Strategi Pembangunan Peternakan Berkelanjutan Dengan Memanfaatkan Sumber Daya Lokal.docx

  • Uploaded by: Titin cantika
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Strategi Pembangunan Peternakan Berkelanjutan Dengan Memanfaatkan Sumber Daya Lokal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,715
  • Pages: 18
PEMBANGUNAN PERTANIAN BERBASIS PETERNAKAN TULISAN ILMIAH OLEH: TITIN CANTIKA MANURUNG 160301124 AGROTEKNOLOGI-III

MATA KULIAH DASAR PETERNAKAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

STRATEGI PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERKELANJUTAN DENGAN MEMANFAATKAN SUMBER DAYA LOKAL BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Indonesia melonjak setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah penduduk akan di ikuti oleh meningkatnya kebutuhan pangan, termasuk pangan hewani. . Sementara itu, luaslahan/daratan sebagai basis untuk memproduksi pangan tidak bertambah, bahkan cenderung berkurang karena konversi, abrasi, dan terendam akibat meningkatnya permukaan air laut sebagai dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim, serta kualitas sumber daya alam yang makin menurun. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah perlu menyiapkan strategi pembangunan peternakan jangka menengah dan panjang secara berkelanjutan dengan memanfaatkan ketersediaan sumber daya local. 2. Rumusan Masalah Bagaimana pembangunan peternakan berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya lokal? 3. Tujuan Penelitian Dapat

menjelaskan

strategi

memanfaatkan sumber daya lokal.

pembangunan

peternakan

berkelanjutan

dengan

BAB II PEMBAHASAN Pangan sebagai kebutuhan dasar bagi manusia membawa konsekuensi kepada pemerintah untuk menyediakan pangan yang cukup bagi rakyatnya. Dalam RUU Pangan yang baru (2011/2012) tercakup tiga paradigma besar tentang pangan, yaitu kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan yang menempatkan kedaulatan pangan sebagai dasar dalam RUU tersebut serta menganut penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Sementara itu luas lahan pertanian tidak bertambah, bahkan cenderung berkurang karena abrasi maupun terendam akibat meningkatnya permukaan air laut. Selain itu, lahan subur terus dikonversi ke penggunaan non-pertanian, sedangkan untuk menambah lahan baru tidaklah mudah, bahkan lahan yang ada terdegradasi, sehingga produktivitasnya terus menurun. Dengan Strategi pembangunan demikian, upaya menyediakan pangan dihadapkan kepada permasalahan ketersediaan sumber daya alam, terutama lahan dan air yang menjadi basis untuk tanaman penghasil pangan, pakan, serat, dan energi terbarukan atau dikenal dengan food, feed, fibre, dan fuel. Bahkan akan terjadi kompetisi penggunaan lahan untuk kepentingan pangan dan nonpangan. Kebutuhan pangan asal ternak akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran gizi, urbanisasi, dan terjadinya perubahan pola makan. Urbanisasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat yang tinggal di perkotaan, yang umumnya memiliki pendapatan lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di pedesaan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya diversifikasi pangan pokok dan biji-bijian yang mulai menurun, sebaliknya permintaan buah-buahan, sayuran, daging, susu, dan ikan akanmeningkat.

Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan pangan utama seperti beras, kedelai, dan gula akan semakin tinggi, sehingga pemanfaatan lahan dan air akan lebih diprioritaskan untuk pangan utama tersebut. Hal ini akan semakin berat bagi subsektor peternakan untuk meningkatkan produksinya. Lahan-lahan penggem-balaan produktif akan dimanfaatkan untuk tanaman pangan, dan peternakan akan beralih ke arah peternakan intensif atau semiintensif dengan sistem integrasi tanaman ternak, terutama untuk ternak ruminansia. Kemungkinan peternakan akan tetap berkembang pada daerah-daerah dekat konsumen (di pinggiran kota) dengan mendatangkan bahan pakan dan pakan melalui transportasi, terutama untuk unggas.

perbaikan

sistem

Indonesia yang memiliki daratan sepertiga dari seluruh wilayahnya (dua pertiga merupakan lautan), hanya memiliki daratan seluas 1,9 juta km2 atau 190 juta ha (Badan Pusat Statistik 2008b). Luas sawah sekitar 8 juta ha, perkebunan 20 juta ha, dan kehutanan 140 juta ha. Lahan untuk peternakan tidak tersedia secara khusus sehingga peternakan tidak memiliki kawasan khusus seperti padang rumput yang luas (pastura) untuk penggembalaan atau untuk tanaman pakan ternak. Akibatnya pemeliharaan ternak menjadi tersebar dan dikembangkan secara terintegrasi dengan berbagai tanaman yang ada. Keadaan ini berbeda dengan di Brasil yang lahan untuk peternakannya mencapai 170 juta ha dengan populasi sapi potongnya mencapai 205 juta ekor. Peternakan intensif dianggap boros dalam pemanfaatan sumber daya alam, karena untuk menghasilkan 1 kg daging sapi memerlukan 20 kg pakan, untuk 1 kg daging babi memerlukan 7,3 kg pakan, dan untuk memproduksi 1kg daging ayam memerlukan 4,5 kg pakan (Smil 2000 Dalam Anonymous 2009). Secara keseluruhan, untukmenghasilkan 1 kg protein hewani memerlukan sekitar 6 kg protein tanaman (Anonymous 2009). Data ini memperlihatkan bahwa peternakan boros sumber daya alam apabila bahan pakan dan pakan diproduksi khusus dengan menanam tanaman pakan ternak maupun tanaman pangan yang dipergunakan sebagai pakan, sehingga selain memerlukan lahan yang cukup luas juga berkompetisi dengan pangan untuk manusia. Sistem peternakan intensif memang dirancang untuk high-input dan high-output, sehingga ternak diperlakukan sebagai mesin untuk berproduksi secara maksimal. Peternakan intensif juga disinyalir sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) yang cukup besar, sekitar 18%. Dengan demikian, peternakan intensif yang dikatakan cukup murahsebenarnya belum memperhitungkan dampak negative yang ditimbulkan (biaya untuk mengatasi kerusakanlingkungan, emisi GRK, pengurasan sumber daya alam)

Untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pangan dunia, inovasi teknologi memainkan peranan yang sangat besar, yaitu sekitar 80%, jauh lebih besar daripada peran perluasan lahan yang hanya 20% karena sumber daya lahan sudah sangat terbatas (FAO 2009a). Demikian juga dengan upaya meningkatkan produktivitas dan produksi ternak. Sebagai contoh, penelitian pemuliaan ayam pedaging (broiler) saat ini sudah mencapai puncaknya dalam menghasilkan galur ayam pedaging yang dapat mencapai berat tubuh maksimal dengan efisiensi pakan yang tinggi dalam waktu yang relatif cepat (McKay 2008). Pada tahun 1960, untuk mencapai berat badan ayam pedaging 1,8 kg diperlukan waktu 84 hari dengan konversi pakan, 3,25, sedangkan melalui serangkaian penelitian (teknologi) pada tahun 2010 telah dihasilkan galur ayam pedaging yang dapat mencapai berat yang sama dalam waktu 34 hari dengan konversi pakan 1,54 Demikian pula pada ayam petelur, sudah dihasilkan galur yang dapat meningkatkan produksi telur 330 butir/ tahun (dengan konversi pakan 2), jauh lebih banyak dibanding galur ayam petelur pada tahun 1960-an, sedangkan untuk mencapai bobot ayam broiler 2,5 kg dapat dicapai dalam waktu 39 hari dengan konversi pakan 1,6 (Hunton 1990; McKay 2008). Inovasi teknologi pemuliaan pada ayam kampung seperti ayam KUB juga ikut berperan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan produksi daging ayam di dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya genetic ayam lokal. Demikian juga itik mojosari-alabio (MA) mampu meningkatkan produksi telur itik Walaupun produktivitas ayam broiler dan petelur dapat dipercepat melalui teknologi pemuliaan (Hunton1990; McKay 2008), kemajuan teknologi ini ada batasnya karena ayam tersebut menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan memerlukan pakan berkualitas tinggi (yang umumnya bersaing dengan bahan pangan untuk manusia) serta terjadi kelumpuhan (kaki bengkok). Keadaan ini dalam jangka panjang dapat menimbulkan permasalahan lain tanpa ada upaya melestarikan sumber daya genetic aslinya, karena ayam hasil pemuliaan ini

dapat menye- babkan terjadinya cacat genetik. Oleh karena itu, pengembangan teknologi juga perlu lebih berhati-hati, jangan sampai menghilangkan sumber daya genetik alami. Tidak tertutup kemungkinan kita akan kembali kepada pemanfaatan hewan asli/lokal yang lebih tahan penyakit, responsif terhadap pakan berkualitas rendah, cenderung ramah lingkungan, dan relatif mudah dipelihara Teknologi persilangan untuk meningkatkan produksi daging pada sapi potong juga telah diterapkan secara luas melalui inseminasi buatan (IB). Teknologi penciptaan domba komposit Sumatera dan Garut juga dapat meningkatkan bobot potong hampir dua kali dari domba aslinya pada periode pemeliharaan yang sama namun upayaperbanyakannya perlu mendapat perhatian. Selain teknologi untuk meningkatkan produktivitasternak, juga diperlukan inovasi teknologi yang dapatmenghasilkan ternak yang tahan terhadap penyakit. Saatini disinyalir ayam ras yang produktivitasnya tinggi hanya responsif dengan pakan berkualitas tinggi dan rentan(tidak tahan) terhadap serangan penyakit. Sementara itu,ternak asli/lokal dengan produktivitas rendah sampaisedang dapat memanfaatkan bahan pakan berkualitas rendah serta relatif tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu, ternak-ternak asli/lokal dapat dimanfaatkan sifat-sifatkeunggulannya dalam pemuliaan ternak Selain teknologi untuk meningkatkan produktivitasternak, juga diperlukan inovasi teknologi yang dapat menghasilkan ternak yang tahan terhadap penyakit. Saat ini disinyalir ayam ras yang produktivitasnya tinggi hanya responsif dengan pakan berkualitas tinggi dan rentan (tidak tahan) terhadap serangan penyakit. Sementara itu, ternak asli/lokal dengan produktivitas rendah sampai sedang dapat memanfaatkan bahan pakan berkualitas rendah serta relatif tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu, ternak-ternak asli/lokal dapat dimanfaatkan sifat-sifat keunggulannya dalam pemuliaan ternak

Peternakan unggas umumnya memerlukan bahan pakan yang berkompetisi dengan bahan pangan untuk manusia. Oleh karena itu, inovasi teknologi seperti penggunaan bungkil inti sawit (BIS) yang dapat mensubstitusi jagung sampai 10% pada pakan unggasakan sangat nyata kontribusinya dalam menghemat sumber daya alam yang semakin terbatas. Inovasi teknologi untuk mencari bahan pakan nonkonvensional atau yang berasal dari hasil samping pertanian dan agroindustri perlu terus dikembangkan.

BAHAN- BAHAN PAKAN TERNAK Pakan merupakan bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri yang mengandung nutrisi dan layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang diolah maupun belum diolah (SNI, 2013). Bahan pakan ternak sapi pada pokoknya dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu pakan hijauan, pakan penguat, dan pakan tambahan 1.Pakan Hijauan Pakan hijauan adalah semua pakan yang berasal dari tanaman atau tumbuhan berupa daun-daunan, termasuk batang, ranting, dan bunga. Yang termasuk kelompok pakan hijauan adalah rumput (Graminae),legum, dan tumbuh-tumbuhan lain. Hijauan memegang peranan yang sangat penting karena hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan ternak. Kelompok pakan hijauan ini termasuk pakan kasar, yaitu bahan pakan yang berserat kasar yang tinggi. Ternak ruminansia akan mengalami gangguan pencernaan bila kandungan serat kasar terlalu rendah. Rerumputan ini termasuk pakan kasar, yakni bahan pakan yang mempunyai serat kasar tinggi. Hewan memamah biak seperti sapi justru akan mengalami gangguan pencernaan bila kandungan serat kasar di dalam ransum terlalu rendah.Kandungan serat kasar dibutuhkan ternak sapi paling sedikit 13% dari bahan kering dalam ransum. Peranan hijauan yang harus disajikan pada ternak ruminansia tidak bisa digantikan sepenuhnya dengan pakan penguat yang kandungan serat kasarnya relatif rendah. Pakan hijauan berfungsi menjaga alat pencernaan agar bekerja baik, membuat kenyang, dan mendorong keluarnya kelenjar pencernaan. Salah satu hijauan yang mempunyai kandungan serat kasar tinggi adalah rumput Kalanjana.

2.Pakan Penguat (Konsentrat) Pakan penguat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar yang relatif rendah danmudah dicerna. Bahan pakan penguat berupa bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, dan katul. Fungsi pakan penguat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah 3.Pakan Tambahan Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang hidupnya berada di dalam kandang terus-menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak sapi adalah vitamin A dan vitamin D. Sedangkan mineral yang dibutuhkan berupa Ca dan P. Urea sebagai bahan pakan tambahan hanya bisa diberikan pada sapi dalam jumlah terbatas, yaitu 2%dari seluruh ransum yang diberikan. Jikaterlalu banyak, menyebabkan sapi keracunan. Urea mengandung 45% N. Dengan bantuan mikroorganisme di dalam rumen, N diurai dan diikat menjadi protein yang bermanfaat.

Secara umum telah dikenal pengertian pakan berdasarkan asalnya (nabati dan hewani), berdasarkan sifatnya (hijauan dan konsentrat) dan berdasarkan sumber zat gizinya(sumber protein, mineral, energi). Namun secara internasional bahan pakan dibagi dalam 8 kelas, yaitu: 1.Pakan kasar (roughage), adalah bahan pakan yang banyak mengandung serat kasar (lebih dari 18%) dan rendah energinya. Contoh: jerami (jerami dari padi, jagung, pucuk tebu), hijauan kering dll. 2.Hijauan segar (green forage, pasture). Contoh: rumput/hijauan segar lainnya yang baru dipotong, padang rumput dll. 3.Silase (silage)adalah hijauan yang sengaja diawetkan melalui proses fermentasi secara tanpa udara/oksigen (anaerob) dalam suatu tempat yang disebut silo. 4.Sumber energi adalah pakan yang banyak mengandung energi (kandungan energi lebih dari 2250 Kkal/kg). Contoh: butir-butiran (jagung, sorghum/cantel, kedele, kacang dll), umbiumbian (ketela pohon, ketela rambat, kentang dll.), minyak (kelapa, sawit, kedele dll.), lemak hewan (tallow), hasil samping industri pertanian (bekatul, pollard, tetes dll.).

5.Sumber protein adalah pakan yang mengandung protein lebih dari 20%. Contoh: umumnya pakan asal hewani (tepung ikan, tepung daging, susu skim, tepung darah dll.), kacangkacangan/leguminosa (kacang tanah, kedele, turi, gamal, lamtoro dll.); bungkil (bungkil dari kelapa; kelapa sawit; kedele; kacang; kapok; kapas; jagung dll). 6.Sumber mineral. Contoh: tepung tulang, kerang, kapur, dicaphos (dicalcium phosphate), tricaphos (tricalciumphosphate), garam dll. 7.Sumber vitamin. Contoh: buah-buahan, tauge, hijauan kacang-kacangan, wortel dll 8.Bahan additive adalah bahan yang perlu ditambahkan dalam jumlah relatif sedikit yang kadangkala diperlukan untuk melengkapi ransum yang disusun. Contoh: penambah aroma/cita rasa, asam amino/campuran asam amino, vit-min mix. Dalam pemilihan bahan pakan atau ransum sebaiknya memperhatikan beberapa persyaratan/pertimbangan antara lain: a) bahan itu mudah didapat, b) murah harganya, c) tidak bersaing penggunaannya dengan manusia, d) tidak beracun, b.) mengandung zat pakan yang sesuai dengan tujuan beternak. Beberapa bahan pakan mengandung zat anti-nutrisi yang dapat bersifat toksik (racun) bagi ternak, misalnya: ketela pohon (asam sianida mengakibatkan gangguan metabolisme); lamtoro (mimosine); turi (asam sianida); bayam (asam oksalat); daun wortel (carota toxin); daun kol (asam oksalat); rumput setaria (asam oksalat); biji sorghum (tannin); bungkil biji kapok (asam siklopropenoat); bungkil biji kapas (gosipol); bungkil jarak (risin). Oleh sebab

itu penggunaannya dalam ransum perlu dipertimbangkan sampai batas tertentu, dan dikaitkan dengan tujuan beternak Penilaian terhadap bahan pakan perlu juga dilakukan untuk mengetahui kualitas dari bahan pakan yang dipilih atau akan digunakan meliputi : 1.Penilaian fisik yaitu : dengan melihat perubahan warna, bentuk, bau dan berat jenis penilaian fisik juga sering dilakukan pada penyimpanan pakan untuk melihat apakah pakan yang disimpan masih baik atau sudah rusak. 2.Penilaian kimia yaitu :menilai komposisi kimia yang terdapat dalam bahan pakan. Metode yang digunakan ada beberapa macam tetapi umumnya yang dinilai adanya zat gizi, non gizi dan anti gizi yang terdapat dalam bahan pakan diantaranya zat gizi : pati, serat kasar, lemak, protein, air, mineral, vitamin dan asam amino. Sedangkan anti gizi/anti nutrisi antara lain : tanin, gosipol, HCN, siklo propenoat, caumarin, antitripsin, mimosin, lignin dan selulose. 3.Penilaian biologis

yaitu penilaian bahan pakan untuk melihat kegunaan

dan

pengaruhnyapada ternak yaitu dengan mengamati respon ternak yang diberi pakan. Untuk mengetahui tingkat kecernaan pakan ada tiga metode yang dikembangkan yaitu :oIn-vitro dilakukan dilaboratorium yang dikemas sesuai keadaan sebenarnya dalam tubuh ternak oInsacco dengan menggunakan kantong nilon untuk mengukur daya degradasi dan laju aliran, kelarutan atau penyerapan pakan padat alat pencernaan tertentu misalnya rumen, abomasum atau usus halus. Umumnya dilakukan pada ternak besar (ruminansia).oInvivo, pengukuran memberikan perlakuan langsung ke ternak yang akan diukur.

PROSESSING PAKAN Prosesing pada bahan pakan sangat penting karena dapat memberikan keuntungan, atau bahkan mengakibatkan kerugian jika misalnya terjadi kerusakan fisik maupun kimia yang tidak dikehendaki. Beberapa contoh yang lazim dilaksanakan misalnya: Chopping (pemotongan ukuran); b) drying (pengeringan); c) grinding (penggilingan); d) soaking (perendaman); e) cooking (pemasakan); f) pelleting (pembuatan pelet); g) crumbling (pembuatan crumble); h) ensiling (pembuatan silase). Pemotongan (Chopping)membantu proses pengeringan utamanya bila dilakukan pada umbi-umbian, dapat dilakukan dengan alat pemotong (arit, pisau dan sejenisnya), atau alat pemotong (chopper). Chopping ini akan mengurangi sisa pakan yang mungkin terbuang percuma terutama pada hijauan/rumput, dan dapat meningkatkan konsumsi serta nilai kecernaannya. Pada sapi, pemotongan rumput atau hijauan lain dengan ukuran 3-5 cm menghasilkan kecernaan yang terbaik. Pengeringan (Drying) tujuannya adalah mengurangi kadar air bahan pakan sehingga kadar airnya kurang dari 12%. Pengeringan yang baik akan menghindarkan bahan pakan rusak karena terjadinya pembusukan oleh aksi mikroorganisme, berkembanya jamur atau terjadinya kerusakan fisik lainnya. Penggilingan (Grinding) akan memperkecil ukuran partikel pakan, meningkatkan kecernaan khususnya bagi butiran yang bijinya keras. Partikel yang lebih kecil akan memperluas permukaan sehingga kecernaannya akan meningkat, mengakibatkan laju aliran pakan dalam saluran pencernaan meningkat, saluran pencernaan cepat kosong, dan pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi pakan. Penggilingan juga penting jika bahan itu akan dicampurkan dengan lainnya sehingga akan bercampur secara mesra (homogen), seragam dan meningkatkan kegunaan ransum tersebut bagi ternak.

Perendaman (Soaking) terutama untuk bijian yang kerassehingga sulit dicerna. Perendaman akan memudahkan pakanuntuk dikunyah sehingga akan meningkatkan kecernaan.Pemasakan (Cooking) akan memberikan keuntungan khususnya bagi bahan pakan yang mengandung zat anti-nutrisi dan bersifat racun. Melalui pemasakan atau pemanasan dapat menguraikan senyawa yang merugikan tersebut, disamping itu juga dapat meningkatkan ketersediaan protein dari pakan.Pembuatan pelet (Pelleting) adalah proses mengkompresikan pakan berbentuk tepung dengan bantuan uap panas (steam) untuk menghasilkan bentuk pakan yang silendris. Pelleting memberikan keuntungan: pakan tidak berdebu, kandungan zat gizi pada setiap pelet tersebut seragam dan homogen, kepadatannya (density) tinggi, akan mengurangi sisa pakan, memaksa ternak tidak memilih pakan yang disukainya saja, dan pada akhirnya akan meningkatkan performans ternak yang bersangkutan.Crumbling adalah proses penggilingan/pemecahan pelet menjadi partikel yang kasar atau berbentuk granular. Biasanya digunakan untuk ternak pada periode starter (awal) atau grower (pertumbuhan) ternak. Pembuatan silase (Ensiling) prose pengawetan hijauan pakan (dalam keadaan segar) melalui suatu proses fermentasi oleh bakteri anaerob (dalam keadaan tanpa udara/oksigen) dalam suatu tempat yang disebut silo. Produk fermentasi (ensiling) ini disebut silase. Silase berbau dan berasa asam, dan sebelum diberikan kepada ternak perlu diangin-anginkan untuk mengurangi resiko terjadinya keasaman di dalam lambung ternak yang bersangkutan. Silase dapat dibuat dari rumput, hijauan jagung, sorghum, pucuk tebu dan lain-lainnya dengan menambahkan starter (additive) misalnya tetes, pati, dedak. FORMULASI RANSUM. Dalam penyusunan ransum maka beberapa langkah perludiperhatikan: a) Lihatlah Tabel kebutuhan zat pakan sesuai dengan tujuan beternak; b) Lihatlah Tabel komposisi zat pakan; c) Pertimbangkan beberapa faktor pembatas; d) Pertimbangkan harga; e) Susun

ransumnya.Telah dikenal beberapa cara/metode dalam penyusunan ransum, diantaranya adalah. 1.Metode Diagonal (Pearson’s Square) 2.Metode Coba-coba (Trial and Error) 3.Metode Simultaneous 4.Metode Linear Programming Metode Diagonal (Pearson’s Square) Metode ini diterapkan untuk mencampur 2 (dua) macam bahan atau lebih dengan satu macam nutrisi yang berbeda.

Related Documents


More Documents from "BENY"