STUDI ASSEMENT PULAU POPOONGAN By : A. Adri Arief1 Berdasarkan data monografi Desa Bala Balakang Induk Kecamatan Simkep, dapat diketahui
jumlah
penduduk
Desa
Bala
Balakang Dusun Pulau Popoongan sebanyak 224 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 121 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 103 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 50 KK. Pulau Popoongan merupakan pusat pemerintahan desa Bala Balakang Induk, dimana desa ini termasuk desa yang baru terbentuk sehingga fasilitas akan sarana dan prasarana yang dimiliki masih terbatas seperti digambarkan pada tabel beikut ; Sarana dan prasarana di Pulau Popoongan N 1 o 2 3 4 5
Sarana dan Prasarana Dermaga SDK Mesjid Pustu Kantor desa (sementara)
Jumlah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah
6 Sarana olahraga (volly, bulutangkis) 1 unit Sumber : Data monografi Desa Bala Balakang Induk, Masyarakat di Pulau Popoongan pada umumnya menggantungkan hidupnya pada potensi sumberdaya perikanan sekitar yang terbagi menjadi beberapa jenis mata
pencaharian seperti pedagang pengumpul, nelayan pancing/pukat, nelayan
penyelam, nelayan pembius dan pembom, serta nelayan budidaya keramba jaring apung (KJA). Kemampuan
akan pengetahuan Untuk memanfaatkan potensi perikanan
umumnya dimiliki secara turun temurun terkecuali budidaya KJA, hal ini di adopsi oleh pengaruh pedagang pendatang yang menginvestasikan usaha KJAnya di wilayah ini sebagai tempat pengumpulan hasil tangkapan ikan hidup oleh nelayan setempat dan KJA bagi masyarakat pulau digunakan untuk pembesaran ikan (sunu, kerapu) yang ditangkap sebelum umur produktif (Cacth before maturity) dengan
metode
yang sederhana dan pengetahuan yang didasarkan pada prinsip budidaya ikan yang umum.
)
1
Contact Person : Dr. Andi Adri Arief, S.Pi, M.Si.
Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245. E-mail :
[email protected]
Keramba tancap milik masyarakat setempat
KJA milik pedagang pengumpul
Pendidikan
Dalam menilai tingkat kemampuan sumberdaya manusia (human resources) suatu
wilayah
persentase
dapat
tingkat
ditinjau
pendidikan
dari yang
dienyam oleh penduduk wilayah tersebut. Dari
hasil
pemantauan
yang
dilakukan
sangat terlihat bahwa penduduk hanya dapat menyelesaikan tingkat pendidikan hingga
SD,
ketersediaan
hal
ini
sarana
disebabkan prasarana
oleh
pendidikan
dan
tenaga
pendidik
yang
tidak
mendukung dalam proses peningkatan SDM masyarakat di kepulauan. Selain itu terdapat juga faktor internal dari persepsi masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan cukup diikuti hingga memiliki kemampuan berhitung untuk menunjang kegiatan perekonomian keluarga. Persepsi masyarakat tersebut telah mengakar di dalam mindset masyarakat kepulauan sehingga di butuhkan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM di daerah terpencil seperti pulau-pulau untuk memberdayakan masyarakat melalui konsep pendidikan formal dan informal.
Pengelolaan Sumbedaya Perikanan Pembangunan di sub sektor perikanan kelautan selalu diposisikan sebagai
pembangunan pinggiran (peryphery) dalam pembangunan ekonomi suatu daerah. Dengan posisi semacam ini subsektor kelautan dan perikanan bukan menjadi arus utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan ekonomi. Kondisi ini menjadi menjadi ironis mengingat hampir sebahagian besar wilayah Kabupaten Mamuju
lobster
Kerapu
merupakan lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar sehingga diharapkan mampu mendayagunakan potensi ekonomi dan sumberdaya pesisir dan lautan tersebut secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan lingkungan (sustainable and environmentally friendly). Kurangnya perhatian akan potensi tersebut terkhusus bagi wilayah kepulauan Bala Balakang sehingga menyebabkan aktifitas pemanfaatan sumberdaya perikanan secara destruktif sangat marak dilakukan dan menjadi suatu hal yang biasa bagi masyarakat setempat. Masyarakat nelayan pulau Popoongan yang
didominasi
oleh
nelayan
tangkap
dengan menggunakan beberapa jenis alat tangkap
seperti
pancing
penyelam
menggunakan
(panongkol),
kompresor,
bubu
(p’dapo), pembom dan pembius. Prioritas hasil
tangkapan
ekonomis
penting
yang seperti
merupakan
ikan
teripang,
sunu,
kerapu dan lobster dengan kondisi hidup
alat tangkap Bubu
menuntut masyarakat untuk memperoleh hanya dengan jalan penggunaan bius, bubu dan pancing kecuali penangkapan teripang yang dilakukan dengan cara penyelaman ke dasar laut. Kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan oleh nelayan setempat telah mengalami penyempitan wilayah fishing ground, hal ini diketahui bahwa untuk nelayan bius dan bom dari Desa Balabalakang Induk (termasuk pulau Popoongan) dilarang melakukan operasi penangkapan di wilayah Desa Balabalakang Timur dan hal tersebut juga terjadi di wilayah Barat yang termasuk wilayah Kalimantan Timur, sehingga nelayan hanya melakukan penangkapan di sekitar pulau hingga ke arah selatan di sekitar gusung lumu-lumu.
Lobster, Sunu, Teripang
Hasil tangkapan nelayan setempat Wilayah tangkap nelayan sangat dipengaruhi oleh armada penangkapan yang digunakan, dimana semakin besar kapasitas perahu yang digunakan maka semakin tinggi daya jelajahnya (mobilitas). Menurut data monografi Desa Balabalakang Tahun 2008 khusus bagi nelayan lokal setempat memiliki armada penangkapan sejumlah 45 unit dengan tipe jolloro kisaran ukuran panjang 6-8 meter, lebar 1-1,5 meter, tinggi 0,75-1 meter. Kegiatan perikanan yang dilakukan tergolong dalam kategori small scale fisheries, dimana operasi penangkapan dilakukan tidak jauh dari wilayah pantai sekitar 2-3 mil dan terkonsentrasi di wilayah perairan dengan taka (terumbu karang/batu) yang dijustifikasi sebagai lokasi yang terdapat banyak ikan.
Pemasaran hasil perikanan Produk perikanan merupakan produk yang mudah rusak dan tidak tahan lama
(high perishable), sehingga pelaku usaha penangkapan ikan skala kecil (tradisional) ini selalu berada pada posisi sulit untuk berkembang akibat harga jual produk yang diterima sangat rendah dan cenderung tidak sebanding dengan resiko maupun biaya yang telah dikeluarkannya. Kecenderungan
masyarakat
setempat
yang
dominan
mengeksploitasi
sumberdaya perikanan laut seperti sunu, kerapu dan lobster hidup meskipun dengan cara illegal fishing dipengaruhi oleh tingkat harga jual yang lebih baik dan karena sifat perishable ikan itu sendiri. Dalam usaha untuk mengawetkan ikan hingga kuantitasnya memenuhi untuk dipasarkan membutuhkan penanganan yang baik agar tidak menurunkan nilai jual yang dimiliki salah satu caranya adalah dengan jalan pengawetan dengan es dan garam. Langkah pengawetan tersebut sangatlah tidak ekonomis mengingat pasokan es dan garam sangat terbatas dengan nilai yang sangat mahal di daerah kepulauan. Tingginya permintaan (demand) akan konsumsi ikan hasil tangkapan nelayan dari Balikpapan dan kemudahan aksessibilitas mengakibatkan hasil tangkapan nelayan banyak di suplai ke daerah tersebut dibandingkan untuk dipasarkan ke Ibukota Kabupaten Mamuju. Dengan kondisi demikian berdampak pada kurangnya penghasilan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari hasil tangkapan yang seharusnya masuk di kas pemerintah Kabupaten Mamuju sebagai ibukota kabupaten. Hal demikian juga berdampak pada ketersediaan ikan hasil tangkapan ekomonis tinggi sangat kurang dijumpai di pasar maupun di rumah makan setempat sering mengalami kekurangan pasokan ikan-ikan tersebut. Mananggapi hal yang demikian diperlukan penyusunan strategi yang terintegrasi dengan baik untuk meningkatkan sumber pendapatan daerah.
Dari hasil pengidentifikasian yang dilakukan Pulau Poopongan, dapat diketahui bahwa Pulau Popoongan merupakan titik sentral bagi perdagangan hasil tangkapan berupa ikan sunu, kerapu dan lobster hidup, hal ini dikuatkan dengan adanya 5 perusahaan penampungan hasil tangkapan nelayan yang dimiliki oleh perusahaan dan perorangan dari daerah Balikpapan dan Bali.Terkhusus untuk produk teripang umumnya dipasarkan kepada pedagang dari Makassar dan Takalar yang datang ke wilayah ini secara rutin.
Adanya kesepakatan nilai harga beli yang sama antara
pedagang yang satu dengan yang lain membuat nelayan setempat dapat melakukan penjualan hasil tangkapannya dengan baik, terkecuali bagi nelayan yang memiliki perjanjian/kesepakatan dengan ponggawa, namun jumlahnya sangat minim untuk nelayan tangkap dan didominasi
pada pedagang pengumpul
yang memiliki
ponggawa di daerah Kota Balikpapan. Tingkat pendapatan masyarakat lokal yang terbilang cukup baik berkisar antara Rp.2 juta hingga Rp.4 juta perbulan, hal ini terlihat dari hasil wawancara yang dilakukan serta fasilitas rumah tangga dan perolehan hasil tangkapan yang cukup baik. Tingkat pendapatan tersebut sangatlah besar bagi masyarakat daratan namun berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat kepulauan yang disebabkan cost yang cukup besar untuk pemenuhan rumah tangga terutama konsumsi akan BBM dan mobilitas.
Kelembagaan Dalam konsep pembangunan secara desentralisasi, setiap daerah harus
membenahi struktur dan peran serta integrasi fungsi kelembagaan yang ada. Khusus daerah Kabupaten Mamuju yang memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang besar, hal ini menjadi sangat penting. Tanpa pendekatan kebijakan dan kelembagaan yang punya kewenangan yang jelas dan terpadu, maka masalah pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dimasa lalu akan terulang kembali di daerah. Pembenahan kelembagaan formal dan informal masyarakat kepulauan sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis dari segi lembaga formal terlihat daerah ini telah mengalami perkembangan namun yang sangat diperlukan yakni kelembagaan ekonomi
masyarakat.
Penyediaan
lembaga
keuangan
lokal
yang
berbasis
masyarakat terutama dalam usaha menyediakan sumber daya kapital berupa kredit atau dana bergulir (revolving fund) untuk mendukung kegiatan ekonominya. Pemberdayaan masyarakat akan sulit dilakukan jika tingkat permodalan masyarakat masih rendah. Oleh karena itu, peningkatan permodalan masyarakat merupakan langkah awal dalam memberdayakan masyarakat. Hal ini perlu dilakukan untuk mengalihkan kegiatan eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan secara destruktif kearah mata pencaharian alternative seperti budidaya laut (mariculture)
dengan sistem budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) mengingat pengembangan potensi budidaya dengan sudah terlihat dan dukungan kondisi geografis yang baik sehingga
hanya
dibutuhkan
tambahan
permodalan
yang
digulirkan
secara
berkelompok serta pembinaan atau pendampingan dalam menjalankan proses tersebut.
Isu pengelolaan sumberdaya laut Dalam pengelolaan sumberdaya pesisir sering muncul konflik antara berbagai
pihak (stakeholders) yang berkepentingan, khususnya di wilayah pesisir dan pulau. Wilayah pesisir memiliki sumberdaya yang sangat kaya, sehingga banyak pihak yang mempunyai
kepentingan
untuk
memanfaatkannya.
Setiap
pihak
yang
berkepentingan mempunyai tujuan dan rencana yang dapat mendorong terjadinya konflik pengelolaan karena sifat sumberdaya laut yang common property. Adapun permasalahan yang teridentifikasi akan memicu pertikaian di masa yang akan datang yakni ;
o
Terjadinya
kecemburuan
hasil
tangkapan
antara
nelayan
lokal
(pemancing,pukat) dengan nelayan pendatang dari jawa yang menggunakan fishing gear yang lebih besar seperti unit purse seine, sehingga nelayan berpendapat hasil tangkapan menurun karena banyaknya nelayan pandatang tersebut yang melakukan kegiatan penangkapan secara rutin sepanjang tahun.
o
Pembatasan
Fishing
ground
bagi
nelayan
bom
dan
bius
karena
penutupan/pelarangan wilayah tangkapan di sekitar Desa Balabalakang Timur sedangkan diwilayah sekitar Desa Balabalakang induk potensi ikannya sudah sangat minim, sehingga potensi penurunan tingkat pendapatan nelayan akan terlihat dalam kurung waktu dekat dan sangat diperlukan pengadopsian mata pencaharian baru guna antisipasi kemungkinan konflik yang lebih besar