Struktur Dan Proses Emosi

  • Uploaded by: AngelinaChristiantyK
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Struktur Dan Proses Emosi as PDF for free.

More details

  • Words: 4,549
  • Pages: 27
BAB I PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.(Hadinegoro, 2004). Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat bervariasi, mulai dari bentuk yang asimptomatik, demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue (DD) sebagai bentuk klinis ringan, demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue(SSD) sebagai bentuk lebih berat yang dapat menyebabkan kematian. Pada bentuk yang lebih berat ini (DBD/SSD) terjadi kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas vaskular yang merupakan tanda patognomonik DBD dan SSD (WHO, 2011). Infeksi virus dengue merupakan penyakit endemik terutama di wilayah tropis dan subtropis seperti Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. 1

Menurut World Health Organization (WHO) sekitar 50-100 juta infeksi dengue terjadi tiap tahunnya. Indonesia merupakan negara endemi Dengue dengan kasus tertinggi di Asia Tenggara. Pada 2006 Indonesia melaporkan 57% dari kasus Dengue dan hampir 80% kematian dengue dalam daerah Asia Tenggara (1132 kematian dari jumlah 1558 kematian dalam wilayah regional). Di Indonesia infeksi virus Dengue selalu dijumpai sepanjang tahun di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung. Perbedaan pola klinis kejadian infeksi Dengue ditemukan setiap tahun. Perubahan musim secara global, pola perilaku hidup bersih dan dinamika populasi masyarakat (adanya perang dunia, perkembangan kota yang pesat setelah perang dan mudahnya transportasi) berpengaruh terhadap kejadian penyakit infeksi virus Dengue (Hadinegoro, dkk, 2014).

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan

oleh empat serotype virus yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. Albopictus. Dari genus Flavivirus, virus RNA dari keluarga Flaviviridae (Soedarto, 2012). Virus dengue adalah virus dengan virion yang berukuran 50 nanometer memiliki genom single strand RNA. Infeksi oleh satu serotipe virus dengue menyebabkan terjadinya kekebalan yang lama terhadap serotipe virus tersebut, dan kekebalan sementara atau waktu pendek terhadap serotipe virus dengue lainnya. Pada saat terjadi epidemic di dalam darah seorang penderita dapat beredar lebih dari satu serotipe virus dengue. Seseorang yang terinfeksi lebih dari satu serotype virus dapat menimbulkan Demam berdarah Dengue atau Dengue Shock Syndrome . Seperti yang kita ketahui terdapat empat serotype virus yang menyebabkan seseorang terinfeksi atau terjangkit Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue virus tersebut antara lain Virus dengue 1 (DEN 1), Virus dengue 2 (DEN 2), Virus dengue 3 (DEN 3), dan Virus dengue 4 (DEN 4) masing-masing serotype virus dengue tersebut memiliki genotip yang berbeda-beda. Manusia adalah sumber infeksi utama pada Dengue. Manusia yang darahnya mengandung virus Dengue (viremia) dapat menularkan virus ke nyamuk yang menghisap darahnya. Setelah masa inkubasi selama 4-6 hari (minimal 3 hari dan maksimal 10 hari) virus akan terdapat pada darah manusia dan viremia terjadi selama 4 sampai 7 hari (Soedarto, 2012).

3

2.2

Vektor Virus dengue ditularkan melalui gigitan banyak spesies nyamuk Aedes (antara lain

Aedes aegypti dan Aedes albopictus) (Suhendro, 2006). Nyamuk berasal dari family Stegomyia. Nyamuk ini terutama terdapat di daerah tropis dan subtropics (WHO, 2009). Aedes aegypti yang menggigit pada pagi hingga sore hari adalah vektor utama virus.Nyamuk berkembang biak di tempat penampungan air bersih yang tidak berhubungan dengan tanah. Virus dengue juga ditemukan pada nyamuk Aedes albopictus yang berkembang biak dia air yang terperangkap diantara tumbuhan (Suhendro, 2006). Karena suhu rendah nyamuk tidak dapat hidup pada ketinggian diatas 1000 meter. Telur dapat bertahan selama berbulan-bulan tanpa adanya air.Larva tumbuh di air yang disimpan untuk minum, mandi, atau air hujan yang ditampung di dalam bak. Nyamuk betina tumbuh menjadi dewasa di dalam ruangan tertutup (WHO, 2009). Sekali terinfeksi virus, nyamuk akan terinfeksi selamanya dan menularkan virus jika menggigit manusia. Nyamuk betina juga menularkan virus kepada anaknya melalui penularan transovarium (Suhendro, 2006). 2.3

Cara Penularan Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,

yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh 4

nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul (Hadinegoro, 2004).

2.4

Epidemiologi Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal abad

20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia Pasifik, Australia bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika tengah. Demam dengue sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada daerah endemic dengue, orang dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak dan pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi virus ini (Kliegman, 2007).

Gambar 2. Distribusi Dengue di Dunia. CDC 2009 (Kliegman, 2007). Keterangan : Biru : area infestasi Aedes aegypti.Merah : area infestasi Aedes aegyptidan epidemic dengue

5

Pada tahun 2003, delapan negara (Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste) melaporkan adanya kasus dengue. Epidemic dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste yang beriklim tropis dan berada di daerah ekuator dimana Aedes aegypti berkembang biak baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di Negara ini dengue merupakan penyebab rawat inap dan kematian tertinggi pada anak-anak (WHO, 2009). DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan beberapa serotype. Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS paling banyak terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS paling tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi virus dengue, b. bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi penyakit biasanya meningkat pada musim hujan. Suhu yang dingin memungkinkan waktu survival nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat (Suhendro, 2006). Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan Case Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat tinggal di daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus tertinggi diantara semua negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan Jawa Barat dengan Case Fatality Rate sebesar 1% (Asih Y, 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana

6

dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi (Hadinegoro, 2004). Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun (Hadinegoro, 2004). 2.5

Patogenesis dan Patofisiologi

Virus dengue termasuk ke dalam Arthropoda Borne Virus (Arbo virus) dan terdiri dari 4 serotype yaitu DEN 1, 2, 3, dan 4. Infeksi virus dengue untuk pertama kali akan merangsang terbentuknya antibodi non-netralisasi. Sesuai dengan namanya, antibodi tersebut tidak bersifat menetralkan replikasi virus, tetapi justru memacu replikasi virus. Akibatnya terbentuk kompleks imun yang lebih banyak pada infeksi sekunder oleh serotype lain. Hal itu yang menyebabkan manifestasi klinis infeksi sekunder lebih berat dibanding infeksi sekunder (Abdoerrachman,2002). 7

Antibodi non-netralisasi yang terbentuk akan bersirkulasi bebas di darah atau menempel di sel fagosit mononuklear yang merupakan tempat utama infeksi virus dengue. Antibodi non-netralisasi yang menempel pada sel fagosit mononuklear berperan sebagai reseptor dan generator replikasi virus. Kemudian virus dengue dengan mudah masuk dan menginfeksi sel fagosit (mekanisme aferen). Selanjutnya virus bereplikasi di dalam sel fagosit dan bersama sel fagosit yang telah terinfeksi akan menyebar ke organ lain seperti hati, usus, limpa, dan sumsum tulang belakang (mekanisme eferen). Adanya sel fagosit yang terinfeksi akan memicu respon dari sel imun lain sehingga muncul berbagai manifestasi klinis yang disebut sebagai mekanisme efektor (Abdoerrachman,2002).

Mekanisme efektor dimulai dengan aktivasi sel T helper (CD4), T sitotoksik (CD8), dan sistem komplemen oleh sel fagosit yang terinfeksi. Th selanjutnya berdiferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th1 akan melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin sedangkan Th2 melepaskan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan merangsang monosit melepaskan TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga merangsang makrofag melepas IL-1. IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1, TNF-α, dan IFN-γ. Pada jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang meningkatkan jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah peningkatan IL-1, TNF-α, IFN-γ, IL-2, dan histamin (luheshi,dkk, 2000). IL-1, TNF-α, dan IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul demam. IL-1 langsung bekerja pada pusat termoregulator sedangkan TNF-α dan IFN-γ bekerja tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1. Bagaimana mekanisme IL-1 menyebabkan demam? Daerah spesifik IL-1 adalah pre-optik dan hipothalamus anterior dimana terdapat corpus callosum lamina terminalis (OVLT). OVLT terletak di dinding rostral

8

ventriculus III dan merupakan sekelompok saraf termosensitif (cold dan hot sensitive neurons). IL-1 masuk ke dalam OVLT melalui kapiler dan merangsang sel memproduksi serta melepaskan PGE2. Selain itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2. Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam hipothalamus atau bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut adalah peningkatan thermostatic set point yang menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk menahan panas (vasokontriksi) dan memproduksi panas dengan menggigil (luheshi,dkk, 2000).

Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1 dan TNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus ventromedial yang berakibat pada penurunan intake makanan (luheshi,dkk, 2000). IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten, menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat, muntah, dan somnolen (luheshi,dkk, 2000).

Sejak awal demam sebenarnya telah terjadi penurunan jumlah trombosit pada penderita DBD. Penurunan jumlah trombosit memudahkan terjadinya perdarahan pada pembuluh darah kecil seperti kapiler yang bermanifes sebagai bercak kemerahan. Di sisi lain, peningkatan jumlah histamin meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan cairan plasma dari intravaskuler ke interstisiel. Hal itu semakin diperparah dengan penurunan jumlah albumin akibat kerja IL-1 dan gangguan fungsi hati. Adanya 9

plasma leakage tersebut menyebabkan peningkatan Hct. Trombositopenia terjadi akibat pemendekan umur trombosit akibat destruksi berlebihan oleh virus dengue dan sistem komplemen depresi fungsi megakariosit, serta supresi sumsum tulang. Destruksi trombosit terjadi di hepar, lien, dan sumsum tulang. Trombositopenia menyebabkan perdarahan di mukosa tubuh sehingga sering muncul keluhan melena, epistaksis, dan gusi berdarah. pada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan hepar untuk mendestruksi trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar terutama sel Kupffer mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus dengue. Bila kebocoran plasma dan perdarahan yang terjadi tidak segera diatasi, maka pasien dapat jatuh ke dalam kondisi kritis yang disebut DSS (Dengue Shock Sydrome) dan sering menyebabkan kematian (luheshi,dkk, 2000).

2.6

Klasifikasi Manifestasi klinis Demam Dengue menurut kriteria diagnosis WHO tahun 2011,

infeksi dengue dapat terjadi secara simtomatik (dengan gejala) dan asimtomatik (tanpa gejala nyata), untuk infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dengan Demam Dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan dan expanded dengue syndrome atau isolated organophaty dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) sebagai infeksi dengue berat. Perembesan plasma merupakan tanda khas dari DBD sedangkan kelainan organ lain dikelompokkan kedalam expanded dengue syndrome atau isolated organophaty Secara klinis pada penderita Demam Dengue dapat disertai pendarahan atau tidak sedangkan pada penderita Demam Berdarah Dengue dapat disertai syok atau tidak . Berikut merupakan Skema diagnosis Dengue (Karyanti, 2011).

10

Gambar 1. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011

Spektrum klinis infeksi virus Dengue dapat berupa sindrom viral, Dengue Fever, atau Dengue Haemoragic Fever termasuk Dengue Shock Syndrome (DSS). Infeksi dengan satu serotip Dengue menimbulkan imunitas menetap terhadap serotip tersebut, akan tetapi juga dapat menimbulkan proteksi silang jangka pendek untuk serotip yang lain. Manifestasi klinis tergantung tipe virus dan faktor inang, seperti umur, status imun dan lain sebagainya (Niniek, 2013). Masih menurut WHO manifestasi infeksi dengue secara umum dapat dilihat berdasarkan derajat keparahannya. Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011

11

Infeksi Dengue merupakan suatu penyakit sistemik yang memiliki spektrum klinis yang luas.Setelah masa Inkubasi diikuti oleh tiga fase yaitu fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan. Bahkan penyakit dengan manifestasi klinik yang kompleks seperti Demam Berdarah Dengue, terapinya relative sederhana, murah, dan sangat efektif selama dilakukan terapi yang efektif dan efisien. Pengenalan gejala dan tanda awal merupakan bagian penting yang dapat menentukan tingkat keberhasilan pasien. Berikut adalah fase infeksi dengue (Soedarmo,2002).

1. Fase Demam Fase ini ditandai dengan demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung selama 2-7 hari dan biasanya terdapat tanda-tanda flushing pada wajah, eritrema pada kulit, myalgia, atralgia, nyeri kepala, anoreksia, mual dan muntah. Perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan pada membrane mukosa dapat terjadi pada fase ini. Perdarahan vaginal dan perdarahan gastrointerstinal dapat pula terjadi pada fase ini walaupun Shock

12

bleeding sangat jarang. Hepatomegali dapat terjadi beberapa hari setelah demam. Tanda awal abnormalitas pada pemeriksaan darah adalah ditemukannya penurunan jumlah leukosit. 2. Fase Kritis Suhu tubuh mulai turun ke 37,5-38,0 C atau dibawahnya, peristiwa ini terjadi pada hari ke 3-6 dari perjalanan penyakit. Pada masa ini dapat terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang ditandai dengan peningkatan nilai hematokrit.Tanda tersebut menandakan datangnya fase kritis. Pada fase ini penderita mengalami leukopenia yang progresif yang diikuti oleh penurunan jumlah trombosit secara cepat yang menandakan kebocoran plasma.Syok juga dapat terjadi pada fase ini disebabkan karena kebocoran plasma yang menyebabkan berkurangnya perfusi jaringan.Pada fase ini pasien tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi perbaikan klinik sedangkan pada pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi perburukan klinik disebabkan karena hilangnya volume plasma. Efusi pleura dan ascites merupakan tanda dari kebocoran plasma yang dapat dideteksi. Pasien pasien yang mengalami perbaikan setelah fase ini dikelompokkan menjadi infeksi dengue yang ringan.Beberapa pasien dapat berkembang menjadi lebih berat dengan adanya kebocoran plasma perlu dilakukan pemeriksaan darah. Pasien yang mengalami perburukan klinis akan memberikan tanda bahaya seperti muntah persisten, perdarahan mukosa, letargi, kegelisahan dll dikelompokkan sebagai pasien dengue dengan tanda bahaya.Pemeriksaan darah diperlukan untuk menentukan onset dari fase kritis dan adanya kebocoran plasma. 3. Fase Penyembuhan Pada fase ini terjadi perbaikan kondisi pasien yang ditandai dengan peningkatan nafsu makan, gejala-gejala abdomen yang berkurang dan adanya diuresis. Pasien juga mengalami pruritus (rasa gatal). Nilai hematocrit kembali stabil karena rearbsobsi cairan ekstravaskuler. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat kembali ke normal diikuti dengan peningkatan jumlah trombosit (Soedarmo,2002).

13

2.7

Diagnosis Anamnesis -

Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari

-

Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah

-

Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut

-

Diare kadang-kadang dapat ditemukan

-

Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan (Hadinegoro, dkk, 2014).

Pemeriksaan fisik -

Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi,nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,nyeri di bawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok pada DD daripada DBD.

-

Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan pada DBD.

-

Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia dan syok.

-

Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal selama 24-48 jam (Hadinegoro, dkk, 2014).

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada

14

hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai hari ke 3 demam (Niniek, 2013). Kelainan laboratorium yang ditemukan adalah leukopenia dan trombositopenia. Bila terjadi renjatan maka dapat terjadi peningkatan hemoglobin maupun hematokrit. Penderita yang diduga demam dengue atau DBD biasanya dianjurkan melakukan pemeriksaan hematologi secara serial untuk mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya renjatan atau perdarahan yang lebih lanjut. Pada pemeriksaan klinis laboratoris, dapat ditemukan tes tourniquet yang positif dan lekopenia (lekosit ≤ 5000 sel/mm3) membantu untuk menegakkan diagnosis dini infeksi dengue dengan nilai prediksi positif sebesar 70% - 80%. Jumlah lekosit total pada awal demam umumnya normal, selanjutnya menjadi lekopenia dengan menurunnya netrofil yang berlangsung sepanjang fase demam.Jumlah trombosit umumnya normal, begitu pula komponen system koagulasi yang lain (Niniek, 2013). Trombositopenia ringan (100.000 –150.000 sel/mm3) seringkali ditemukan pada pasien Dengue Fever (DF), pasien mengalami trombosit 100.000 sel/mm3, trombositopenia berat (<50.000 sel/mm3) jarang ditemukan. Peningkatan hematokrit yang ringan (10%) dapat ditemukan akibat dehidrasi terkait dengan demam tinggi, mual muntah, hilangnya nafsu makan dan intake per oral yang rendah.Pemeriksaan biokimia darah pada umumnya normal, tetapi dapat pula ditemukan peningkatan fungsi liver dan Aspartate Amino Transferase (Niniek, 2013). Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan terhadap sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Pemeriksaan darah yang biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan jumlah trombosit, nilai hematokrit, jumlah leukosit, kadar hemoglobin dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran plasma biru (Niniek, 2013).

15

Penurunan jumlah trombosit menjadi ≤100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan pandang besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb.1 Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit ≤100.000/mm3.biasanya ditemukan antara hari ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.Pemeriksaan dilakukan pertama saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari ketiga sakit, tetapi bila perlu diulangi setiap hari sampai suhu turun (Niniek, 2013). Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsung tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup trombosit.Gambaran sumsum tulang pada fase

awal

infeksi

menunjukkan

keadaan

hiposelular

dan

supresi

megakariosit.

Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DBD. Jumlah trombosit biasanya normal pada 3 hari pertama.Trombositopenia mulai nampak beberapa hari setalah panas dan mencapai titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial, trombositopenia disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang serta akibat destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Mekanisme peningkatan destruksi ini belum diketahui dengan jelas (Niniek, 2013).

2.8 Diagnosis Banding Dengue Fever Adalah penyakit akut yang ditandai oleh panas 2 – 7 hari, disertai 2 atau lebih gejalaklinik dibawah. Gejala yang dimaksud adalah : • Sakit kepala • Nyeri retro orbital • Myalgia / Arthralgia 16

• Ruam • Manifestasi perdarahan, tourniquet test dan petechiae Leukopenia Pada anak, Dengue Fever biasanya tampil klinis ringan (Hadinegoro, dkk, 2014). Dengue Hemorrhagic Fever Adalah Infeksi Virus Dengue, dengan gejala seperti Dengue Fever yang disertai : Demam akut 2 –7 hari, mendadak, terus menerus, biasanya bifasik disertai: manifestasi perdarahan minimal tes torniquet yang positif (perdarahan spontan dapat berupa: petekie, ekimosis atau purpura, perdarahan selaput lendir mukosa seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena, tempat suntikan atau tempat lainnya) (Hadinegoro, dkk, 2014). Sindroma Syok Dengue / DSS (Dengue shock syndrome) Mencakup semua kriteria DBD di atas disertai adanya tanda - tanda gangguan sirkulasi:  Nadi yang kecil, cepat sampai tidak teraba  Tekanan nadi (selisih tekanan sistolik dan dias-tolik) menyempit < 20 mmHg  Hipotensi sesuai usia (< 5 tahun di bawah 80 mmHg; > 5 tahun di bawah 90 mmHg) sampai tidak terukur  Akral anggota badan teraba dingin, lembab  Anak tampak gelisah atau tampak mengantuk  Waktu pengisisan kapiler (CRT) > 2 detik  Diuresis berkurang (< 1 cc/kgBB/jam) (Hadinegoro, dkk, 2014).

17

2.9

Tatalaksana

Bagan 1. (Hadinegoro, dkk, 2014).

18

Bagan 2.

19

Bagan 3.

20

Bagan 4.

Kriteria memulangkan pasien antara lain (Soedarto ,2012) : 1.

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2.

Nafsu makan membaik

3.

Tampak perbaikan secara klinis

4.

Hematokrit stabil 21

5.

Tiga hari setelah syok teratasi

6.

Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat

7.

Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).

2.10

Komplikasi komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi virus dengue adalah perdarahan, asidosis, efusi pleura dan ascites (Ismoedijanto,dkk, 2008).

2.11

Pencegahan Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vektor virus dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Nainggolan, 2006) :

1.

Mengurangi populasi vektor serendah – rendahnya sehingga tidak berarti lagi

sebagai penular penyakit. 2.

Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.

Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Nainggolan, 2006): 1.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga, b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95% 22

2. Foging Focus dan Foging Masal

a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1 minggu b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka waktu 1 bulan c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan Swing Fog 3. Penyelidikan Epidemiologi a.

Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah menerima laporan kasus

b.

Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus

c.

Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

d.

Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24 jam ke Dinas Kesehatan tingkat II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus pada Puskesmas/ Dinas Kesehatan tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan segera melakukan penyelidika epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat kemungkinan resiko penularan (Soedarmo, 2002). Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko penularan DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah – langkah upaya penanggulangan berupa : foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan abatisasi adalah membunuh larva dengan butir – butir abate sand granule (SG) 1 % pada tempat penyimpanan air 23

dengan dosis ppm (part per milion) yaitu : 10 gram meter 100 liter air. Selain itu dapat dilakukan dengan menggalakkan masyarakat untuk melakukan kerja bakti dalan pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo, 2002).

2.12

Prognosis Bila tidak disertai renjatan dalam 24 – 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk. Penyebab kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki – laki. Penyebab kematian tersebut antara lain (Nainggolan, 2006) : 1.

Syok lama

2.

Overhidrasi

3.

Perdarahan masif

4.

Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang

tidak

syok

24

BAB III PENUTUP

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.

Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan

serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN2. Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih tua. Infeksi dengue memiliki tiga fase, yaitu fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan. Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue (DBD) dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS). Dalam rangka memerangi Infeksi Dengue, dapat dilakukan dengan : 1) Pemberantasan Sarang Nyamuk, 2) Foging Focus dan Foging Masal, 3) Penyelidikan Epidemiologi.

25

Daftar Pustaka

Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di IndonesiaDepartemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Direktorat

Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta. 2004. World Health Organization (WHO). Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control. Genewa: WHO; 2011. Hadinegoro, Moedjito, chairulfatah. 2014. Pedoman diagnosis dan tatalaksana infeksi virus dengue pada anak. UKK infeksi dan penyakit tropis IDAI 2014. Soedarto, 2012. Demam Berdarah Dengue - Dengue Hemorrhagic Fever. Universitas wijaya kusuma surabaya. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5. World Health Organization.Dengue hemorrhagic fever. Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control; WHO : 2009. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatric. Ed 18. Saunders. 2007. Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian.World Health Organization. Edisi 2. Jakarta. 1998. Ismoedijanto,dkk, 2008. Pedoman diagnosis dan terapi SMF ilmu kesehatan anak. Rumah sakit umum dokter soetomo surabaya.

Abdoerrachman MH. 2002. Demam : Patogenesis dan Pengobatan. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI.

26

Karyanti, 2011. Paediatrica Indonesiana Clinical manifestations and hematological and serological findings in children with dengue infection. vol. 51.

Luheshi GN, Gardner JD, Rushforth DA, Luodon SA, Rothwell NJ. 2000. Leptin actions on food intake and body temperature are mediated by IL-1. Neurobiology Journal.

Nainggolan L, Chen K, Pohan HT, Suhendro. 2006. Demam Berdarah Dengue. In: In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Niniek, 2013. Analisis Potensi Promosi Kesehatan Demam Berdarah Dengue, Surabaya.

Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI.

27

Related Documents

Struktur Dan Proses Emosi
October 2019 29
Emosi
June 2020 17
Emosi
May 2020 36
Kepribadian Dan Emosi
April 2020 24

More Documents from "Najihah Bakri"

Struktur Dan Proses Emosi
October 2019 29