STANDAR KELAYAKAN SABUN Sabun dapat beredar di pasaran bebas apabila sabun tersebut telah memiliki karakteristik standar seperti yang telah ditetapkan dalam Dewan Standarisasi Nasional (DSN). Syarat mutu dibuat untuk memberikan acuan kepada pihak indutri besar ataupun industri rumah tangga yang dapat memproduksi sabun mandi sehingga menghasilkan sabun dengan mutu yang baik dan dapat bersaing di pasaran lokal. Sifat mutu yang paling penting pada sabun adalah total asam lemak, asam lemak bebas, dan alkali bebas. Pengujian parameter sifat mutu tersebut dapat dilakukan sesuai dengan acuan prosedur standar yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Semua sifat mutu pada sabun yang dapat dipasarkan harus memenuhi standar kelayakan sabun yang ditetapkan yaitu SNI 06-3532-19994. Syarat mutu sabun cair haruslah sesuai dengan SNI 06-3532-19994 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Syarat Mutu Sabun
Uraian
Syarat Mutu
Kadar air
Maks. 43%
Asam lemak bebas
Maks. 2,5%
Bilangan penyabunan (mg KOH/gr)
43
Alkali bebas dihitung sebagai KOH
Maks. 0,14%
pH
9,0-10,8 Sumber: (Badan Standarisasi Nasional, 2011)
Hidrolisa gliserida dengan larutan KOH atau NaOH akan menyebabkan terbentuknya gliserol serta garam Na atau K dari asam lemak yang bersangkutan. Garam ini dikenal dengan nama sabun dan reaksi hidrolisis ini disebut dengan reaksi penyabunan (saponifikasi). Sabun mengandung garam, terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Minyak kelapa kaya akan asam lemak berantai sedang (C8-C14), khususnya asam laurat dan asam meristat. Asam laurat sangat diperlukan dalam pembuatan sabun karena asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat baik untuk produk sabun serta
vitamin A dan C yang berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang dapat merusak dan menyakiti kulit. Penambahan tepung tapioka pada sabun bertujuan untuk memperoleh padatan sabun yang tidak lunak dan memberikan nilai ekonomis lebih banyak sabun yang dihasilkan (Masri, 2009). Tepung tapioka dikenal juga dengan sebutan tepung kanji atau pati singkong. Tepung tapioka berasal dari tanaman singkong. Pati singkong memiliki karakteristik yang luar biasa, termasuk pasta dengan viskositas yang tinggi, pasta dengan kejernihan yang sangat tinggi, stabil dalam keadaan cair, yang sangat berguna pada banyak industri. Daya jual suatu sabun dapat meningkat biasanya ditambahkan suatu zat aditif seperti penambahan warna yang menarik. NaOH merupakan bahan penting dalam pembuatan sabun mandi karena menjadi bahan utama dalam proses saponifikasi dimana minyak atau lemak akan diubah menjadi sebuah sabun. Proses kimia sabun tidak akan terjadi tanpa bantuan NaOH. NaOH yang telah menjadi sabun akan terpecah menjadi unsur penyusunnya yang netral. Konsentrasi NaOH berpengaruh terhadap kualitas sabun yang dibuat karena mempengaruhi pH sabun, asam lemak bebas, alkali bebas, kadar fraksi tak tersabunkan, asam lemak sabun, dan kadar air. 1.
Sabun Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari
minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih dapat berwujud padat, lunak dan cair. Dewan Standarisasi Nasional menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan mengemulsi, terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C12-C18 dan sodium atau potassium (DSN, 1994). Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon yang panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Rantai hidrokarbon dari sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Sabun mudah tersuspensi karena membentuk misel (micelles), yakni adanya molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke dalam air ( Fessenden, 1992).
Sabun diproduksi dan diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan mutu. Sabun dengan grade mutu A diproduksi oleh bahan baku minyak atau lemak yang terbaik dan mengandung sedikit atau tidak mengandung alkali bebas. Sabun dengan grade B diperoleh dari bahan baku minyak atau lemak dengan kualitas yang lebih rendah dan mengandung sedikit alkali, namun kandungan alkali tersebut tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sabun dengan kualitas C mengandung alkali bebas yang relatif tinggi berasal dari bahan baku lemak atau minyak yang berwarna gelap. 2.
Sifat-Sifat Sabun Sabun merupakan garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air, oleh karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. Pengadukan larutan sabun dalam air, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Sabun dalam hal ini dapat menghasilkan banyak buih setelah garam-garam magnesium (Mg) atau kalsium (Ca) dalam air mengendap. Sabun mempunyai sifat membersihkan atau memiliki daya mencuci yang baik. Sifat ini disebabkan karena adanya proses kimia koloid, sabun digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun nonpolar karena sabun mempunyai gugus polar dan nonpolar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bersifat hidrofobik dan larut dalam zat non polar, sedangkan COONa+ bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Sabun memiliki kemampuan untuk mengemulsi kotoran berupa minyak dan dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh sifat yang dimiliki sabun, yaitu rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam zat nonpolar, seperti tetesan-tetesan minyak. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air akan ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Akibat tolak menolak antara tetes sabun dan minyak, maka minyak tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi. 3.
Kualitas Sabun
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Proses pembuatan sabun menggunakan jenis minyak atau lemak yaitu berupa minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak
adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Tabel berikut ini menunjukkan bagaimana karakterisasi dari produk sabun yang dihasilkan dengan menggunakan beberapa minyak dan lemak yang berbeda. Tabel 2. Sifat Sabun yang Dibuat dari Minyak dan Lemak yang Berbeda
Lemak No.
1
2
Warna dan Konsis-
4
5
Sifat
Efek
Mem-
pada
bersihkan
Kulit Sedikit
dan
Hasil
tensi
Minyak
Sabun
Sabun
Palm
Putih
Sangat
Cepat,
Sangat
Kernel
kekuningan
Keras
busa tidak
Bagus
Oil
pucat
Coconut
Putih
Sangat
Cepat,
Sangat
Oil
kekuningan
Keras
busa tidak
Bagus
Membusa
tahan lama
pucat 3
Daya
tahan lama
Palm
Kuning
Cukup
Lambat,
Stearine
pucat
Keras
tahan lama
Tallow
Kekuning-
Cukup
Lambat,
kuningan
Keras
tahan lama
Agak
Cepat,
Lembut
agak
Minyak Kacang Tanah
Kekuningkuningan
Sedikit
Cukup
Tidak Ada
Cukup
Tidak Ada
Bagus
Tidak Ada
berbusa Sumber: (Ahmad, 1981)
Sebelum proses pembuatan sabun, kualitas dari sabun yang dibuat harus secara jelas ditentukan atau diputuskan. Proses pencampuran dari minyak-minyak atau lemak yang berbeda akan memungkinkan untuk memperoleh sebuah produk sabun akhir dengan kualitas yang diharapkan. Sabun di dalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih dan air meresap lebih cepat ke permukaan kain. Molekul sabun yang bersifat hidrofobik akan mengelilingi
kotoran dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut dengan proses emulsifikasi karena antara molekul kotoran dengan molekul sabun membentuk suatu emulsi, sedangkan bagian molekul sabun yang bersifat hidrofilik berada didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari dalam suatu kain. Parameter mutu sabun yang biasanya diperhatikan, antara lain yaitu tampilan umum yang meliputi kepadatan sabun (compact), bercahaya, kesat, kelarutan yang baik, pembusaan yang baik dan stabil, daya membersihkan tinggi, berbuih, tahan terhadap ketengikan, baik dalam air lunak, stabilitas baik (berhubungan dengan warna). Perbedaan minyak dan lemak menghasilkan sabun dengan mutu yang berbeda pula, misalnya warna, konsistensi pembusaan dan daya membersihkan. 4.
Uji Karakteristik Sabun Sabun didistribusikan legal di pasaran apabila memiliki karakteristik standar
seperti yang telah ditetapkan dalam Dewan Standarisasi Nasional (DSN). Syarat mutu dibuat untuk memberi acuan kepada pihak industri besar ataupun industri rumah tangga yang memproduksi sabun mandi untuk menghasilkan sabun dengan mutu yang baik sehingga dapat bersaing di pasaran lokal. Sifat mutu yang paling penting pada sabun adalah total asam lemak, asam lemak bebas, dan alkali bebas. Pengujian parameter tersebut dilakukan sesuai dengan acuan prosedur standar yang ditetapkan oleh SNI. Begitu juga dengan semua sifat mutu yang ada pada sabun yang dapat dipasarkan, harus memenuhi standar mutu sabun yang ditetapkan yaitu SNI 06–3532–1994. Syarat mutu dari sabun mandi padat menurut SNI 06-3532-1994 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Syarat Mutu Sabun
No
Uraian
Sabun Padat
Sabun Cair
<2,5
<2,5
dihitung sebagai NaOH
Maks 0,1
Maks 0,1
dihitung sebagai KOH
Maks 0,4
Maks 0,4
Kadar air (%)
Maks 15
Maks 15
1.
Asam lemak bebas (%)
2.
Alkali bebas (%)
3.
Sumber: (Badan Standarisasi Nasional, 2011)
4.1.
Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam sabun yang tidak
terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trigliserida. Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun tersebut, karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan. Sabun saat digunakan tidak langsung menarik kotoran, tetapi akan menarik komponen asam lemak bebas yang terdapat dalam sabun, sehingga mengurangi daya membersihkan sabun tersebut. Trigliserida apabila bereaksi dengan air maka senyawa tersebut akan menghasilkan dua komponen utama, gliserol dan asam lemak bebas. Pengujian kadar asam lemak bebas dilakukan sesuai dengan SNI 06-3532-1994 (Fauziah, 2011).
4.2.
Alkali Bebas Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa. Kadar
alkali dalam sabun mandi tidak boleh melebihi 0,14% untuk sabun kalium. Hal ini disebabkan karena alkali memiliki sifat yang keras dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang terlalu pekat atau penambahan alkali yang berlebihan pada proses penyabunan. Alkali bebas akan bereaksi dengan HCl dan dapat dianalisa dengan indikator PP.
5.
Uji Kualitas Sabun Padat Standar kelayakan sabun dapat meliputi definsi, syarat mutu, cara pengambilan
contoh, cara uji, cara pengemasan dan syarat penandaan sabun mandi. Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk sabun yang beredar di pasaran hanya mencakup sifat kimiawi dari sabun mandi, yaitu jumlah asam lemak minimum 71%, asam lemak bebas maksimum 2,5%, alkali bebas dihitung sebagai NaOH maksimum 0,1%, bagian zat yang tak terlarut dalam alkohol maksimum 2,5%, kadar air maksimum 15%, dan minyak mineral (negatif). sifat fisik sabun seperti daya membersihkan, kestabilan busa, kekerasan, dan warna belum memiliki standar. Uji kualitas sabun dilakukan untuk mengetahui kualitas sabun yang dihasilkan berdasarkan standar SNI sabun padat. Uji yang dilakukan meliputi uji asam lemak bebas, uji alkali bebas, uji fraksi tak tersabunkan, uji kadar air, dan uji pH.
5.1.
Asam Lemak dan Asam Lemak Bebas Sabun yang baik memiliki total asam lemak dengan nilai lebih besar dari 70%,
artinya bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi (bahan aditif) dalam pembuatan sabun sebaiknya kurang dari 30%. Asam lemak adalah asam lemak bebas yang berada dalam sabun, tetapi yang tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trligliserida (lemak netral). Sabun yang baik menurut SNI adalah sabun dengan kadar asam lemak bebas <2,5%. Asam lemak bebas berhubungan dengan bau sabun, apabila asam lemak bebas melebihi standar menyebabkan sabun berbau tengik dan menghambat proses pembersihan permukaan kulit oleh sabun (Hika, 2009). 5.2.
Alkali Bebas Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa.
Jumlah alkali bebas pada sabun dapat dikatakan memenuhi standar SNI jika terdapat sebanyak <0,1 %. Kelebihan alkali bebas yang tidak sesuai standar menyebabkan iritasi pada kulit. Alkali dalam sabun mandi tidak boleh melebihi 0,1% untuk natrium, karena alkali memiliki sifat yang keras dan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Kadar alkali bebas terlalu tinggi, akan menyebabkan kulit menjadi kering (Hernani, 2010). 5.3.
Fraksi Tak Tersabunkan Fraksi tak tersabunkan adalah lemak netral atau trigliserida netral yang tidak
bereaksi selama proses penyabunan (SNI,1994). Kadar fraksi tak tersabunkan semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi NaOH. Standar fraksi tak tersabunkan menurut SNI yaitu maksimal 2,5%. Kelebihan bahan yang tak tersabunkan dapat menurunkan daya detergensi pada sabun sehingga menurunkan fungsi sabun. Proses pembuatan sabun terdapat komponen dari lemak dan minyak yang tidak dapat tersabunkan oleh perlakuan kaustik biasa. Komponen yang tidak tersabunkan tersebut adalah alkohol berantai panjang, pigmen, sterol, minyak mineral, dan hidrokarbon. 5.4.
Kadar Air Kadar air merupakan jumlah kadar air yang terkandung dalam suatu bahan.
Menurut SNI sabun 1994 bahwa jumlah kadar air yang diperbolehkan maksimal 15 %. Kelebihan kadar air dari standar SNI akan menyebabkan sabun mudah berbau tengik
dan lembek. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut saat digunakan. NaOH juga mempengaruhi kadar air, semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan, maka kadar air dalam sabun makin rendah, karena semakin sedikit air yang digunakan (Spitz, 1996). 5.5.
Derajat Keasaman Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan suatu larutan. Keasaman adalah konsentrasi ion hidrogen dalam pelarut air. Keasaman sabun berkisar antara 9,0-10,8 (Gusviputri, 2013). Derajat keasaman sabun yang tinggi disebabkan oleh terjadinya hidrolisis sabun. Sabun dengan pH yang terlalu basa dapat meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga kulit menjadi iritasi seperti luka, gatal atau mengelupas, dan dapat menyebabkan kulit kering (Sari, 2010). 5.6.
Minyak Mineral Berdasarkan standar mutu menurut SNI, minyak mineral dalam sabun mandi
padat seharusnya tidak lebih dari 0,05%, yang ditandai dengan tidak adanya kekeruhan saat dititrasi dengan air. Minyak mineral diduga dapat diakibatkan dekarboksilasi asam lemak menjadi golongan alkana. Dekarboksilasi dapat dilakukan secara termal, fotokimia, ataupun secara katalitik dengan bantuan katalis. Asam rantai terbuka dan maupun aromatik dapat mengalami reaksi dekarboksilasi (Setiadi, 2010). 6.
Karakteristik Fisik dan Kimia Sabun Cair Pengujian mutu sabun mandi cair terbagi menjadi dua macam, pertama adalah
uji mutu fisikokimia sesuai dengan SNI sabun mandi cair 06-4085-1996 meliputi kadar alkali bebas, nilai pH, uji angka lempeng total, dan bobot jenis. Kedua adalah uji organoleptik terhadap warna, aroma, kekentalan, banyak busa, reaksi gatal dan kesan setelah pemakaian. Hasil uji mutu dilanjutkan dengan penentuan nilai pembobotan dengan menentukan nilai kepentingan secara subjektif (Qisti, 2009). 6.1.
Derajat Keasaman Nilai Ph merupakan parameter yang sangat penting dalam sabun mandi cair,
karena nilai pH menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Nilai pH sabun bergantung pada jenis lemak yang digunakan. Sabun yang dibuat dari
minyak nabati mempunyai pH antara 9-10. Nilai pH sabun yang dibuat dari minyak biji kelor diantara 5,7-8,3 dan nilai pH Virgin Coconut Oil (VCO) diantara 5,5–6. Semakin banyak minyak nabati yang digunakan, maka pH sabun akan semakin tinggi. 6.2.
Kadar Alkali Bebas Pengujian alkali bebas merupakan pengukuran alkali dalam sabun yang tidak
tersaponifikasi atau tidak bereaksi dengan asam lemak. Persentase nilai alkali bebas yang tinggi mengindikasikan bahwa sabun tersebut bisa menyebabkan iritasi. Nilai pH akan meningkat seiring dengan meningkatnya alkalinitas dan menurun seiring dengan meningkatnya keasaman. Semakin tinggi nilai pH sabun mandi cair, maka semakin tinggi pula kadar alkali yang terkandung dalam sabun cair. 6.3.
Daya Buih Perilaku konsumen menunjukkan bahwa mereka akan merasa puas jika sabun
yang dipakai menghasilkan buih yang banyak. Daya buih mempunyai kecenderungan akan semakin menurun dengan semakin lamanya pengadukan dan semakin banyaknya rasio antara air dan sabun. Penurunan buih dipengaruhi oleh pH, sehingga semakin menurun pH, daya buih yang dihasilkan ikut menurun. Peningkatan jumlah air yang ditambahkan dalam sabun juga berpengaruh terhadap buih yang dlhasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari daya bersih sabun cair yang dihasilkan, karena daya buih sabun menunjukkan tingkat keefektifan daya bersih dari sabun, sehingga penurunan daya buih akibat penambahan air menunjukkan daya bersih sabun ikut menurun. 6.4.
Bobot Jenis dan Viskositas Nilai bobot jenis suatu sabun cair dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan
sabun. Nilai bobot jenis pada semua formula memiliki nilai tidak stabil, hal ini dapat disebabkan karena saat pengujian bobot jenis sabun menggunakan piknometer sampel sabun mudah membentuk gelembung udara sehingga bobot sampel yang ditimbang akan menjadi berkurang. Nilai bobot jenis berdasarkan SNI 06-4085-1996 adalah berkisar antara 1,01– 1,10. Penurunan viskositas akibat peningkatan rasio air dan sabun dikarenakan viskositas dipengaruhi oleh kadar air dalam sabun tersebut. Sedikit kadar air dalam sabun viskositas semakin tinggi, dan begitu juga sebaliknya.
6.5.
Angka Lempeng Total Angka lempeng total atau cemaran mikroba merupakan salah satu pengujian
terpenting karena dapat menentukan kelayakan sabun karena berkaitan dengan ketahanan sabun akan mikroba pada kulit. Apabila setelah inkubasi terdapat mikroba yang tumbuh pada cawan petri melebihi batas standar yang ditetapkan, maka sabun tersebut tidak layak untuk digunakan. Kandungan asam laurat pada VCO (Virgin Coconut Oil) merupakan antiobiotik alami sehingga mampu membunuh berbagai jenis kuman, virus, mikroorganisme dengan cara merusak membran yang membungkus sel yang terdiri atas asam lemak. Oleh sebab itu asam laurat berfungsi sebagai antibakteri, antijamur, antiparasit, antiprotozoa, dan antivirus dan dapat mencegah infeksi bakteri patogen seperti mikroba anaeorob yang terdapat pada kulit. 6.6.
Residu Alkali Bebas Residu alkali bebas memiliki kecenderungan semakin menurun akibat lama
pengadukan dan akibat kenaikkan rasio air dan sabun. Hal ini akibat adanya reaksi alkali dengan asam-asam lemak yang terdapat pada minyak hasil daur ulang sehingga reaksi penyabunan semakin sempurna, yang berdampak pada penurunan residu alkali bebas. Penurunan residu alkali bebas ini disebabkan oleh rasio air dan sabun yang ditambahkan, karena air dapat menurunkan konsentrasi alkali bebas dalam sabun. Kadar maksimal alkali bebas sabun cair menurut SNI adalah 0,08%. Semakin rendah residu alkali bebas semakin dianjurkan untuk menjamin kesempurnaan reaksi. 6.7.
Total Asam Lemak Total asam lemak adalah jumlah seluruh lemak pada sabun yang telah ataupun
yang belum bereaksi dengan alkali. Kadar total asam lemak cenderung menurun dengan bertambahnya lama pengadukan dan rasio air atau sabun. Lemak dalam produk sabun menunjukkan jumlah asam lemak dari trigliserida yang belum tersabunkan dan yang tersabunkan, nilai tersebut bergantung pada jenis bahan baku minyak atau lemak yang digunakan untuk produksi sabun. Penurunan jumlah total asam lemak disebabkan karena akibat proporsi bahan sabun menurun dengan meningkatnya jumlah air yang digunakan. Hal ini terjadi karena semakin banyak air yang ditambahkan dalam sabun
mengakibatkan kandungan bahan aktif dalam sabun semakin sedikit. Kadar total asam lemak dalam sabun menunjukkan kandungan bahan aktif dalam sabun tersebut. Kadar total asam lemak menurut SNI sabun mandi cair jenis S minimal sebesar 15%. 7.
Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pembuat Sabun Sifat fisik dan kimia bahan pembuat sabun sangat diperlukan dengan tujuan
untuk menghasilkan produk sabun yang berkualitas dan bernilai jual yang tinggi. Sifat fisik dan kimia dari bahan harus diketahui dengan baik untuk menggunakan bahan sesuai dengan fungsi dan manfaatnya. Bahan pembuat sabun diantaranya sludge, kalium hidroksida, air, zat aditif, pewangi, dan gliserin mobostearat. 7.1.
Sludge Sludge yang mengandung lemak dan minyak tidak dapat larut dalam air, hal ini
disebabkan karena adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus polar. Viskositas lemak dan minyak akan bertambah seiring dengan bertambahnya panjang rantai karbon. Berat jenis lemak lebih rendah daripada air, oleh karena itu air dan lemak tidak dapat bercampur sehingga lemak akan berada di atas dan air berada di bawah. Konsistensi lemak akan semakin cair jika semakin banyak mengandung asam lemak yang berantai pendek dan ikatan tidak jenuh. Konsistensi lemak akan semakin padat jika semakin banyak mengandung asam lemak jenuh (Dalimunthe, 2009). Minyak dan lemak secara kimiawi dapat mengalami reaksi hidrolisis dan oksidasi yang dapat menyebabkan kerusakan akibat adanya sejumlah air dan kontak dengan udara. Hal ini tentunya harus dapat dihindari untuk tetap menjaga kualitas minyak atau lemak agar tetap baik. Setiap jenis asam lemak memberikan sifat yang berbeda dalam sabun yang terbentuk. Asam laurat dan palmitat dapat ditemukan pada minyak kelapa dan minyak kelapa sawit yang merupakan bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun. Asam oleat dan stearat yang ditemukan dominan pada minyak atau lemak hewani, dan memberikan sifat melembabkan. Asam palmitat dan stearat memberikan sifat yang dapat mengeraskan maupun memadatkan sabun dan menghasilkan busa yang stabil dan juga lembut. Pengaruh jenis asam lemak terhadap sifat sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Jenis Asam Lemak terhadap Sifat Sabun
Asam Lemak
Sifat Sabun
Asam Laurat
Mengeraskan, membersihkan, dan busa lembut.
Asam Linoleat
Melembabkan.
Asam Miristat
Mengeraskan, membersihkan, dan busa lembut.
Asam Oleat
Melembabkan.
Asam Palmitat
Mengeraskan dan mestabilkan busa.
Asam Ricinoleat
Melembabkan dan menghasilkan busa yang stabil.
Asam Stearat
Mengeras dan menstabilkan busa. Sumber: (Kamikaze, 2002)
7.2
Kalium Hidroksida Senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam alkali seperti kalium atau
natrium. Alkali digunakan sebagai bahan kimia yang bersifat basa dan akan bereaksi serta menetralisir asam. Alkali yang umum digunakan adalah kalium hidroksida atau natrium hidroksida. Kalium hidroksida banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Penambahan kalium hidroksida dalam proses pembuatan sabun harus dilakukan dengan jumlah yang tepat. Alkali bebas apabila terlalu pekat tidak dapat berikatan dengan trigliserida. Sabun yang dihasilkan juga akan mengandung asam lemak bebas yang rendah yang menyebabkan iritasi kulit. Sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas yang tinggi apabila alkali bebas terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit. Asam lemak bebas sabun tersebut dapat mengganggu proses emulsi sabun pada saat sabun tersebut digunakan. Jumlah kalium hidroksida yang pernah digunakan yaitu antara lain: 1)
Penggunaan KOH 15% dalam pembuatan sabun cuci piring dari minyak jelantah dengan penambahan bahan pewarna alami.
2)
Penggunaan KOH 30% dalam pembuatan sabun dari limbah penyamakan kulit.
3)
Penggunaan KOH 36% dalam pembuatan sabun dari minyak jelantah.
4)
Penggunaan KOH (%): 10, 20, 30, 40, dan 50 dalam pemanfaatan minyak jelantah pada pembuatan sabun cuci piring cair.
5) 7.3.
Penggunaan KOH 36% dalam pembuatan sabun cair dari minyak bekas. Zat Aditif Zat aditif yang paling umum ditambahkan dalam pembuatan sabun adalah
parfum, pewarna, dan garam. Parfum merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetik khususnya sabun wajah dan sabun badan dengan tujuan menutupi bau yang tidak sedap dan dapat memberikan bau harum yang menyenangkan terhadap pemakainya. Pewarna merupakan suatu bahan yang digunakan dalam sabun untuk membuat produk lebih menarik. Jumlah parfum yang ditambahkan tergantung selera, tetapi biasanya sekitar 0,05%-2% untuk campuran sabun (Utami, 2009). Natrium klorida merupakan kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan natrium klorida pada produk akhir sangatlah kecil karena kandungan natrium klorida yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. Natrium klorida yang digunakan umunnya dapat berbentuk brine atau padatan berupa kristal. Natrium klorida digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. 7.4.
Pewangi Pewangi merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetik
dengan tujuan menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain dan untuk memberikan wangi yang menyegarkan tergadap pemakainya. Jumlah pewangi yang ditambahkan tergantung selera tetapi biasanya 0,05-2% untuk campuran sabun, sedangkan pewarna digunakan untuk membuat produk yang lebih menarik untuk digunakan. 7.5.
Gliserin Monostearat Gliserin monostearat merupakan bahan pengemulsi alami yang terbentuk dari
gliserol danasam stearat. Gliserin monostearat juga digunakan dalam produk kosmetika dan perawatan rambut selain digunakan sebagai bahan aditif dalam makanan. Penggunaan gliserin monostearat dapat menghasilkan emulsi yang stabil tanpa meninggalkan bekas licin atau berminyak. Gliserin monostearat ini dapat digantikan dengan carboxy methyl celulose jika bahan ini sulit dicari.