MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SOL (SPACE OCCUPYING LESSION)
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 ARNI NURHIDAYAH
1711165788
HENDRA Y CIPTA
1711165782
INSANI ADILA NURTON
1711165873
MUTIA SARI
1711165714
NURHAMIDAH
1711165822
RAHMADANI FITRIA
1711165785
RAIS SHOLEH
1711165781
R. MEIDA WANTI
1711165786
SANTI DESMA SARI
1711165865
TRI MAI RIZKI
1711165653
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kelompok panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan SOL (Space Occupying Lession)” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun terhadap kekurangan dalam makalah dari semua pihak agar selanjutnya kami sebagai kelompok dapat memberikan makalah yang baik dan sempurna. Akhir kata kami sampaikan semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Ilmu Keperawatan.
Pekanbaru,
Desember 2017
Kelompok 1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya. Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab kematian karena kanker, dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari tempat-tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat tetapi jejas metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal dan kulit (melanoma). Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis) dan merupakan supratentorial (terletak diatas penutup cerebellum). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan intra kranial ( PTIK ) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kelompok akan membuat makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan SOL”.
B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan SOL? C. TUJUAN 1) Tujuan Umum Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami materi mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan SOL. 2) Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui definisi SOL b) Untuk mengetahui etiologi SOL c) Untuk mengetahui klasifikasi SOL d) Untuk mengetahui manifestasi klinis SOL e) Untuk mengetahui patofisiologi SOL f) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik SOL g) Untuk mengetahui WOC SOL h) Untuk mengetahui komplikasi SOL i) Untuk mengetahui penatalaksanaan SOL j) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan SOL
BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial ( Long C , 1996 : 130). Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak (Lombardo, Mary caster 2005: 1183). Sebuah tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakarnial yang menempati ruang didalam tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan. Neoplasma terjadi akibat dari kompresi dan infiltrasi jaringan. (Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth, 2001, Jakarta : EGC. Hal: 2167). Akibat perubahan fisik bervariasi, yang menyebabkan beberapa atau semua kejadian patofisiologis sebagai berikut : 1. Peningkatan tekanan intrakranial dan edema cerebral 2. Aktivitas kejang dan tanda-tanda neurologis fokal 3. Hidrosefalus 4. Gangguan fungsi hipofisis
B. ETIOLOGI Penyebab hingga saat ini belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang telah dilakukan. Adapun factor yang perlu ditinjau, yaitu : 1. Herediter Riwayat tumor otak dalam satu keluarga jarang ditemukan kecuali meningiana, astrositoma, dan neurofibroma dapat ditemui pada anggota sekeluarga.
2. Sisa-sisa sel embrional Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegritas dalam tubuh. Tapi, ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan disekitarnya. 3. Radiasi Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat menjalani perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. 4. Virus Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat. 5. Substansi karsinogenik Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama, dan luas dilakukan. Kini telah
didapatkan
bahwa
ada
substansi
yang
karsinogenik
seperti
methylcholantone, mytroso, ethyl urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
C. KLASIFIKASI 1. Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi : a. Jinak 1) Acoustic neuroma 2) Meningioma 3) Pituitary adenoma 4) Astrocytoma ( grade I ) b. Malignant 1) Astrocytoma ( grade 2,3,4 ) 2) Oligodendroglioma 3) Apendymoma 2. Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi : a. Tumor intradural 1) Ekstramedular
2) Cleurofibroma 3) Meningioma intramedural 4) Apendimoma 5) Astrocytoma 6) Oligodendroglioma 7) Hemangioblastoma b. Tumor ekstradural Merupakan metastase dari lesi primer.
D. MANIFESTASI KLINIS Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi : 1. Lobus frontal a. Menimbulkan gejala perubahan kepribadian b. Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal c. Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia d. Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy e. Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia 2. Lobus parietal a.
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
b.
Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis
menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal a. Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi b. Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese c. Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism. 4. Lobus oksipital a. Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan b. Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III a. Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran 6. Tumor di cerebello pontin angie a. Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma b. Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran c. Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel 7. Tumor Hipotalamus a. Menyebabkan gejala TIK akibat oklusi dari foramen Monroe b. Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan 8. Tumor di cerebelum a. Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi disertai dengan papil udem b. Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal 9. Tumor fosa posterior a. Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma
E. PATOFISIOLOGI Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia, infiltrasi leukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction atau dinding kista berisi pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis ( long, 1996 : 193 ). Terjadi proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervus ( CNS ). Sel ini akan terus berkembang mendesak
jaringan otak yang sehat disekitarnya mengakibatkan terjadi gangguan neurologis ( Gangguan Fokal Akibat Tumor Dan Peningkatan TIK ). Tumor – tumor otak primer menunjukkan kira – kira 20 % dari penyebab semua kematian kanker. Tumor – tumor otak jarang bermetastase keotak , biasanya dari paru – paru, payudara, cairan glastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal, dan kulit ( melanoma ). Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade ke 5, 6, 7 dengan tingginya insiden pada pria usia dewasa tumr otak banyak dimulai dari sel gelia (sel untuk mebuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis) dan merupakan supratentorial (Terletak Diatas Penutup Cerebellum) jelasnya neoplastik dalam palastik menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan atau adanya peningkatan TIK. F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. CT Scan Memberikan informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor dan meluasnya edema serebral serta memberik informasi tentang sistem vaskuler. 2. MRI Membantu dalam mendeteksi tumor di batang otak dan daerah hipofisis, dimana tulang mengganggu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan. 3. Biopsi Stereotaktik Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis. 4. Angiografi Memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor. 5. EEG Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang. G. KOMPLIKASI 1. Gangguan fungsi neurologis 2. Gangguan kognitif 3. Gangguan tidur dan mood
4. Disfungsi seksual
H. PENATALAKSAAN Sasaran penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan abses. Abses otak diobati dengan terapi terapi anti mikroba dan irisan pembedahan atau aspirasi. Pengobatan antimikroba diberikan untuk menghilangkan organisme sebagai penyebab atau menurunkan perkembangan virus. Dosis besar melalui IV biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak dan abses otak. Terapi diteruskan pada pasca operasi. Kortikosteroid dapat diberikan untuk menolong menurunkan radang edema serebral jika pasien memperlihatkan adanya peningkatan defisit neurologis. Obat-obatan anti konvulsan (fenitoin, fenobarbital) dapat diberikan sebagai profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abses yang luas dapat diobati dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui pengamatan dengan CT. 1. Terapi Steroid Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek langsung terhadap tumor. 2. Pembedahan Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan untuk mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor tertentu yang tidak dapat direseksi. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor otak yakni: diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan pra bedah yang lengkap, teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan dan keterampilan dalam pengangkatan tumor, serta perawatan pasca bedah yang baik, Berbagai cara dan teknik operasi dengan menggunakan kemajuan teknologi seperti mikroskop, sinar laser, ultrasound aspirator, bipolar coagulator, realtime ultrasound yang membantu ahli bedah saraf mengeluarkan massa tumor otak dengan aman. 3. Radioterapi Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total sebesar 5000-6000 cGy tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari radioterapi hiperfraksi ini didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal lebih mampu memperbaiki kerusakan subletal dibandingkan sel-sel tumor dengan dosis
tersebut. Radioterapi akan lebih efisien jika dikombinasikan dengan kemoterapi intensif. 4. Kemoterapi Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-tumor tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif. 5. Hormoterapy 6. Immunoterapy 7. Terapi rehabilitasi
I. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Anamnesis 1) Identitas klien : usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes, dst. 2) Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran. 3) Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal. 4) Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit). b. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum 2) Pola fungsi kesehatan 3) Aktivitas / istirahat Gejala : malaise Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter. 4) Sirkulasi Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis Tanda : TD : meningkat, N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
5) Eliminasi Gejala : Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi. 6) Nutrisi Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut) Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering. 7) Hygiene Gejala : Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode akut). 8) Neurosensori Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan. Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang umum lokal. 9) Nyeri / kenyamanan Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung kaku. Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh. 10) Pernapasan Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah 11) Keamanan Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala. 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel b. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK c.
kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
d. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil) e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
3. Intervensi a. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali normal dengan KH : 1) TTV normal 2) Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit 3) Gelisah hilang 4) Ingatanya kembali seperti sebelum sakit Intervensi : 1) Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya seperti GCS 2) Pantau frekuensi dan irama jantung 3) Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan selimut dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam 4) Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit dan keadaan membrane mukosa 5) Gunakan selimut hipotermia 6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti steroid, klorpomasin, asetaminofen b. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan KH : 1) Nyeri hilang 2) Pasien tenang 3) Tidak terjadi mual muntah 4) Pasien dapat beristirahat dengan tenang Intervensi : 1) Berikan lingkungan yang tenang 2) Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien 3) Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata 4) Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman 5) Berikan ROM aktif/pasif 6) Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung yang tidak ada demam
7) Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai indikasi c. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan pasien menjadi adekuat dengan KH : 1) Mual muntah hilang 2) Napsu makan meningkat 3) BB kembali seperti sebelum sakit Intervensi : 1) Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan 2) Beri makanan dalam jumlah kecil dan sering 3) Timbang berat badan 4) Kolaborasi dengan ahli gizi d. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil) Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal. KH : 1) Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit, mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus. Intervensi : 1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi. 2) Kaji
derajat
imobilitas
pasien
dengan
menggunakan
skala
ketergantungan (0 – 4) 3) Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien kembali normal dengan KH : 1) Pasien dapat melihat dengan jelas Intervensi : 1) Pastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu
2) Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan 3) Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakikan aktivitas 4) Rujuk pada ahli fisioterapi
WOC
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN Tumor otak bisa mengenai segala usia. Tapi umumnya pada usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita. Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial, mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya. Tumor otak menunjukkan manifestasi klinik yang tersebar. Tumor ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) serta tanda dan gejala lokal sebagai akibat dari tumor yang menggangu bagian spesifik dari otak. Gejala yang biasanya banyak terjadi akibat tekanan ini adalah sakit kepala, muntah, papiledema (edema saraf optik), perubahan kepribadian dan adanya variasi penurunan fokal motorik, sensori dan disfiungsi saraf kranial. B. SARAN Diharapkan perawat dapat menerapkan pengetahuan mereka tentang penyakit tumot otak ini untuk diterapkan di tempat mereka bekerja. Dan juga diharapkan pula perawat dapat menerapkan konsep asuhan keperawatan pada pasien tumor otak dengan semaksimal mungkin. Dengan tujuan agar pasien – pasien pengidap penyakit tumor otak ini dapat segera sembuh dan dapat menjalankan aktivitasnya kembali seperti saat sebelum sakit.
DAFTAR PUSTAKA Doenges . EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC. Long Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah, suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung : Yayasan IADK. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses – Proses PenyakitEdisi 6 Vol. 2. Jakarta : EGC. Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. dr. H. Mohamad Isa. Perawatan Penyakit Dalam & Bedah. Pusat Pendidikan Pegawai Departemen Kesehatan R.I. : Jakarta. Muttaqin Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan Jakarta: Salemba Medika. Oswari E. 1989. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : Gramedia.