Sosiologi-1

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sosiologi-1 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,329
  • Pages: 18
SIKAP ANTI SOSIAL

OLEH : Susi Yani Novarita, S.Pd

DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 2 KUALA TUNGKAL KABUPETAN TANJUNG JABUNG BARAT

i

KATA PENGANTAR Alhamulillahhirrobil alaamin….. Thank you a lof of God . Sejuta rasa terima kasih ini tak cukup juga untuk mewakili telah terselesaikannya “Karya Tulis dengan judul “ Terjadinya Perilaku Menyimpang dan sikap anti sosial”.Meski langit yang membentang indah itu dianggap lembaran kertas dan pohon - pohon yang menghiasi Bumi ini sebagai Lingkaran pena yang memberikan kesejukan ilmu bagi

anak didik yang haus akan ilmu itu belum

cukup apabila tidak ada anak yang putus sekolah. Merujuk

kepada kurikulum KBK ( standar kompetensi ) yang merespon secara

proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, sosial budaya yang komplek

serta

tuntutan zaman agar dapat lebih berkompeten dengan

kacamata IPTEK dan di iringi pembelajaran tentang moral agar stop untuk berada dalam lembah hitam dan kebodohan di era globalisasi. Ironisnya kegiatan ini malah terkadang jadi suatu tolak ukur yang sangat berat bagi Guru untuk profesionalisme menjadikan anak didik lebih berkarakter mulia begitu juga anak tersebut dan orang tua karena lebar sekali pengaruh zaman.Menyebabkan semakin booming sikap menyimpang. Alasan ini terjadi penyimpangan ini 1. Pengaruh Pergaulan terlalu bebas 2. Kurang pengawasan dan kasih sayang orang tua 3. Lemah imtaq dan miskin wawasan 4. Rasa ingin tahu dan mencoba 5. Tidak ada yang dapat ditakuti anak ini baik di sekolah atau di rumahnya(saat ditengah lingkungan keluarga) 6. Keinginan sensasional seorang anak juga So,far…ini merupakan

kemampuan

penting sekali

bagi pengembangan diri

dibantu dengan bimbingan konseling, secara kolaboratif dan otodidak hal ini merupakan suatu alat untuk menggali berbagai “fosil ilmu” dan wawasan serta pengalaman yang masih terpendam. Disamping itu juga berfungsi untuk dan perkembangan

masyarakat

dalam

menyadarkan siswa akan perubahan

dimensi

waktu

serta

menunjukkan dan

memberikan pengarahan ke arah positifnya.Serta menjelaskan penggunaan waktu bagi mereka yang masih hijau agar jangan terbawa virus - virus free seks dan narkoba.Untuk membangun prespektif kesadaran dalam tunas kecil hati siswa duduk dijenjang SMA ini dan cerminan sikap dari jati diri bangsa serta pengamalan Pancasila.

Dengan membuat sesi tanya jawab saat mengajar dengan penyajian materi yang kronik melandaskan how and why bagi siswa untuk mengkaji persoalan secara proaktif,

kritis, Sistematis

dengan

bahan ajar“ Contextual Teaching and Learning“

berdasar fakta sejarah perjalanan memperoleh kemerdekaan.Oleh itu diharapkan tumbuh keimanan dan

ketakwaan terhadap

Tuhan

Yang

Maha

Esa

menguasai life

skill,akademik dan seni sosial budaya, mengembangkan kepribadian dan dapat menuntaskan indikator nilai standar kompetensi hasil belajar.Di uji juga dalam aspek kognitif, afektif

serta

psikomotorik.Untuk mengembangkan kecakapan dalam

mengantipasi perubahan, persaingan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian dan kerumitan dalam kehidupan siswa. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang pustakawan

dan

knowledge,insight

sumbangsih

pemikiran

and experince

yang

agar be the

berdaya

guna

telah membantu, sebagai

vocab

best lagi.Berkenanlah sekiranya

menyampaikan saran dan kritik kepada kami sehingga karya sederhana saya ini dapat menjadi bahan bacaan atau bermanfaat demi peningkatan mutu pendidikan bangsa.Amin…. Dan akhir kata : try and to find do semething inside,Buatlah seberkah senyum yang di ingat sampai mati. Kuala Tungkal,

2008

Susi Yani Novarita,S.Ag

DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman pengesahan………………………………………..……………….

i

Kata Pengantar……………………………………………………..………...

ii

Daftar isi……………………………………………………………………..

iii

A. Pendahuluan …………………………………………………………

1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………

1

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………….

1

D. Manfaat Penelitian………………………………………………….

1

E. Rumus Penelitian………………………………………………………

2

Kesimpulan dan Saran

……………………………………………….

4

Kata Penutup …………………………………………………………………

5

Daftar Pustka

BAB 1 Pendahualuan A.Latar belakang Demi terciptanya kesarasian dan keselarasan hubungan antar manusia perlu adanya pedoman yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan kegiatan untuk hidup rukun bersama-sama dalam kehidupan Pedoman tersebut bersifat mengatur,mengikat bahkan ada yang memaksa warga masyarakat Indonesia untuk di taati. Dalam kehiduoan bernegara diperlukan peraturan yang bersifat tegas dan memaksa warga negara agar kehidupan bernegara dapat lebih tertib,teratur sesuai denagn ideologi bangsa.Peraturan bersifat memaksa itu berupa hukum yang memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia serta hak warga negara. Bangsa Indonesia megkehendaki kehidupan yang serasi ,selaras dan seimbang untuk meraih pencapaian kehidupan bernegara sesuai plannig bangsa dalam filosofinya. B.Batasan Masalah Mengingat banykanya masalah yang menyebabkan sukarnya.Penulis Membatasi diri dari segi simplenya sebagai sebuah momok pemahaman arti hukum di tingkat usia sekolah menengah.Adapun masalah hukum yang akan beberkan adalah : a. b. c. d. e.

Pengertian Perilaku menyimpang Ciri – Ciri Perilaku menyimpang Jenis – Jenis Perilaku Menyimpang Sebab terjadi perilaku menyimpang Bentuk –bentuk sikap sikap anti sosial

C. Tujuan Penelitian a. memberikan pengetahuan tentang hukum kepada siswa b untuk memberikan solusi hukum terhadap kendala masalah moral c. memberikan etika yang telah terbentuk sekjak kecil

D. Manfaat Penelitian Secara teorytis,dapat meningkatkan pengetahuan,wawasan dan pengalaman. Secara praktis,melahirkan siswa yang terampil dlam terjun dalam budaya penerapan mencapai suatu visi dan misi bangsa Indonesia.

E. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang dia atas,masalah yang akan dibahas ialah “Terjadinya Perilaku Menyimpang dan sikap anti Sosial” dalam karya tulis ini dari segi Kehidupan sehari-hari.Secara terperinci,merumuskan sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.

Apakah jenis –jenis Penyimpangan sosial di masyarakat? Apakah sebab terjadinya penyimpangan ? Apakah teori Penyimpangan sosial? Bagaimana Bentuk Penyimapangan sosial ? Siapakah yang wajib mengatur dan meluruskan penyimpangan ini? Dapatkah kita mendemontrasikan Kebebasan yagn bersifat tegas?

Keluarga sebagai wadah bentuk karakter Berbagai perkembangan dalam dinamika masyarakat kita pada saat ini tampaknya memberi proporsi dampak negative yang telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Gelombang informasi serta akses informasi yang cepat dan tanpa batas berpengaruh signifikan bagi perkembangan perilaku anak. Perilaku anak adalah produk dari interaksi dalam keluarga dan berbagai pengaruh dari lingkungannya. Ketika keluarga dalam hal ini orang tua tidak mampu memberikan fondasi yang kuat bagi pembentukan karakter atau pribadi yang kuat maka anak beresiko rentan terhadap dampak negative dari lingkungan. Bagi orang tua pengasuhan anak adalah suatu hal yang tidak mudah. Banyak kasus dimana orang tua merasa sudah berupaya memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya namun tetap saja sulit untuk bisa mengatasi problem yang berkaitan dengan pembentukan pribadi anak seperti yang diharapkan. Bagaimana perilaku anak berkembang dengan baik tidak terlepas dari peran keluarga. Dalam hal ini keluarga adalah benteng yang berfungsi sebagai filter bagi berbagai macam pengaruh lingkungan dan juga sebagai sistem yang dapat menjadikan pribadi sebagai manusia seutuhnya. Untuk mencapai fungsi keluarga yang berperan sebagai perangkat kunci pembentukan karakter anak maka kita perlu memperhatikan dimensi-dimensi apa saja yang mempengaruhi pola interaksi dalam keluarga. Dimensi yang pertama adalah adanya kehangatan dalam berinteraksi. Orang tua yang hangat akan menunjukkan perhatian, mengekspresikan rasa sayang, antusias terhadap aktivitas anaknya dan berempati terhadap perasaan anak. Berdasarkan studi, anak-anak yang mendapatkan kehangatan dan cinta dari keluarga lebih percaya diri, lebih berempati, lebih peka dan menunjukkan performa yang lebih baik di sekolah. Sebaliknya pada keluarga yang tidak adanya kehangatan, performa anak di sekolah cenderung menurun dan beresiko munculnya kenakalan anak (delinquence). Dimensi kedua adalah masalah konsistensi dalam pengontrolan perilaku anak. Orang tua bertugas menerapkan disiplin yakni mengontrol perilaku anak dan melatih anak untuk mengikuti aturan-aturan dasar. Salah satu elemen penting dalam proses pengontrolan tersebut adalah konsistensi aturan. Dalam penerapannya aturan harus jelas dan disertai dengan konsekuensi atas diikuti atau tidaknya aturan tersebut. Kejelasan dan konsistensi ini adalah penting agar anak bisa memahami sepenuhnya aturan yang diterapkan. Anak yang disiplin dalam belajar akan diberikan hadiah berupa buku cerita; anak yang berperilaku santun maka akan diberikan pujian. Dengan demikian anak akan semakin yakin dan kompeten atas apa yang dilakukannnya. Demikian pula jika anak tidak melaksanakan aturan maka adanya konsistensi diberi hukuman. Misalnya jika anak malas belajar maka anak tidak diperkenan menonton atau dikurangi jatah menonton TV. Selain itu, pemberian hukuman tidak akan efektif jika memberikan efek negatif pada anak. Misalnya; pemberian hukuman fisik atau kecaman verbal yang tidak mengenakkan memang dapat menghentikan perilaku anak seketika, namun cenderung tidak akan mengubah perilaku anak dalam jangka waktu yang lama. Anak cenderung memberikan perlawanan dengan melanggar aturan pada kesempatan lain. Dimensi ketiga adalah tingkat ekspektasi (harapan) orang tua terhadap perilaku anak. Tuntutan orang tua terhadap perilaku anak hendaknya disesuaikan dengan kematangan usia anak. Jika orang tua menuntut secara berlebihan terhadap perilaku anak, hal ini akan menjadi kontraproduktif dan tidak realisits. Misalnya; tidaklah realistis jika orang tua berharap pada anak usia pra sekolah untuk mampu mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, mengepel dsbnya.Dimensi yang terakhir, adalah kualitas komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak. Komunikasi yang terbuka

dimana anak dapat mengemukakan ide dan pendapatnya secara nyaman dengan orang tua akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak. Anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan memiliki kematangan sosial –emosional yang lebih baik. Hal ini juga membuka kesadaran anak akan peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga. Dimensi ini akan semakin penting ketika anak mulai dipengaruhi oleh lingkungannya. Aturan dan norma yang berlaku dalam keluarga dihadapkan dengan norma-norma yang mungkin saja berbeda dari lingkungannya. Jika komunikasi yang terjalin memberikan rasa aman dan kepercayaan pada anak maka ketika anak menghadapi konflik atau persoalan ia akan berbagi dengan orang tuanya. Artinya orang tua akan mudah mengikuti dan mengetahui persoalan anaknya. Dalam hal ini, orang tua juga perlu membekali dengan pengetahuan-pengetahuan yang menjadi benteng bagi anak terutama ketika berhadapan dengan pandangan-pandangan yang keliru dari lingkungannya sehingga anak tidak mudah terjerumus pada perilaku yang merugikan. Adapun informasi atau pengetahuan yang perlu diberikan terutama pada anak menjelang remaja adalah pendidikan seks, kesehatan reproduksi, tentang narkoba serta tentu saja pemahaman nilai-nilai agama

KEPRIBADIAN ANTI SOSIAL Pada awalnya para ahli tidak menggolongkan perilaku antisosial sebagai bentuk dari gangguan mental, hal ini karena mereka tidak melihat adanya simptom-simtom yang mengarah ke hal tersebut. Satu hal yang bersifat paradoksal dalam psikopatologi adalah bahwa beberapa orang yang mengalami ini secara intelektual adalah normal namun disegi lain memiliki kepribadian yang abnormal. Lama, kondisi paradoks ini sulit dijelaskan. Hal tersebut diterima tanpa adanya pertanyaan selain cukup dipahami bahwa adanya disintegrasi dari penyebab dan intelektual yang menghasilkan gangguan mental. Banyak mereka yang antisosial tidak menunjukan simtom umum gangguan mental seperti disorientasi, gangguan berpikir, gangguan persepsi dan bentuk lain dari perilaku patologis. Philippe Pinel pada akhir abad-18 menggambarkan bahwa orang-orang yang destruktif dan agresif tidak memiliki simptom umum seperti orang yang terganggu mentalnya. Pada awal abad-19, orang-orang antisosial digambarkan sebagai orang yang tidak bermoral. Mereka disebut moral imbesil. Secara bertahap kondisi ini digambarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada akhir abad-19, istilah psikopat mulai digunakan untuk mereka yang berperilaku antisosial. Pada saat panduan diagnostok dari American Psychiatric Association dipublikasikan pada awal tahun 1950-an psikopat dan sosiopat diperkenalkan sebagai komponen stress dan sosiokultural dari perilaku dan mengurangi peran teori konstitusional yang pada awalnya mendominasi penelahaan tentang masalah ini. Saat edisi kedua dari panduan ini diterbitkan tahun 1968 istilah mulai ditinggalkan dan munculah istilah antisosial personality. Secara virtual sulit untuk memperkirakan kasus antisosial personality di dalam masyarakat. Hanya sedikit dari mereka yang dirawat dipusat rehabilitasi mental. Dalam kenyataannya banyak rumah sakit yang secara terang-terangan menolak mereka dengan alasan bahwa institusi tersebut tidak diperuntukkan bagi mereka. Sejumlah besar pria dan wanita dengan kepribadian antisosial menemukan cara sendiri untuk mengatasi permasalahannya, namun disisi lain sangat sedikit upaya untuk menangani mereka yang berperilaku kriminal. Sejumlah orang antisosial lainnya tetap tinggal di lingkungannya sehingga dapat mempengaruhi keluarga maupun teman-temannya. Kepribadian antisosial adalah salah satu dari sedikit kelompok diagnostik yang dapat dipahami dalam psikologi abnormal. Ada beberapa ketidaksepakatan yang terjadi diantara para ahli dalam melihat kasus antisosial. Beberapa ahli menyebutkan mereka yang

tergolong kelompok ini adalah para alkoholik, pemakai narkoba, seks menyimpang, beberapa ahli lain tidak sepakat dengan hal ini. Namun, saat mereka dirawat mereka tidak dapat dibedakan dengan mereka yang antisosial, inilah letak kesulitannya. Untuk itu masih terus diupayakan untuk mencari pijakan fisiologis untuk menjelaskan masalah ini. Kunci dari diagnosa antisosial bukan diarahkan pada kondisi perilaku tetapi lebih kearah karakteristik seseorang. Kesulitan dalam membedakan orang yang antisosial adalah saat fakta-fakta menunjukan bahwa orang-orang dengan ciri-ciri bermasalah tadi adalah mereka yang terlibat dengan kegiatan antisosial.Hal ini menjadi alasan bahwa studi tentang kepribadian antisosial harus ditinjau dari berbagai sudut pandang.Hal ini bisa dimulai dengan mengkaji mereka yang memiliki ciri perilaku antisosial dari populasi para pelaku kriminal. Hasil studi tadi boleh jadi akan membantu memahami ciri klinis dari kepribadian antisosial. Berdasarkan telaahan yang tersebut di atas, kepribadian antisosial setidaknya menunjukan 5 ciri kepribadian, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.

Ketidakmampuan Emosi Tidak

belajar atau mengambil manfaat dari pengalaman. bersifat superficial, tidak alami. Irresponsibility/tidak bertanggungjawab. memiliki hati nurani, tegaan. Impulsiveness.

Lebih jauh kepribadian antisosial seharusnya tidak dikaitkan dengan kategori diagnostik seperti retardasi mental, gangguan otak, psikosis, neurosis atao situasi maladjustment lainnya (Ziskind, 1973). Artinya saat kepribadian antisosial dijelaskan dalam istilah psikologis seperti itu, maka diagnosa tentang antisosial hanya dapat dilakukan bila kondisikondisi lain yang menyertai salah satu diagnostik tadi muncul didalamnya. Pada dasarnya seorang yang memiliki kepribadian antisosial tidak mampu untuk bersikap hangat dan membina relasi interpersonal yang baik. Mereka tidak mampu membina persahabatan atas dasar rasa percaya dan afeksi. Pada saat pendapat atau sikap orang yang antisosial tidak diterima mereka dapat menjadi berbahaya dan mungkin akan melakukan kekerasan. Karena mereka tidak memiliki nurani, mereka mampu berperilaku ekstrim seperti agresif, brutal, atau tingkah laku lain yang menyakiti. Banyak mereka yang tidak peduli dengan orang lain disebut antisosial. Mayoritas kriminal dan delikuen bertindak impulsif atau berusaha untuk mencapai keuntungan secara finansial, status personal dengan cara yang tidak wajar. Orang yang sadar dengan kesalahan yang mereka lakukan biasanya mengalami rasa cemas, atau rasa bersalah. Sedangkan orang antisosial tidak merasa bersalah dan cemas kalaupun ada hanya verbalisasi saja. Dalam banyak orang antisosial melakukan kesalahan karena ia memperoleh reward dari perbuatannya. Pengulangan dari reward dan reinforcement dalam jangka waktu panjang membentuk perliku delikuen dan kriminal.

Kepribadian antisosial juga belajar dari perilaku antisosial mereka yang diberi reward oleh lingkungan. Bagaimanapun tipe pribadi seperti ini akan menjadi malaadaptif setelah diberikan hukuman secara berulang. Hal penting adalah individu yang didiagnosa sebagai antisosial akan mengembangkan perilaku maladaptif dalam kehidupan sosialnya. Orangorang seperti ini tidak segang-segan mencuri harta orang tuanya atau anggota keluarga yang lain, menipu orang lain agar menolong dirinya dan hal ini dilakukan tanpa ada rasa penyesalan. Tindakan seperti ini bukan merupakan karakteristik umumnya kriminal (kadang-kadang kriminal juga memiliki rasa penyesalan).

Pola perilaku antisosial yang dipelajari menunjukan bahwa orang-orang antisosial terbentuk karena beberapa kombinasi dari perilaku yang tidak begitu jelas penyebabnya. Satu asumsi adalah merupakan pandangan tradisional yaitu antisosial terjadi karena adanya kerusakan genetik atau konstitusional. Beberapa studi yang dilakukan terhadap anak kembar dan anakanak yang diadopsi menunjukan hal ini. Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan dan hal yang penting bukan terletak pada proses pembelajaran perilaku antisosial namun lebih kepada kegagalan untuk belajar secara tepat mengenai moral dan etika dalam kehidupan awal mereka. Kegagalan ditahap awal kehidupan ini (kanak-kanak) akan menjelaskan mengapa perilaku delikuen dan kriminal dapat terus berkembang. Hal ini juga mungkin terjadi karena adanya distorsi sikap dan terkait dengan pengalaman masa lalu dimana mereka pernah menjadi korban dari orang-orang yang sebetulnya begitu dekat dengan diri mereka (disia-siakan, disakiti)

Faktor Eksternal Hasil penelitian para psikolog perkembangan seperti Jean Piaget, Erik Erikson, Jerome Bruner, dan lain-lain, membenarkan, anak-anak mengalami internalisasi nilai-nilai dengan pertama-tama mengalami struktur eksternal. Ringkasnya, bocah cilik lebih mudah meniru. Sehingga kalau Anda ingin agar dia berbuat baik, maka berilah contoh. Teladan. Bukan cuma teori. Dalam iklan tadi misalnya, keinginan berkorban menggelegak dalam jiwa si anak setelah menyaksikan imbauan yang menggugah di layer teve, diikuti teladan berkorban (Rp 2 Milyar). Jadi, klop antara teori dan praktik. Yang tidak dijelaskan dalam iklan tadi adalah, proses panjang yang membuat seorang anak memiliki empati sosial sedemikian tinggi. Proses ini terutama sekali tergantung pada pendidikan yang diperolehnya dari orangtua si anak. Anak yang dilahirkan dalam keluarga miskin, seperti yang tampak dari tayangan iklan berkorban Extra Joss, memang lebih mudah berempati pada penderitaan orang lain. Sama halnya orangtua yang melarat, tidak ingin anak-anaknya mengikuti jejak kemelaratannya. ”Jika kita sendiri mengalami masa-masa sulit, kita ingin memastikan anak-anak kita tidak mengalaminya pula,” tutur John dan Linda Friel dalam The 7 Worst Things Good Parents Do. Tapi, pengalaman pribadi itu hanya salah satu faktor penumbuh empati anak. Bocah-bocah dari keluarga dengan strata sosial-ekonomi lebih tinggi pun, memiliki kesempatan untuk menjadi anak yang peduli sesama. Meskipun memang lebih berat mendidiknya, karena Anda harus bersaing keras misalnya dengan televisi. Kartun Anti-sosial Semua orang tahu, nyaris tidak ada tayangan teve yang tidak mengajarkan sikap anti-sosial. Menertawakan orang gendut atau cacat, meledek penderitaan orang, obral umpatan, dan sebagainya. Menurut penelitian Sri Andayani (1997) terhadap beberapa film kartun Jepang, seperti Sailor Moon, Dragon Ball, dan Magic Knight Ray Earth, muatan cerita kepahlawanan dalam film-film ini justru lebih banyak mengandung adegan anti-sosial (58,4%) daripada adegan pro-sosial (41,6%). Studi ini menemukan bahwa katagori perlakuan antisosial yang paling sering muncul berturut-turut adalah berkata kasar (38,56%), mencelakakan (28,46%), dan pengejekan (11,44%). Sementara itu katagori prososial, perilaku yang kerapkali muncul adalah kehangatan (17,16%), kesopanan (16,05%), empati (13,43%), dan nasihat 13,06%).

Temuan tersebut sejalan dengan temuan YLKI, yang juga mencatat bahwa film kartun bertemakan kepahlawanan lebih banyak menampilkan adegan anti-sosial (63,51%) dari pada adegan pro-sosial (36,49%). Dongeng Tolong dicatat, dongeng dan puisi adalah salah satu sarana baik dalam mengasah pertumbuhan kecerdasan emosi atau empati anak. ”Saya sering mendongeng dan membaca puisi di depan anak-anak. Dengan cara itu, saya ingin melatih kepekaan mereka,” ungkap Ratih Sanggarwati sebuah seminar pendidikan anak di YPM Salman ITB. Dongeng terbaik bagi perkembangan empati anak-anak, menurut Ratih Sang, adalah kisahkisah kehidupan Rasulullaah saw dan para sahabatnya. Misalnya, perilaku Rasulullaah saw. yang rendah hati, pemaaf, sopan santun, adil, pemurah, bijaksana, penyabar, penolong, dan sifat-sifat baik lainnya, itu layak didongengkan kepada anak agar dicontoh. Dengan begitu, informasi perilaku positif itu akan tertanam pada benak anak sehingga pada gilirannya kelak membentuk karakter. ”Tentunya dalam tataran ini, orangtua harus pula memberi keteladanan. Jangan sampai kita mendongeng perlunya bersikap jujur, tetapi orang tua mengajarkan ketidakjujuran,” tandas Ratih. Ya, sejak kecil bangsa ini sudah menelan ajaran rela berkorban melalui penataran P-4 dan Pramuka. Tapi karena miskin teladan, Harry Roesli pun bersenandung: ”Garuda Pancasila, aku lelah mendukungmu. Sejak proklamasi, selalu berkorban untukmu….’’ Tips Menumbuhkan Empati Anak •

Perhatikan dan Ekspresikan Perasaan Anak Lain. Ajak anak-anak jalan-jalan ke alam nyata seperti pasar, sawah, dan pinggiran kota. Tunjukkan perjuangan bocahbocah yang harus berkelahi dengan waktu, seperti penjaja koran, penyemir sepatu, peminta-minta. Katakan pada buah hati Anda, ”Masya Allah, lihat anak yang sedang mendorong gerobak sampah itu. Ia tentu lelah sekali. Wajahnya sampai memerah terpanggang matahari. Kalau mampu, dia pasti ingin sekolah seperti kamu.”

Ungkapkan Perasaan Empati Anda pada Orang Lain. Kalau perlu menagislah di depan anak-anak, lalu ceritakan bahwa Anda sedang sedih karena teman Anda kehilangan salah satu anaknya. Selain untuk mengajarkan simpati, cara ini juga mengajak anak mengenali ekspresi kehidupan. •

Seandainya Aku Jadi Dia. Ini lebih dari sekadar mengungkapkan perasaan orang lain. Anda memposisikan buah hati Anda sebagai anak lain yang sedang menderita. Katakan misalnya, ”Coba lihat betapa sedihnya anak itu kehilangan mainan, seperti kamu kemarin menangis karena bonekamu terselip di lemari.” Praktik Ringan Tangan. Berikan receh pada anak untuk dimasukkan ke kotak amal di masjid, atau diberikan pada pengamen atau pengemis. Namun ingat, bila Anda membantu tetangga atau saudara, jangan sampai anak-anak Anda dan anak-anak dia menyaksikannya. Ini untuk mencegah anak-anak Anda meledek atau merendehkan anak-anak orang tersebut.



Ceritakan kisah teladan. Antarkan tidur anak dengan kisah-kisah teladan Rasulullah Saw, sahabat, dan orang-orang saleh dalam berkorban dan peduli. Mudah-mudahan kisah ini membekas dalam memorinya, hingga terbawa mimpi. (www.baitijannati. wordpress. com)

Gangguan Kepribadian Antisosial DEFINISI

Orang dengan kepribadian antisosial (dulu disebut psikopat atau kepribadian sosiopatik), sering kali pria, menunjukkan acuh tak acuh dan acuh tidak punya perasaan terhadap hak dan perasaan orang lain. Mereka mengeksploitasi orang lain untuk mendapatkan materi atau kepuasan pribadi (tidak seperti penderita narsistik yang berpikir mereka lebih baik daripada orang lain). Secara karakteristik seperti orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka menangani rasa frustasi dengan buruk, dan seringkali bermusuhan atau kasar. Meskipun masalah atau bahaya mereka yang menyebabkan dengan sikap antisosialnya, mereka menyalahkan orang lain. Tidak jujur dan menipu meliputi hubungan mereka. Rasa frustasi dan hukuman jarang membuat mereka merubah prilakunya. DIAGNOSA

Dokter mendasarkan diagnosa suatu gangguan kepribadian pada penampilan orang dan terhadap pemikiran yang salah atau pola prilaku. Pola tersebut cenderung menjadi jelas karena penderita dengan keras kepala melawan untuk berubah walaupun tidak dapat beradaptasi karenanya. Selain itu, dokter kemungkian besar memperhatikan ketidaktepatan penderita menjalankan mekanisme yang ada, sering disebut mekanisme pertahanan. Saat setiap orang bingung menggunakan mekanisme pertahanan penderita dengan gangguan kepribadian menggunakannya dengan cara lengkap atau belum lengkap. PENGOBATAN

Meskipun perbedaan pengobatan berdasarkan jenis gangguan kepribadian, beberapa prinsip umum dapat digunakan untuk semuanya. Karena hampir semua orang dengan gangguan kepribadian tidak melihat perlunya terapi, motivasi seringkali datangnya dari orang lain. Namun demikian, penderita dapat merespon mendukung tetapi penuh dengan konfrontasi terhadap akibat dari pemikiran dan pola prilaku mereka yang tidak tepat. Hal ini biasanya efektif bila datangnya dari teman sebaya atau psikoterapis. Terapis berulang-ulang menunjukkan konsekwensi yang tidak diinginkan karena pola pikir dan prilaku penderita, kadang-kadang membuat batas tingkah laku, dan berulang-ulang mengkonfrontasi penderita dengan kenyataan yang ada. Keterlibatan keluarga penderita sangat membantu dan sering penting, dorongan dari keompok dapat efektif juga. Pengobatan kelompok dan keluarga, kelompok tinggal dalam area yang dibuat, dan partisipasi dalam kelompok sosial terapetik atau dalam kelompok itu sendiri dapat menjadi hal yang berharga dalam pengobatan. Orang dengan gangguan kepribadian terkadang mengalami kecemasan dan depresi, sehingga mereka berharap dapat disembuhkan dengan obat. Namun demikian, kecemasan dan depresi karena gangguan kepribadian jarang disebutkan secara memuaskan oleh obat, dan gejala tersebut tampak pada orang yang menjalankan beberapa pemeriksaan kesehatan. Lagi pula, terapi obat seringkali tercampur aduk dengan penyalahgunaan obat atau percobaan bunuh diri. Jika orang memiliki gangguan kepribadian lainnya, seperti depresi mayor, fobia, atau gangguan panik, penggunaan obat adalah tepat, meskipun mereka kemungkinan besar akan memberikan kesembuhan yang terbatas.

Perubahan kepribadian memakan waktu yang lama. Tidak ada pengobatan yang singkat dapat berhasil menyembuhkan gangguan kepribadian, tetapi perubahan tertentu mungkin terjadi lebih cepat dibanding yang lain. Sembrono, isolasi sosial, kurang tegas atau kemarahan yang meledak dapat merespon pada terapi modifikasi prilaku. Namun demikian, psikoterapi jangka panjang (terapi wicara), dimaksudkan untuk membantu penderita mengerti penyebab kecemasan dan mengenal prilakunya yang tidak pantas, sebagai landasan untuk pengobatan lainnya. Terkadang gangguan kepribadian, seperti narsis atau obsesif kompulsif dapat diobati dengan baik dengan psikoanalisi. Yang lain seperti jenis antisosial atau paranod jarang cocok untuk segala terapi. •

Penutup Tidak ada negara yang tidak menginginkan adanya ketertiban tatanan di dalam masyarakat. Setiap negara mendambakan adanya ketenteraman dan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat, yang sekarang lebih populer disebut "stabilitas nasional'. Kepentingan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, karena selalu terancam oleh bahayabahaya disekelilingnya, memerlukan perlindungan dan harus dilindungi. Kepentingan manusia akan terlindungi apabila masyarakatnya tertib dan masyarakatnya akan tertib apabila terdapat keseimbangan tatanan di dalam masyarakat. Setiap saat keseimbangan tatanan dalam masyarakat dapat terganggu oleh bahaya-bahaya disekelilingnya.

Masyarakat berkepentingan bahwa keseimbangan yang terganggu itu dipulihkan kembali. Salah satu unsur untuk menciptakan atau memulihkan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat adalah penegakan hukum atau peradilan yang bebas/mandiri, adil dan konsisten dalam melaksanakan atau menerapkan peraturan hukum yang ada dan dalam menghadapi pelanggaran hukum, oleh suatu badan yang mandiri, yaitu pengadilan. Bebas/mandiri dalam mengadili dan bebas/mandiri dari campur tangan pihak ekstra yudisiil. Kebebasan pengadilan, hakim atau peradilan merupakan asas universal yang terdapat di mana-mana. Kebebasan peradilan merupakan dambaan setiap bangsa atau negara. Di mana- mana pada dasarnya dikenal asas kebebasan peradilan, hanya isi atau nilai kebebasannya yang berbeda. Isi atau nilai kebebasan peradilan di negara-negara Eropa Tirnur dengan Amerika berbeda, isi dan nilai kebebasan peradilan di Belanda dengan di Indonesia tidak sama, walaupun, semuanya mengenal asas kebebasan peradilan; tidak ada negara yang rela dikatakan bahwa negaranya tidak mengenal kebebasan peradilan atau tidak ada kebebasan peradilan di negaranya. Tidak ada bedanya dengan pengertian hak asasi manusia, yang sekarang sedang banyak disoroti; hak asasi bersifat universal, sernua negara "mengklaim"menghormati hak-hak asasi manusia, tetapi nilai dan pelaksanaannya berbeda satu sama lain (Masyhur Effendi 1994) Adil, tidak hanya bagi pencari keadilan saja tetapi juga bagi masyarakat, tidak memihak, objektif, tidak a priori serta konsisten, ajeg dalarn memutuskan, dalarn arti perkara yang sarna (serupa, sejenis) harus diputus sarna (serupa, sejenis) pula. Tidak ada dua perkara yang sama. Setiap perkara harus ditangani secara individual ("to each his own'), secara kasuistis dengan mengingat bahwa motivasi, situasi, kondisi dan waktu terjadinya tidak sama. Akan tetapi kalau ada dua perkara yang sejenis atau serupa maka harus diputus sejenis atau serupa pula. Ini merupakan "postulaat keadilan": perkara yang serupa diputus sama )Nieuwenhuis dalam Themis, 1976/6. Kalau perkara yang serupa diputus berbeda maka akan dipertanyakan: dimanakah kepastian hukumnya, apa yang lalu dapat dijadikan pegangan bagi para pencari keadilan, dimana keadilannya? Negara dan bangsa Indonesia pun menghendaki adanya tatanan masyarakat yang tertib, tenteram, damai dan seimbang, sehingga setiap konflik, sengketa atau pelanggaran diharapkan untuk dipecahkan atau diselesaikan: hukum harus ditegakkan, setiap pelanggaran hukum harus secara konsisten ditindak, dikenai sanksi. Kalau setiap pelanggaran hukum ditindak secara konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai, karena ada jaminan kepastian hukum. Untuk itu diperlukan peradilan, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, fungsi mana dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah " eigenrichting" (Sudikno Mertokusumo)

Walhasil, sistem hukum dan peradilan sekular yang saat ini diterapkan sudah tidak bisa dipertahankan lagi, karena kerusakannya bukan hanya terletak pada kebobrokan moral aparat, akan tetapi dari kerusakan asas/landasannya yang pasti akan berbuah sistem dan aturan yang rusak pula. Wallahu A’lam.

Kesimpulan

Setiap manusia mendambakan keadilan sebab keadilan dapat mewujudkan keamanan, ketertiban, kesejahteraan bagi kehidupan masyarakat.Demi terwujudnya keadilan pemerintah telah membentuk Lembaga Peradilan.Di Indonesia meliputi peradilan sipil, peradila militr, peradilan agama atau peradilan Tata Usaha Negara. Lembaga peradilan yang merupakan tempat berlangsungnya proses perkara atau memutuskan perkara disebut pengadilan.Pengadilan berwenang untuk memutuskan suatu perkara baik perkara perdata atau perkara pidana yang wajib dipatuhi semua pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Keputusan Pengadilan memang mempuyai kekuatan hukum yang mengikat dan memaksa berarti semua pihak wajib mematuhi dan jika dilanggar akan di beri sanksi atau aparat hukum akan mengambil tindakan tegas. Setia warga negara sebagai subjek hukum hendaknya memahami bagaimana proses perkara di dalam pengadilan.sebagai siswa hendaknya memahami proses perkara dan mampu mendemontrasikan proses perkara tersebut.Dengan memahami proses perkara di dalam pengadilan akan lebih menambah wawasan tentang pengetahuan sehingga perilaku dalam kehidupanya akan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Saran saran Dengan ini penulis mengharapkan agar pembaca dan menyampaikan aspirasi serta inspirasinya kepada saya dengan memberikan saran dan kritik yang konstiruktif,maka kami akan menerimanya dengan tangan terbuka.Sekian dan terima kasih…..

Daftar Pustaka Sumber : Tabloid Suara Islam, Edisi 12 •

(www.baitijannati. wordpress. com)