Studi Fiqih (hukum Islam).docx

  • Uploaded by: Navyta Putri
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Studi Fiqih (hukum Islam).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,671
  • Pages: 35
BAB I PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG Adanya fikih yang mengatur hampir seluruh aspek kehidupan manusia itu menunjukkan bahwa fikih memiliki keterlibatan dan kepedulian yang luar biasa terhadap kehidupan manusia, yakni dengan cara mamberi status hukum pada semua aspek kehidupan tersebut, sehingga menjadi jelas bagi mereka, dan mendapatkan kepastian untuk melakukannya atau meninggalkannya. Keberadaan fikih adalah merupakan akibat dari keadaan manusia sebagai mahluk sosial atau sebagai realisasi dari hidup bermasyarakat insani yang dalam mendapatkan berbagai kebutuhan hidupnya ia mesti berinteraksi dengan orang lain. Sebagai konsekwensi dari kenyataan manusia sebagai mahluk sosial, maka dengan sendirinya memerlukan adanya peraturan-peraturan yang mengatur hubunganhubungan di antara anggota-anggota masyarakat. Keadaan manusia semuanya mendorong dan menuntut adanya kaidah-kaidah untuk mengatasi hak-hak dan mengatur cara-cara pelaksanaannya dari setiap anggota masyarakat dalam hubungan antara satu dengan lainnya. Dengan demikian, fikih memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama,fikih merupakan respon atau jawaban atas berbagai masalah kehidupan manusia dari segi legalitasnya; Kedua, fikih merupakan akibat dari pelaksanaan fungsi manusia sebagai makhluk bermasyarakat, agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut berjalan tertib, aman, damai dan harmonis; Ketiga, fikih adalah hasil penalaran bebas terkendali, bersumberkan pada nash al-Qur’an dan al-Sunah; Keempat, fikih adalah produk pikiran yang amat dinamis dan mengalami perubahan dari waktu ke waktu; Kelima, bahwa dalam perubahan dan dinamika tersebut, selain dipengaruhi oleh kecenderungan, kecakapan intelektual, integritas dan kepribadian fuqaha, fikih juga dipengaruhi oleh tradisi, budaya, situasi sosial, ekonomi, politik, paham keagamaan dan lainnya di tempat fiqh tersebut di kembangkan.

1.2.

RUMUSAN MASALAH 1. Bagaiman pengertian ilmu fiqih dan Ushul fiqih? 1

2. Bagaimana perkembangan hokum islam sampai terbentuknya mahzab-mahzab fiqih? 3. Bagaimana ruang lingkup fiqih? 4. Bagaiman ijtihad ulama tentang hukum siwak? 5. Bagaiman prinsip dan ajaran islam dalam penerapan kesehatan jasmani terutama terkait dengan kesehatan gigi?

1.3.

TUJUAN Tujuan kami membuat makalah ini agar pembaca dapat memahami dam mengenal ilmu fiqh dan ushul fiqh dan bagaimana penerapan hukum islam di Indonesia, sehingga pembaca dapat lebih mengenal lebih dalam ajaran islam. Serta agar umat muslim yang ada di Indonesia khususnya dapat mengaplikasikan hukum islam secara baik dan benar.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih Fiqih dalam bahasa arab artinya pemahaman. Ilmu Fiqih merupakan ajaran dari berbagai macam aturan hidup, dimana ia memberikan ketentuan-ketentuan hukum terhadap semua keadaan yang mencakup hubungan hamba dengan Khaliq-Nya dan hubungan hamba dengan hamba baik urusan pribadi ataupun urusan orang banyak.

2

Ushul fiqih adalah ilmu dengan kaidah-kaidah yang dijadikan sarana (alat) untuk mengenali hukum-hukum. Kata Ushul artinya dasar diatasnya bangunan sesuatu. Kata Fiqih artinya pemahaman yang dalam. Ushul Fiqih sebagai acuan dasar yang berisi kaidah-kaidah dan sebagai metodologi para mujtahid dalam istinbath hukum dari dalildalil yang terinci. 2.2. Perkembangan Hukum Islam sampai Terbentuknya Mazhab-Mazhab Fiqih Dalam menyusun sejarah pembentukan dan pembinaan hukum (fiqh) Islam, dikalangan ulama fiqh kontemporer terdapat beberapa macam cara. Dua diantaranya yang terkenal adalah cara menurut Syekh Muhammad Khudari Bek (mantan dosen Universitas Cairo) dan cara Mustafa Ahmad az-Zarqa (guru besar fiqh Islam Universitas Amman, Yordania). Cara pertama, periodisasi pembentukan hukum (fiqh) Islam oleh Syekh Muhammad Khudari Bek dalam bukunya,Tarikh at-Tasyri' al-Islamy (Sejarah Pembentukan Hukum Islam). Ia membagi masa pembentukan hukum (fiqh) Islam dalam enam periode, yaitu: 1. 2 3. 4. 5. 6.

Periode awal, sejak Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi rasul; Periode para sahabat besar; Periode sahabat kecil dan thabi'in; Periode awal abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 H; Periode berkembangnya mazhab dan munculnya taklid mazhab; dan Periode jatuhnya Baghdad (pertengahan abad ke-7 H oleh Hulagu Khan [12171265]) sampai sekarang. Cara kedua, pembentukan hukum (fiqh) Islam oleh Mustafa Ahmad az-Zarqa

dalam bukunya, al-Madkhal al-Fiqhi al-'Amm (Pengantar Umum fiqh Islam). Ia membagi periodisasi pembentukan dan pembinaan hukum Islam dalam tujuh periode. Ia setuju dengan pembagian Syekh Khudari Bek sampai periode kelima, tetapi ia membagi periode keenam menjadi dua bagian, yaitu: 1. Periode sejak pertengahan abad ke-7 H sampai munculnya Majalah al-Ahkam al-'Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada tahun 1286 H; dan 2. Periode sejak munculnya Majalah al-Al-Akam al-'Adliyyahsampai sekarang. Secara lengkap periodisasi sejarah pembentukan hukum Islam menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa adalah sebagai berikut:

2.2.1. Periodisasi Sejarah 3

Periode pertama Masa Rasulullah SAW. Pada periode ini, kekuasaan pembentukan hukum berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum Islam ketika itu adalah Al-Qur'an. Apabila ayat Al-Qur'an tidak turun ketika ia menghadapi suatu masalah, maka ia, dengan bimbingan Allah SWT menentukan hukum sendiri. Yang disebut terakhir ini dinamakan sunnah Rasulullah SAW. Istilah fiqh dalam pengertian yang dikemukakan ulama fiqh klasik maupun modern belum dikenal ketika itu. ilmu dan fiqh pada masa Rasulullah SAW mengandung pengertian yang sama, yaitu mengetahui dan memahami dalil berupa Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Periode Kedua Masa

al-Khulafa'

ar-Rasyidin

(Empat

Khalifah

Besar)

sampai

pertengahan abad ke-l H. Pada zaman Rasulullah SAW para sahabat dalam menghadapi berbagai masalah yang menyangkut hukum senantiasa bertanya kepada Rasulullah SAW. setelah ia wafat, rujukan untuk tempat bertanya tidak ada lagi. Oleh sebab itu, para sahabat besar melihat bahwa perlu dilakukan ijtihad apabila hukum untuk suatu persoalan yang muncul dalam masyara'at tidak ditemukan di dalam Al-Qur'an atau sunnah Rasulullah SAW. Ditambah lagi, bertambah luasnya wilayah kekuasaan Islam membuat persoalan hukum semakin berkembang karena perbedaan budaya di masing-masing daerah. Dalam keadaan seperti ini, para sahabat berupaya untuk melakukan ijtihad dan menjawab persoalan yang dipertanyakan tersebut dengan hasil ijtihad mereka. Ketika itu para sahabat melakukan ijtihad dengan berkumpul dan memusyawarahkan persoalan itu. Apabila sahabat yang menghadapi persoalan itu tidak memiliki teman musyawarah atau sendiri, maka ia melakukan ijtihad sesuai dengan prinsip-prinsip umum yang telah ditinggalkan Rasulullah SAW. Pengertian fiqh dalam periode ini masih sama dengan fiqh di zaman Rasulullah SAW, yaitu bersifat aktual, bukan teori. Artinya, ketentuan hukum bagi suatu masalah terbatas pada kasus itu saja, tidak merambat kepada kasus lain secara teoretis. Periode Ketiga

4

Periode ini dimulai dari pemerintahan Mua’wiyah bin Abu Sufyan tahun 41 Hijiriyah. Sampai timbulnya segi-segi kelemahan pada akerajaan Arab yakni pada awal abad ke II H. periode ini dimulai dengan bersatunya pendapat jumhur Islam pada Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Oleh karena itu tahun 41 Hijriyah disebut ‘amul jama’ah (tahun persatuuan Islam) hanya saja benih perselisihan politik tidak padam, masih tetap ada yang menyembunyikan perselisihan dan tipu daya terhadap Mu’awiyah dan keluarganya. Mereka itu dua golongan, yaitu golongan Khawarij dan Syi’ah. Dari perbedaan metode yang dikembangkan para sahabat ini kemudian muncullah

dalam

fiqh

Islam Madrasah

al-hadits(madrasah

=

aliran)

dan Madrasah ar-ra'yu. Madrasah al-hadits kemudian dikenal juga dengan sebutan Madrasah al-Hijaz danMadrasah al-Madinah; sedangkan Madrasah arra'yu dikenal dengan sebutan Madrasah al-Iraq dan Madrasah al-Kufah. Kedua aliran ini menganut prinsip yang berbeda dalam metode ijtihad. Madrasah al-Hijaz dikenal sangat kuat berpegang pada hadits karena mereka banyak mengetahui hadits-hadits Rasulullah SAW, di samping kasus-kasus yang mereka hadapi bersifat sederhana dan pemecahannya tidak banyak memerlukan logika dalam berijtihad. Sedangkan Madrasah al-Iraq dalam menjawab permasalahan hukum lebih banyak menggunakan logika dalam berijtihad. Hal ini mereka lakukan karena hadits-hadits Rasulullah SAW yang sampai pada mereka terbatas, sedangkan kasus-kasus yang mereka hadapi jauh lebih berat dan beragam, baik secara kualitas maupun kuantitas, dibandingkan dengan yang dihadapi Madrasah al-Hijaz. Ulama Hijaz (Hedzjaz) berhadapan dengan suku bangsa yang memiliki budaya homogen, sedangkan ulama Irak berhadapan dengan masyara'at yang relatif majemuk. Oleh sebab itu, menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa, tidak mengherankan jika ulama Irak banyak menggunakan logika dalam berijtihad. Pada periode ketiga ini pengaruh ra'yu (ar-ra'yu; pemikiran tanpa berpedoman kepada Al-Qur'an dan sunnah secara langsung) dalam fiqh semakin berkembang karena ulamaMadrasah al-hadits juga mempergunakan ra'yu dalam fiqh mereka. Di samping itu, di Irak muncul pula fiqh Syiah yang dalam beberapa hal berbeda dari fiqh Ahlusunnah wal Jama'ah (imam yang empat).

5

Periode Keempat Pertengahan abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 H. Periode ini disebut sebagai periode gemilang karena fiqh dan ijtihad ulama semakin berkembang. Pada periode inilah muncul berbagai mazhab, khususnya mazhab yang empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanbali.

Pertentangan

antara Madrasah

al-hadits dengan Madrasah

ar-

ra'yu semakin menipis sehingga masing-masing pihak mengakui peranan ra'yu dalam berijtihad, seperti yang diungkapkan oleh Imam Muhammad Abu Zahrah, guru besar fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir, bahwa pertentangan ini tidak berlangsung lama, karena ternyata kemudian masing-masing kelompok saling mempelajari kitab fiqh kelompok lain. Periode Kelima Pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H. Periode ini ditandai dengan menurunnya semangat ijtihad di kalangan ulama fiqh, bahkan mereka cukup puas dengan fiqh yang telah disusun dalam berbagai mazhab. Ulama lebih banyak mencurahkan perhatian dalam mengomentari, memperluas atau meringkas masalah yang ada dalam kitab fiqh mazhab masing-masing. Lebih jauh, Mustafa Ahmad az-Zarqa menyatakan bahwa pada periode ini muncullah anggapan bahwa pintu ijtihad sudah tertutup. Imam Muhammad Abu Zahrah menyatakan beberapa penyebab yang menjadikan tertutupnya pintu ijtihad pada periode ini, yaitu sebagai berikut: 1.

Munculnya sikap ta'assub madzhab (fanatisme mazhab imamnya) di kalangan pengikut mazhab. Ulama ketika itu merasa lebih baik mengikuti pendapat yang ada dalam mazhab daripada mengikuti metode

2.

yang dikembangkan imam mazhabnya untuk melakukan ijtihad; Dipilihnya para hakim yang hanya bertaqlid kepada suatu mazhab oleh pihak penguasa untuk menyelesaikan persoalan, sehingga hukum fiqh yang diterapkan hanyalah hukum fiqh mazhabnya; sedangkan sebelum periode ini, para hakim yang ditunjuk oleh penguasa adalah ulama

3.

mujtahid yang tidak terikat sama sekali pada suatu mazhab; dan Munculnya buku-buku fiqh yang disusun oleh masing-masing mazhab; hal ini pun, menurut Imam Muhammad Abu Zahrah, membuat umat Islam mencukupkan diri mengikuti yang tertulis dalam buku-buku 6

tersebut. Periode Keenam Pertengahan abad ke-7 H sampai munculnya Majalah al-Ahkam al-'Adliyyah pada tahun 1286 H. Periode ini diawali dengan kelemahan semangat ijtihad dan berkembangnya taklidserta ta'assub (fanatisme) mazhab. Penyelesaian masalah fiqh tidak lagi mengacu pada Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW serta pertimbangan tujuan syara' dalam menetapkan hukum, tetapi

telah

beralih

pada

sikap

mempertahankan

pendapat

mazhab

secara jumud (konservatif). Upaya mentakhrij (mengembangkan fiqh melalui metode yang dikembangkan imam mazhab) dan mentarjih pun sudah mulai memudar. Periode Ketujuh Sejak munculnya Majalah al-Ahkam al- 'Adliyyahsampai sekarang. Ada tiga ciri pembentukan fiqh Islam pada periode ini, yaitu: 1.

Munculnya Majalah al-Ahkam al-'Adliyyah sebagai hukum perdata

2.

umum yang diambilkan dari fiqh Mazhab Hanafi; Berkembangnya upaya kodifikasi hukum Islam; dan Munculnya pemikiran untuk memanfaatkan berbagai pendapat yang ada

3.

di seluruh mazhab, sesuai dengan kebutuhan zaman. Munculnya kodifikasi hukum Islam dalam bentuk Majalahal-Ahkam

al-'Adliyyah dilatarbelakangi oleh kesulitan para hakim dalam menentukan hukum yang akan diterapkan di pengadilan, sementara kitab-kitab fiqh muncul dari berbagai mazhab dan sering dalam satu masalah terdapat beberapa pendapat. Memilih pendapat terkuat dari berbagai kitab fiqh merupakan kesulitan bagi para hakim di pengadilan, di samping memerlukan waktu yang lama. Oleh sebab itu, pemerintah Turki Usmani berpendapat bahwa harus ada satu kitab fiqh/hukum yang bisa dirujuk dan diterapkan di pengadilan. Untuk mencapai tujuan ini dibentuklah sebuah panitia kodifikasi hukum perdata. Pada tahun 1286 H panitia ini berhasil menyusun hukum perdata Turki Usmani yang dinamai dengan Majalah al-Ahkam al-'Adliyyah yang terdiri atas 1.851 pasal. Setelah berhasil dengan penyusunan Majalah al-Ahkam al-'Adliyyah, para penguasa di negeri-negeri Islam yang tidak tunduk di bawah kekuasaan

7

Turki Usmani mulai pula menyusun kodifikasi hukum secara terbatas, baik bidang perdata, pidana, maupun ketatanegaraan. Pada abad ke-19 muncul berbagai pemikiran di kalangan ulama dari berbagai negara Islam untuk mengambil pendapat-pendapat dari berbagai mazhab serta menimbang dalil yang paling kuat diantara semua pendapat itu. Pengambilan pendapat dilakukan tidak saja dari mazhab yang empat, tetapi juga dari para sahabat dan thabi'in, dengan syarat bahwa pendapat itu lebih tepat dan sesuai. Bersumber dari berbagai pendapat atas pendapat terkuat dari berbagai mazhab, maka pada tahun 1333 H pemerintah Turki Usmani menyusun kitab hukum keluarga (al-Ahwal asy-Syakhsiyyah) yang merupakan gabungan dari berbagai pendapat mazhab. Ali Hasaballah, ahli fiqh dari Mesir, mengatakan bahwa upaya penerapan hukum Islam di berbagai neqara Islam semakin tampak. Akan tetapi, pembentukan dan pengembangan hukum Islam tersebut, menurutnya, tidak harus mengacu kepada kitab-kitab fiqh yang ada, tetapi dengan melakukan ijtihad kembali ke sumber aslinya, yaitu Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Menurutnya, ijtihad jama'i (kolektif) harus dikembangkan dengan melibatkan berbagai ulama dari berbagai disiplin ilmu, tidak hanya ulama fiqh, tetapi juga ulama dari disiplin ilmu lainnya, seperti bidang kedokteran dan sosiologi. Dengan demikian, hukum fiqh menjadi lebih akomodatif jika dibandingkan dengan hukum fiqh dalam kitab berbagai mazhab.

2.2.2. Hukum Islam pada Masa Pra Penjajahan Belanda Akar sejarah hukum Islam di kawasan nusantara menurut sebagian ahli sejarah dimulai pada abad pertama hijriyah, atau pada sekitar abad ketujuh dan kedelapan masehi. Sebagai gerbang masuk ke dalam kawasan nusantara, kawasan utara pulau Sumatera-lah yang kemudian dijadikan sebagai titik awal gerakan dakwah para pendatang muslim. Secara perlahan, gerakan dakwah itu kemudian membentuk masyarakat Islam pertama di Peureulak, Aceh Timur. Berkembangnya komunitas muslim di wilayah itu kemudian diikuti oleh berdirinya kerajaan Islam pertama di Tanah air pada abad ketiga belas. Kerajaan ini dikenal dengan nama Samudera Pasai. Ia terletak di wilayah Aceh Utara.

8

Pengaruh dakwah Islam yang cepat menyebar hingga ke berbagai wilayah nusantara kemudian menyebabkan beberapa kerajaan Islam berdiri menyusul berdirinya Kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Tidak jauh dari Aceh berdiri Kesultanan Malaka, lalu di pulau Jawa berdiri Kesultanan Demak, Mataram dan Cirebon, kemudian di Sulawesi dan Maluku berdiri Kerajaan Gowa dan Kesultanan Ternate serta Tidore. Kesultanan-kesultanan tersebut sebagaimana tercatat dalam sejarah, itu tentu saja kemudian menetapkan hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku. Penetapan hukum Islam sebagai hukum positif di setiap kesultanan tersebut tentu saja menguatkan pengamalannya yang memang telah berkembang di tengah masyarakat muslim masa itu. Fakta-fakta ini dibuktikan dengan adanya literatur-literatur fiqh yang ditulis oleh para ulama nusantara pada sekitar abad 16 dan 17. Dan kondisi terus berlangsung hingga para pedagang Belanda datang ke kawasan nusantara.

2.2.3. Hukum Islam pada Masa Penjajahan Belanda Cikal bakal penjajahan Belanda terhadap kawasan nusantara dimulai dengan kehadiran Organisasi Perdagangan Dagang Belanda di Hindia Timur, atau yang lebih dikenal dengan VOC. Sebagai sebuah organisasi dagang, VOC dapat dikatakan memiliki peran yang melebihi fungsinya. Hal ini sangat dimungkinkan sebab Pemerintah Kerajaan Belanda memang menjadikan VOC sebagai perpanjangtangannya di kawasan Hindia Timur. Karena itu disamping menjalankan fungsi perdagangan, VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam

menjalankan

fungsi-fungsi

pemerintahan.

Tentu

saja

dengan

menggunakan hukum Belanda yang mereka bawa. Dalam kenyataannya, penggunaan hukum Belanda itu menemukan kesulitan. Ini disebabkan karena penduduk pribumi berat menerima hukumhukum yang asing bagi mereka. Akibatnya, VOC pun membebaskan penduduk pribumi untuk menjalankan apa yang selama ini telah mereka jalankan.

9

Kaitannya dengan hukum Islam, dapat dicatat beberapa “kompromi” yang dilakukan oleh pihak VOC, yaitu: - Dalam Statuta Batavia yag ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC, dinyatakan bahwa hukum kewarisan Islam berlaku bagi para pemeluk agama Islam. - Adanya upaya kompilasi hukum kekeluargaan Islam yang telah berlaku di tengah masyarakat. Upaya ini diselesaikan pada tahun 1760. Kompilasi ini kemudian dikenal dengan Compendium Freijer. - Adanya upaya kompilasi serupa di berbagai wilayah lain, seperti di Semarang, Cirebon, Gowa dan Bone. Bila ingin disimpulkan, maka upaya pembatasan keberlakuan hukum Islam oleh Pemerintah Hindia Belanda secara kronologis adalah sebagai berikut : -

Pada pertengahan abad 19, Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan Politik Hukum yang Sadar; yaitu kebijakan yang secara sadar ingin menata kembali dan mengubah kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum

-

Belanda. Atas dasar nota disampaikan oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem, Pemerintah Belanda menginstruksikan penggunaan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan pribumi dalam hal persengketaan yang terjadi di antara mereka, selama tidak bertentangan dengan asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum. Klausa terakhir ini kemudian

-

menempatkan hukum Islam di bawah subordinasi dari hukum Belanda. Atas dasar teori resepsi yang dikeluarkan oleh Snouck Hurgronje, Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1922 kemudian membentuk komisi untuk meninjau ulang wewenang pengadilan agama di Jawa dalam memeriksa kasus-kasus kewarisan (dengan alasan, ia belum diterima oleh

-

hukum adat setempat). Pada tahun 1925, dilakukan perubahan terhadap Pasal 134 ayat 2 Indische Staatsregeling (yang isinya sama dengan Pasal 78 Regerringsreglement), yang intinya perkara perdata sesama muslim akan diselesaikan dengan hakim agama Islam jika hal itu telah diterima oleh hukum adat dan tidak ditentukan lain oleh sesuatu ordonasi. 10

Lemahnya posisi hukum Islam ini terus terjadi hingga menjelang berakhirnya kekuasaan Hindia Belanda di wilayah Indonesia pada tahun 1942.

2.2.4. Hukum Islam pada Masa Pendudukan Jepang Tidak ada perubahan berarti bagi posisi hukum Islam selama masa pendudukan Jepang di Tanah air. Namun bagaimanapun juga, masa pendudukan Jepang lebih baik daripada Belanda dari sisi adanya pengalaman baru bagi para pemimpin Islam dalam mengatur masalah-masalah keagamaan. Abikusno Tjokrosujoso menyatakan bahwa, Kebijakan pemerintah Belanda telah memperlemah posisi Islam. Islam tidak memiliki para pegawai di bidang agama yang terlatih di masjid-masjid atau pengadilan-pengadilan Islam. Belanda menjalankan kebijakan politik yang memperlemah posisi Islam. Ketika pasukan Jepang datang, mereka menyadari bahwa Islam adalah suatu kekuatan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan. 2.2.5. Hukum Islam pada Masa Kemerdekaan (1945) Perdebatan panjang tentang dasar negara di BPUPKI kemudian berakhir dengan lahirnya apa yang disebut dengan Piagam Jakarta. Kalimat kompromi paling penting Piagam Jakarta terutama ada pada kalimat “Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Menurut Muhammad Yamin kalimat ini menjadikan Indonesia merdeka bukan sebagai negara sekuler dan bukan pula negara Islam. Pada akhirnya, di periode ini, status hukum Islam tetaplah samarsamar. Isa Ashary mengatakan, kejadian mencolok mata sejarah ini dirasakan oleh umat Islam sebagai suatu ‘permainan sulap’ yang masih diliputi kabut rahasia…suatu politik pengepungan kepada cita-cita umat Islam. Hukum Islam pada Masa Kemerdekaan Periode Revolusi Hingga Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1950. Selama hampir lima tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia memasuki masa-masa revolusi (19451950). Menyusul kekalahan Jepang oleh tentara-tentara sekutu, Belanda ingin kembali menduduki kepulauan Nusantara. Dari beberapa pertempuran, Belanda berhasil menguasai beberapa wilayah Indonesia, dimana ia kemudian 11

mendirikan negara-negara kecil yang dimaksudkan untuk mengepung Republik Indonesia. Berbagai perundingan dan perjanjian kemudian dilakukan, hingga akhirnya tidak lama setelah Linggarjati, lahirlah apa yang disebut dengan Konstitusi Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949. Dengan berlakunya Konstitusi RIS tersebut, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku sebagai konstitusi Republik Indonesia yang merupakan satu dari 16 bagian negara Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS sendiri jika ditelaah, sangat sulit untuk dikatakan sebagai konstitusi yang menampung aspirasi hukum Islam. Mukaddimah Konstitusi ini misalnya, samasekali tidak menegaskan posisi hukum Islam sebagaimana rancangan UUD 1945 yang disepakati oleh BPUPKI. Demikian pula dengan batang tubuhnya, yang bahkan dipengaruhi oleh faham liberal yang berkembang di Amerika dan Eropa Barat, serta rumusan Deklarasi HAM versi PBB. Perjuangan mengganti UUD Sementara itu kemudian diwujudkan dalam Pemilihan Umum untuk memilih dan membentuk Majlis Konstituante pada akhir tahun 1955. Majelis yang terdiri dari 514 orang itu kemudian dilantik oleh Presiden Soekarno pada 10 November 1956. Namun delapan bulan sebelum batas akhir masa kerjanya, Majlis ini dibubarkan melalui Dekrit Presiden yang dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959. Hal penting terkait dengan hukum Islam dalam peristiwa Dekrit ini adalah konsiderannya yang menyatakan bahwa “Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni menjiwai UUD 1945” dan merupakan “suatu kesatuan dengan konstitusi tersebut”. Hal ini tentu saja mengangkat dan memperjelas posisi hukum Islam dalam UUD, bahkan menurut Anwar Harjono lebih dari sekedar sebuah “dokumen historis”. Namun bagaiamana dalam tataran aplikasi? Lagi-lagi faktor-faktor politik adalah penentu utama dalam hal ini. Pengejawantahan kesimpulan akademis ini hanya sekedar menjadi wacana jika tidak didukung oleh daya tawar politik yang kuat dan meyakinkan. Hal lain yang patut dicatat di sini adalah terjadinya beberapa pemberontakan yang diantaranya “bernuansakan” Islam dalam fase ini. Yang paling fenomenal adalah gerakan DI/TII yang dipelopori oleh Kartosuwirjo 12

dari Jawa Barat. Kartosuwirjo sesungguhnya telah memproklamirkan negara Islamnya pada tanggal 14 Agustus 1945, atau dua hari sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Namun ia melepaskan aspirasinya untuk kemudian bergabung dengan Republik Indonesia. Tetapi ketika kontrol RI terhadap wilayahnya semakin merosot akibat agresi Belanda, terutama setelah diproklamirkannya Negara boneka Pasundan di bawah kontrol Belanda, ia pun memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tahun 1948. Namun pemicu konflik yang berakhir di tahun 1962 dan mencatat 25.000 korban tewas itu, menurut sebagian peneliti, lebih banyak diakibatkan oleh kekecewaan Kartosuwirjo terhadap strategi para pemimpin pusat dalam mempertahankan diri dari upaya pendudukan Belanda kembali, dan bukan atas dasar apa yang mereka sebut dengan “kesadaran teologispolitis”nya.

2.2.6. Hukum Islam di Era Orde Lama dan Orde Baru Mungkin tidak terlalu keliru jika dikatakan bahwa Orde Lama adalah eranya kaum nasionalis dan komunis. Sementara kaum muslim di era ini perlu sedikit merunduk dalam memperjuangkan cita-citanya. Meskipun hukum Islam adalah salah satu kenyataan umum yang selama ini hidup di Indonesia, dan atas dasar itu Tap MPRS tersebut membuka peluang untuk memposisikan hukum Islam

sebagaimana

mestinya,

namun

lagi-lagi

ketidakjelasan

batasan

“perhatian” itu membuat hal ini semakin kabur. Dan peran hukum Islam di era inipun kembali tidak mendapatkan tempat yang semestinya. Lalu bagaimana dengan hukum Islam? Meskipun kedudukan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum nasional tidak begitu tegas di masa awal Orde ini, namun upaya-upaya untuk mempertegasnya tetap terus dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang menteri agama dari kalangan NU, yang mencoba mengajukan Rancangan Undang-undang Perkawinan Umat Islam dengan dukunagn kuat fraksi-fraksi Islam di DPR-GR. Meskipun gagal, upaya ini kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan hukum formil yang mengatur lembaga peradilan di Indonesia pada tahun 1970. Upaya ini kemudian 13

membuahkan hasil dengan lahirnya UU No.14/1970, yang mengakui Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang berinduk pada Mahkamah Agung. Dengan UU ini, dengan sendirinya menurut Hazairin, hukum Islam telah berlaku secara langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri. Penegasan terhadap berlakunya hukum Islam semakin jelas ketika UU no. 14 Tahun 1989 tentang peradilan agama ditetapkan. Hal ini kemudian disusul dengan usaha-usaha intensif untuk mengompilasikan hukum Islam di bidang-bidang tertentu. Dan upaya ini membuahkan hasil saat pada bulan Februari 1988, Soeharto sebagai presiden menerima hasil kompilasi itu, dan menginstruksikan penyebarluasannya kepada Menteri Agama.

2.2.7. Hukum Islam di Era Reformasi Upaya kongkrit merealisasikan hukum Islam dalam wujud undangundang dan peraturan telah membuahkan hasil yang nyata di era ini. Salah satu buktinya adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun Propinsi Nangroe Aceh Darussalam tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Nomor 11 Tahun 2002. Dengan demikian, di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem hukum Islam untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat melakukan langkah-langkah pembaruan, dan bahkan pembentukan hukum baru yang bersumber dan berlandaskan sistem hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai norma hukum positif yang berlaku dalam hukum Nasional kita.

2.3. RUANG LINGKUP FIQIH IBADAH 2.3.1. IBADAH

14

Sebagai mahluk sosial dan budaya manusia hidup memerlukan hubungan, baik jalinan bersama dirinya sendiri atau pun bersama sesuatu di luar diri nya. Ilmu fiqih membicarakan jalinan itu yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya, alatnya dan sebagainya. Hubungan - jalinan itu ialah: -

Hubungan manusia bersama Allah, Tuhannya dan para Rasulullah;

-

Hubungan manusia bersama dirinya sendiri;

-

Hubungan manusia bersama keluarga dan tetangganya;

-

Manusia bersama orang lain yang seagama bersama dia;

-

Hubungan manusia bersama orang lain vang tidak seagama bersama dia;

-

Hubungan manusia bersama makhluk hidup yang lain seperti binatang dan lainnya;

-

Hubungan manusia bersama benda mati dan alam semesta;

-

Hubungan manusia bersama masyarakat dan lingkungannya;

-

Hubungan manusia bersama akal fikiran dan ilmu pengetahuan; dan

-

Hubungan manusia bersama alam gaib seperti syetan, iblis, surga, neraka, alam barzakh, yaumil hisab dan sebagainya. Hubungan - jalinan ini dibicarakan di dalam fiqih lewat topik-topik bab

persoalan yang mencakup hampir semua aktivitas hidup perseorangan, dan masyarakat, baik masyarakat kecil seperti sepasang suami / isteri ( keluarga ), maupun masyarakat besar seperti negara dan jalinan internasional, sesuai bersama macam-macam jalinan tadi.Meskipun tersedia perbedaan pendapat para ulama di dalam menyusun alur pembahasaan di dalam membicarakan topik-topik tersebut, tapi mereka tidak tidak serupa di dalam menjadikan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad sebagai sumber hukum. Walaupun di dalam pengelompokkan materi obrolan mereka berbeda, tapi mereka sama - sama menyita dari sumber yang sama.

15

Karena rumusan fiqih ibadah itu berwujud hukum hasil formulasi para ulama yang bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad, maka alur dan luas pembahasannya bermacam-macam. Setelah aktivitas ijtihad itu berkembang, muncullah imam-imam madzhab yang diikuti oleh murid-murid mereka pada mulanya, dan seterusnya oleh para pendukung dan penganutnya. Diantara aktivitas para tokoh-tokoh aliran madzhab itu, terdapat aktivitas menerbitkan topik-topik (bab-bab) pembahasan fiqih. Menurut yang lazim di kenal di kalangan ulama fiqih secara awam , topic pembahasan fiqih itu adalah empat , yang sering disebut rubu’ 1. rubu ibadat 2. rubu muamalat 3. rubu munakahat danrubu jinayat 2.3.2. Muamalah Ruang lingkup fiqih muamalah dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Al-Muamalah Al-Adabiyah. Hal-hal yang termasuk Al-Muamalah AlAdabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta. 2. Al-Muamalah Al-Madiyah a.

Jual beli (Al-bai’ at-Tijarah)

b.

Gadai (rahn)

c.

Jaminan/ tanggungan (kafalah)

d.

Pemindahan utang (hiwalah)

e.

Jatuh bangkit (tafjis)

f.

Batas bertindak (al-hajru)

g.

Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)

h.

Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)

i.

Sewa menyewa tanah (al-musaqah al-mukhabarah)

j.

Upah (ujral al-amah) 16

k.

Gugatan (asy-syuf’ah)

l.

Sayembara (al-ji’alah)

m.

Pembagian kekayaan bersama (al-qisamah)

n.

Pemberian (al-hibbah)

o.

Pembebasan (al-ibra’), damai (ash-shulhu)

p.

beberapa masalah mu’ashirah (mukhadisah), seperti masalah bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah lainnnya

q.

Pembagian hasil pertanian (musaqah)

r.

Kerjasama dalam perdagangan (muzara’ah)

s.

pembelian barang lewat pemesanan (salam/salaf)

t.

Pihak penyandang dana meminjamkan uang kepada nasabah/ Pembari modal (qiradh)

w.

u.

Pinjaman barang (‘ariyah)

v.

Sewa menyewa (al-ijarah)

Penitipan barang (wadi’ah) Peluang ijtihad dalam aspek tersebut diatas harus tetap terbuka, agar hukum Islam senantiasa dapat memberi kejelasan normatif kepada masyarakat sebagai pelaku-pelaku ekonomi.

2.3.3. Munakahat (Perkawinan) Ruang lingkup fiqih munakahat ada 3 yaitu : a. Meminang Sebagai langkah awal dari perkawinan itu adalah menentukan dan memilih jodoh yang akan hidup bersama dalam perkawinan. Dalam pilihan itu dikemukakan beberapa alternatif kriteria dan yang paling utama untuk dijadikan dasar pilihan. Setelah mendapatkan jodoh sesuai dengan pilihan dan petunjuk agama, tahap selanjutnya menyampaikan kehendak untuk mengawini jodoh yang telah didapatkan itu. Tahap inilah yang disebut meminang atau khitbah. b. Nikah Sesudah itu masuk kepada bahasan perkawinan itu sendiri yang menyangkut rukun dan syaratnya, serta hal-hal yang menghalangi 17

perkawinan itu. Selanjutnya membicarakan kehidupan rumah tangga dalam perkawinan yang menyangkut kehidupan yang patut untuk mendapatkan kehidupan yang sakinah, rahmah, dan mawaddah. Hak-hak dan kewajiban dalam perkawinan. c. Talak Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi suatu hal yang tidak dapat dihindarkan, yang menyebabkan perkawinan itu tidak mungkin dipertahankan. Untuk selanjutnya diatur pula hal-hal yang menyangkut

putusnya

perkawinan

dan

akibat-akibatnya.

Dalam

perkawinan itu lahir anak, oleh karena itu dibicarakan hubungan anak dengan orang tuanya. Setelah perkawinan putus tidak tertutup pula kemungkinan pasangan yang telah bercerai itu ingin kembali membina rumah tangga. Maka untuk itu dipersiapkan sebuah lembaga yaitu rujuk.

2.3.4. Jinayah (Hukum Positif) Ruang lingkup pembahasan hukum pidana islam meliputi pencurian, perzinaan, qadzaf, minum khamr, membunuh dan atau melukai, merusak harta orang lain, melakukan gerakan-gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan (jarimah).[18] Literatur lain menyebutkan ruang lingkup meliputi sebagai berikut : -

Asas Legalitas;

-

Jarimah;

-

Hukuman;

-

Jarimah zina dan tuduhan zina;

-

Jarimah pencurian dan perampokan;

-

Jarimah minum-minuman keras;

-

Jarimah pembunuhan;

-

Qishas;

-

Diyat;

-

Jarimah Ta’zir; 18

-

Pidana dan Perdata hukum islam.

2.4. Ijtihad Ulama Tentang Hukum Siwak dengan Pertimbangan Medis 2.4.1. Pengertian Siwak Siwak merupakan pengobatan alamiah dalam rangka pencegahan yang sangat dianjurkan Rasulullah. Dalam shahihain diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. beraabda, “Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintajkan mereka untuk menggunakan siwak sebelum melaksanakan shalat.” 2.4.2. Sejarah dan Penggunaan Siwak Siwak adalah suatu perkara yang di syari’atkan, yaitu dengan menggunakan batang atau semisalnya, yang dipakai untuk membersihkan gigi dan gusi dari kekuning-kuningan dan bau (Al-Mulakhas Al-fiqhiy, hal. 29). Masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam, menggunakan akar dan ranting kayu dari pohon arak (Salvadora Percisia) yang hanya dapat tumbuh di daerah Asia Tengah dan Afrika, yang belakangan diketahui sebagai alat pembersih gigi terbaik hingga saat ini. Setelah kedatangan Islam, Rasulullah menetapkan penggunaan siwak (Chewing Stick) sebagai sunnah beliau yang sangat dianjurkan. 2.4.3. Morfologi dan Kandungan Siwak Siwak atau miswak berbentuk batang, diambil dari akar dan ranting segar tanaman arak (Salvadora Percisia) yang kebanyakan tumbuh di Timur Tengah, Asia, dan Afrika dan berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm.Menurut laporan Lewis (1982), penelitian kimiawi terhadap tanaman siwak ini telah dilakukan semenjak abad ke-19, dan ditemukan sejumlah besar klorida, fluor, trimetilamin dan resin. Kemudian dari hasil penelitian Farooqi dan Srivastava (1990), ditemukan silika, sulfur dan vitamin C. Dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ilmuan seperti El-Mostehy (1998), Gazi et al (1987), Abu Salma M. Rachdie P., S.Si (2005) dan lain-lain yang meneliti tentang siwak juga telah ditemukan bahwa di dalam kayu siwak terdapat berbagai zat yang sangat berguna untuk menjaga dan merawat kesehatan gigi dan mulut. 2.4.4. Fungsi Siwak 19

Siwak berfungsi mengikis dan membersihkan bagian dalam mulut. Sebagaimana telah disebutkan bahwa ada yang mengasumsikan kata siwak diambil dari kata Arab ‘yudlik’yang artinya adalah ‘memijat’ (yakni memijat bagian dalam mulut). Jadi siwak lebih dari sekedar sikat gigi biasa. 2.4.5. Manfaat Siwak bagi Kehidupan Sehari-hari Penelitian

terbaru

terhadap

siwak

menunjukan

bahwa

siwak

mengandung mineral-mineral alami yang dapat menjadi resep kesehatan gigi dan mulut. Siwak memiliki kandungan kimiawi yang dapat memberikan berbagai manfaat untuk gigi dan mulut, diantaranya: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)

Membunuh Bakteri Mencegah Gigi Berlubang Memelihara Gusi dan Mencegah Pembentukan Plak Gigi Mencegah Bau Mulut Sebagai Alat Pembersih Mulut (Oral Cleaner Disease) Cara Efektif Perawatan Gigi Formula Terbaik Untuk Pasta Gigi Bermanfaat Bagi Anggota Tubuh Lain Mencerdaskan Otak Dan Menguatkan Hafalan

2.4.6. Waktu Utama Bersiwak Setiap ibadah yang kita laksanakanselalu ada waktu-waktu utama di dalamnya. Misalnya dalam berdoa, ada saat-saat dimana doa di anggap lebih mustajab. Demikian pula siwak, ada waktu-waktu yang utama dan di anjurkan untuk bersiwak. Adapun waktu-waktu yang disunnahkan secara muakkad untuk bersiwak sesuai ajaran para ulama yang bersumber dari Rasulullah diantaranya adalah: 1.

Setiap akan Berwudhu ‫لدوولد أدون أدضش م‬ ‫ضووءء‬ ‫ك ععوندد ضكلل ضو ض‬ ‫ق دعدلىَ أضممتعوي دلددمورتضهضوم عباِللسدواَ ع‬ Artinya: “Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu” (HR. Bukhari dan Muslim, Irwaul Gholil No. 70).

2.

Setiap akan Melakukan Shalat Ibnu Daqiqil menjelaskan sebab sangat dianjurkannya bersiwak ketika sholat, beliau berkata: “Rahasianya yaitu bahwasannya kita diperintahkan agar dalam setiap keadaan ketika bertaqorrub kepada Allah, kita senantiasa dalam keadaan 20

yang sempurna dan dalam keadaan bersih untuk menampakkan mulianya ibadah”. Dikatakan bahwa perkara ini (bersiwak ketika akan shalat) berhubungan dengan malaikat kerena mereka terganggu dengan bau yang tidak enak. Berkata Imam As-Shon’ani: “Dan tidaklah jauh (jika dikatakan) bahwasanya rahasianya adalah digabungkannya dua perkara yang telah disebutkan (di atas) sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Jabir radliallahu ‘anhu: ‫صاِدل أدعو اَولدكمراَ ض‬ ‫ث فدلد يدوقدربدمن دموسعجدددناِ لدإعمن اَولدملدئعدكةد تدتدأ دمذىَّ عممماِ يدتدأ دمذىَّ بععه بدنضوو آدددم‬ ‫دمون أددكدل اَلثموودم أدعو اَولبد د‬ Artinya: “Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah atau bawang bakung maka janganlah dia mendekati masjid kami. Sesungguhnya malaikat terganggu dengan apa-apa yang bani Adam terganggu dengannya” ‫لدوولد أدون أدضش م‬ ‫صلدءة‬ ‫ك ععوندد ضكلل م‬ ‫ق دعدلىَ أضممتعوي دلددمورتضهضوم عباِللسدواَ ع‬ Artinya: “Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan shalat” (HR. Bukhari dan Muslim, Irwaul Gholil No. 70). Drg. BM Bachtiar (2008), menyatakan sangat paham mengapa bersiwak dianjurkan dilakukan setiap kali sebelum sholat. Menurutnya, pada dasarnya plak memang sulit dihindari karena proses terbentuknya begitu cepat. Karena itulah sangat tepat anjuran yang mengatakan, menyikat gigi itu harus dilakukan beberapa kali dalam sehari, untuk mencegah tertimbunnya plak pada gigi. Jika dianalisis, lanjut Bachtiar, anjuran bersiwak pada setiap akan sholat dapat dipahami. Frekuensi yang disarankan, katakanlah pada sholat wajib, sudah tepat. Yaitu waktu sholat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Shubuh. Jika dibuat rata-rata, selang waktunya untuk bersiwak sekitar 4-5 jam. Belum lagi ada sholat sunat Tahajjud, yang dilakukan pada waktu malam, atau Dhuha di pagi hari, serta anjuran bersiwak setelah makan. 3.

Setiap Bangun Tidur ‫ دكاِدن درضسووضل ا‬: ‫ا دعونهض دقاِدل‬ ‫ضدي ا‬ ‫ك‬ ‫اع إعدذاَ دقاِدم عمدن اَللمويعل يدضشوو ض‬ ‫س دفاِهض عباِللسدواَ ع‬ ‫دعون ضحددويفدةد وبعن اَوليددماِعن در ع‬ Artinya: Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Adalah Rasulullah jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak” (HR. Bukhari). Termasuk tanda kecintaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kebersihan dan ketidaksukaannya terhadap bau tidak enak, tatkala bangun dari tidur malam yang panjang, yang mana saat itu di mungkinkan bau mulut sudah berubah, maka beliau menghilangkan bau tidak sedap, dan untuk menambah semangat setelah bangun tidur, karena termasuk kelebihan siwak adalah menambah daya ingat dan semangat. 21

4.

Saat Bau Mulut Berubah Perubahan bau mulut bisa terjadi karena beberapa hal. Diantaranya karena tidak makan dan minum, karena memakan makanan yang memiliki aroma menusuk atau tidak sedap, diam yang lama atau tidak membuka mulut untuk berbicara, banyak berbicara dan bisa juga karena lapar yang sangat demikian pula bangun dari tidur. (Al-Hawil Kabir 1/85, Al-Minhaj, 1/135)

5.

Setiap akan Masuk Rumah Dianjurkan untuk bersiwak saat akan memasuki rumah. Sebab ketika memasuki rumah, tentu saja disana akan ada interaksi, baik itu dengan suami/istri, anak-anak, bapak atau ibu, maupun orang lain seperti tamu misalnya. Bahkan ‘Aisyah ra, saat ditanya tentang apa yang biasa dilakukan Rasulullah saw begitu memasuki rumahnya, jawabannya adalah bersiwak. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits: ‫ضتتدي ا‬ ‫ دسأ دول ض‬: ‫دردوىَّ ضشدرويحْح وبضن دهاِنععئ دقاِدل‬ ‫ي دشتتويءء يدوبتتددأض اَلنمبعتتاي إعدذاَ دددختتدل بديعتدتتهض ؟‬ ‫اتت دعونهدتتاِ بعتتأ د ل‬ ‫ت دعاِئعدشةد در ع‬ ‫دقاِلد و‬ (‫ك )رواَه مسلم‬ ‫ عباِللسواَ ع‬: ‫ت‬ Artinya: Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata: “Aku bertanya kepada ‘Aisyah: “Apa yang dilakuukan pertama kali oleh Rasulullah jika dia memasuki rumahnya?” Beliau menjawab: “Bersiwak”. (HR. Muslim, Irwaul Gholil No. 72)

6.

Ketika Hendak Membaca Al-Qur’an Dari Ali ra. berkata: “Rasulullah

memerintahkan

kami

bersiwak.

Sesungguhnya seorang hamba apabila berdiri sholat malaikat mendatanginya kemudian berdiri dibelakangnya mendengar bacaan Al-ur’an dan ia mendekat. Maka ia terus mendengar dan mendekat sampai ia meletakkan mulutnya diatas mulut hamba itu, sehingga tidaklah dia membaca satu ayat-pun kecuali berada dirongganya malaikat” (HR. Baihaqy) 7.

Dalam Setiap Keadaan Sesungguhnya kita di anjurkan untuk bersiwak di setiap keadaan, mengingat manfaat yang besar dari bersiwak. Asy-Syaikh DR. Shalih Fauzan berkata: “Bersiwak disunnahkan disetiap saat, bahkan sekalipun yang berpuasa disepanjang harinya, demikianlah pendapat yang benar dan menjadi sunnah muakkadah pada waktu tertentu.” (Al-Mulakhkhas Al-Fiqhiy, hal. 30).

22

2.5. Prinsip dan Ajaran Islam dalam Penerapan Kesehatan Jasmani Perhatian Islam terhadap kekuatan fisik atau jasmani telah jelas jika kita memahami Hadist Rasulullah saw “ Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah”. Pandangan ini memudarkan istilah jawa bahwa seorang yang baik adalah mereka yang lamban berjalan (mlakune koyo macan luwe). Islam datang dengan syari’at dan orientasi yang melindungi kesehatan dan kesempurnaan jasmani. Karena itulah Islam memotivasi kepada umatnya untuk berolahrga. Dalam beberapa ayat al-Qur’an terdapat motivasi mengenai kekuatan jasmani. Firman Allah swt: ‫إعمن دخويدر دمعن اَوستدأودجور د‬ ‫ي اَولدعميضن‬ ‫ت اَولقدعو ا‬ “Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Q.S. Al-Qashash: 26) Mengingat betapa penting kesehatan jasmani bagi uamt muslim, maka melalui materi ini mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami prinsip dan ajaran Islam dalam penerapan kesehatan jasmani yang meliputi makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan lingkungan, natalitas, mortalitas, haid, nifas, istihadhah, khitan, potong rambut dan kuku, serta jima’. 2.5.1. Makanan Dalam kitab-kitab fiqh atau norma-norma tentang ilmu gizi selalu dikaji tentang makanan. Islam sangat memperhatikan makanan kaum muslimin. Dalam ajaran Islam ada jenis makanan yang bermanfaat dan ada pula makanan yang membahayakan. Islam membagi jenis makanan menjadi dua bagian: a. Makanan yang diharamkan

Firman Allah swt: ‫ت دعلدويضكضم اَولدمويتدةض دواَلمدضم دولدوحضم اَولعخونعزيعر دودماِ أضعهمل لعدغويعر م‬ ‫اع بععه دواَولضموندخنعقدةض دواَولدمووضقودذةض دواَولضمتددرلديدةض دواَلنمعطيدحةض‬ ‫ضحلردم و‬ ‫دودماِ أددكدل اَلمسبضضع إعمل دماِ دذمكويتضوم‬ “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas kecuali yang sempat kamu sembelih…” (Q.S. Al-Maidah: 3) Hal ini mendorong para ilmuwan untuk menganalisis aspek ilmiah dari makanan-makanan yang diharamkan tersebut: 23

-

Bangkai ; Ada dua kemungkinan hewan menjadi bangkai. Pertama, karena tua, dan kedua karena sakit. Kemungkinan kedua inilah yang berbahaya karena bibit penyakit dari hewan berpindah ke orang yang memakannya.

-

Darah ; Darah sebagai perantara yang memindahkan bakteri dari satu organ ke organ yang lainnya. Sehingga jika didalam darah tersebut terdapat banyak bakteri, banyak pula penyakit didalamnya.

-

Babi ; Dalam daging babi mengandung berbagai jenis cacing yang sangat berbahaya bagi tubuh, seperti: cacing pita (taenea) dan cacing rambut (trichinae), cacing bulat yang tergulung mengalir di dalam otot, penyebab penyakit trichinosis.

-

Hewan yang tercekik ; Membekunya karbondioksida dalam tubuh yang akan teracuni karena terhalangnya oksigen ke dalam paru-paru

-

Hewan yang dipukul, jatuh dan ditanduk ; Sel-sel dalam tubuh dan uraturatnya rusak terkena pukulan

-

Hewan yang diterkam binatang buas ; Bekas gigitan binatang buas tertinggal pada bekas gigitannya sehingga menimbulkan penyakit bagi yang memakannya.

b. Makanan yang halal Islam menghalalkan semua jenis makanan yang mempunyai faedah dan tidak membahayakan bagi kesehatan jasmani manusia. Allah swt. berfirman: ‫ك دماِدذاَ أضعحمل لدهضوم ْ قضول أضعحمل لدضكضم اَلطميلدباِ ض‬ ‫ت‬ ‫يدوسأ دضلوند د‬ “Mereka menanyakan kepadamu: Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah: Dihalalkan bagimu yang baik-baik” (Q.S. Al-Maidah: 4) Terhadap hewan-hewan yang halal dan yang harus dilakukan penyembelihan, Allah memerintahkan agar penyembelihan dilakukan dengan baik, dengan pisau potong yang tajam, dan didahului dengan menyebut asma Allah. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan terhadap segala sesuatu, maka apabila kamu membunuh, lakukanlah dengan baik, dan apabila kamu menyembelih maka lakukanlah dengan baik. Hendaknya seseorang di antara kamu mempertajam pisaunya dan hendaknya memuliakan sembelihannya”.

2.5.2. Minuman 24

Ajaran Islam tidak melarang semua jenis minuman kecuali yang mamabukkan. Dan setiap benda yang memabukkan disebut khamar.

a. Pengertian khamar dalam Islam Rasulullah saw. bersabda: ‫ضكال ضموسعكءر دخومحْر دو ضكال دخومءر دحدراَحْم‬

“Setiap sesuatu yang memabukkan adalah haram dan setiap khamar adalah haram”. Dari hadist ini mengandung pengertian bahwa setiap benda yang memabukkan diharamkan oleh agama.

b. Penelitian medis tentang khamar - Kimia alkohol dan masuknya dalam cairan darah Apabila kadar alkohol masuk ke dalam darah 50 mgr pada setiap 100 cm darah, seseorang akan kehilangan self control kenormalan akalnya. Pada strata ini tidak akan pingsan, hanya sempoyongan. Dan jika kadar alkohol masuk ke dalam darah 150 mgr pada setiap 100 cm darah, ia akan fly dan kehilangan kontrol saraf . pada strata ini, pusat saraf yang tertinggi menjadi kosong dan tidak mampu menerima respon. -

Pengaruh khamar pada kepribadian seseorang Kecanduan khamar adalah masa yang lama akan menghancurkan kepribadian seseorang, melemahkan semangatnya dan menghilangkan konsentrasinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt Q.S. An-Nisa ayat 43 “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”.

-

Alkohol berpengaruh terhadap limfa dan darah Alkohol dengan kadar 1% saja akan menyebabkan denyut jantung bertambah 10 kali dalam satu menit yang akan mempercepat daya kerja syaraf dalam limfa.

-

Mengakibatkan kekurangan vitamin Minum khamar mengakibatkan kekurangan sejumlah vitamin dalam tubuh, terutama vitamin B dan vitamin C. 25

2.5.3. Pakaian Sebagaimana kita ketahui, bahwa Islam sangat menekankan kebersihan, kesehatan dan menghargai tubuh yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Terdapat banyak hadist yang memerintahkan keum muslim untuk membersihkan, merapikan, dan menghargai tubuh dengan jalan merawatnya secara baik dan memperhatikan penampilannya. Kebersihan badan dan pakaian adalah prasyarat untuk melakukan shalat dan tuntutan Islam terhadap masalah kesehatan. Allah tidak menerima shalat seseorang apabila dilakukan dengan pakaian yang dikotor najis. Sesungguhnya Allah menyukai keindahan, sebagaimana dalam FirmanNya: ‫دياِ بدعني آدددم ضخضذواَ عزيندتدضكوم ععوندد ضكلل دموسعجءد‬

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid”. (Q.S. Al-A’raf: 31) 2.5.4. Tempat Tinggal dan Lingkungan Islam sangat memperhatikan kebersihan tempat tinggal dan lingkungan. Sehingga jika di sekitar rumah atau di jalan-jalan kotor dan tergenang air, tidak boleh kita abaikan. Menurut ilmu kesehatan kuman dan bakteri akan cepat berkembangbiak di tempat yang kotor dan air yang tidak mengalir. Dalam hal kebersihan tempat tinggal dan lingkungan Rasulullah saw, bersabda: •

‫ظاَّفمةم‬ ‫ف ياهحبب النل م‬ ‫ب نمهظيي ف‬ ‫سللمم اهلن ام طميي ف‬ ‫ب ياهحبب الطليي م‬ ‫صللىَّ اا معلمييهه مو م‬ ‫ص معين امبهييهه معهن النلبهيي م‬ ‫معين م‬ ‫سيعهديبهن امهبىَّ موقلاَّ ص‬

‫مكهرييفم ياهحبب ايلمكمرمم مجموافدياهحبب ايلمجموامدفمنم ي‬ ‫ظفايوااميفنمييتماكيم‬

“Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu

bersih dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai kemuliaan, mak bersihkanlah halaman rumahmu dan lingkunganmu”.

2.5.5. Natalitas Natalitas adalah angka kelahiran tiap 1000 penduduk per tahun. Islam sangat memperhatikan hadirnya individu baru di dunia ini. Dalam al-Qur’an telah banyak menjelaskan tentang penciptaan manusia. Sebagaimana Firman Allah swt: ‫صلدضقودن‬ ‫ندوحضن دخلدوقدناِضكوم فدلدوودل تض د‬ ‫أدفددرأدويتضوم دماِ تضومضنودن‬ ‫أدأدونتضوم تدوخلضضقوندهض أدوم ندوحضن اَولدخاِلعضقودن‬

“Kami

telah

menciptakan

kamu;

maka

mengapa

kamu

tidak

membenarkan? Adakah kamu perhatikan nutfah (benih manusia) yang kamu 26

pancarkan?

Kamukah

yang

menciptakannya?

Ataukah

Kami

yang

menciptakannya?” (QS. Al Waqi’ah:57-59) Aspek-aspek yang ditegaskan dalam ayat-ayat al-Qur’an tentang penciptaan manusia yang mengungkap fakta ilmu kesehatan: 1. Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi sebagian kecilnya 2. Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi 3. Janin melekat pada rahim ibu bagaikan lintah 4. Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam Rahim Dari awal kehamilan sampai proses kelahiran, peran ilmu kesehatan dalam sangat diperlukan. Para medis adalah perantara keselamatan yang diberikan oleh Allah swt kepada anak yang baru lahir beserta ibu. Setelah itu tugas orangtua adalah menididk anak-anaknya menjadi manusia-manusia yang berkualitas ( akhsani taqwim). 2.5.6. Mortalitas Mortalitas adalah angka kematian tiap 1000 penduduk per tahun. Dari segi pengetahuan biomedis, kematian itu sebenarnya berlangsung secara berangsur. Prosesnya sebenarnya sudah diawali sejak baru lahir. Sejak bayi, setiaphari sebagian dari sel-sel tubuh manusia mengalami kematian, tetapi kemudian dig anti oleh sel-sel yang baru. Jumlah dan sifat sel yang baru terbentuk itu berubah-ubah dari tahun ke tahun, sehingga manusia nampak berperilaku lebih tua dari pada sebelumnya. Semakin tua manusia, penggantia sel-sel yang mati itu semakin tidak sempurna dan tidak semua sel yang mati dapat diganti, sehingga akhirnya semua sel dalam tubuh manusia itu mati. Dalam pernyataan IDI tentang mati, dikatakan: Mati adalah proses yang berlangsung secara berangsur. Tiap sel tubuh manusia mempunyai daya tubuh yang berbeda-beda terhadap tidak adanya oksigen dan oleh karenanya mempunyai saat kematian yang berbeda pula. Pada adanya penyakit, proses kematian berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan keadaan sehat. Tugas dokter dalam menyembuhkan penyakit sebenarnya mencoba menghambat laju proses kematian dengan cara memulihkan jaringan tubuh yang sakit ke keadaan sehat kembali. Namun tidak ada seorangpun yang dapat menghentian proses kematian selain Allah swt. Hal ini 27

sesuai dengan ketentuan Allah bahwa setiap yang hidup di dunia ini pasti akan mati. Yang kekal hanya zat yang esa, Allah swt. Sebagaimana dalam firmanNya: ‫ت ِ دوإعنمدماِ تضدوفموودن أضضجودرضكوم يدوودم اَولقعدياِدمعة‬ ‫س دذاَئعقدةض اَولدموو ع‬ ‫ضكال ندوف ء‬ “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu”. (Q.S. Ali Imran: 185) Selain keluarga yang ditinggalkan, ahli medis juga harus mengetahui halhal yang harus dilakukan terhadap orang yang meninggal: 

Matanya hendaklah dipejamkan (ditutupkan).



Mendoakan dan memintakan ampun atas dosanya.



Seluruh badannya hendaklah ditutup dengan kain sebagai penghormatan kepadanya dan tidak terbuka auratnya.

Dalam hal mortalitas, tenaga kesehatan memberikan kontribusinya dalam penurunan angka kematian berupa pelayanan kesehatan bagi pasien maupun ibu melahirkan dan bayinya. 2.5.7. Haid Haid adalah darah yang keluar dari rahim perempuan yang telah sampai umur

(baligh).

Pada

waktu

haid,

jasmani

perempuan

mengeluarkan

hormon.Secara umum, perempuan mulai haid minimal usia 9 tahun. Pada usia lebih diatas 60 tahun haid akan berhenti dengan sendirinya yang dalam istilah kesehatan dikenal dengan Menopause. Lama haid paling sedikit sehari semalam dan paling lama 15 hari 15 malam. Sedangkan suci antara dua haid paling sedikit 15 hari 15 malam, sebanyak-banyaknya tidak ada batas. Perempuan yang sedang haid diberikan keringanan oleh Allah untuk tidak berkewajiban shalat. Islam melarang mencampuri istri yang sedang haid. Allah berfirman: ‫دودل تدوقدرضبوهضمن دحتمىىَ يد و‬ ‫طهضوردن‬

“Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci”.(Q.S.AlBaqarah:222) Jika dilihat dari aspek kesehatan, ada beberapa faktor hasil penelitian ilmiah tentang haid: - Pada waktu haid kondisi tubuh perempuan tidak normal disebabkan karena keluarnya hormon yang tidak seperti biasanya. Sehingga perempuan tidak bernafsu melakukan hubungan seks. - Pada waktu haid, alat-alat tertentu, seperti rahim dalam kondisi menahan. Dalam kondisi demikian jika dipaksakan untuk berhubungan seks akan menimbulkan luka kecil dan rasa sakit, bahkan dapat menyebabkan inflammtio dan kemandulan. 28

Dan yang paling parah akibat dari pembusukan rahim adalah penyakit mulut rahim. - Bagi laki-laki bisa menyebabkan inflammtio sebab darah haid adalah kotor dan merupakan sarang bakteri yang mengalir melalui saluran air kencing. Bahkan bisa masuk ke kandung kencing dan saluran ginjal (ureter) dan bisa pula mencapai kelenjar koper, prostate, anak pelir, pelir dan saluran kandung kencing (uretra). 2.5.8. Nifas Nifas adalah darah yang keluar dari rahim perempuan sesudah ia melahirkan anak. Masa nifas sedikitnya sekejap, paling lama 60 hari. Pada kebanyakan perempuan darah nifas keluar selama 40 hari. Allah swt. memberikan keringanan kepada wanita yang sedang mengalami nifas untuk meninggalkan kewajiban shalat sampai berhentinya nifas. Pada masa ini peranan suami sangat dibutuhkan, diantaranya: - Memberikan perhatian dan kasih sayang kepada istri - Memperhatikan dan memenuhi asupan gizi bagi istri - Mengontrol kesehatan istri ke tempat pelayanan kesehatan - Mendorong istri untuk memberikan ASI kepada bayinya - Membantu dengan menggantikan peran istri

2.5.9. Istihadah Istihadhah atau darah penyakit yaitu darah yang keluar dari bagian bawah rahim perempuan karena sesuatu penyakit, bukan di waktu haid atau nifas. Berbeda dengan haid dan nifas, perempuan yang sedang istihadhah tetap wajib sholat dan mengerjakan ibadah lainnya. Dalam sebuah hadist dijelaskan: Dari Aisyah, Sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy telah berdarah penyakit. Rasulullah saw berkata kepadanya, “Sesungguhnya darah haid itu berwarna hitam, dikenal oleh kaum perempuan. Maka apabila ada darah semacam itu, hendaklah engkau tinggalkan shalat; apabila keadaan darah tidak seperti itu, hendaklah engkau berwudhu dan shalat”. (Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i) Darah istihadhah ada 6 macam: 1. Darah yang keluar kurang dari ukuran masa haid yang terpendek 2. Darah yang keluar melebihi ukuran masa haid yang terpanjang 3. Darah yang keluar kurang dari masa nifas terpendek 4. Darah yang keluar melebihi dari masa nifas terpanjang 29

5. Darah yang keluar melebihi kebiasaan haid dan nifas, yakni melebihi kebiasaan keduanya yang terpanjang 6. Menurut Ahmad dan para ulama Hanafi, termasuk juga darah yang keluar dari wanita hamil karena tersumbatnya mulut rahim. 2.5.10. Khitan Islam mensyari’atkan khitan kepada setiap muslim (laki-laki) karena didalamnya terdapat hikmah kesehatan jasmani dan kesehatan seks. Khitan akan mencegah kotoran pada zakar, karena kotoran ini berada di bawah kulup yang menjadi pusat berkembangbiaknya bakteri dan bau tak sedap. Di samping itu khitan bagi laki-laki akan memperpanjang permainan dalam senggama. Rasulullah saw bersabda: “Empat hal merupakan bagian dari fitrah, yaitu: khitan, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak”. Sedangkan khitan bagi perempuan merupakan implementasi pemikiran yang salah, yang tersebar di tengah-tengah pemeluk agama lain. Tradisi khitan bagi perempuan merupakan kebiasaan sebelum Islam, kaum fir’aun, bangsa Sudan, Venesia dan bangsa Arab jahiliyah. Islam tidak memerintahkan khitan bagi wanita. Ilmu kesehatan telah menjelaskan bahwa khitan bagi wanita akan menyebabkan frigid. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah saw: “Janganlah kamu binasakan, sesungguhnya yang

demikian

merupakan kehormatan bagi mereka dan kesukaan bagi pria”.

2.5.11. Memotong Rambut Islam menganjurkan agar memangkas rambut dan memperindahnya. Rasulullah memuji seorang laki-laki yang rambutnya rapi , bersih dan bercahaya. Hal ini memperkuat perhatian Islam terhadap kebersihan. Anjuran untuk mencuci rambut kepala dan memangkasnya sesuai dengan hadist nabi. Rasulullah saw bersabda: ‫ف وليضوكعرومه‬ ‫دمون دكاِدن لدهض دشوعحْر د‬

“Barangsiapa memiliki rambut maka hendaklah dimuliakannya”. Mencuci, menyisir memotong dan mengharumkan rambut adalah sifat terpuji dalam Islam. Tetapi, akhir-akhir ini kebiasaan memanjangkan rambut dianggap mode. Rasul dan para sahabat juga memanjangkan rambut mereka sampai ke

30

bahunya. Sebenarnya sah-sah saja dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam selama dapat menjaga kebersihan, kerapian dan bukan bermaksud menyamai wanita. Dari ketentuan itu, bagi laki-laki alangkah baiknya memotong rambutnya agar lebih mudah dalam menjaga kerapian, kebersihan dan keindahannya.

2.5.12. Memotong Kuku Menurut penelitian kesehatan, bagian tubuh yang paling mudah memindahkan kuman dan bakteri adalah tangan. Karena tangan adalah organ tubuh yang berfungsi untuk meraba, memegang dan bersentuhan dengan orang lain. Misalkan, penyakit berpindah ketika bersalaman, memegang uang, mengambil makanan, istinja’ jika kurang bersih, menjenguk orang sakit dan masih banyak sarana berpindahnya kuman dan bakteri. Setelah istinja’ kita harus mencuci tangan dengan baik. Cacing kremi yang hidup di sekitar anus, telur-telurnya berpindah dan bersembunyi dibawah kuku yang panjang. Alasan inilah yang memperkuat anjuran Islam untuk membersihkan kuku dengan memotongnya. Rasulullah saw. bersabda: “Potonglah kuku-kukumu, sesungguhnya setan itu

duduk

(bersembunyi) pada kuku yang panjang”. Setan yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah bakteri dan kuman. Ilmu kesehatan menjelaskan bakteri dan kuman yang berpindah melalui tangan menyebabkan penyakit thypoied, desentri dan gastritis.

2.5.13. Jiima’ Jima’ (coitus) adalah hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan atau yang dikenal dengan senggama. Hubungan ini dihalalkan bagi syari’at Islam jika antara laki-laki dan perempuan sudah ada ikatan perkawinan. Dengan perkawinan itu mereka dapat hidup bersama sebagai suami istri atas jalinan kasih dan sayang. Sebagaimana firman Allah swt:

َ‫ق لد ضك وم عم ون أد ون فض عس ضك وم أد وز دواَ ججاِ لع تد وس ضك ضنوا‬ ‫دو عم ون آ دياِ تع عه أد ون دخ لد د‬ ‫ت لع قد وو ءم‬ ‫إع لد وي دهاِ دو دج دع دل بد وي ند ضك وم دم دو مد ةج دو در وح دم ةج ً إع من عفي ىدذ لع د‬ ‫ك دل دياِ ء‬ ‫يد تد فد مك ضرو دن‬ 31

“Diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Q.S. Ar-Rum: 21) Jima’ merupakan proses reproduksi manusia yang diawali dengan bertemunya sperma dan ovum yang akan tersimpan dalam rahim. Islam juga mengatur pergaulan antara dua jenis manusia dengan norma yang terinci agar tercipta rumah tangga yang mawaddah wa rahmah. Diantaranya adalah: - Dilakukan dengan rasa cinta dan kasih Cinta dan kasih sayang antara keduanya merupakan syarat mutlak untuk membina hubungan dua jenis yang harmonis. Tanpa rasa cinta dan -

kasih tidak akan mendapatkan kenikmatan dalam berhubungan. Diperbolehkan mengambil cara yang bervariasi Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari kejenuhan antara yang satu dengan yang lainnya. Allah Swt. berfirman:

ْ‫نع دساِ ضؤ ضك وم دح ور ح‬ ‫ث لد ضك وم فد أو ضتواَ دح ور ثد ضك وم أد نم ىىَ عش وئ تض وم‬

“Istri-istri kamu adalah sebagai kebun tanaman kamu, oleh karena itu datangilah kebun kamu menurut cara yang kamu sukai”. (Q.S. Al-

Baqarah: 223) Melarang menggauli istrinya dari dubur Menurut ilmu medis, selain menghalangi kehamilan, liwath (Sodom) mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kedua belah pihak. Bagi perempuan, dapat menimbulkan gangguan kejiwaan, selaput tipis pada dubur akan terkoyak dan menimbulkan rasa sakit. Sedangkan bagi pria, menimbulkan inflammantio pada saluran air kencing dan bakteri

-

naik ke prostat yang akan menyebabkan kemandulan. Memperhatikan kepentingan istri Dalam menggauli istrinya, suami harus memperhatikan juga kepentingan istri. Suami harus bersabar menunggu istri untuk juga mendapatkan kepuasan. Ajaran Islam menganjurkan untuk bersuci (mandi junub) setelah jima’. Secara medis, Sesudah melakukan jima’/senggama tubuh mengeluarkan sejumlah kimia dari andrenalis. Andrenalis ini membuka pori-pori dan menggerakkan kelenjar keringat yang akhirnya keluar bau yang kurang sedap dari tubuh.

32

BAB III PENUTUP 3. Simpulan Berdasarkan uraian dan analisa sebagaimana tersebut di atas, dapat dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut: - Pertama,Fikih atau hukum Islam adalah ilmu yang membahas tentang hukum syari’at yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang diambil dari dalil-

dalil yang bersifat terperinci. Kedua,ahirnya fikih atau hukum Islam itu karena adanya Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih yang di dalamnya terdapat kaidah-kaidah dalam menetapkan hukum tersebut, yakni al-qur’an, al-Sunnah,Ijma’, qias, maslamah mursalah, istihsan,

-

‘uruf dan sebagainya. Ketiga,Lahirnya Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih tersebut tidak secara tiba-tiba melainkan memerlukan proses yang memakan waktu yang cukup panjang, yakni dari sejak zaman Rasulullah SAW dan mencapai puncaknya pada zaman Daulat

-

Abbasiyah. Keempat,Dalam perjalanannya penerapan fiqh di setiap Negara pada umumnya mengalami kendala, baik karena sebab internal maupun eksternal.hal ini

33

menunjukkan bahwa Islam memang ajaran yang dapat memberikan pemecahan terhadap berbagai masalah sosial, ekonomi, politik budaya dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA Al Fanjari, Ahmad Syauqi. 1996. Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Al-Jamal, Ibrahim Muhammad. 1981. Fiqih Wanita. Semarang: Asy-Syifa’ BKKBN, DEPAG, MUI, NU, DMI. 2009. Membangun Keluarga Sehat dan Sakinah: Panduan KIE bagi Penyuluh Agama. Jakarta: BKKBN. Mohammad, Kartono. 1992. Teknologi Kedokteran Dan Tantangannya Terhadap Bioetika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Available at: http://iainpalopo.ac.id/files/AL-Mosawat-Jurnal-Kajian-Ilmiah-dan-Gender-N02.pdf mustaming . 2012. Ginanjar A, .2017. SIWAK: SEJARAH PENGGUNAANNYA DAN SOLUSI KESEHATAN GIGI DAN MULUT ALA NABI http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/fikroh/article/view/2098/1561 https://www.academia.edu/11526754/SEJARAH_PEMBENTUKAN_DAN_PERKEMBAN GAN_HUKUM_ISLAM

34

Suhendi, Hendi, Fiqih muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010. Available at: https://yuliantihome.wordpress.com/2011/06/26/fiqih-muamalah-dan-ruang-lingkupnya/

35

Related Documents


More Documents from ""

Makanan Manis.docx
May 2020 23
Kesimpulan.docx
November 2019 15
3b.docx
November 2019 13
3. Drug Induced.docx
May 2020 14
Tabloid.docx
May 2020 17