Nama : Andi Alfiani Nim : G012182005 SOAL: MK BUDIDAYA TANAMAN PANGAN ALTERNATIF 1. Dikenal istilah pangan pokok dan pangan alternatif. Jelaskan mengapa dikenal
2.
3.
4.
5.
6.
7.
istilah-istilah tersebut dan jelaskan pula dasar-dasar pengelompokkannya dan bagaimana tanggapan anda. (10) Pilih salah satu jenis tanaman pangan alternatif yang telah dipelajari. Jelaskan faktor-faktor apa sajakah yang dapat menjadi pertimbangan pemilihan anda untuk dikembangkan. Buatkan program-program strategis dalam upaya pengembangannya. (15) Pemenuhan kecukupan pangan penduduk merupakan program pertama dan utama pemerintah yang selalu harus diupayakan dan didukung. Namun, hingga sekarang masih berkembang pemahaman di masyarakat tentang istilah kalau belum makan nasi maka dikatakan belum makan. Jelaskan tentang istilah kecukupan pangan yang dimaksud dan jelaskan pula upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk merubah pemahaman yang masih berkembang tersebut. (15) Bahan tanam bermutu (benih/bibit bermutu) merupakan faktor yang sangat penting dan tidak dapat digantikan dengan input produksi yang lainnya. Jelaskan mengapa demikian dan jelaskan pula manfaat utama dari penggunaan benih/bibit bermutu dan persyaratan-persyaratan apa saja yang harus dipenuhi. (15) Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan pengelolaan tanaman yang bertujuan untuk mendapatkan produksi yang tinggi dengan penerapan prinsipprinsip pertanian berkelanjutan. Kendala-kendala apa saja yang ditemui jika PTT tersebut diterapkan pada tanaman pangan alternatif, jelaskan. (15) Hasil tanaman yang bernilai ekonomi, ada yang berada di dalam tanah dan ada pula yang berada di atas permukaan tanah. Untuk mencapai produksi yang tinggi di antara keduanya, adakah perbedaan-perbedaan prinsip terkait dengan teknologi budidayanya. Jelaskan. (15) Buatlah secara ringkas buku saku terkait dengan tahapan budidaya tanaman uwi yang baik. (15) JAWABAN :
1.
Dikenal istilah pangan pokok dan pangan alternatif. Istilah-istilah tersebut dikenal karna banyaknya tantangan pembaungan pertanian yang muncul yang meliputi: a. Perubahan iklim ; mengakibatkan gagal panen yang akan berakibat kelangkaan/ krisis pangan b. Kondisi perekonomian global ; 1. Terjadi pelemahan nilai tukar rupiah, harga produk dan biaya produksi menjadi lebih mahal 2. Krisis ekonomi berdampak pada pelemahan ekspor c. Gejolak harga pangan global ; harga pangan yang berfluktuasi akibat perubahan iklim sehingga harga pangan menjadi mahal d. Bencana alam ; kemampuan dan ketersedian pangan terganggu
e. Peningkatan jumlah penduduk ; melebihi kapasitas lahan yang tersedia f. Aspek dirstribusi ; mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan, diperlukan aksebilitas dan sarana transportasi yang lebih efisien g. Laju urbanisasi ; yang tinggi, sehingga generasi muda cenderung meninggalkan perdesaan/pertanian. Sektor pertanian menjadi kurang diminati generasi penerus. Oleh karena itu, muncunya pangan alternatif menjadi salah satu solusi dari permasalahan-permasalahan diatas. Dasar- dasar pengelompokannya meliputi : 1) Komoditi utama dan unggulan nasional, yaitu padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Komoditi ini merupakan komoditi utama dan unggulan bagi kebutuhan pangan pokok nasional. Tanaman sumber pangan adalah tanaman yag mengandung sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupannya. Berbagai contoh tanaman yang menjadi sumber pangan adalah padi-padian, akar-akaran, umbi-umbian dan pangan berpati, kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak, sayur-sayuran, buah-buahan, pangan hewani, lemak dan minyak, gula dan sirop (Harper et al., 1986). 2) Komoditi alternatif/unggulan daerah (lokal). Komoditi ini sebagai substitusi maupun komplemen dari komoditas utama dan unggulan nasional. Pangan alternatif yang dimaksud disini adalah tanaman pangan yang dapat dijadikan komoditas pangan pengganti pangan pokok. Beberapa tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman pangan alternatif adalah sorgum, ubi-ubian, jawawut, hanjeli, soba, talas, garut, gembili, gandum dan lain-lain. Tanggapan saya mengenai tanaman pangan dan alternatif ini yakni diketahui bahwa dalam beberapa tahun terakhir produksi padi sebagai bahan pangan utama di Indonesia mengalami stagnasi bahkan cenderung menurun. Hal ini tentu tidak sejalan dengan kondisi jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat yang berdampak pada peningkatan jumlah konsumsi masyarakat. Sekitar tiga puluh persen rumah tangga mengatakan bahwa konsumsi penduduk Indonesia masih berada di bawah kebutuhan konsumsi yang semestinya. Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton beras setiap tahunnya dan mengkonsumsi sedikit di atas tingkat produksi tersebut, dimana impor umumnya kurang dari 7% konsumsi. Sehingga sangat tidak efisien jika hanya bertumpu pada satu jenis tanaman pangan dalam memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemanfaatan tanaman lokal yang optimal sebagai bahan pangan maka dari itu muncul solusi dari komoditi alternatif/unggulan daerah yang seharusnya dikembangkan utamanya setiap komoditi unggulan daerah yang bisa jadi sebagai pertambahan pendapatan masyarakat daerah. 2. Tanaman pangan alternatif yang sangat baik untuk dikembangkan adalah tanaman jewawut. Tanaman ini di Indonesia sebenarnya sudah sejak lama dikenal tetapi pengembangannya tidak sebaik padi dan jagung. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya daerah yang memanfaatkan tanaman semusim tersebut sebagai bahan pangan utama, terutama dalam industri maupun konsumsi. Tanaman semusim tersebut mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan secara komersial di Indonesia karena didukung oleh adanya kondisi agroekologis dan ketersediaan lahan yang cukup luas.
Budidaya jewawut memiliki peluang yang besar jika dilihat pada kondisi iklim kemarau panjang, serta jewawut yang berjenis serealia mampu beradaptasi bagi lidah indonesia. Jewawut sebenarnya pernah populer, namun tergantikan olehberas/nasi sehingga sedikit demi sedikit jewawut bukan lah menjadi bahan makanan pokok. Tanaman ini kaya akan kandungan nutrisi yang lebih baik dibanding beras dan jagung. Kandungan gizi yang dimiliki meliputi karbohidrat 84,2%, protein 10,7%, lemak 3,3%, dan serat 1,4%. Di negara-negara maju, jewawut telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan di berbagai negara di dunia ini. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan makanan lain. Pemanfaatan juwawut dibagi berdasarkan bentuknya, yakni biji utuh (whole grain) atau biji yang mengalami proses pengolahan (crackedgrain), bubur kental (stiff porridge), roti tidak beragi (unleavened bread), roti beragi (leavened bread), berbagai macam makanan ringan (miscellanous snacks), dan berbagai jenis minuman (beverages) di berbagai negara. Masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat Sumba belum mengenal Jewawut sebagai sumber pangan pengganti nasi, sehingga selama ini tanaman jewawut hanya dijadikan sebagai pakan burung atau makanan alternatif karena kelaparan / musim lapar / paceklik. Sehingga dianggap makanan orang yang terkena musibah kelaparan. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai obat kanke, sebagai diriuretic, astringent, digunakan untuk mengobati rematic. Jewawut jenis pear millet memiliki potensi hasil 3,5 t/ha jika dibudidayakan secara optimum (Duke, 1978). Informasi ini memberikan gambaran bahwa sistem produksi millet yang intensif dapat bernilai efisien. Millet dapat ditumpangsarikan dengan padi gogo, atau sebagai tanaman sisipan sebelum jagung di panen. Jika potensi hasil millet mencapai 2,5 t saja dan harga pembelian millet di pasar burung Mandalika Rp. 4.000/kg (Rp. 6000/kg harga jual), maka dari luasan 1 ha dapat meraih pendapatan sebesar Rp. 10 juta. Di Indonesia, pengolahan jewawut masih sangat terbatas. Namun di beberapa daerah jewawut telah dimanfaatkan dengan cara mengolahnya menjadi nasi tetapi masih dilakukan secara sederhana. Awalnya jewawut tersebut dijemur, disosoh, hingga hanya terdapat bagian daging atau endospermanya saja. Selanjutnya, jewawut yang dicampur dengan gula merah dan kelapa, pemanfaatan ini hampir sama dengan memasak beras ketan. Secara tradisional pemanfaatan jewawut yang lain yaitu dengan mengolahnya menjadi bubur, dodol, dan bajet. Tepung jewawut juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk mie. Hal ini dikarenakan kandungan proteinnya yang hampir sama dengan tepung terigu dan bahkan mengandung protein gluten. Gluten adalah protein lengket dan elastis yang dapat membuat adonan menjadi kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Tepung millet akan banyak mengandung serat yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia yaitu memperlancar proses metabolisme. Hasil tepung ini sangat cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang sedang melakukan program diet. Sedangkan kelebihan dari alternatif pilihan kedua adalah tepung yang dihasilkan lebih cerah. Setelah tepung millet diperoleh, barulah tepung tersebut dimanfaatkan dan diolah menjadi beberapa jenis bahan makanan (Sholikhah, et al., 2008).
1)
2)
3) 4)
5)
Program-program strategis dalam upaya pengembangannya sebagai berikut: Perbaikan potensi genetik jewawut dilakukan melalui koleksi galur-galur jewawut di Indonesia dan introduksi dari luar negeri. Selanjutnya dilakukan karakterisasi dan rejuvinasi untuk mendapatkan informasi fenotifik serta mempertahankan keberadaan jewawut dengan melakukan penelitian-peneltian terbaru pada jewawut ini dengan inovasi teknologi-teknologi yang cocok baik pada aspek agronomi, tekik perbanyakan khususnya di kalangan pemulia dengan membandingkan referensi yang ada. Pengembangan di bidang produksi dan pasar seperti penggunaan teknologi modern dengan melihat beragam manfaat dari tanaman ini sehingga bisa menjadikan tanaman jewawut ini beragam macam produk terutama yang bermanfaat bagi kesehatan. Memperkuat peran dari berbagai stakeholder untuk pengembangan jewawut. Melakukan penelitian, pengembangan, dan tindakan konservasi yang diabaikan dan kurang dimanfaatkan dari jewawut spesies yang menempatkan konservasi dan penggunaan sumber daya genetik ini dalam konteks nasional dan strategi global untuk pertanian berkelanjutan, untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat miskin pedesaan , dan untuk memperluas basis ketahanan pangan Meningkatkan Pelatihan dan pengenalan atau pendekatan ke masyarakat tentang pentingnya dan manfaatnya dari budidaya jewawut. Sosialisasi pengenalan program pemerintah yang menganjurkan memakan jagung, ubi dan lainya sebagai pengganti beras/nasi, namun belum dibahas mengenai jewawut. Peluang Niaga dari pemanfaatan jewawut adalah sebagai makanan selingan berupa bubur, camilan pengganti singkong, jagung namun lebih bernilai gizi. Tanaman jewawut juga dapat diolah menjadi tepung untuk mensubtitusi tepung beras. Hal ini dikarenakan jewawut mengandung sumber vitamin B dan beta karoten. Biji jewawut dapat pula dijadikan bahan minuman penyegar seperti milo dengan cukup ditambah dengan coklat dan susu.
3. Kecukupan pangan yang dimaksud adalah ketersediaan pangan yang cukup
yang mempengaruhi tingkat asupan konsumsi masyarakat. Ketersediaan pangan baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk merubah pemahaman yang masih berkembang tersebut adalah dengan lebih menggalakkan program diversifikasi pangan, dengan memunculkan pangan alternatif yang potensial produksi dalam negeri. Menganekaragamkan jenis pangan pokok dengan menyediakan berbagai kemungkinan pangan alternatif, baik tanaman dari golongan serealia, umbi-umbian, polong-polongan ataupun dari tanaman hortikultura. Pengembangan dan peningkatan produksi pangan non beras t dimaksudkan sebagai sumber bahan pangan alternatif untuk mendukung program diversifikasi pangan menuju kecukupan pangan masyarakat Indonesia.
Pengembangan komoditas pertanian yang sesuai secara biofisik dan menguntungkan secara ekonomi, sangat penting dalam perencanaan pengkajian teknologi untuk pengembangan komoditas unggulan dengan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan kelembagaan sehingga pengembangan komoditas tersebut berkelanjutan (Sudaryanto dan Syafa’at, 2000 dalam Djufry dan Sosiawan, 2011). 4. Dalam budidaya pertanian, salah satu aspek utama yang wajib untuk dipenuhi adalah bahan tanam. Bahan tanam ini merupakan kompone mendasar yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses budidaya tanaman. Pada dasarnya, bahan tanam dapat terdiri dari berbagai jenis seperti benih, bibit, maupun beberapa jenis bahan tanam yang diperoleh dari perkembangbiakan secara vegetatf seperti setek, cangkok, sambung, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, bahan tanam utama yang menjadi kebuthan penting dalam sektor pertanian adalah benih. Benih merupakan bahan tanam yang diperoleh dari hasil pembiakan generatif yaitu dengan pertemuan dari sel ovum dan sel sperma dari induk tanaman. Kualitas dan kuantitas dari hasil budidaya tanaman sangatlah bergantung pada kualiatas benh itu sendiri. Semakin baik mutu benih maka dapat diapastikan bahwa nantinya hal ini akan berdampak baik pada hasil produksinya baik kualitas maupun kuantitas. Menurut FAO, peningkatan campuran varietas lain dan kemerosotan produksi sekitar 2,6 % tiap generasi pertanaman merupakan akibat dari penggunaan benih yang kurang terkontrol mutunya. Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi resiko kegagalan budidaya karena bebas dari serangan hama dan penyakit, tanaman akan dapat tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan dan berbagai faktor tumbuh lainnya. (Wirawan dan Wahyuni, 2002). Benih yang bermutu menjanjikan produksi yang baik dan bermutu pula jika diikuti dengan perlakuan agronomi yang baik dan input teknologi yang berimbang. Sebaliknya, bila benih yang digunakan tidak bermutu maka produksinya banyak tidak menjanjikan atau tidak lebih baik dari penggunaan benih bermutu. Penggunaan benih bermutu diharapkan mampu mengurangi berbagai faktor resiko kegagalan panen. Benih yang memiliki persyaratan tersebut diharapkan akan menghasilkan bibit yang benar, seragam dan sehat. Berdasarkan persyaratan kualitas, benih yang ditanam harus bermutu tinggi. Benih yang bermutu tinggi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1) Daya tumbuh minimal 80 %, 2) Mempunyai unsur yang baik yaitu benih tumbuh serentak, cepat dan sehat, 3) Benih murni minimal 99 %, 4) Campuran benih atau varietas lain maksimal 1 %, 5) Sehat, bernas tidak keriput dan umumnya normal serta seragam, 6) Kadar Air 13 % dan 7) Warna benih terang dan tidak kusam. Selanjutnya dikatakan bahwa program perbenihan menitikberatkan pada penggunaan benih tepat mutu yang
ditunjukkan pada labelnya. Agar tidak tertipu oleh label benih, para pengguna benih (terutama petani) hendaknya memahami tentang mutu. benih dari komponen-komponennya yang dicantumkan di dalam label benih. Berikut ini disampaikan komponen-komponen dalam pelaksanaan pengendalian mutu yang harus diperhatikan oleh produsen benih. Pengendalian mutu tidak lebih dari memberikan perhatian atas operasi dan prosedur yang penting dalam melaksanakan bisnis benih; kualifikasi benih yang akan dihasilkan dapat dicek secara periodik sehingga dapat ditentukan apakah akan memenuhi standar dan dapat dipertahankan. a. Sumber Benih Kemurnian varietas dari suatu pertanaman untuk menghasilkan benih tidak akan lebih baik daripada kemurnian benih yang ditanam, bahkan dapat lebih jelek. Penggunaan benih yang murni varietas dan bebas dari benih gulma merupakan langkah pertama dalam pengendalian mutu. Jika benih akan diberi sertifikat, maka sumber benih harus tertentu kelasnya dan diperiksa oleh BPSB. Jika bukan benih bersertifikat akan dihasilkan, penggunaan benih sumber berkelas sebar merupakan cara terbaik untuk menjaga kemumian varietasnya. b. Lahan Lahan yang digunakan untuk produksi benih harus subur, berdrainase baik dan cukup bebas dari gulma, terutama gulma yang sulit dipisahkan dari benih yang akan diproduksi. Lahan harus tidak ditanami sebelumnya dengan varietas yang berbeda atau lahan harus bera. Dalam hal lahan sebelumnya ditanami dengan varietas yang berbeda, maka hendaknya diikuti persyaratan pemberaan yang telah diatur oleh BPSB, walaupun bukan benih bersertifikat akan dihasilkan. Hal ini dimaksudkan agar pertanaman dapat terbebas dari tanaman voluntir. c. Penanaman Alat atau mesin tanam harus bersih sebelum diisi dengan benih yang akan ditanam. Usahakan agar hanya menanam satu varietas setiap harinya. Jika lebih dari satu varietas akan ditanam pada hari yang sama di lahan yang berbeda, bisa terjadi kesalahan mengisi alat tanam dengan satu atau dua kantong benih yang berbeda sehingga menyebabkan penanaman varietas yang berbeda di lahan yang sama. Dalam produksi benih legum, misalnya, benih yang akan ditanam mungkin perlu diinokulasi, tergantung pada jenisnya dan kondisi lahan. Benih harus disisakan kira-kira 0,5 kg untuk disimpan. Hal ini perlu untuk pengujian ulang jika ternyata benih tidak tumbuh dengan memuaskan. Pencatatan kualifikasi benih yang ditanam sebaiknya dilakukan, atau hal ini dapat ditempuh dengan menjaga label benih tidak terlepas dari kantongnya. d. Isolasi Jarak antarvarietas hendaknya memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan BPSB walaupun bukan benih bersertifikat yang akan dihasilkan. Produsen benih dapat menggunakan isolasi jarak atau isolasi waktu tergantung
kebutuhan atau situasi lapangan. Persyaratan minimum jarak atau waktu isolasi telah diatur oleh BPSB. e. Teknik Budidaya Teknik budidaya terbaik hendaknya dilaksanakan, termasuk di dalamnya pengendalian gulma. Pengendalian gulma merupakan salah satu kegiatan yang ditekankan dalam prosedur menghasilkan benih bersertifikat. f. Pemeriksaan Lapang Petugas yang bertanggung jawab atas pengendalian mutu atau supervisor produksi harus memeriksa lapangan beberapa kali dan melakukan roguing, yaitu: (1) setelah muncul bibit sambil menetapkan status pertanaman, (2) selama musim awal pertumbuhan tanaman sambil mencek keperluan pengendalian gulma dan menilai status pertanaman, (3) pada saat pembungaan untuk mencek kemurnian varietas, dan (4) sebelum panen untuk mencek kemurnian varietas, kehadiran gulma yang berbahaya, dan melaksanakan roguing terakhir. g. Pemanenan Alat pemanenan atau ‘kombain’ (combine) harus bersih sekali dan diperiksa sebelum digunakan. Waktu panen sedapat mungkin ditetapkan berdasarkan kadar air benih, terutama jika menggunakan cara mekanis untuk pemanenan. Pemanenan harus dilakukan jika kadar air benih telah sesuai agar benih tidak mengalami kerusakan mekanis. Hindari pemanenan dalam kondisi cuaca hujan atau mendung agar tidak menimbulkan masalah dalam pengeringan. Efektivitas pemanenan harus diperhatikan dengan memeriksa ketepatan fungsi setiap bagian alat pemanen. Walaupun saat ini telah ada kombain yang terprogram komputer, pengamatan hasil kerjanya masih memerlukan campur tangan operator. Selain itu, hendaknya dilakukan pengambilan contoh benih untuk mengukur kadar air dan menyesuaikan penyetelan bagian perontok dari kombain. Kebersihan conveyor, trailer, dan alat lain yang digunakan harus terjamin. h. Penyimpanan “Lindak” (Bulk Storage) Setelah dipanen, benih hendaknya ditempatkan dalam penyimpanan lindak yang bersih. Aerasi diperlukan jika kadar air benih cukup tinggi, misalnya 1314% untuk kedelai. Aerasi diperlukan juga walaupun kadar air benih setinggi 12% atau kurang untuk menghindari adanya ‘titik atau sumber panas’ (hot spot) di dalam massa benih. Contoh benih juga diambil dari simpanan lindak ini dan dikirimkan ke laboratorium untuk diuji kemurnian dan perkecambahannya. Berdasarkan hasil pengujian itu produsen benih harus menetapkan status mutu benihnya dan memutuskan apakah perlu untuk mengolah benih lebih lanjut; langkah-langkah tertentu mungkin diperlukan pada taraf itu agar benih yang telah diuji pada akhirya memenuhi persyaratan. i. Pengolahan Benih
Alat-alat pengolahan benih harus diperiksa dan dibersihkan dari kontaminan. Alat-alat yang diperlukan hendaknya dipasang dengan benar untuk menekan kehilangan dan mencapai hasil pemilahan yang optimum atau memenuhi standar. Pemilihan alat pemilahan benih yang tepat sangat perlu. Selanjutnya benih harus diambil contohnya dan dikirimkan ke laboratorium untuk penilaian mutunya. Kira-kira 1 kg benih hendaknya disimpan sebagai arsip dan kelompok benih harus dihitung serta ditentukan kebutuhan kantong pengemas dan labelnya. j. Penyimpanan Produsen benih pada umumya harus menyimpan benih sebelum disalurkan. Jika kantong-kantong benih tidak diberi etiket (label), usahakan untuk menyimpan benih berdasarkan kelompoknya. Walaupun demikian, penumpukan benih berdasarkan kelompok yang sama sebaiknya dilakukan agar mempermudah penanganannya. Catatan tentang jumlah kantong benih per kelompok harus ada, lengkap dengan posisinya di dalam gudang. Gudang harus bersih dan bebas dari tikus. k. PemeriksaanTerakhir Pengambilan contoh benih masih diperlukan sebelum benih didistribusikan, terutama untuk pengangkutan jarak jauh. Hal ini untuk menghindari tuntutan dari konsumen, terutama jika benih telah disimpan cukup lama di dalam gudang, walaupun masih belum kedaluwarsa. Gudang, wadah penyimpanan, dan alat-alat pengolahan, pemanenan, dan penanaman harus dibersihkan pada akhir kegiatan produksi benih di musim yang bersangkutan. Evaluasi harus dilakukan atas pelaksanaan produksi benih yang lalu agar dapat melakukan perbaikan dalam kegiatan di musim berikutnya. Produsen benih disarankan untuk melihat lapang yang telah digunakan; suatu gagasan mungkin akan muncul untuk meningkatkan taraf pengendalian mutu pada masa yang akan datang. 5. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan pengelolaan tanaman yang bertujuan untuk mendapatkan produksi yang tinggi dengan penerapan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan. Penerapan komponen teknologi dasar berupa varietas unggul, bibit bermutu dan sehat, pemupukan spesifikasi lokasi, dan PHT sesuai OPT. Sedangkan, penerapan komponen teknologi pilihan berupa pengeluaran tanaman meliputi populasi dan cara tanam (tegel, legowo, dll), bibit muda (15-21 hari), penggunaan bahan organik, irigasi berselang, pupuk mikro, penanganan panen dan pasca panen, pengendalian gulma, dan pengolahan tanah (BPTP Sumatera Utara, 2010). Kendalakendala apa saja yang ditemui jika PTT tersebut diterapkan pada tanaman pangan alternatif adalah teknologi PTT tersebut belum sepenuhnya diadopsi oleh para petani baik dalam tanaman pangan pokok dan alternatif, bahkan dalam penggunaan benih unggul dan pemberian pupuk organik dan teknik tanam masih belum diterapkan dalam proses usahatani. Dalam budidaya tanaman pangan alternatif, kendala yang diperoleh pula adalah belum tersebarnya penggunaan varietas unggul berdaya hasil
tinggi dan bernilai ekonomi tinggi yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani, benih kurang bermutu dan belum menerapkan sepenuhnya pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT). 6.
Hasil tanaman yang bernilai ekonomi, ada yang berada di dalam tanah dan ada pula yang berada di atas permukaan tanah. Untuk mencapai produksi yang tinggi di antara keduanya, perbedaan-perbedaan prinsip terkait dengan teknologi budidayanya adalah untuk tanaman yang berada di dalam tanah atau yang dalam perkecambahannya di dalam tanah dikenal dengan istilah hipogeal sedangkan yang berada di atas tanah perkecambahannya disebut epigeal. Adapun faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua yang berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu faktor iklim yang terdiri dari curah hujan, cahaya, suhu, kelembapan, angin, dan letak geografis berdasarkan garis lintang, faktor yang kedua yaitu faktor tanah terdiri dari sifat fisik, kimia dan biologi tanah, kelerengan aspek, ketinggian dan drainase (Wahyudi,2011). Khusus pada tanaman bawah tanah prinsip budidaya yang perlu diperhatikan adalah faktor tanah tersebut yang menunjang perkecambahan di dalam tanah. Adapun coloeptil dapat membantu perkecambahan dalam tanah. Menurut Siti sutarmi tjitrosomo (1984), Perkecambahan biji di pengaruhi oleh keadaan tertentu dalam lingkungan yaitu kelembapan, oksigen, suhu yang sesuai, cahaya yang berpengaruh terhadap perkecambahan biji banyak spesies. 7. Budidaya uwi yang baik: Hapsari (2014) mengemukan beberapa hal yang harus dilakukan dalam pembudidayaan tanaman uwi (Dioscorea alata L.), yaitu 1. Pengolahan Tanah dan Pemupukan Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sebaikanya tanah digemburkan terlebih dahulu sebelum tanam dan diberikan tamabahan pupuk kompos atau pupuk kanadang yang dibutuhkan berkisar antara 12-15 ton/ha. 2. Pemeliharaan Pemeliharaan uwi sangat ringan dan ekonomis, pemeliharaan khusus dapat dikatakan hampir tidak ada. Tanaman ini juga diusahakan memanjat dengan cara merambatkan pada tiang-tiang bambu atau pada pohon-pohon didekat tempat tumbuhnya. Kemudian tanah digemburkan agar umbinya tidak tersembul keluar dari permukaan tanah. Umbi yang tersembul keluar permukaan tanah dapat menyebabkan rasa pahit. 3. Hama dan Penyakit Hama yang menyerang tanaman uwi adalah yam beetle (Heteroligus spp), sedangkan penyakit yang sering menyerang uwi adalah penyakit antraknosa disebabkan oleh beberapa organisme, di antaranya jamur Collectichum spp. dan Glomerella spp. Sedangkan penyakit lainnya yang sering menyerang tamanan umbi disebabkan oleh jamur Fusarium spp., Penicillium spp dan Rosellinia spp., penyakit ini biasanya menyerang pada saat pascapanen (penyimpanan). 4. Panen Panen dapat dilakukan tergantung dari jenis dan kebutuhan. Ciri-ciri uwiyang dapat dipanen ditandai dengan daun-daun yang menguning kemudian rontok dan pohonya mulai mengering. 5. Pascapanen
Penyimpanan uwi dalam bentuk segar dapat dilakukan dengan membersihkan uwi dari kotoran kemudian membuang akarnya dan tanah yang masih menempel pada umbi. Pemisahan uwi yang sudah tua juga diperlukan untuk mencegah hama dan penyakit pada masa penyimpanan. Tempat yang paling baik untuk penyimpanan uwi adalah naungan yang cukup memadai, terlidung dari hujan, ventilasi yang baik dan terhindar dari binatang dan tikus.