Status Pasien 3.docx

  • Uploaded by: azry shidiq
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Status Pasien 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,959
  • Pages: 10
STATUS PASIEN

A. Identitas pasien Nama

: Nufiliani

Usia

: 4 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Gang Silampit Desa Setupatok kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

Nama Orang Tua

: Ibu Sri

Pekerjaan.

: Pelajar

B. Anamnesis 1. Keluhan utama

: Batuk,Pilek dan Demam

2. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang mengeluh batuk,pilek dan demam selama 2 hari ini. Batuk yang dideritanya tidak berdahak. Demam yang menyertainya saat dibawa ke puskesmas sudah menurun,karena menurut ibu pasien demamnya hilang timbul,seringnya diderita saat malam hari. Batuk dan pileknya kembali dirasakan semakin diperparah ketika pasien mengkonsumsi air dingin ataupun yang ditambahkan dengan es balok. Pasien juga mengeluhkan kesulitan bernafas. Kesulitan bernafas itu dilihat ibu menganggu.Namun karena pasien masih balita,pasien seperti tidak merasakan kesakitan terutama ketika sedang bermain-main dengan temannya di sekolah. 3. Riwayat penyakit dahulu Pasien sering mengalami sakit seperti ini terlebih lagi ketika minum atau makan makan yang diangin saat pasien mengalami kelelahan dan selalu disertai dengan kesulitan bernafas. 4. Riwayat penyakit keluarga Dikeluarga pasien tidak terdapat anggota keluarga yang menderita batuk,pilek dan demam disertai dengan kesulian bernafas. Tidak terdapat

juga riwayat penyakit hipertensi ataupun yang berhubungan dengan jantung ataupun pembuluh darah. 5. Riwayat penyakit sosial lingkungan Pasien

tinggal

di

lingkungan

padat

penduduk.

Pasien

rutin

mengkonsumsi sayur dan susu. Namun dilingkungan pasien didapatkan banyaknya penduduk yang merokok. Selain itu dilingkungan tersebut banyak Ayah pasienpun salah seorang yang perokok sangat aktif. Status ekonomi menengah ke bawah

C. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum

: Tampak Kesakitan

2. Kesadaran

: Compos mentis

3. Tanda-Tanda Vital a) Suhu

: 36,5 ºC

b) Nadi

: 110x/menit

c) Respirasi : 20x/menit 4. Kepala Penyebaran rambut merata,warna rambut berwarna kemerahan,tidak terdapat lesi,bekas luka ataupun massa. 5. Mata 1) Inspeksi  Konjungtiva

: Tidak kemerahan

 Palpebra

: Tidak terlihat adanya tumor

 Sklera

: Putih, tidak ikterik, tidak hiperemis

 Pupil

: Letak di tengah (normal)

2) Palpasi Tidak ada nyeri tekan, kenyal 6. Telinga 1) Inspeksi

:

Tidak ada luka, tidak mengeluarkan sekret, tidak ada tanda-tanda inflamasi pada kedua auricula

2) Palpasi

:

Tidak nyeri tekan pada kedua auricula dan tragus, elastis 7. Hidung 1) Inspeksi Tidak ada luka,mengeluarkan sekret

berwarna jernih, tidak

kemerahan 2) Palpasi Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan 8. Mulut Tidak dilakukan. 9. Leher 1) Inspeksi: Tidak ada bekas luka,tidak ada warna kemerahan 2) Palpasi: Tidak ada benjolan,tidak ada nyeri tekan 10. Kelenjar dan Pembuluh Getah Bening 1) Inspeksi

: Tidak ada kemerahan

2) Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan

11. Dada 1) Paru-Paru Inspeksi

: Bentuk normal

Palpasi

: Tidak terdapat krepitasi,nyeri tekan.

Perkusi

: Sonor

Auskultasi : Terdapat wheezing 2) Jantung Inspeksi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Palpasi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Perkusi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan 12. Abdomen 1) Inspeksi

: Tidak dilakukan

2) Palpasi

: Tidak dilakukan

3) Perkusi

: Tidak dilakukan

4) Auskultasi : Tidak dilakukan D. Diagnosa 1. Diagnosa kerja Asma Kronis 2. Diagnosa banding Bronkitis kronik Bronkitis

kronik

ditandai

dengan

batuk

kronik

yang

mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat.Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengidan menurunkan kemampuan jasmani. Emfisema paru Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya Benda asing di saluran napas Laringotrakeomalasia Stenosis trakea Bronkiolitis E. Pembahasan 1. Patomekanisme penyakit Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan

antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin,leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan allergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektifberatnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji

provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin,inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik. Faktor Risiko Asma Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas factor genetik dan faktor lingkungan. 1. Faktor Genetik a. Atopi/alergi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakal alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. b. Hipereaktivitas bronkus Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan. c. Jenis kelamin Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak. d. Ras/etnik e. Obesitas Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI),merupakan faktor

risiko

asma.

Mediator

tertentu

seperti

leptin

dapat

mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan. 2. Faktor lingkungan a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur,kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing,dan lain-lain).

b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur). 3.

Faktor lain a. Alergen makanan Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet,dan pewarna makanan. b. Alergen obat-obatan tertentu Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, danlain lain. c. Bahan yang mengiritasi Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain. d. Ekspresi emosi berlebih Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit diobati. e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan g. Exercise-induced asthma Pada

penderita

yang

kambuh

asmanya

ketika

melakukanaktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar penderitaasma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitasjasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudahmenimbulkan serangan asma. Serangan asma karenaaktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitastersebut. h. Perubahan cuaca

Cuaca

lembab

dan

hawa

pegunungan

yang

dingin

seringmempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga(serbuk sari beterbangan). i. Status ekonomi Klasifikasi Asma Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya. 1. Klasifikasi Menurut Etiologi Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etiologi, terutama dengan bahan lingkungan yang mensensititasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui. 2. Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untukmenentukan obat yang diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat. 3. Klasifikasi Menurut Kontrol Asma Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya, istilah kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau bahkan sembuh. Namun pada asma, hal itu tidak realistis; maksud kontrol adalah kontrol manifestasi penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan

pengobatan.

Tujuan

pengobatan

adalah

memperoleh

dan

mempertahankan kontrol untuk waktu lama dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping. 4. Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan. Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan beratringannya suatu penyakit,pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru

berguna

untuk

mengklasifikasi

penyakit

menurut

berat

ringannya.

Klasifikasi itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,pemberian obat inhalasi b-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat (Tabel 1). Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. 2. Epidemiologi Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saatini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orangdan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025Asma dapat ditemukan pada laki-laki dan perempuan di segalausia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki-laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensiasma lebih

besar

pada

memungkinkanmengalami

wanita

usia

penurunan

dewasa. gejala

di

Laki-laki akhir

usia

lebih remaja

dibandingkan dengan perempuan. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13 14 tahun dengan menggunakankuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar

2,1%,sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang,Jakarta,

Bandung,Semarang,

Yogyakarta,

Malang

dan

Denpasar)menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisarantara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.Berdasarkan

gambaran

tersebut,

terlihat

bahwa

asma

telah

menjadimasalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.(Jithoo,2007)

Daftar Pustaka Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati,Sundaru H, Siregar SP, et al. Allergy and asthma, The scenario inIndonesia. In: Shaikh WA.editor. Principles and practice of tropicalallergy and asthma. Mumbai: Vicas Medical Publishers;2006.707-36. Baratawidjaja,KG dan Iris Rengganis,2014,Imunologi Dasar,Balai Penerbit FK Universitas Indonesia,Jakarta

Related Documents


More Documents from ""

Makroskopis Hepar.docx
December 2019 17
Tambahan Standar Toilet.docx
December 2019 13
The Price Of Life.docx
December 2019 19
Asma.pptx
December 2019 11
Toilet.docx
December 2019 11