1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Wilayah perairan pantai Indonesia khususnya merupakan kawasan yang
menyimpan berbagai potensi kekayaan alam yang melimpah dan memerlukan banyak perhatian lebih untuk upaya pemanfaatan sehingga segala kekayaan alam tersebut dapat digunakan dengan baik dan optimal.Dalam pengelolaannya pun tentu diperlukan perencanaan yang tepat sehingga tidak terjadi kerugian yang besar. Pengelolaan dan pendayagunaan wilayah perairan pantai dan laut secara optimal dan bijaksana di masa kini dan masa yang akan datang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kemampuan suatu negara untuk mencukupi berbagai kebutuhan masyarakatnya sehingga pertumbuhan ekonomi dan sosial suatu negara dapat berkembang pesat.Upaya pendayagunaan wilayah pantai dan laut secara optimal tentu tidak dapat dilakukan hanya dengan berbekal kemauan dan usaha tanpa adanya ilmu pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan sumberdaya kelautan. Sebagai ilmu pengetahuan di bidang studi kelautan, oseanografi merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang sangat terkait dengan pengelolaan wilayah pantai dan laut.Oseanografi sendiri dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang mempelajari laut dan samudera.Ilmu ini bukan merupakan suatu ilmu yang murni atau berdiri sendiri, tetapi merupakan perpaduan dari berbagai macam ilmu dasar yang lain. Ilmu-ilmu lain yang termasuk didalamnya antara lain adalah ilmu tanah (geology), ilmu bumi (geography), ilmu fisika (physics), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayat (biology) dan ilmu iklim (metereology) (Hutabarat, 1986). Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan dalam bidang Oseanografi adalah praktik Survei Oseanografi yang telah dilaksanakan oleh mahasiswa/i Program Studi Oseanografi Universitas Hang Tuah Surabaya di Perairan Teluk Awur Jepara Provinsi Jawa Tengah.Pelaksanaan kegiatan tersebut meliputi bidang fisika laut, kimia laut, biologi laut, dan geologi laut.
2
1.2.
TUJUAN DAN MANFAAT Secara umum, tujuan yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan
tersebut antara lain : a. Memberikan gambaran umum kepada mahasiswa/i Oseanografi tentang beberapa kegiatan dalam Survei Oseanografi. b. Melatih mahasiswa/i Oseanografi dalam melakukan beberapa kegiatan Survei Oseanografi, diantaranya pengamatan, pengumpulan, dan analisis data Oseanografi di Perairan Teluk Awur Jepara sesuai dengan metode dan kaedah-kaedah yang berlaku. c. Mengetahui karakteristik Perairan Teluk Awur Jepara ditinjau dari aspek Oseanografi Fisika, Biologi, Kimia, dan Geologi. Adapun manfaat yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut antara lain : a. Mahasiswa/idapat
mengetahui
secara
menyeluruh
tentang
berbagai
kegiatan survei yang termasuk dalam Survei Oseanografi. b. Mahasiswa/idapat mengaplikasikan ilmu dan teori yang telah diperoleh selama di bangku kuliah untuk diterapkan secara langsung di lapangan. c. Mahasiswa/i dapat mengetahui karakteristik Perairan Teluk Awur Jepara ditinjau dari aspek Oseanografi Fisika, Biologi, Kimia, dan Geologi.
1.3.
MATERI PRAKTIKUM Adapun untuk materi praktik Survei Oseanografi yang dilaksanakan antara lain
meliputi : 1. Oseanografi Fisika a. Pasang surut, b. Arus laut dan arus pasang surut, c. Leveling, d. Survei Pemetaan Laut, dan e. Salinitas, Temperatur, dan Turbiditas. 2. Oseanografi Biologi a. Prosentase tutupan terumbu karang,
3
b. Identifikasi bentos, dan c. Identifikasi plankton. 3. Oseanografi Kimia a. Analisis kandungan Nitrit, b. Analisis kandungan Amoniak, c. Analisis kandungan Phospat. 4. Oseanografi Geologi a. Analisis sedimen dasar, dan b. Analisis sedimen melayang.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
OSEANOGRAFI FISIKA
2.1.1. PASANG SURUT LAUT Fenomena pasang surut air laut terjadi terutama disebabkan adanya gaya gravitasi bumi terhadap bulan dan matahari. Besar naik turunnya permukaan air laut bergantung pada kedudukan bumi terhadap bulan dan matahari. Fenomena pasang surut dapat juga diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gayagravitasi benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi (Pariwono, 1989). Pasang surut oleh Dronkers (1964) dijelaskan sebagai suatu pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Bishop(1984) menambahkan bahwa pasang surut diperairan tertutup (teluk) juga dipengaruhi oleh faktor non-astronomi antara lain adalah kondisi garis pantai dan topografi dasar perairan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pasang surut laut merupakan fluktuasi permukaan air laut secara periodik akibat adanya gaya tarik menarik atau gravitasi benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi. Pengaruh bulan lebih kuat dikarenakan letaknya dari bumi yang lebih dekat jika dibandingkan dengan matahari yang berukuran besar dan jauh dari bumi. Pada dasarnya semua benda-benda angkasa mempengaruhi pasang surut di bumi, namun karena letaknya yang jauh sehingga dampaknya tidak begitu berpengaruh besar. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Dalam mempelajari pasang surut, posisi puncak disebut pasang tinggi dan posisi lembah disebut surut rendah, sedangkan jarak antara puncak dengan lembah disebut dengan tunggang pasut atau tidal range. Terdapat komponen-komponen
5
pasang surut yang digunakan untuk menentukan jenis pasang surut melalui bilangan Formzahl yang dinyatakan dalam persamaan:
πΉ =
π΄πΎ1 + π΄π1 π΄π2 + π΄π2
Keterangan : F
= bilangan Formzahl
AK1
= konstanta amplitudo K1
AO1
= konstanta amplitudo O1
AM2
= konstanta amplitudo M2
AS2
= konstanta amplitudo S2
Wyrtki (dalam Triatmodjo, 1999) menjelaskan bahwa karakteristik pasang surut disetiap daerah berbeda. Secara umum Wyrtki membagi pasang surut menjadi empat tipe, yaitu : -
Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) merupakan pasang surut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari. Nilai Formzahl lebih besar dari 3,0.
-
Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) merupakan pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari. Nilai Formzahl berkisar 2,5 ~ 3,0.
-
Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) merupakan pasang surut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Nilai Formzahl berkisar 0,25 ~ 2,5.
-
Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal) merupakan pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari dan terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan tinggi air dan waktu yang berbeda. Nilai Formzahl berkisar 0 ~ 0,25.
6
Gambar 2.1.Tipe Pasang Surut berdasarkan Grafik Pengamatan pasang surut umumnya dilakukan selama 29 hari.Dari data pengamatan tersebut, diperoleh konstanta pasang surut untuk menentukan tipe pasang surutnya.Untuk kepentingan peramalan pasang surut periode berikutnya diperlukan data pengamatan selama 18,6 tahun. Metode yang dipergunakan untuk menentukan tipe pasang surutnya menggunakan Metode Admiralty. Penentuan nilai Duduk Tengah sementara (DTs) dapat dilakukan dengan menggunakan data pengamatan pasang surut selama 38 jam dan dihitung menggunakan persamaan berikut :
π·ππ =
(πππππππππ πππππ π₯ πΉπππ‘ππ πππππππ) πΉπππ‘ππ πππππππ
2.1.2. ARUS LAUT DAN ARUS PASANG SURUT Arus laut merupakan pergerakan massa air laut yang terjadi karena beberapa hal, seperti hembusan angin, perbedaan densitas dan tekanan air laut, dan pasang surut. Sirkulasi arus permukaan global terjadi akibat angin-angin dominan yang berhembus di permukaan laut. Untuk periode yang panjang biasa disajikan dalam harga rata-rata yang umumnya digunakan untuk peta navigasi laut dan climatic chart (Anonim, 2003). Arus laut dapat juga didefinisikan sebagai proses pergerakan massa
7
air laut yang menyebabkan perpindahan horisontal dan vertikal massa air laut tersebut yang terjadi secara terus-menerus (Gross,1972).
Gambar 2.2.Jalur Aliran Arus Permukaan di Dunia Hutabarat (1986) menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi arus permukaan, yaitu topografi dasar lautan, gaya Coriollis dan Ekman, serta kondisi geografi, seperti pulau-pulau disekitarnya. Beberapa sistem sirkulasi arus dunia dibatasi oleh massa daratan. Batasan-batasan tersebut menghasilkan suatu sistem sirkulasi yang cenderung membuat aliran air yang membentuk suatu bentuk bulatan yang disebut dengan gyre. Pengamatan arus laut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan peralatan floatingbouy dan current meter.Pengamatan arus laut menggunakan floating bouy dilakukan dengan menentukan posisi benda apung yang dihanyutkan sehingga dapat diketahui interval waktu, jarak, dan arah hanyut benda tersebut. Pengamatan dengan menggunakan current meter dilakukan dengan prinsip kerja perputaran balingbaling dan nilai yang dihasilkan kemudian dihitung dengan persamaan yang ada untuk mendapatkan kecepatan dan arah arus (Maria, et.al., 2003) Arus pasang surut merupakan arus yang terjadi akibat gaya pembangkit pasang surut. Arus pasang surut merupakan pergerakan air laut secara horisontal yang dipengaruhioleh naik turunnya permukaan laut secara periodik. Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi benda-benda angkasa, seperti matahari dan bulan. Gaya gravitasi benda-benda angkasa tersebut bervariasi secara langsung
8
terhadap massa bumi tetapi berbanding terbalik terhadap jarak dengan bumi. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Arah dan kecepatan arus pasang surut bervariasi secara berkala.Sebagai contoh, analisa data dalam suatu periode dapat digunakan untuk meramalkan kondisi arus pasang surut yang akan datang atau kondisi arus pasang surut yang telah lalu (Rawi, 2002). Untuk mendapatkan konstanta harmonik dengan analisa arus pasut, diperlukan pengamatan secara terus menerus dalam jangka panjang seperti halnya pengamatan pasang surut. Pengamatan arus pasang surut jika dibandingkan pengamatan pasang surut dinilai lebih sulit dilakukan meski dalam proses perhitungan cenderung sama. Hanya saja arus pasang surut merupakan suatu vektor, sehingga dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen Utara dan Timur seperti dibawah ini : -
Komponen arus :
U = cos (arah) x kecepatan T = sin (arah) x kecepatan -
-Komponen
arus pasang surut :
U = U β Urata-rata
T -
= T β Trata rata
Arus pasang surut : Arah = arctan
Kecepatan = -
(T ο Trataοrata )
(U ο U rataοrata )
(U 2 ο« T 2 )
Arus non-pasang surut : Arah = arctan
Kecepatan =
Trataοrata U rataοrata
(U rataοrata ) 2 ο« (Trataοrata ) 2
9
-
Penentuan arah arus pasang surut berdasarkan ketentuan seperti di bawah ini : Tabel 2.1. Ketentuan Kuadran Arah Arah
(Ξ±)
360 - (Ξ±)
180 + (Ξ±)
180 - (Ξ±)
U
+
+
-
-
T
+
-
-
+
2.1.3. LEVELLING Levelling atau metode sipat datar adalah pengukuran beda tinggi. Pada prinsipnya pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar optis untuk membidik rambu ukur di lapangan atau lokasi survei.Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar optis masih merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi dan pulang (Iskandar, 2008). Maksud pengukuran beda tinggi atau leveling adalahmenentukan beda tinggi antara dua titik atau lebih. Beda tinggi yang dimaksud adalah perbedaan ketinggian di atas permukaan air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal.Pengertian lain dari beda tinggi antara dua titik adalah selisih pengukuran ke muka dan ke belakang. Beda tinggi (H) diketahui antara dua titik (A) dan (B), sedangkan jarak antara titik-titik (A) dan (B) dapat dianggap sebagai bidang yang mendatar meski melengkung pada umumnya. Dengan metode pengukuran tersebut akan diperoleh perbedaan ketinggian sesuai dengan ketinggian dari titik-titik yang diukur. Peralatan-peralatan yang biasa digunakan dalam pengukuran leveling atau sipat datar optis antara lain adalah: a. Alat Sipat Datar atau Waterpass, b. Pita Ukur, c. Rambu Ukur, d. Statif atau tripod, dan e. Unting-unting.
10
Gambar 2.3.Pengukuran Sipat Datar atau Levelling
2.1.4. SURVEI PEMETAAN LAUT Survei pemetaan laut dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai kedalaman dan konfigurasi/topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyekobyek yang mungkin membahayakan. Pada penerapanya, survei pemetaan laut atau sounding lebih banyak dimanfaatkan sebagai suatu cara untuk menjaga faktor keamanan alur pelayaran di suatu dermaga atau perairan. Peralatan yang biasa digunakan untuk kegiatan survei pemetaan laut saat ini adalah echo sounder. Sinyal suara yang dipantulkan dan diterima kembali akan menggambarkan kondisi dasar laut dalam 3 dimensi. Tahapan-tahapan yang dilaksanakan dalam survei pemetaan laut adalah sebagai berikut : -
Survei pendahuluan,
-
Menetapkan titik kontrol horisontal,
-
Pengamatan pasang surut,
-
Pelaksanaan survei pemetaan laut,
-
Penentuan garis pantai,
-
Pemrosesan data,
-
Koreksi muka air surutan, dan
-
Penyajian data.
11
Salah satu hasil dari survei pemetaan laut ini adalah sebuah peta bathimetri yang berisi informasi mengenai garis kedalaman, kondisi topografi dasar laut, dan beberapa informasi lain terkait dengan deskripsi dasar laut.
2.1.5. SALINITAS, TEMPERATUR,DAN TURBIDITAS Ciri paling khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang adalah rasanya yang asin.Ini disebabkan karena di dalam air laut terlarut bermacam-macam garam yang paling utama adalah garam Natrium Klorida (NaCl) yang sering pula disebut garam dapur.Garam dapur banyak diproduksi di Madura dan juga di daerah lainnya. Garam-garam tersebut diperoleh melalui proses penguapan air laut hingga tersisa kristal-kristal garam. Selain garam klorida, di dalam air laut terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya.Dalam literatur oseanologi dikenal istilah salinitas yang merupakan jumlah berat semua garam yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00 (Nontji,2007). Zat-zat garam tersebut berasal dari dasar laut yang terbentuk melalui proses outgassing, yakni rembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk gas ke permukaan laut. Bersama gas-gas ini, terlarut pula garam-garam dan hasil kikisan kerak bumi dengan perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut. Kadar garam ini tetap dan tidak berubah sepanjang masa. Dengan demikian tidak akan dijumpai bahwa air laut semakin lama akan semakin asin (Romimohtarto,2009). Temperatur di laut adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena temperatur mempengaruhi berbagai aktivitas metabolisme di lautan maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut. Sebagai contoh, binatang karang dimana penyebarannya sangat di batasi oleh perairan yang hangat yang terdapat di daerah tropik dan subtropik. Secara keseluruhan, sebagian besar air samudra itu dingin dengan kurang dari 10% volume air laut di muka bumi suhunya lebih dari 100 Β°C dan lebih dari 75% suhunya di bawah 40 Β°C . Alasan utama dari perbandingan ini adalah karena sinar matahari hanya mampu menembus laut sampai beberapa ratus meter saja, sedangkan pengaruh penyinaran matahari musiman hanya mencapai kira-kira 100 m. Akibatnya, di samudra terdapat lapisan atas yang relatif hangat, lapisan transisi, dan lapisan bawah
12
yang lebih dingin. Lapisan dengan penurunan suhu cepat ke bawah ini disebut lapisan termoklin (Romimohtarto,2009). Kecerahan di bawah permukaan laut dipengaruhi oleh penjalaran cahaya matahari. Intensitas cahaya tersebut akan semakin berkurang pada saat penjalaran cahaya semakin menembus ke perairan yang lebih dalam. Faktor yang mempengaruhi penurunan intensitas cahaya tersebut adalah adanya proses penyerapan dalam air laut antara lain oleh lumpur dan mikro-organisme (fitoplankton), sehingga tingkat kecerahan suatu perairan sangat mempengaruhi intensitas cahaya yang terserap dalam kolom air di perairan tersebut (Supangat, 2003). Penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan semakin tingginya kedalaman lautan. Pada perairan yang dalam dan jernih proses fotosintesis dapat mencapai kedalaman hingga 200 meter. Adanya bahan-bahan yang melayang dan tingginya nilaikekeruhan di perairan dekat pantai mengakibatkan penetrasi cahaya akan berkurang di tempat ini. Akibatnya, penyebaran tanaman hijau terbatas sampai pada kedalaman antara 15 dan 40 meter (Hutabarat, 1986).
2.2.
OSEANOGRAFI BIOLOGI
2.2.1. REEF CHECK Terumbu karang merupakan endapan-endapan karang masif yang tersusun dari kalsium karbonat yang dihasilkan dari hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis alga yang dikenal dengan namazooxanthellae (Nybakken, 1982). Terumbu karang merupakan keunikan diantara asosiasi lautan yang sebagian besar didominasi oleh kegiatan biologis.Meskipun karang dapat ditemukan dihampir seluruh bagian dunia, namun karang hanya dapat berkembang dengan baik di perairan tropis dengan temperatur air laut antara 25Β°C sampai 29Β°C.Kehidupan mereka di laut dibatasi oleh kedalaman yang kurang dari 25 meter. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan karang adalah cahaya atau sinar matahari. Persediaan cahaya yang cukup akan membantu proses fotosintesis zooxanthellae yang bersimbiosis dengan hewan karang. Apabila sinar matahari yang masuk tidak cukup maka akan menghambat proses fotosintesis sehingga produksi kalsium karbonat juga akan berkurang. Nybakken (1982) menjelaskan bahwa faktor lain yang
mempengaruhi
proses
perkembangan
karang
adalah
salinitas.
Jenis
13
karanghermatipik adalah salah satu jenis organisme laut yang tidak dapat bertahan dengan kondisi salinitas yang tidak normal (32-35 o/oo). Selain itu, parameter lain seperti kecerahan, kecepatan arus, dan arah arus juga mempengaruhi keberlangsungan hidup terumbu karang. Ekosistem terumbu karang memiliki manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi.Manfaat yang terkandung di dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua, yakni manfaat langsung dan manfaat tidak langsung (Cesar, 1997). Manfaat langsung dari terumbu karang antara lain adalah : a. Sebagai habitat ikan karang seperti ikan kerapu, baronang, batu karang, dan ekor kuning. b. Sebagai objek wisata bahari. c. Sebagai objek penelitian dan pemanfaatan biota perairan yang terkandung di dalamnya. Adapun untuk manfaat secara tidak langsung adalah sebagai bentang alam alamiah, penahan abrasi pantai akibat gelombang dan arus laut, serta breakwater alami terhadap serangan gelombang laut. Nybakken (1982) kembali menerangkan bahwa terumbu karang dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu : a. Terumbu karang cincin (Atoll), b. Terumbu karang penghalang (Barrier reef), dan c. Terumbu karang tepi (Fringing reef). Atoll merupakan terumbu karang yang mudah dikenali karena berbentuk seperti cincin yang muncul ke permukaan dari perairan dalam.Biasa melingkari sebuah gobah atau lagoon yang memiliki terumbu karang.Kedalaman sebuah gobah didalam atoll sekitar 45-100 meter.Salah satu contoh terumbu karang cincin atau atoll adalah di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi Selatan. Terumbu karang penghalang (barrier reef) terletak jauh dari pantai dan dipisahkan oleh dasar laut yang dalam. Pada umumnya terumbu karang ini tumbuh secara memanjang menyusuri pantai dan berputar-putar seperti penghalang.Contoh terumbu karang penghalang adalah The Great Barier Reef yang terletak di sebelah Timur Laut Australia dengan panjang 1.350 mil.
14
Terumbu karang tepi (fringing reef) merupakan tipe yang berkembang disepanjang pantai dan dapat mencapai hingga kedalaman 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas atau ke arah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat pada daerah dengan arus yang cukup. Pertumbuhan yang kurang baik biasa terjadi pada daerah diantara pantai dan tepi luar terumbu karang karena daerah tersebut sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang dapat menyebabkan banyak karang mati. Kondisi terumbu karang saat ini tercatat sangat memprihatinkan karena banyak ekosistem
terumbu
karang
mengalami
kerusakan
akibat
faktor
alam
dan
manusia.Secara kuantitatif, kualitas terumbu karang dapat diklasifikasikan berdasarkan prosentase karang yang hidup. Salah satu identifikasi kondisi terumbu karang berdasarkan klasifikasi prosentase karang hidup adalah sebagai berikut : -
0 % ~ 24 %
= rusak sekali
-
50 % ~ 74 % = baik
-
25 % ~ 49 % = rusak
-
75 % ~ 100 % = baik sekali
2.2.2. BENTOS Bentos merupakan seluruh organisme yang hidup di dasar perairan baik pada perairan dangkal maupun perairan dalam (McConnaughey,et.al., 1983). Komunitas bentos di laut dalam jumlah banyak diketahui hidup menetap dan melekat disuatu tempat. Secara umum organisme ini dapat ditemui di daerah supratidal, intertidal, dan subtidal. Berdasarkan teori yang ada bentos tidak bergantung pada satu jenis pakan saja karena dalam hal pakan semua hewan laut dalam tergolong generalis atau pemakan segala jenis pakan yang dapat ditelan dalam ukuran yang lebih kecil. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebagian besar organisme bentos adalah pemakan deposit (Sanders dan Hessler, 1969). Dengan demikian keberadaan bentos dapat digunakan sebagai acuan kualitas lingkungan karena organisme bentos yang secara langsung berhubungan dengan limbah yang masuk ke suatu perairan. Adanya perubahan faktorfaktor lingkungan dari waktu ke waktu dapat diamati dari keberadaan organisme bentos di area tersebut (Oey, et.al. dalam Ardi, 2002). Secara abiotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan bentos adalah faktor fisika dan kimia lingkungan perairan, diantaranya adalah penetrasi
15
cahaya yang berpengaruh terhadap temperatur air laut, substrat dasar, kandungan unsur kimia seperti oksigen terlarut dan pH. Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan karena sinar yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di badan perairan. Oksigen terlarut dalam air dapat membantu pernafasan organisme bentos dan akuatik lainnya (Odum dalam Maria, et.al., 2003). Faktor fisika dan kimia lainnya yang berpengaruh besar terhadap keberadaan bentos di perairan pesisir adalah salinitas dan keterbukaan wilayah pesisir selama pasang surut serta buangan limbah, baik yang mengandung racun maupun logam berat.
2.2.3. PLANKTON Plankton merupakan istilah umum yang dipergunakan untuk kelompok organisme laut yang hanyut bebas dalam laut dan tidak cukup kuat untuk menahan gerakan air yang cukup besar. Hutabarat (1986) mendefinisikan plankton sebagai organisme mikroskopik yang jumlahnya sangat banyak dan terdiri atas dua golongan, yaitu golongan hewan (zooplankton) dan golongan tumbuhan (fitoplankton). Fitoplankton adalah produsen utama zat-zat organik fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses permulaan yang penting dimana mereka dapat membuat atau mensintesiskan glukosa (karbohidrat) dari ikatan-ikatan anorganik karbondioksida dan air. Sinar matahari juga sangat diperlukan untuk membantu proses fotosintesis, sehingga mereka dapat hidup dengan baik pada lingkungan mempunyai sinar matahari yang cukup. Zooplankton merupakan kelompok hewan planktonik yang sangat banyak, termasuk didalamnya adalah
protozoa, coelenterate,
moluska, annelida, dan
crustacean. Zooplankton tidak dapat memproduksi zat-zat organik dari zat anorganik. Oleh karena itu, mereka harus tetap mendapat tambahan bahan-bahan organik dengan memakan fitoplankton. Nybakken (dalam Dyah, 2002) menjelaskan, bahwa organisme planktonik yang biasa ditangkap menggunakan jaring-jaring berukuran mikroskopik dibedakan menjadi 5 golongan yaitu : a. Megaplankton, yaitu organisme planktonik yang berukuran > 2,0 mm. b. Makroplankton, yaitu organisme planktonik yang berukuran antara 0,2 sampai 2,0 mm.
16
c. Mikroplankton, yaitu organisme planktonik yang berukuran antara 20 Β΅m sampai 20 mm. d. Nanoplankton, yaitu organisme planktonik yang berukuran antara 2 Β΅m sampai 20 mm. e. Ultraplankton, yaitu organisme planktonik yang berukuran < 2 Β΅m. Berdasarkan daur hidupnya, organisme planktonik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu : a. Holoplankton. b. Meroplankton. Pada dasarnya fitoplankton didominasi oleh dua kelompok besar yang biasanya tertangkap oleh jaring planktonet yaitu diatom dan dinoflagellata. Berbeda dengan fitoplankton, zooplankton merupakan organisme plankton yang bersifat hewani dan terdiri atas bermacam-macam larva dan bentuk yang mewakili hampir seluruh phylum. Namun demikian, dari sudut pandang ekologi hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting, yaitu subklas Copepoda (klas Crustacea, phylum Arthropoda). Penyebaran plankton di laut pada umumnya tidak merata karena mereka hidup secara berkelompok.Penyebab terjadinya pengelompokkan plankton diakibatkan oleh pengaruh fisika dan biologi, seperti turbulensi, divergensi arus dan gelombang serta laju pertumbuhan dan perkembangan individu plankton.
2.3.
OSEANOGRAFI KIMIA
2.3.1. NITRIT (NO2) Nitrit merupakan salah satu senyawa yang sangat diperlukan dalam kehidupan laut, meski kadar yang dibutuhkan relatif sedikit. Senyawa nitrit berfungsi mengikat oksigen yang terlarut dalam air sehingga sehingga keberadaan senyawa nitrit sangat dibutuhkan oleh ekosistem laut secara menyeluruh (Anonim, 2002).
2.3.2. PHOSPAT (PO4) Phospat merupakan bentuk senyawa yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme (Hutagalung,et.al., 1997). Di perairan unsur phospat
17
tidak akan didapat dalam bentuk bebas sebagai elemen melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortophospat dan poliphospat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Sumber phospat di perairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Hal tersebut dikarenakan sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber phospat daratan lainnya, sehingga sumber phospat di muara sungai lebih besar dari sekitarnya. Sumber alami dari senyawa phospat adalah erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari dalam laut sendiri. Hutagalung, et.al., (1997) menjelaskan bahwa peningkatan konsentrasi phospat di atas 0,3 Β΅m akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton dalam air laut, sehingga menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara massal, sedangkan konsentrasi dibawah 0,3 Β΅m menyebabkan penurunan produksi sel phospat. Batas optimum kadar phospat dalam air laut untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 β 5,51 mg/liter. Pada dasarnya senyawa phospat dalam air laut berbentuk ion (ortho) asam phospat (H3PO4). Ion orthophospat dibutuhkan pada proses fotosintesis dan proses penyerapan dari phospat dapat berlangsung terus meski dalam keadaan gelap. Orthophospat (H3PO4) adalah bentuk phospat anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus phospat yang sangat dipengaruhi oleh proses biologi dan fisika laut. Berdasarkan kadarphospat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: perairan dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar phospat total berkisar antara 0 β 0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar phospat 0.021 β 0.05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi memiliki kadar phospat total 0.051 β 0.1 mg/liter (Effendi, 2003). Pada analisis laboraturium, kadar orthopospat dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
π»ππ ππ πππ πππππ π π πππππ π₯ ππππ πππ‘πππ π π π‘ππππππ‘ π»ππ ππ πππ πππππ π π π‘ππππππ‘ 2.3.3. AMONIAK (NH3) Analisis terhadap suatu perairan yang mengandung limbah pada umumnya berkaitan dengan penetapan unsur nitrogen didalamnya.Penetapan tersebut berkaitan
18
dengan beberapa kelompok unsur nitrogen, seperti amoniak, nitrogen organik, dan lain sebagainya. Amoniak(NH3) merupakan unsur yang bersifat mudah terlarut dalam air dan merupakan senyawa nitrogen berupa dua bentuk apabila dalam kondisi cairan, yaitu amoniak bebas (NH3) dan ion amoniak(NH4). Perbandingan amoniak dalam kedua bentuk tersebut bergantung pada nilai pH dan temperatur lingkungan sekitarnya. Effendi (2003) menjelaskan bahwa sumber amoniak di perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik, seperti tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati dan terurai. Proses dekomposisi bahan organik tersebut biasa dikenal dengan istilah amonifikasi. Amoniak banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia (asam nitrat, amonium phospat, amonium sulfat, dan amonium nitrat), berbagai industri kertas, dan sebagainya. Amoniak bebas yang tidak terionisasi dan konsentrasi amoniak yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan kematian ikan yang berada di perairan tersebut. Penurunan kadar oksigen terlarut, keasaman air atau nilai pH, dan temperatur sangat mempengaruhi apakah jumlah amoniak yang ada bersifat beracun atau tidak. Pengaruh pH terhadap toksisitas amoniak ditunjukkan dengan keadaan pada kondisi pH rendah akan bersifat racun bila jumlah amoniak banyak, sedangkan pada pH tinggi, hanya dengan jumlah amoniak yang rendahpun sudah akan bersifat racun. Pada prinsipnya kadar amoniak lebih dari 0,2 mg/liter mengindikasikan bahwa perairan tersebut bersifat toksik terhadap beberapa jenis organisme akuatik. Peningkatan kadar amoniak mengindikasikan bahwa terjadi pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan dari sungai atau run-off limbah pertanian (Alaerts, 1987).
2.4.
OSEANOGRAFI GEOLOGI
2.4.1. SEDIMEN Sedimen adalah material atau bahan yang bersifat terurai yang berasal dari hasil rombakan batuan di atas permukaan bumi akibat proses β proses eksogen, pelapukan dan erosi. Material urai ini tertransport oleh air, angin, dan gaya gravitasi ketempat yang lebih rendah, cekungan, dan diendapkan sebagai endapan atau sedimen di bawah permukaan.Sedimen laut sebagai akumulasi dari mineral-mineral
19
dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut (Gross, 1990). Sedimen yang dijumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber yang dibedakan menjadi empat yaitu : -
Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daratan. Pengikisan batuan di darat ini terjadi karena adanya kondisi fisik yang ekstrim, seperti adanya proses pemanasan dan pendinginan yang terjadi berulang-ulang. Material ini dapat sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai atau arus laut dan terendapkan jika energi yang membawa telah melemah. Pada saat sedimen sampai pada laut penyebarannya ditentukan oleh sifat fisik dari partikel-patikel itu sendiri. Sedimen dengan ukuran partikel yang besar akan terendapkan lebih cepat dibandingkan yang berukuran lebih kecil yang akan terangkut lebih jauh dan terendapkan di tengah laut.
-
Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi. Sedimen ini berasal dari sisa-sisa kerangka organisme hidup yang akan membentuk endapan partikel-partikel halus yang akan mengendap pada daerah yang jauh dari pantai.
-
Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut. Sebagai contoh adalah bongkahanbongkahan mangan yang berasal dari endapan lapisan oksida dan hidroksida dari besi dan mangan yang terdapat di sekitar pecahan batu atau runtuhan puing-puing.
-
Cosmogenous sedimen yaitu sedimen yang berasal dari berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat yang terbawa angin. Material yang berasal dari luar angkasa merupakan sisasisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang berasal dari letusan gunung berapi dapat berukuran halus berupa debu vulkanik.
20
Dalam suatu proses sedimentasi, zat-zat yang masuk ke laut berakhir menjadi sedimen. Dalam hal ini zat yang ada terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi sepanjang kedalaman laut. Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat tersebut melayang-layang di dalam laut. Berdasarkan daerah distribusinya sedimen laut dibagi menjadi dua, yaitu : a. Sedimen laut dangkal Sedimen ini secara umum tersusun atas partikel lithougenus sedimen yang terendapkan pada daerah sekitar paparan benua. b. Sedimen laut dalam Sedimen laut dalam atau biasa disebut dengan sedimen oseanik tersusun atas partikel lithougenus, biogeneous, dan hidreogenous sedimen yang mengendap secara perlahan di perairan dalam.
2.4.2. TEKSTUR TANAH Tekstur tanah merupakan sifat menggambarkan kondisi kasar atau halusnya tanah dalam perabaan yang ditentukan oleh perbandingan berat fraksi-fraksi penyusunnya. Suatu fraksi yang dominan pada suatu tanah akan menentukan ciri dan jenis yang suatu tanah. Tekstur merupakan sifat kasar atau halusnya tanah dalam percobaan yang ditentukan oleh perbandingan banyaknya biji tunggal tanah dari berbagai kelompok ukuran, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi lempung, debu, dan pasir berukuran yang kurang dari 2 milimeter, namun apabila terdapat partikel berukuran lebih besar dari 2 milimeter dalam jumlah banyak maka pemberian nama tekstur tersebut ditambah dengan kerikil atau berbatu (Anonim, 2002). Perbandingankasar atau halusnya suatu tekstur tanah ditunjukkan oleh perbandingan pasir, liat, debu serta pertikel-partikel yang ukurannya lebih kecil daripada kerikil. Partikel-partikel tersebut dapat berupa bahan-bahan induk yang belum terurai sempurna.Secara umum, terdapat dua sistem penggolongan tekstur tanah saat ini, yaitu Sistem Internasional dan Sistem USDA (United State Departement of Agriculture). Penetapan prosentase dari pasir, debu, atau lempung liat suatu sampel disebut dengan analisis mekanis (mechanical analysis).Terdapat dua metode yang biasa
21
digunakan untuk penentuan jumlah partikel tanah yang tersuspensi pada kedalaman dan waktu tertentu, yaitu Metode Pipet dan Metode Hidrometer. Tabel 2.2. Penggolongan Partikel Tanah Sistem Internasional FRAKSI
DIAMETER (mm)
Pasir Kasar
2,00 β 0,20
Pasir Halus
0,20 β 0,02
Debu
0,02 β 0,002
Liat
< 0,002
Tabel 2.3. Penggolongan Partikel Tanah Sistem USDA FRAKSI
DIAMETER (mm)
Pasir Sangat Kasar
2,00 β 1,00
Pasir Kasar
1,00 β 0,50
Pasir Sedang
0,50 β 0,25
Pasir Halus
0,25 β 0,10
Pasir Sangat Halus
0,10 β 0,05
Debu
0,05 β 0,002
Liat
< 0,002
Metode pipet dilakukan dengan cara mengendapkan partikel dan mengambil partikel tersuspensi tersebut dengan menggunakan pipet pada waktu dan kedalaman yang telah diketahui dan kemudian dilakukan penimbangan jumlah partikel. Pada metode hidrometer digunakan alat hydrometer untuk mengukur variasi kepadatan material tersuspensi. Tekstur tanah dari suatu sampel dapat dinyatakan dengan nama kelas tekstur yang digambarkan pada diagram tekstur tanah. Nama-nama kelas tekstur tersebut didasarkan pada istilah pasir, debu, atau lempung liat. Istilah-istilah tersebut juga dapat digunakan sebagai nama kelas atau sifat kelas (Anonim, 2002).
22
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Seluruh rangkaian kegiatan dari Survei Oseanografi ini diselenggarakan di
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Kabupaten yang memiliki luas wilayah sekitar 1.004,16 km2 ini termasuk kawasan pesisir karena disebelah Barat, Utara, dan Timur berbatasan langsung dengan Laut Jawa, sedangkan Demak dan Kudus disebelah Selatan.
Gambar 3.1. Lokasi Surveidi Perairan Teluk Awur Jepara Secara keseluruhan, kegiatan praktik yang melibatkan berbagai aspek seperti Oseanografi Fisika, Kimia, Biologi, Geologi, dan Hidrgrafi ini tidak hanya dilaksanakan di Marine Station Teluk Awur milik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang, melainkan juga dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda
23
lainnya, yaitu area dermaga Universitas Diponegoro Teluk Awur dan Pulau Panjang Jepara.
Gambar 3.2. Marine Station Universitas Diponegoro
3.2.
SURVEI OSEANOGRAFI FISIKA
3.2.1. PENGAMATAN PASANG SURUT a. Tujuan Pengamatan pasang surut ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasang surut laut, diantaranya jenis pasang surut dan duduk tengah sementara (DTs) diperairan Teluk Awur Jepara. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengamatan pasang surut ini dilaksanakan pada tanggal 2-3 Desember 2012 dimulai pada pukul 06.00-20.00 WIB di Dermaga Universitas Diponegoro Teluk Awur Jepara dengan posisi koordinat 06Β° 36β 59,1β (S) dan 110Β° 38β 19,4β (E). c. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam pengamatan pasang surut ini adalah sebagai berikut : -
Palem atau tide scale,
-
Hand Global Positioning System (GPS),
24
-
Lampu senter danjam,
-
Alat tulis, dan
-
Alat perkakas (kawat, paku, palu, kayu, dan tang).
d. Prosedur Pengamatan Pengamatan pasang surut ini dilaksanakan secara visual. Secara teknis, pelaksanaan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Menentukan posisi stasiun pengamatan pasang surut.
-
Memasang palem atau tide scale pada lokasi yang sudah ditentukan dan mencatat posisinya dengan menggunakan hand GPS.
-
Memasang palem dalam keadaan vertikal dan kokoh sehingga tidak berubah posisinya.
-
Memasang palem pada posisi mudah diamati maupun untuk pengukuran sipat datar.
-
Mengamati dan mencatat ketinggian muka air setiap satu jam sekali secara terus-menerus.
Gambar 3.3. Pemasangan Rambu Pasang Surut di Dermaga
25
3.2.2. PENGAMATAN ARUS PASANG SURUT a. Tujuan Pengamatan arus pasang surut ini dilakukan untuk mengetahui kondisi arus akibat faktor pasang surut yang terjadi di perairan Teluk Awur Jepara. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengamatan ini dilaksanakan pada tanggal 2-3 Desember 2012 dimulai pada pukul 06.00-20.00 WIB di Dermaga Universitas Diponegoro Teluk Awur Jepara dengan posisi koordinat 06Β° 36β 59,1β (S) dan 110Β° 38β 19,4β (E). c. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam pengamatan arus pasang surut ini, yaitu : -
Current meter,
-
Stopwatch dan jam,
-
Kompas,
-
Hand Global Positioning System (GPS),
-
Lampu senter, dan
-
Alat tulis.
d. Prosedur Pengamatan Prosedur pengamatan arus pasang surut ini dilaksanakan dengan metode pengamatan layaknya pengamatan pasang surut, namun dalam pengamatan ini alat yang digunakan adalah current meter. Secara teknis, pengamatan arus pasang surut dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Menentukan posisi pengambilan data arus, kemudian mencatat posisi yang ditunjukkan pada GPS.
-
Merangkai current meter yang akan digunakan untuk mengambil data arus pasang surut.
-
Menurunkan current meter pada kedalaman yang diantara nol palem dengan permukaan air pada saat pengamatan pasang surut.
-
Mencatat nilai putaran yang ditunjukkan pada display current meter selama satu menit dan membaring current meter untuk mengetahui arah arus pasang surut.
26
3.2.3. PENGAMATAN ARUS LAUT a. Tujuan Pengamatan arus laut ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi arus laut di perairan Teluk Awur Jepara berupa kecepatan dan arah arus laut ditiga stasiun pengamatan, yaitu stasiun 1, 2, dan 3. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengamatan arus laut ini dilaksanakan pada hari Sabtu,1 Desember 2012 di Teluk Awur Jepara dengan tiga stasiun pengamatan pada posisi koordinat sebagai berikut : -
Stasiun 1
: 06Β° 35β 32,1β (S) dan 110Β° 38β 40,6β (E),
-
Stasiun 2
: 06Β° 35β 54,5β (S) dan 110Β° 38β 30,8β (E),
-
Stasiun 3
: 06Β° 36β 43,4β (S) dan 110Β° 38β 29,6β (E)
c. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dipergunakan dalam pengamatan arus laut ini, yaitu : -
Current meter,
-
Stopwatch,
-
Kompas,
-
Batu duga,
-
Hand Global Positioning System (GPS), dan
-
Alat tulis.
d. Prosedur Pengamatan Pengamatan ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Menentukan posisi pengambilan data arus, kemudian mencatat posisi yang ditunjukkan pada GPS.
-
Merangkai current meter yang akan digunakan untuk mengambil data arus.
-
Mengukur kedalaman stasiun pengamatan dengan menggunakan batu duga dan membagi kedalamanmenjadi tiga kedalaman, yaitu 0,2d, 0,4d,dan 0,8d.
-
Menurunkan current meter pada tiga kedalaman tersebut.
-
Mencatat nilai putaran yang ditunjukkan pada display current meter selama satu menit untuk masing-masing kedalaman dan membaring current meter untuk mengetahui arah arus.
27
3.2.4. PENGUKURAN SIPAT DATAR (LEVELLING) a. Tujuan
Pengukuran leveling ini dilakukan untuk mengetahui beda tinggi antara permukaan bench mark dengan permukaan muka air rata-rata, sehingga posisi palem dapat dikontrol apabila terjadi perubahan posisi palem pasang surut. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengukuran sipat datar atau levelling ini dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2012 di Dermaga Universitas Diponegoro Teluk Awur Jepara dengan posisi koordinat bench mark adalah 06Β° 37β 03,1β (S) dan 110Β° 38β 22,3β (E). c. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam pengukuran sipat datar atau levelling ini, yaitu : -
Sipat datar atau waterpass,
-
Rambu ukur,
-
Pita ukur,
-
Hand Global Positioning System (GPS),
-
Alat tulis.
d. Prosedur Pengukuran Secara teknis, prosedur pengukuran sipat datar atau leveling ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Menentukan bench mark dan menandai posisi koordinat dengan hand GPS.
-
Meletakkan sipat datar pada posisi diantara bench mark dengan rambu ukur masing-masing berjarak 15 meter.
-
Menstabilkan posisi sipat datar sehingga berdiri pada keadaan yang seimbang untuk membaca benang atas, tengah, dan bawah dari rambu ukur di titik bench mark dan titik rambu ukur.
-
Mencatat nilai benang atas, tengah, dan bawah pada setiap titik rambu ukur.
-
Melakukan prosedur di atas untuk titik-titik berikutnya hingga sipat datar cukup mampu melihat palem pasang surut.
28
3.2.5. PENGUKURAN TOPOGRAFI a. Tujuan Pengukuran topografi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi topografi pantai di sekitar dermaga Universitas Diponegoro Teluk Awur Jepara. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengukuran topografi ini dilaksanakan pada Senin, 3 Desember 2012 di Teluk Awur Jepara pada pukul 09.00 β 12.30 WIB. c. Alat dan Bahan Pada pengukuran topografi ini, alat dan bahan yang dipergunakan diantaranya adalah : -
Hand Global Positioning System (GPS),
-
Tongkat ukur,
-
Jam, dan
-
Alat tulis
d. Prosedur Pengamatan Prosedur pengukuran topografi ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Mempersiapkan peralatan dan menentukan daerah yang akan dilakukan survei topografi.
-
Mengukur kedalaman dengan tongkat ukur dan mencatat koordinatnya.
-
Melakukan prosedur yang sama untuk titik-titik berikutnya pada lajur yang sudah direncanakan.
3.2.6. PENGUKURAN SALINITAS a. Tujuan
Mengetahui kadar salinitas di tiga stasiun pengamatan di perairan Teluk Awur. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengambilan sampel air laut untuk pengukuran salinitas ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di Teluk Awur Jepara dengan tiga stasiun pengamatan pada posisi koordinat, sebagai berikut : -
Stasiun 1
: 06Β° 35β 32,1β (S) dan 110Β° 38β 40,6β (E)
-
Stasiun 2
: 06Β° 35β 54,5β (S) dan 110Β° 38β 30,8β (E)
29
-
Stasiun 3
: 06Β° 36β 43,4β (S) dan 110Β° 38β 29,6β (E)
c. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam pengukuran salinitas ini, diantaranya adalah : -
Hand Global Positioning System (GPS),
-
Botol Nansen,
-
Refraktometer,
-
Larutan aquades dan pipet,
-
Alat tulis, dan
-
Botol sampel dan kertas label.
d. Prosedur Pengamatan Pengukuran salinitas ini dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer dan cahaya matahari sebagai penerang. Secara teknis, pengukuran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Menandai lokasi stasiun pengamatan salinitas dengan menggunakan hand GPS.
-
Mempersiapkan alat refraktometer dengan cara membersihkan bagian cermin dengan cairan aquades.
-
Mengambil sampel air laut dengan menggunakan pipet dan meneteskan kedalam alat refraktometer.
-
Melihat angka skala dari alat refraktometer dengan memanfaatkan cahaya matahari kemudian mencatatnya.
3.2.7. PENGUKURAN TURBIDITAS a. Tujuan Mengetahui tingkat kekeruhan (turbiditas) perairan Teluk Awur Jepara pada tiga stasiun pengamatan di lokasi tersebut. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengukuran turbiditas ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di perairan Teluk Awur Jepara dengan tiga stasiun pengamatan pada posisi koordinat sebagai berikut : -
Stasiun 1
: 06Β° 35β 32,1β (S) dan 110Β° 38β 40,6β (E)
30
-
Stasiun 2
: 06Β° 35β 54,5β (S) dan 110Β° 38β 30,8β (E)
-
Stasiun 3
: 06Β° 36β 43,4β (S) dan 110Β° 38β 29,6β (E)
-
Pengukuran turbiditas juga dilaksanakan di dekat dermaga Universitas Diponegoro Teluk Awus Jepara.
c. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam pengukuran salinitas ini, diantaranya adalah : -
Hand Global Positioning System (GPS),
-
Secchi disk, dan
-
Alat tulis.
d. Prosedur Pengamatan Pengukuran turbiditas di perairan Teluk Awur Jepara ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Menandai lokasi pengukuran turbiditas dengan menggunakan hand GPS.
-
Mempersiapkan alat secchi disk yang sudah diberi skala ukur kedalaman.
-
Menurunkan alat secchi disk kedalam laut secara perlahan hingga alat tidak dapat diamati lagi atau setidaknya sudah tidak jelas untuk dilihat.
-
Menaikkan alat dan mengukur skala ukur kedalaman dari secchi disk untuk mengetahui berapa meter tingkat visibilitas perairan.
3.3.
SURVEI OSEANOGRAFI BIOLOGI
3.3.1. REEF CHECK a. Tujuan Pengamatan terumbu karang ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi luas tutupan karang di pantai Pulau Panjang Jepara dengan menggunakan metode quadran transect. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengamatan reef check ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di pantai Pulau Panjang Jepara dengan posisi koordinat 6Β° 34β 43,1β (S) dan 110Β° 37β 47,0β (E).
31
c. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam pengamatan reef check ini adalahsebagai berikut : -
Papan sabak atau mika,
-
Kertas kalkir dan alat tulis,
-
Peralatan selam dasar (masker dan snorkel),
-
Hand Global Positioning System (GPS),
-
Refraktometer dan Termometer,
-
Pipa kuadran atau transek.
Gambar 3.3. Persiapan Reef CheckdenganPipa Kuadran d. Prosedur Pengamatan Pengamatan terumbu karang ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Menentukan lokasi pengamatan yang dinilai cukup mewakili dan menandai lokasi dengan menggunakan hand GPS untuk mengetahui koordinat posisinya.
-
Meletakan pipa kuadran di atas terumbu karang yang akan diamati dengan dipegang oleh dua orang agar alat tidak bergerak dan berpindah akibat arus atau gelombang.
-
Mengamati setiap segmen dalam pipa kuadran dengan caramenyebutkan kode terumbu karang, presentase tutupan, dan obyek lain yang terdapat dalam tiap segmen. Contoh, segmen 1 = 100% Acropora Coral Breanching(ACB).
-
Mengukur tingkat salinitas dan temperatur di lokasi apabila seluruh segmen kuadran sudah tercatat.
32
3.3.2. PENGAMATAN SAMPEL BENTOS a. Tujuan Pengamatan ini dilaksanakan untuk mengetahui keragaman biota laut pada tiga zona yang berbeda yakni zona subtidal, intertidal, dan supratidal. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengamatan bentos ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di pantai Pulau Panjang Jepara dengan koordinat6Β° 34β 59,8β (S) dan 110Β° 37β 08,3β (E). c. Alat dan Bahan Beberapa alat dan perlengkapan yang dipergunakan dalam pengamatan organisme bentos ini, yaitu : -
Cetok,
-
Saringan atau ayakan,
-
Botol sampel dan kertas label,
-
Formalin, dan
-
Buku identifikasi organisme bentos.
d. Prosedur Pengamatan Prosedur pengamatan organisme bentos ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Mengambil sedimen secukupnya menggunakan cetok masing-masing dari zona supratidal, intertidal, dan subtidal di Pulau Panjang Jepara.
-
Menuangkan sedimen ke dalam ayakan dan mengayaknya untuk menemukan biota hidup.
-
Memisahkan biota-biota yang ditemukan dalam proses ayakan tersebut ke dalam botol sampel yang sudah berisi larutan formalin untuk mengawetkan biota yang telah ditemukan.
-
Mengidentifikasi organisme bentos yang telah ditemukan di laboratorium menggunakan buku identifikasi biota laut.
33
3.3.3. PENGAMATAN SAMPEL PLANKTON a. Tujuan Pengamatan plankton ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis plankton di perairan Teluk Awur Jepara. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengambilan sampel plankton ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di Teluk Awur Jepara dengan tiga stasiun pengamatan pada posisi koordinat sebagai berikut : -
Stasiun 1
: 06Β° 35β 32,1β (S) dan 110Β° 38β 40,6β (E)
-
Stasiun 2
: 06Β° 35β 54,5β (S) dan 110Β° 38β 30,8β (E)
-
Stasiun 3
: 06Β° 36β 43,4β (S) dan 110Β° 38β 29,6β (E)
c. Alat dan Bahan Beberapa peralatan dan bahan yang dipergunakan dalam kegiatan pengamatan plankton ini adalah sebagai berikut : -
Plankton net,
-
Refraktometer,
-
Botol sample dan label,
-
Larutan formalin,
-
Mikroskop dan buku identifikasi plankton.
d. Prosedur Pengamatan Pengamatan plankton ini dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut : -
Menentukan stasiun pengambilan sampel plankton dan menandai posisi koordinatnya dengan menggunakan hand GPS.
-
Mempersiapkan plankton net yang akan digunakan untuk mengambil sampel plankton.
-
Memasukkan plankton net kedalam laut dan kemudian mengangkatnya untuk memisahkan sampel air laut berisi plankton ke dalam botol sampel berisi larutan formalin.
-
Mengukur tingkat salinitas stasiun pengamatan plankton dengan menggunakan alat refraktometer.
-
Melakukan prosedur yang sama pada stasiun pengamatan 2 dan 3.
34
-
Menganalisis sampel plankton yang diperoleh ke laboraturium menggunakan mikroskop.
-
Mengamati obyek dengan pembesaran 10x100 dan mencocokannya dengan gambar dari buku identifikasi plankton.
3.4.
SURVEI OSEANOGRAFI KIMIA
3.4.1. ANALISIS NITRIT (NO2) a. Tujuan Mengetahui kadarNO2 di perairan Teluk Awur di tiga stasiun pengamatan. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Analisis kadar nitrit ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di Teluk Awur Jepara pada tiga stasiun pengamatan dengan posisi koordinat sebagai berikut : -
Stasiun 1
: 06Β° 35β 32,1β (S) dan 110Β° 38β 40,6β (E)
-
Stasiun 2
: 06Β° 35β 54,5β (S) dan 110Β° 38β 30,8β (E)
-
Stasiun 3
: 06Β° 36β 43,4β (S) dan 110Β° 38β 29,6β (E)
c. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dipergunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut : -
Sampel air laut dari tiga stasiun pengamatan,
-
Reagen warna,
-
Kolom pereduksi,
-
Larutan standart nitrit dan NH4Cl,
-
Tabung erlemeyer,
-
Gelas beker dan Pipet,
-
Spektrometer.
35
Gambar 3.3. Analisis Nitrit di Laboratorium Universitas Diponegoro d. Prosedur Pengamatan Pelaksanakan analisis ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : -
Mengambil larutan NH4Cl sebanyak 10 ml dengan menggunakan spet kemudian menginjeksikan larutan kedalam spet tersebut untuk membersihkan kolom pereduksi.
-
Melanjutkan prosedur yang sama untuk mengambil air sampel sebanyak 5 ml + 5 ml larutan NH4Cl dan menginjeksikan melalui kolom pereduksi.
-
Mencampurkan larutan yang telah tereduksi tersebut dengan meneteskan reagen warna sebanyak 1 ml, kemudian mengaduk dan mendiamkan selama 1 menit hingga berwarna merah muda.
-
Memasukan larutan sampel yang
berubah warna
tersebut ke dalam
spektrometer dengan panjang gelombang 5.45 nm. -
Menambahkan larutan sampelhasil dari spektrometer yang telah diketahui tersebut dengan 1 ml standart nitrit.
-
Memasukan kembali larutan yang telah ditambahkan standart nitrit ke dalam spektrometer dengan panjang gelombang 5.45 nm.
3.4.2. ANALISIS PHOSPAT (PO4) a. Tujuan Mengetahui kadarPO4di perairan Teluk Awur di tiga stasiun pengamatan.
36
b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengambilan sampel ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di Teluk Awur Jepara dengan tiga stasiun pengamatan pada posisi koordinat sebagai berikut : -
Stasiun 1
: 06Β° 35β 32,1β (S) dan 110Β° 38β 40,6β (E),
-
Stasiun 2
: 06Β° 35β 54,5β (S) dan 110Β° 38β 30,8β (E),
-
Stasiun 3
: 06Β° 36β 43,4β (S) dan 110Β° 38β 29,6β (E)
c. Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang dipergunakan dalam kegiatan analisis kadar phospat ini adalah sebagai berikut : -
Sampel air laut dari 3 stasiun pengamatan,
-
Mix reagen,
-
Larutan standart KH2PO4,
-
Larutan K2S2O8,
-
Aquabides,
-
Pipet,
-
Gelas beker dan gelas ukur,
-
Pemanas, dan
-
Spektrometer.
d. Prosedur Pengamatan Pengamatan kadar phospat ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : -
Mengambil air sampel dari tiap lokasi yang berbeda dan menuangkan dalam gelas beker masing-masing sebanyak 15 ml dan ditambah 5 ml larutanK2S2O8.
-
Melakukan pengadukan larutan sampel tersebut dan mendiamkan beberapa menit, selanjutnya memanaskan selama 1 jam dan jangan sampai mendidih.
-
Mendinginkan larutan tersebut hingga bersuhu normal dan menambahkan cairan aquabides hingga sebanyak pada volume awal larutan sampel.
-
Mengambil larutan sebanyak 10 ml dan menambahkan 1ml larutan mix reagendengan pipet.
-
Mengukur nilai absorbansi dari sampel dengan memasukannya kedalam spektrometer dengan panjang gelombang 880 nm.
37
-
Menambahkan 1 ml larutan standart phospat dan memasukan kembali kedalam spektrometer dengan panjang gelombang 880 nm.
3.4.3. ANALISIS AMONIAK (NH3) a. Tujuan Mengetahui kadaNH3 di tiga stasiun pengamatandi perairan Teluk Awur. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengambilan sampel ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di tiga stasiun pengamatan pada posisi koordinatsebagai berikut : -
Stasiun 1
: 06Β° 35β 32,1β (S) dan 110Β° 38β 40,6β (E),
-
Stasiun 2
: 06Β° 35β 54,5β (S) dan 110Β° 38β 30,8β (E),
-
Stasiun 3
: 06Β° 36β 43,4β (S) dan 110Β° 38β 29,6β (E)
c. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dipergunakan dalam analisis ini diantaranya adalah : -
Sampel air laut,
-
Fenol (C8H5OH),
-
Larutan sodium nitroklosit (NaNoCl8),
-
Larutan standart amoniak,
-
Larutan oksidasi,
-
Pipet,
-
Gelas beker dan gelas ukur, dan
-
Spektrometer.
d. Prosedur Pengamatan Pelaksanaan analisis ini dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut : -
Mengambil sampel air laut sebanyak 50 ml dan menambahkan masing-masing sebanyak 2 ml fenol, 2 ml sodium nitroklosit, dan 5 ml larutan oksidasi dalam gelas beker.
-
Melakukan pengadukan larutan tersebut dan mendiamkan selama 30 menit hingga kebiruan.
-
Mengukur nilai absorbasi sampel dengan memasukan kedalam spektrometer dengan panjang gelombang 640 nm.
38
-
Kemudian tambahkan 1 ml larutan standart amoniak dan mengukur kembali dengan memasukan kedalam spektrometer dengan panjang gelombang 640 nm.
3.5. SURVEI OSEANOGRAFI GEOLOGI 3.5.1. ANALISIS SEDIMEN a. Tujuan Mengetahui tingkat sedimentasi yang terjadi di perairan Teluk Awur Jepara. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengambilan sampel ini dilaksanakan selama 1x24 jam dimulai pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di dermaga Universitas Diponegoro Teluk Awur Jepara pada posisi koordinat 06Β° 36β 58,9β (S) dan 110Β° 38β 19,6β (E), c. Alat dan Bahan Pada pengamatansedimentasi ini, alat dan bahan yang dipergunakan diantaranya adalah : -
Hand Global Positioning System (GPS),
-
Sedimen trap,
-
Sampel sedimen di dalam sediment trap,
-
Gelas ukur,
-
Kertas aluminium,
-
Timbangan,
-
Oven atau pemanas, dan
-
Alat tulis
d. Prosedur Pengamatan Pengamatan sedimetasi ini dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut : -
Menurunkan sedimen trap pada stasiun pengamatan yang sudah ditentukan selama 1x24 jam.
-
Mencatat posisi koordinat dari stasiun pengamatan tempat peletakan sedimen trap.
-
Menaikkan sedimen trap dan kemudian dibawa ke laboraturium untuk dilakukan analisis sedimen.
39
-
Menganalisis sedimen dengan mengaduk sedimen dan air yang ada di dalam sedimen trap, kemudianmengambil hasil adukan sebanyak 250 ml dan dipanaskan dalam temperatur 1500C hingga tersisa endapan sedimen.
-
Menimbang endapan sedimen yang tersisa dari hasil pemanasan di oven tersebut.
3.5.2. ANALISIS TEKSTUR TANAH a. Tujuan Mengetahui jenis tekstur tanah pada sampel yang telah diambil dari tiga stasiun pengamatan di perairan Teluk Awur Jepara. b. Waktu dan Lokasi Pengamatan Pengambilan sampel ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Desember 2012 di Teluk Awur Jepara dengan tiga stasiun pengamatan pada posisi koordinat sebagai berikut : -
Stasiun 1
: 06Β° 35β 32,1β (S) dan 110Β° 38β 40,6β (E),
-
Stasiun 2
: 06Β° 35β 54,5β (S) dan 110Β° 38β 30,8β (E),
-
Stasiun 3
: 06Β° 36β 43,4β (S) dan 110Β° 38β 29,6β (E)
c. Alat dan Bahan Pada pengamatan sedimentasi ini, alat dan bahan yang dipergunakan diantaranya adalah : -
Hand Global Positioning System (GPS),
-
Van Veen Grab,
-
Sampel sedimen,
-
Kertas aluminium,
-
Timbangan, dan
-
Oven atau pemanas.
d. Prosedur Pengamatan Prosedur pengamatan tekstur tanah ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : -
Menurunkan Van Veen Grabpada stasiun pengamatan yang sudah ditentukan untuk mengambil sampel sedimen dasar laut.
40
-
Mencatat posisi koordinat dari stasiun pengamatan tempat penurunan Van Veen Grab kemudian melakukan prosedur yang sama untuk stasiun 2 dan 3.
-
Membawa sampel sedimen dasar laut ke laboraturium untuk dilakukan analisis sedimen.
-
Menganalisis sedimen dengan memisahkan sampel sedimen dari 3 stasiun pengamatan dan memanaskannya dengan temperatur 200 0C hingga kering.
-
Menumbuk masing-masing sampel sedimen setidaknya hingga butiran-butiran terpisah.
-
Membuat 5 buah cawan dari kertas aluminium dan menimbang masing-masing dalam keadaan kosong.
-
Mencampur masing-masing sampel sedimen yang telah ditumbuk dengan air 1000 ml dan mengkocoknya hingga tercampur.
-
Mengambil masing-masing sampel yang sudah dikocok sebanyak 20 ml dan memasukan dalam cawan.
-
Memasukan cawan berisi sampel sedimen tersebut kedalam oven dan memanaskannya hingga kering kemudian menimbang berat cawan berisi sedimen kering tersebut.
41
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
OSEANOGRAFI FISIKA
4.1.1. PASANG SURUT Pengamatan pasang surut di dermaga Universitas Diponegoro Teluk Awur dilakukan selama 39 jam dengan pengamatan secara visual dan diperoleh data seperti pada Tabel 4.1. Tabel 4.1.Data Pengamatan Pasang Surut Teluk Awur Jepara No
Waktu
TA (cm)
20
01.00
192
1
06.00
145
21
02.00
185
2
07.00
143
22
03.00
180
3
08.00
140
23
04.00
174
4
09.00
139
24
05.00
167
5
10.00
133
25
06.00
153
6
11.00
132
26
07.00
140
7
12.00
136
27
08.00
138
8
13.00
143
28
09.00
130
9
14.00
146
29
10.00
127
10
15.00
147
30
11.00
129
11
16.00
151
31
12.00
134
12
17.00
158
32
13.00
137
13
18.00
167
33
14.00
140
14
19.00
171
34
15.00
144
15
20.00
177
35
16.00
146
16
21.00
188
36
17.00
149
17
22.00
193
37
18.00
152
18
23.00
196
38
19.00
157
19
00.00
201
39
20.00
165
42
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kemudian dilakukan pengolahan data untuk memperoleh nilai dari Duduk Tengah sementara (DTs) atau tinggi muka air ratarata pada waktu itu.Hasil pengolahan data dapat dilihat seperti pada Tabel 4.2. Tabel 4.2.Pengolahan Duduk Tengah Sementara Perairan Teluk Awur No
Jam
TA (cm)
Faktor
TA x F (cm)
TA x F (m)
1
06.00
1,45
1
145
1,45
2
07.00
1,43
0
0
0
3
08.00
1,40
1
140
1,40
4
09.00
1,39
0
0
0
5
10.00
1,33
0
0
0
6
11.00
1,32
1
132
1,32
7
12.00
1,36
0
0
0
8
13.00
1,43
1
143
1,43
9
14.00
1,46
1
146
1,46
10
15.00
1,47
0
0
0
11
16.00
1,51
2
302
3,02
12
17.00
1,58
0
0
0
13
18.00
1,67
1
167
1,67
14
19.00
1,71
1
171
1,71
15
20.00
1,77
0
0
0
16
21.00
1,88
2
376
3,76
17
22.00
1,93
1
193
1,93
18
23.00
1,96
1
196
1,96
19
00.00
2,01
2
402
4,02
20
01.00
1,92
0
0
0
21
02.00
1,85
2
370
3,7
22
03.00
1,80
1
180
1,80
23
04.00
1,74
1
174
1,74
24
05.00
1,67
2
334
3,34
25
06.00
1,53
0
0
0
26
07.00
1,40
1
140
1,40
43
27
08.00
1,38
1
138
1,38
28
09.00
1,30
0
0
0
29
10.00
1,27
2
154
2,54
30
11.00
1,29
0
0
0
31
12.00
1,34
1
134
1,34
32
13.00
1,37
1
137
1,37
33
14.00
1,40
0
0
0
34
15.00
1,44
1
144
1,44
35
16.00
1,46
0
0
0
36
17.00
1,49
0
0
0
37
18.00
1,52
1
152
1,52
38
19.00
1,57
0
0
0
39
20.00
1,65
1
165
1,65
30
4835
48,35
161,167
1,61
Jumlah Duduk Tengah sementara (MSL)
Dari perhitungan tinggi muka air rata-rata diatas diperoleh nilai duduk tengah sebesar 1,61 meter di atas nol palem dan tipe pasang surut berdasarkan pengolahan data selama dua hari yaitu bertipe campuran cenderung tunggal.
Ketinggian Air (cm)
250
Muka air laut (30-11-2012)
200 150
Muka air laut (2-12-2012)
100
DTs 50 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
Waktu (jam) Gambar 4.1.Fluktuasi Pasang Surut Teluk Awur Jepara
44
Kesimpulan dari analisis pengolahan dari diatas, bahwa tipe pasang surut di perairan Teluk Awur Jepara adalah campuran cenderung tunggal dengan Duduk Tengah sementara (DTs) sebesar 1,61 meter dari nol palem.
4.1.2. ARUS PASANG SURUT Pengamatan arus pasang surut dilakukan selama 32 jam dan diperoleh data seperti pada Tabel 4.3. Data yang diperoleh dengan current meter berupa jumlah putaran yang perlu diubah dalam satuan kecepatan dengan persamaan berikut :
π½π’πππβ ππ’π‘ππππ π₯ 2,180 + 0,02 π₯ (0.3048) = (π/π ) ππππ‘π’ Tabel 4.3.Data Pengamatan Arus Pasang Surut Teluk Awur Jepara Arah Arus (0)
6
11.00
0.06
032Β°
7
12.00
0.05
052Β°
0.02
11Β°
8
13.00
0.07
126Β°
0.02
259Β°
9
14.00
0.07
225Β°
08.00
0.08
032Β°
10
15.00
0.05
291Β°
4
09.00
0.07
254Β°
11
16.00
0.04
196Β°
5
10.00
0.04
063Β°
12
17.00
0.06
254Β°
13
18.00
0.06
292Β°
23
04.00
0.01
126Β°
14
19.00
0.02
133Β°
24
05.00
0.01
162Β°
15
20.00
0.02
195Β°
25
06.00
0.01
233Β°
16
21.00
0.01
097Β°
26
07.00
0.01
292Β°
17
22.00
0.03
020Β°
27
08.00
0.01
078Β°
18
23.00
0.02
042Β°
28
09.00
0.01
121Β°
19
00.00
0.05
177Β°
29
10.00
0.01
305Β°
20
01.00
0.04
287Β°
30
11.00
0.01
060Β°
21
02.00
0.02
140Β°
31
12.00
0.01
024Β°
22
03.00
0.02
181Β°
32
13.00
0.02
245Β°
No
Jam
Kec. Arus (m/s)
1
06.00
2
07.00
3
Karena nilai kecepatan dan arah arus di atas masih mengandung faktor error maka perlu dilakukan perhitungan komponen kecepatan dan arah arus pasang surut untuk mengetahui nilai arus pasang surut yang sebenarnya.
45
Tabel 4.4.Hasil Pengolahan Arus Pasang Surut Perairan Teluk Awur Kec. Arus (m/s)
Arah Arus (Β°)
06.00
0.02
11Β°
07.00
0.02
259Β°
08.00
0.08
032Β°
09.00
0.07
254Β°
10.00
0.04
063Β°
11.00
0.06
032Β°
12.00
0.05
052Β°
13.00
0.07
126Β°
14.00
0.07
225Β°
15.00
0.05
291Β°
16.00
0.04
196Β°
17.00
0.06
254Β°
18.00
0.06
292Β°
19.00
0.02
133Β°
20.00
0.02
195Β°
21.00
0.01
097Β°
22.00
0.03
020Β°
23.00
0.02
042Β°
00.00
0.05
177Β°
01.00
0.04
287Β°
02.00
0.02
140Β°
03.00
0.02
181Β°
04.00
0.01
126Β°
05.00
0.01
162Β°
06.00
0.01
233Β°
07.00
0.01
292Β°
08.00
0.01
078Β°
09.00
0.01
121Β°
10.00
0.01
305Β°
11.00
0.01
060Β°
12.00
0.01
024Β°
13.00
0.02
245Β°
Waktu
Jumlah Rata-rata
Komponen Arus U
T
0.0196 -0.0038 0.0678 -0.0193 0.0182 0.0509 0.0308 -0.0411 -0.0495 0.0179 -0.0385 -0.0165 0.0225 -0.0136 -0.0193 -0.0012 0.0282 0.0149 -0.0499 0.0117 -0.0153 -0.0200 -0.0059 -0.0095 -0.0060 0.0037 0.0021 -0.0052 0.0057 0.0050 0.0091 -0.0085 -0.0151 -0.0005
0.0040 -0.0200 0.0420 -0.0670 0.0360 0.0320 0.0400 0.0570 -0.0500 -0.0470 -0.0110 -0.0580 -0.0560 0.0150 -0.0052 0.0099 0.0103 0.0134 0.0026 -0.0383 0.0129 -0.0003 0.0081 0.0031 0.0039 -0.0093 0.0098 0.0086 -0.0082 0.0087 0.0041 -0.0181 -0.0672 -0.0021
Komp. Arus Pasang Surut U T
Arus Pasang Surut Arah (Β°)
Kec. (m/s)
0.006 -0.018 0.044 -0.065 0.038 0.034 0.042 0.059 -0.048 -0.045 -0.009 -0.056 -0.054 0.017 -0.003 0.012 0.012 0.015 0.005 -0.036 0.015 0.002 0.010 0.005 0.006 -0.009 0.012 0.011 -0.006 0.011 0.006 -0.016
17 259 33 254 64 34 53 125 224 292 193 254 293 128 189 94 23 45 175 289 135 175 118 150 133 292 78 114 316 63 33 244
0.021 0.018 0.081 0.068 0.042 0.062 0.052 0.072 0.069 0.049 0.039 0.058 0.059 0.022 0.019 0.012 0.031 0.022 0.050 0.038 0.021 0.020 0.012 0.010 0.008 0.010 0.012 0.012 0.009 0.012 0.011 0.018
Arus non-pasang surut
257
0.002
0.020 -0.003 0.068 -0.019 0.019 0.051 0.031 -0.041 -0.049 0.018 -0.038 -0.016 0.023 -0.013 -0.019 -0.001 0.029 0.015 -0.049 0.012 -0.015 -0.020 -0.005 -0.009 -0.006 0.004 0.003 -0.005 0.006 0.005 0.010 -0.008
46
Berdasarkanhasil pengolahan di atas, kecepatan arus pasang surut berkisar antara 0.008~0,081 m/s. Pergerakan arah arus secara umum cenderung tidak normal. Hal ini dikarenakan kondisi pasang surut saat itu berada pada kondisi perbani, sehingga berpengaruh pada dinamika pergerakan arus pasang surut. Dari perhitungan komponen arus pasang surut tersebut, diperoleh pula kecepatan arus non-pasang surut sebesar 0,002 m/s dan arah arus non-pasang surutsebesar 257Β°.
4.1.3. ARUS LAUT Berdasarkan pengamatan arus laut di lapangan pada tiga stasiun pengamatan diperoleh data sebagai berikut : Tabel 4.5.Pengolahan Arus Laut di Perairan Teluk Awur
No
Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
0,2d; 0,4d; & 0,8d
Kecepatan arus
Arah arus
(m)
(m/s)
(Β°)
06Β° 35β 32,1β (S)
0,9
0,083
110Β° 38β 40,6β (E)
1,8
0,095
d = 4,5 m
3,6
0,095
06Β° 35β 54,5β (S)
0,6
0,083
110Β° 38β 30,8β (E)
1,2
0,061
d=3m
2,4
0,083
06Β° 36β 43,4β (S)
1
0,128
110Β° 38β 29,6β (E)
2
0,106
d=5m
4
0,072
Posisi&Depth
345
150
-
Hasil dari pengolahan data arus yang diambil dari tiga stasiun pengamatan, menyimpulkan bahwa kondisi arus laut di perairan Teluk Awur yang dilakukan dengan metode pengukuran tiga lapis kedalaman berkisar antara 0,061~0,128m/s.
4.1.4. LEVELLING Pengukuran leveling ini dilakukan untuk mengetahui beda tinggi antara permukaan bench mark dengan nol palem pasang surut. Dari pengukuran di lapangan diperoleh data pada Tabel 4.6.
47
Tabel 4.6.Data Lapangan Pengukuran Levelling Titik Pengamatan
Benang Atas ( BA )
Benang Bawah ( BB )
Benang Tengah (BT )
A1 A2 B1 B2 C
63,5 122,5 142,5 177 381
47,5 110,5 130,5 165 245
55,5 116,5 136,5 171 313
Perhitungan beda tinggi untuk tiap titik-titik pengukuran dihitung dengan persamaan berikut :
βπ― = π©π» π° β π©π» π°π° Dengan : βπ― = Beda tinggi BT I = Pembacaan benang tengah terhadap rambu ukur pertama BT II= Pembacaan benang tengah terhadap rambu ukur kedua Berdasarkan data yang diperoleh dari pengukuran kemudian dihitung beda tinggi antar titik dan diperoleh hasil sebagai berikut : Titik A : βπ― = 55,5 β 116,5 = -61 cm Titik B : βπ― =136,5 β 171 = -34,5 cm Pada pengukuran beda tinggi didapatkan pula jarak antara rambu ukur dengan waterpass untuk tiap-tiap titik pengukuran seperti pada Tabel 4.7.
πΊ = π« π° + π« π°π° Dengan : D = 100 (BAβBB) S= Jarak antara titik pengukuran pertama dengan kedua D I= Jarak waterpass dengan rambu ukur pertama D II= Jarak waterpass dengan rambu ukur kedua
48
Tabel 4.7.Pengukuran Jarak Antar Titik Leveling Titik
D I (cm)
D II (cm)
S(m)
A
1600
1200
28
B
1200
1200
24
C
-
-
138,76
Setelah dilakukan perhitungan beda tinggi tiap titik dan jarak antar titik maka beda tinggi antara bench mark dengan palem pasang surut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
π©ππ
π ππππππ ππππ β ππππ =
ππ― βππ + βππ, π = π π
= βππ, ππ ππ (tanda minus berarti dibawah BM ) Dapat disimpulkan bahwa beda tinggi (H) antara bench mark (bm) dengan palem pasang surut (P) adalah -47,75 cm + 313 cm = 265,25 cm atau 2,65 meter dari nol palem pasang surut.
P
H = 265,25 cm bm BTR = -47,75 cm
Gambar 4.2.Beda Tinggi Bench Mark dengan Palem Pasang Surut
49
4.1.5. SURVEI TOPOGRAFI Survei topografi ini dilaksanakan dengan metode βcolokβ yang menggunakan rambu ukur. Dari data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program Surfer untuk mengetahui kondisi dasar lautnya jika disajikan dalam bentuk 3 dimensi. Hasil dari pengukuran kedalaman disajikan dalam Gambar 4.19.
U
Palem pasang surut
<20 cm 20 ~ 40 cm 40 ~ 60 cm 60 ~ 80 cm
80~ 100 cm 100 ~ 120 cm > 120 cm
Gambar 4.19.Hasil Pengukuran Kedalaman Dermaga Berdasarkan pengolahan data topografi tersebut menggambarkan bahwa kondisi
topografi
di
area
tersebut
tidak
menunjukkan
suatu
kondisi
yang
ekstrim.Kedalaman berkisar antara 20 ~ 100 cm.
4.1.6. SALINITAS DAN TURBIDITAS Dari tiga stasiun pengamatan salinitas dan turbiditas yang dilaksanakan di perairan Teluk Awur Jepara pada hari Sabtu, 1 Desember 2012. Pengukuran turbiditas atau kekeruhan dilakukan pula di sekitar dermaga Universitas Diponegoro.Hasil pengolahan data turbiditas dalam 3 dimensi disajikan dalam Gambar 4.20. Pengukuran turbiditas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kekeruhan perairan tersebut akibat pengaruh baik dari muara sungai ataupun dari aktifitas pantai disekitarnya.
50
Tabel 4.8. Kondisi Salinitas dan Turbiditas di Perairan Teluk Awur Posisi
No Stasiun I Stasiun II Stasiun III
06Β° 35β 32,1β (S) 110Β° 38β 40,6β (E) 06Β° 35β 54,5β (S) 110Β° 38β 30,8β (E) 06Β° 36β 43,4β (S) 110Β° 38β 29,6β (E)
Kedalaman (m)
Salinitas (0/00)
Turbiditas (cm)
4,5
33
120
3
34
130
5
34
110
Gambar 4.3. Hasil Pengukuran Kekeruhan Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan Teluk Awur secara keseluruhan memiliki tingkat salinitas berkisar antara 330/00 ~340/00dan tingkat kekeruhan antara 110~130 cm dari permukaan laut. Tingkat kekeruhan di perairan tersebut dipengaruhi oleh faktor dari muara sungai seperti debit dan sedimen dari sungai.
4.1.7. KESIMPULAN Berdasarkan seluruh pengolahan data diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pasang surut yang terjadi di perairan Teluk Awur Jepara bertipe campuran cenderung tunggal dengan tinggi DTs sebesar 1,61 meter. Kondisi pasang surut tersebut mempengaruhi pergerakan arus pasang surut yang terjadi disana. Terhitung kecepatan
51
arus pasang surut berkisar antara 0.008~0,081 m/s dengan arah yang sangat bervariasi, sedangkan kecepatan arus non-pasang surut sebesar 0,002 m/s dan arah arus non-pasang surut sebesar 257Β°. Hasil pengamatan salinitas dan turbiditas menunjukkan tingkat salinitas berkisar antara 330/00~340/00dan tingkat kekeruhan antara 110~130 cm dari permukaan laut. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari muara sungai seperti debit dan sedimen dari sungai.
4.2.
OSEANOGRAFI BIOLOGI
4.2.1. REEF CHECK Pengamatan terumbu karang atau reef check ini dilaksanakan dengan metode quadran transect yang memanfaatkan suatu rangkaian pipa-pipa untuk mengidentifikasi kondisi terumbu karang. Rangkaian pipa ini disusun dalam suatu bentuk kuadrankuadran berukuran 1 m2 dengan ketentuan sebagai berikut : 21
22
23
24
25
20
19
18
17
16
11
12
13
14
15
10
9
8
7
6
1
2
3
4
5
Berdasarkan pengamatan secara langsung di lapangan, diperoleh hasil transek terumbu karang dengan kondisi kehidupan yang beragam seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.9. Tabel 4.9. Identifikasi Terumbu Karang di Pulau Panjang Jepara No
Kode
Prosentase (%)
No
Kode
Prosentase (%)
A1
ACB
30
A4
ACB
100
SD
70
A5
ACB
60
A2
ACB
100
CB
40
A3
ACB
100
ACB
80
A6
Kode
Prosentase (%)
CB
20
A7
ACB
100
A8
CB
20
DC
80
No
52
A9
A10
A11
A12
Posisi :
ACB
40
RB
SD
50
CM
80
SD
20
A24
ACB
100
A25
ACB
70
100
RB
30
CM
60
ACB
40
SD
40
A18
CB
100
CB
80
A19
DC
100
DC
20
A20
CM
60
CB
50
CM
60
40
ACB
20
CM
20
SD
20
SD
40
A14
ACB
100
ACB
60
A15
ACB
100
ACB
10
A16
ACB
CM
20
A17
RB
70
ACB
20
CB
30
SD
50
6Β° 34β 43,1β (S) 110Β° 37β 47,0β (E)
A13
A21
A22
A23
Salinitas : 34 0 /00 Temperatur : 23 Β°C
Keterangan : CM DCA ACB DC
= Coral Masiv = Decoral Algae = Acropora Coral Breanching = Dead Coral
AA CB RB SB
= Algae = Coral Breanching = Rubble = Sand
Untuk mengetahui kondisi kehidupan terumbu karang di Pulau Panjang Jepara, khususnya disekitar lokasi pengamatan, dilakukan perhitungan prosentase kehidupan terumbu karang dengan cara sebagai berikut :
π
ππ ππ βπππ’π ππππππ =
π΄πΎπππππ π΄π½ππππ
Tabel 4.10. Prosentase Hidup Terumbu Karang di Pulau Panjang Jepara Kode
Jumlah
Jumlah segmen
Rasio
Total (%)
CM
300
6
50
14
ACB
1230
18
68,3
41
CB
340
7
48,571
16
SD
290
7
41,428
16
53
DC
200
3
66,67
7
RB
140
3
46,67
7
TOTAL
44
100
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan prosentase kehidupan terumbu karang di Pulau Panjang Jepara dapat disimpulkan bahwa sekitar 40% terumbu karang di daerah tersebut dinyatakan masih hidup dengan jenis yang dominan adalah Acropora. Hal ini dibenarkan karena kondosi salinitas dan temperatur disana diperoleh memungkinkan untuk keberlanjutan hidup karang, yaitu 340/00 dan 23Β°C.
4.2.2. PLANKTON Pengamatan organisme plankton ini dilaksanakan dengan mengambil sampel dari tiga stasiun pengamatan.Hasil analisis laboratorium memperoleh beberapa organisme plankton dari berbagai spesies, diantaranya adalah : a. Stasiun Pengamatan 1 (SP 1) Sampel diambil pada posisi 06Β° 35β 32,1β (S) dan 110Β° 38β 40,6β (E) dan diperoleh variasi plankton sebagai berikut :
-
Spesies
:
Lionatus Cygnus
Penemu
:
Muller
Kelompok :
Amphideptidae
Gambar 4.4. Organisme Planton SP 1 -
Spesies
:
Nitzschia Delicatissima
Penemu
:
Clare
Kelompok :
Nitzshiaceae Gambar 4.5. Organisme Planton SP 1
-
Spesies
:
Leptocylindrus Danicus
54
Penemu
:
Kelompok :
Clare Leptocylindrus Lebour Gambar 4.6.Organisme Planton SP 1
b. Stasiun Pengamatan 2 (SP 2) Sampel diambil pada posisi 06Β° 35β 54,5β (S) dan 110Β° 38β 30,8β (E) dan didapatkan variari plankton sebagai berikut :
-
Spesies
:
Triceratium Revale
Penemu
:
A. Schmidt
Kelompok :
Nitzshiaceae Gambar 4.7. Organisme Planton SP 2
-
Spesies
:
Gramanalephora Manna
Penemu
:
-
Kelompok :
Tabelariaceae
Gambar 4.8. Organisme Planton SP 2 -
Spesies
:
Nitzschia Pungens
Penemu
:
-
Kelompok :
Nitzschiaceae Gambar 4.9. Organisme Planton SP 2
c. Stasiun Pengamatan 3 (SP 3) Sampel diambil pada posisi 06Β° 36β 43,4β (S) dan 110Β° 38β 29,6β (E) dan diperoleh beberapa variasi organisme plankton sebagai berikut :
-
Spesies
:
Rhizosoleria Setigera
Penemu
:
Brightaelt
Kelompok :
Rhizosoleriaceae Schrader
55
Gambar 4.10. Organisme Planton SP 3 -
Spesies
:
Thriceratium Fauus Ehrenberg
Penemu
:
-
Kelompok :
Nitzshiaceae Gambar 4.11. Organisme Planton SP 2
-
Spesies
:
Nitzschia Seriata
Penemu
:
Clare
Kelompok :
Nitzschiaceae
Gambar 4.12. Organisme Planton SP 3 Dapat disimpulkan bahwa dari beberapa sampel yang diambil dari tiga stasiun pengamatan yang berbeda tersebut, didapatkan keragaman jenis plankton yang hidup dan tersebar di perairan Teluk Awur Jepara. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan tersebut kaya akan organisme plankton dan sangat menguntungkan bagi berbagai kehidupan laut, khususnya perikanan disana.
4.2.3. BENTOS Pengamatan bentos ini dilaksanakan di Pulau Panjang pada tiga zona pengamatan, yaitu supratidal, intertidal, dan subtidalmenggunakan alat berupacetokdan ayakan.Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis laboratorium menggunakan buku petunjuk identifikasi bentos, diperoleh beberapa organisme bentos dari berbagai spesies, diantaranya adalah : a. Zona Supratidal -
Spesies
:
Polychaeta
Penemu
:
-
Ciri-ciri
:
Warna merah
Gambar 4.13.Organisme Bentos Supratidal
56
b. Zona Intertidal -
Spesies
:
Callista (Costacallista) Lilacina
Penemu
:
Lanmark (1818) Tanjung Punting, South Kalimantan
Ciri-ciri
:
Warna kuning sedikit hitam Gambar 4.14. Organisme Bentos Intertidal
-
Spesies
:
Sinono Vacula Virans
Penemu
:
Ciri-ciri
:
Linnaaeus (1767) Pamanukan, West Java, Sea of Java Warna hitam kekuningan Gambar 4.15. Organisme Bentos Intertidal
-
Spesies
:
Tapas Sakarius
Penemu
:
Lemarch (1818) West Java, Ocean of Hindia Warna hitam sedikit kekuningan
Kelompok :
Gambar 4.16. Organisme Bentos Intertidal c. Zona Subtidal -
Spesies
:
Strombus (Gibberulus) Gibbosus
Penemu
:
Roading (1798) Nusa Tenggara Island
Ciri-ciri
:
Warna kuning Gambar 4.17. Organisme Bentos Subtidal
-
Spesies
:
Polychaeta
Penemu
:
-
Ciri-ciri
:
Warna merah
Gambar 4.18. Organisme Bentos Subtidal
57
Dapat disimpulkan bahwa dari beberapa sampel yang diambil dari tiga zona pengamatan yang berbeda, yaitu zona supratidal, intertidal, dan subtidal didapatkan keragaman jenis bentos yang hidup dan tersebar di pantai Pulau Panjang.Hasil sampel yang diidentifikasi menunjukkan bahwa sebagian besar dari ketiga zona tersebut didominasi oleh organisme kerang dan hewan bercangkang. Dengan demikian, tingkat keragaman jenis bentos di Pulau Panjang tergolong kecil karena tidak banyak ditemukan variasi biota di sana.
4.2.4. KESIMPULAN Pengamatan terumbu karang, plankton, dan bentos yang telah dilaksanakan menunjukkan kesimpulan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Panjang tergolong memiliki tingkat kehidupan sebesar 40% dalam perairan dengan kondisi salinitas sebesar 34 0/00, dan temperatur 23 Β°C.Organisme bentos yang terdapat di pantai Pulau Panjang memiliki tingkat keragaman yang kurang bervariasi, karena dari tiga stasiun pengamatan sebagian besar dari organisme yang ditemukan adalah jenis hewan bercangkang atau kerang.Pada pengamatan plankton justru menunjukkan hal yang berbeda.Dari ketiga stasiun pengamatan, ditemukan banyak variasi jenis plankton yang terdapat di perairan Teluk Awur Jepara.
4.3.
OSEANOGRAFI KIMIA
4.3.1. KADAR NITRIT (NO2) Analisis kandungan nitrit ini dilaksanakan di laboratorium kimia Universitas Diponegoro Teluk Awur Jepara dengan sampel air laut yang diambil dari tiga stasiun pengamatan.Sampel dianalisis menggunakan alat spektofotometri untuk mengetahui nilai serapan atau absorban sampel terhadap gelombang elektromagnetik yang dipancarkan alat.Hasil pembacaan nilai absorban pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.11.
58
Tabel 4.11.Nilai Absorbasi Sampel Air Laut untuk Analisis Nitrit No Stasiun 1 06Β° 35β 32,1β (S) 110Β° 38β 40,6β (E)
Kedalaman (m)
A1
A2
0,8
0,022
0,032
2,4
0,019
0,030
Keterangan :
3,2
0,57
0,042
A1 = Absorban sampel
2
0,051
0,049
A2 = Absorban standart
2
0,021
0,048
4
0,036
0,096
Stasiun 2 06Β° 35β 54,5β (S) 110Β° 38β 30,8β (E)
Stasiun 3 06Β° 36β 43,4β (S) 110Β° 38β 29,6β (E)
Perhitungan untuk mengetahui kadar nitri dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
πΎππππ πππ‘πππ‘ =
π΄1 π₯πΆ π΄2
Keterangan :C = 0,01 ppm (Kadar standart) -
Stasiun 1 :
πΎππππ πππ‘πππ‘ = πΎππππ πππ‘πππ‘ =
πΎππππ πππ‘πππ‘ = -
0,022 0,032 0,019 0,030 0,57 0,042
π₯ 0,01 = 0,00687 πππ π₯ 0,01 = 0,00633 πππ
π₯ 0,01 = 0,13571 πππ
Stasiun 2 :
πΎππππ πππ‘πππ‘ =
0,051 0,049
π₯ 0,01 = 0,01041 πππ
59
-
Stasiun 3 :
πΎππππ πππ‘πππ‘ =
πΎππππ πππ‘πππ‘ =
0,021 0,048 0,036 0,096
π₯ 0,01 = 0,00438 πππ
π₯ 0,01 = 0,00375 πππ
Dari hasil perhitungan diatas, disimpulkan bahwa kadar nitrit (NO2) paling tinggi berada pada Stasiun 1 (06Β° 35β 32,1β S dan 110Β° 38β 40,6β E) tepatnya di kedalaman 3,2 meter dengan kadar nitrit sebesar 0,13571 ppm.
4.3.2. KADAR PHOSPAT (PO4) Hasil pembacaan nilai absorban pada sampel air laut untuk analisis phospat dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12.Nilai Absorbasi Sampel Air Laut untuk Analisis Phospat No Stasiun 1 06Β° 35β 32,1β (S) 110Β° 38β 40,6β (E)
Stasiun 2 06Β° 35β 54,5β (S) 110Β° 38β 30,8β (E)
Stasiun 3 06Β° 36β 43,4β (S) 110Β° 38β 29,6β (E)
Kedalaman (m)
A1
A2
0,8
0,028
0,034
2,4
0,05
0,091
Keterangan :
3,2
0,103
0,125
A1 = Absorban sampel
2
0,021
0,034
A2 = Absorban standart
2
0,013
0,014
4
0,024
0,025
Perhitungan untuk mengetahui kadar phospat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
πΎππππ πβππ πππ‘ = Keterangan :C = 0,01 ppm (Kadar standart)
π΄1 π₯πΆ π΄2
60
-
Stasiun 1 :
πΎππππ πβππ πππ‘ =
πΎππππ πβππ πππ‘ = πΎππππ πβππ πππ‘ = -
0,034 0,05 0,091 0,103 0,125
π₯ 0,01 = 0,00824 πππ
π₯ 0,01 = 0,00549 πππ π₯ 0,01 = 0,00824 πππ
Stasiun 2 :
πΎππππ πβππ πππ‘ = -
0,028
0,021 0,034
π₯ 0,01 = 0,00618 πππ
Stasiun 3 :
πΎππππ πβππ πππ‘ =
πΎππππ πβππ πππ‘ =
0,013 0,014 0,024 0,025
π₯ 0,01 = 0,00929 πππ
π₯ 0,01 = 0,0096 πππ
Dari hasil perhitungan diatas, disimpulkan bahwa kandungan phospat (PO4) dalam air laut di perairan Teluk Awur Jepara paling tinggi berada pada Stasiun 3 (06Β° 36β 43,4β S dan 110Β° 38β 29,6β E) tepatnya di kedalaman 4 meter dengan kadar phospat sebesar 0,0096 ppm, sedangkan kadar yang lebih rendah terdapat pada sampel air laut di Stasiun 1 pada kedalaman 2,4 meter di bawah permukaan laut dengan kandungan phospat sebesar 0,00549 ppm.
4.3.3. KADAR AMONIAK (NH3) Analisis kandungan amoniak ini dilaksanakan di laboratorium kimia Marine Station Universitas Diponegoro Teluk Awur Jepara dengan sampel air laut yang diambil dari tiga stasiun pengamatan.Sampel dianalisis menggunakan alat spektofotometri untuk mengetahui nilai absorban.Hasil pembacaan nilai absorban pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.13.
61
Tabel 4.13.Nilai Absorbasi Sampel Air Laut untuk Analisis Amoniak No Stasiun 1 06Β° 35β 32,1β (S) 110Β° 38β 40,6β (E)
Stasiun 2 06Β° 35β 54,5β (S) 110Β° 38β 30,8β (E)
Stasiun 3 06Β° 36β 43,4β (S) 110Β° 38β 29,6β (E)
Kedalaman (m)
A1
A2
0,8
0,542
0,572
2,4
0,347
0,414
Keterangan :
3,2
0,284
0,346
A1 = Absorban sampel
2
0,371
0,416
A2 = Absorban standart
2
0,124
0,135
4
0,119
0,144
Perhitungan untuk mengetahui kadar phospat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
πΎππππ π΄ππππππ = -
Stasiun 1 :
πΎππππ π΄ππππππ = πΎππππ π΄ππππππ =
πΎππππ π΄ππππππ = -
0,542 π₯ 0,572
= 0,00031 πππ
1000 0,347 π₯ 0,414 1000
= 0,00014 πππ
0,284 π₯ 0,346 1000
= 0,0001 πππ
Stasiun 2 :
πΎππππ π΄ππππππ = -
π΄1 π₯ π΄2 1000
0,371 x 0,416 1000
= 0,00015 πππ
Stasiun 3 :
πΎππππ π΄ππππππ =
πΎππππ π΄ππππππ =
0,124 x 0,135 1000 0,119 x 0,144 1000
= 0,00002 πππ
= 0,00002 πππ
62
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, disimpulkan bahwa kandungan amoniak (NH3) setiap liternya dalam air laut di perairan Teluk Awur Jepara paling rendah berada pada Stasiun 3 (06Β° 36β 43,4β S dan 110Β° 38β 29,6β E) tepatnya di kedalaman 2 dan 4 meter dengan kadar amoniak sebesar 0,00002ppm, sedangkan kandungan paling tinggi berada pada Stasiun 1 (06Β° 35β 32,1β S dan 110Β° 38β 40,6β E) dengan kadar amoniak sebesar 0,00031 ppm.
4.3.4. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapatkan pada analisis oseanografi kimia ini bahwa kandungan nitrit dari tiga stasiun yang diamati menunjukkan kadar nitrit paling tinggi terdapat di Stasiun 1 pada kedalaman 3,2 meter sebesar 0,13571 ppm, sedangkan kadar phospat paling tinggi dari ketiga stasiun pengamatan tersebut terdapat di Stasiun 3 sebesar 0,0096 ppm. Adanya muara sungai di sekitar Teluk Awur menyebabkan kandungan amoniak dapat ditemukan dalam sampel air laut. Kandungan amoniak paling tinggi dapat ditemukan di Stasiun 1 dengan kadar sebesar 0,00031ppm. Secara umum, kondisi perairan Teluk Awur tergolong masih sehat.Hal ini dibuktikan dari tingkat variasi plankton yang beragam.
63
BAB 5 PENUTUP
KESIMPULAN Pelaksanaan survei Oseanografi Fisika yang telah dilaksanakan tersebut menunjukkan hasil bahwa : i.
Tipe pasang surut di perairan Teluk Awur adalah campuran cenderung tunggal.
ii.
Duduk Tengah sementara pasang surut perairan tersebut sebesar 1,61 meter.
iii.
Kecepatan arus pasang surut berkisar antara 0.008~0,081 m/s.
iv.
Kecepatan arus non-pasang surut sebesar 0,002 m/s.
v.
Salinitas berkisar antara 330/00~340/00.
vi.
Kondisi topografi di sekitar dermaga tidak menunjukkan suatu kondisi yang ekstrim. Kedalaman berkisar antara 20 ~ 100 cm.
vii.
Kekeruhan berkisar 110~130 cm dari permukaan laut. Pelaksanaan survei Oseanografi Biologi yang telah dilaksanakan tersebut
menunjukkan hasil bahwa : 1. Tingkat kehidupan terumbu karang di Pulau Panjang sebesar 40%. 2. Salinitas sebesar 34 0/00 dan temperatur 23 Β°C. 3. Tingkat keragaman organisme bentos di pantai Pulau Panjang kurang bervariasi. 4. Jenis plankton yang terdapat di perairan Teluk Awur Jepara sangat beragam. Survei Oseanografi Kimia yang telah dilaksanakan tersebut menunjukkan hasil sebagai berikut : 1. Stasiun 1 kedalaman 3,2 meter memiliki kadar nitrit tinggi sebesar 0,13571 ppm. 2. Stasiun 3 memiliki kadar phospat tinggi sebesar 0,0096ppm. 3. Stasiun 1 memiliki kadar amoniak tinggi sebesar 0,00031ppm.
64
DAFTAR PUSTAKA Alearts, G. dan Santika, S., 1987.Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional, Jakarta. Dyah, S. Lestari, Irpan, Arwanto, Dayu H., dan Martin, A., 2002. Laporan Survei Oseanografi Pantai Kartini Jepara, Jawa Tengah. Dronker, J., 1964. Tidal Computations in River and Coastal Waters. North-Holland Publishing Company, Amsterdam. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan (edisi 5). Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Gross, M. G., 1972.Oceanography.Practice-hall, Inc. Englewoud Cliffs, New Jersey. Hutabarat, S. dan Stewart, M. Evan, 1986. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Hutagalung, H. P., 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota.Pusat Penelitian
dan
Pengembangan
Oseanologi.Lembaga
ilmu
Pengetahuan
Indonesia. Jakarta. Maria, F., Burhan, W., Rizal, K., Memet, K., dan Indri, P., 2003.LaporanSurvei Oseanografi Pantai Kartini Jepara, Jawa Tengah. McConnaughey, H. Bayard, and Zottoli, R., 1983. Pengantar Biologi Laut. The Mosby Company, St. Louis Toronto, London. Nontji, A., 2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta. Nybakken, W., 1982.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Penerbit Gramedia, Jakarta. Pariwono, J., 1989. Proses-proses Fisika di Wilayah Pantai. Pusat Penelitian Lingkungan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rawi, S., 2002.Pemanfaatan Data Pasang Surut untuk Pelayaran dan Penentuan Batas Wilayah Laut. Seminar Kelautan Universitas Hang Tuah, Surabaya. Romimohtarto, K., 2009. Biologi Laut. Penerbit Djambatan, Jakarta. Supangat, A., 2003.Aplikasi Model Kopel Hidrodinamika dan Ekologi untuk Prediksi Kolam Air hangat, Salinitas, dan Zona Konvergensi. Simposium Meteorologi Pertanian VI, Bogor. Triadmodjo, B., 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.