3