Anton A. Setyawan-SLAM Issue
MENGUKUR “PERSEDIAAN PENGETAHUAN” DENGAN METODE SLAM
Anton A. Setyawan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta Dan Direktur Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Bisnis Surakarta (LPEBS)
Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta 571002 Telp : 0271-730021 (home) dan 0271-717417 psw 211/204 (office) e-mail :
[email protected] atau
[email protected]
MENGUKUR “PERSEDIAAN PENGETAHUAN” DENGAN 1
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Anton A. Setyawan-SLAM Issue
METODE SLAM Anton A. Setyawan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRACT Business competition forces a company to increase their competitive advantage. One of the lattest issue in management science is the role of knowledge in the bussiness organization. From the research by Bontis et.al (1999) and Setyawan et.al (2000) knowledge have a significant correlation with business performance. This article discuss about how to measure knowledge deposits in a business organization by using SLAM (Strategic Learning Assessment Map). SLAM construct measures the process of learning by individual, group and organization. This construct also proposes that knowledge deposits of an organization are depend to their ability to develop feed back learning and feed forward learning. Keywords : SLAM, Individual level learning, group level learning, organization level learning, Feed-back learning, Feed-forward learning. PENDAHULUAN Mengelola perusahaan di dalam iklim bisnis yang kompetitif membutuhkan pendekatan yang berbeda. Seorang pengusaha dituntut untuk responsif terhadap setiap perubahan lingkungan bisnis. Namun, yang dimaksud responsif disini tidak berarti terlalu reaktif. Maksudnya fleksibilitas perusahaan di dalam mensikapi perubahan harus terintegrasi dengan strategi perusahaan tersebut. Kemampuan perusahaan dalam mengantisipasi perubahan sangat tergantung dari sifat maupun jenis organisasi dari perusahaan bersangkutan. Organisasi perusahaan yang hierarkis versi Webber ternyata tidak fleksibel dalam mengantisipasi perubahan (Clegg, 1996). Terkait dengan hal tersebut sebuah konsep baru tentang organisasi bisnis telah digulirkan oleh beberapa ilmuwan manajemen, konsep tersebut adalah organizational learning system. Menurut Argyris dan Schon (1978), organizational learning system adalah proses dalam mendeteksi dan memperbaiki kesalahan. Sedangkan menurut Cavaleri dan Fearon (1996) organizational learning system adalah hasil dari proses tukar pikiran yang diderivasikan dari pengalaman yang sama di dalam organisasi. Dari kedua definisi di atas kita dapat 2
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Anton A. Setyawan-SLAM Issue menarik benang merah bahwa di dalam konsep oganizational learning system ada satu variabel penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan yaitu pengetahuan. Pengetahuan meskipun bersifat abstrak namun mempunyai kontribusi penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan atau setidak-tidaknya meningkatkan nilai perusahaan. Pada tahun 1986, Merck mempunyai nilai asset hanya 12,3 persen di banding nilai perusahaannya, sedangkan nilai asset Coca Cola pada tahun 1996 hanya 4 persen dari nilai perusahaannya ( Harvey & Lusch, 1999, h 85-92). Gap antara nilai asset dibandingkan dengan nilai perusahaan tersebut tidak lain adalah pengetahuan. Contoh diatas menjadi bukti besarnya kontribusi pengetahuan di dalam meningkatkan nilai perusahaan. Masalahnya pengetahuan merupakan suatu asset yang intangible sehingga untuk mengukurnya seringkali kita mengalami kesulitan. Dapat dibayangkan ketika seorang akuntan harus menentukan nilai perusahaan lengkap dengan persediaan pengetahuan perusahaan tersebut, laporan keuangan seperti apa yang akan mencerminkan persediaan pengetahuan. Mengukur kualitas pengetahuan di dalam suatu perusahaan kemudian menjadi kesulitan tersendiri di dalam konsep organizational learning system. Artikel ini membahas tentang pengukuran “persediaan pengetahuan” di dalam suatu perusahaan dengan menggunakan metode SLAM (Strategic Learning Assessment Map) yang dikemukakan oleh Bontis, Crossan dan Hulland (1999). Menurut mereka ada hubungan positif antara kemampuan pembelajaran individu di dalam perusahaan dengan kinerja perusahaan. Lebih lanjut metode SLAM ini akan dijabarkan di dalam bagian-bagian di dalam tulisan ini. PERKEMBANGAN ORGANIZATIONAL LEARNING Dunia bisnis di abad 21 menuntut suatu tipikal organisasi perusahaan yang lebih fleksibel atau tipe organisasi bisnis yang cenderung kecil dan berbentuk sub unit dari organisasi yang lebih besar, mereka bergerak dalam bidang jasa dan informasi atau produksi yang diautomatisasikan (Heydebrand,1989). Fenomena ini membawa implikasi terbentuknya organisasi bisnis yang mengalami dideferensiasi. Organisasi bisnis akan mengubah fungsi spesialisasinya menjadi apa yang disebut “spesialisasi fleksibel” atau dalam bahasa yang lebih mudah organisasi bisnis bersifat fleksibel (Clegg, 1996, h 28). 3
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Anton A. Setyawan-SLAM Issue Metode dekonstruksi telah terjadi dengan bergesernya keampuhan organisasi bisnis hiearkhis menjadi tipikal organisasi kecil dan berbentuk sub-unit serta dari organisasi deferensiasi menjadi organisasi dideferensiasi. Dari perkembangan tersebut kemudian muncul organizational learning. Menurut Dixon (1994) untuk mewujudkan konsep organizational learning sebuah perusahaan harus memperhatikan tiga aspek penting yaitu intensitas, melibatkan seluruh bagian organisasi dan menghasilkan transformasi organisasi. Peran pengetahuan di dalam organizational learning adalah sebagai pemandu menuju tujuan organisasi. Pengetahuan yang dimaksud di sini adalah yang bersifat pengetahuan kolektif (Sidik, 1999). Pengetahuan kolektif dikategorikan ke dalam dua dimensi yaitu, sosial-individual dan eksplisit-implisit (Spender, 1994). Pengetahuan kolektif adalah bagian dari empat bentuk pengetahuan di dalam organisasi yaitu : 1. Conscious knowledge adalah pengetahuan yang dimiliki individu dan dapat secara eksplisit dilaporkan oleh individu di dalam organisasi. 2. Automatic knowledge adalah pengetahuan individu di dalam organisasi yang dapat digunakan oleh individu tersebut untuk tujuan pribadi mereka namun tidak dapat dilaporkan kepada anggota organisasi yang lain. 3. Objectified knowledge adalah pengetahuan eksplisit yang telah terintegrasi di dalam organisasi dan mudah diakses oleh setiap anggota organisasi. 4. Collective knowledge adalah pengetahuan implisit yang mampu diserap secara kolektif oleh organisasi namun tidak mudah dijelaskan oleh anggota organisasi. Pengukuran pengetahuan di dalam organizational learning dapat dijelaskan dengan rerangka 4 I (intuiting, interpreting, integrating dan institutionalizing). Rerangka 4 I tersebut dikemukakan oleh Crossan et al (1999) berdasarkan anggapan bahwa di dalam organizational learning terdapat proses dinamis dari pembaruan strategi yang terjadi pada tiga level organisasi : individu, kelompok dan organisasional. Selanjutnya rerangka 4 I dapat digambarkan sebagai berikut : Level
Process Intuiting
Experiences 4
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Inputs/Outcomes
Anton A. Setyawan-SLAM Issue Images Individual
Metaphors Language Cognitive map
Interpreting
Conversation/dialogue Group
Shared understandings Mutual adjustment
Integrating
Interactive systems Organizational
Institutionalizing
Routines Diagnostic systems Rules and procedures
Diadopsi dari Crossan, Lane dan White (1999) METODE SLAM (STRATEGIC LEARNING ASSESSMENT MAP) Metode SLAM ini adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur persediaan pengetahuan di dalam perusahaan. Dalam melakukan pengukuran intangible assets (termasuk pengetahuan) dapat digunakan empat metode, yaitu : human resource accounting, economic value added, the balance score card dan intellectual capital (Bontis, Dragonetti, Jacobsen & Gross, 1999). Metode ini diderivasikan dari konsep intellectual capital. Intellectual capital adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak cipta intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan (Stewart,1997). Metode SLAM ini secara khusus digunakan untuk mengukur persediaan dan aliran pengetahuan di dalam organisasi. Metode ini dibagi menjadi tiga persediaan pembelajaran yaitu : individual, group dan organization; serta dua aliran pembelajaran, yaitu feed-forward dan feed back. Konstruk dari SLAM ini dapat digambarkan dengan bagan di bawah ini : Kriteria
Output Group
Individual
5
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Organization
Anton A. Setyawan-SLAM Issue Individual Individual-level learning stocks (II)
FFIG
FF IO
FB GI
Group-level Learning Stocks (GG)
FF GO
FB OI
FB OG
Organizational-level Learning stocks (OO)
Output Group
Organizat ion Ket : ♦ FF : Feed Forward ♦ FB : Feed Back
Diadopsi dari Crossan dan Hulland (1997). Individual Level Learning Variabel individual level learning ini dapat didefinisikan sebagai kompetensi individu, kapabilitas dan motivasi untuk melaksanakan tugas yang diberikan. Secara khusus dalam variabel ini memang mengutamakan kompetensi anggota organisasi. Ulrich (1998) mengemukakan ada lima langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam meningkatkan kompetensi dari karyawannya, kelima langkah tersebut dikenal sebagai 5B, yaitu : 1. Buy, yaitu mencari bakat-bakat baru dari luar organisasi maupun dalam organisasi. 2. Build, yaitu melatih dan mengembangkan karyawan berbakat. 3. Borrow, yaitu mencari ide baru dengan bermitra dengan pihak luar (konsultan dan perusahaan swasta). 4. Bounce, melakukan mutasi karyawan yang memiliki kinerja rendah. 5. Bind, mempertahankan karyawan yang berkualitas. Pada intinya individual level learning mencakup proses dari penangkapan intuisi dan penginterpretasian informasi. Dalam praktiknya, hal ini menyangkut antara lain : pendalaman materi baru, memecahkan tradisi dengan melihat permasalahan melalui sisi 6
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Anton A. Setyawan-SLAM Issue yang lain dan mengembangkan kompetensi. Group Level Learning Pengertian tentang group level learning adalah dinamisme kelompok dan membagi pengertian. Maksudnya adalah pemberdayaan kelompok formal maupun informal di dalam perusahaan. Proses diskusi dalam memecahkan masalah organisasi sangat disarankan dalam tahapan ini. Masalah-masalah yang perlu didiskusikan misalnya, proses produksi, strategi perusahaan dan inovasi produk baru. Glynn, Lant dan Milliken (1994) mengemukakan bahwa proses pembelajaran serta penyebaran informasi akan lebih efektif melalui proses interaksi antar anggota organisasi. Pembelajaran secara kelompok melibatkan proses saling membagi interpretasi antar individu untuk membangun rasa kebersamaan.
Rasa kebersamaan ini akan
menjamin kelancaran transfer pengetahuan dalam organisasi. Proses ini akan terjadi antara lain melalui dialog.
Secara ringkas, group level learning adalah proses
pengintegrasian pengetahuan di dalam organisasi. Hal ini termasuk, bekerja dengan tim, pertemuan-pertemuan yang produktif dan juga menempatkan individu yang tepat untuk mendiskusikan berbagai isu kontemporer tentang perkembangan perusahaan. Organization Level Learning Organization level learning adalah keterkaitan antara pusat pembelajaran nonmanusia, dimana didalamnya termasuk sistem, struktur, prosedur dan budaya di dalam iklim yang kompetitif (Bontis, et al , 1999).
Untuk mendukung
terwujudnya organisasi perusahaan yang fleksibel SDM yang berkualitas membutuhkan dukungan faktor-faktor non-manusia. Utamanya hal-hal yang berkaitan dengan sistem dan budaya perusahaan. Di dalam perusahaan yang menghargai informasi dan pengetahuan, maka harus mempunyai sistem yang terdekonstruksi. Ketidaksesuaian antara sistem, budaya dan SDM akan mengakibatkan terganggunya operasional perusahaan. Ketidaksesuaian antara budaya dan sistem ini terjadi karena beberapa sebab, misalnya ketidakmampuan SDM dalam mengantisipasi perubahan, atau SDM tidak mampu beradaptasi dengan perubahan. Penulis pernah menemui kasus seperti ini dalam 7
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Anton A. Setyawan-SLAM Issue sebuah penelitian tentang organisasi perusahaan. Perusahaan yang menjadi obyek penelitian adalah beberapa perusahaan daerah. SDM yang berkualitas menduduki posisi menengah dan mereka mulai membentuk sistem kerja di dalam perusahaan tersebut. SDM tersebut didominasi oleh orang-orang muda yang idealis. Sistem baru dalam operasional perusahaan tersebut ternyata berakibat tersingkirnya pejabat senior yang telah lama bekerja di perusahaan itu. Akibatnya terjadi friksi antara dua kelompok karyawan, dan berakhir dengan kembalinya perusahaan dengan sistem lama. Padahal sistem lama inilah yang menjerumuskan perusahaan ke dalam hutang dan buruknya kinerja (Setyawan et al, 2000). Bagian terakhir dari metode SLAM ini adalah apa yang disebut sebagai Feed Forward Learning dan Feed Back Learning. Feed forward learning adalah bagaimana individu belajar umpan–maju ke dalam pembelajaran tingkat kelompok dan tingkat organisasi (a.l perubahan struktur, sistem, produk, strategi, prosedur, budaya). Sedangkan, Feed Back Learning adalah
bagaimana proses pembelajaran yang mengelilingi
organisasi (a.l sistem, struktur, strategi ) mempengaruhi tingkat pembelajaran individu dan kelompok. Kedua bagian terakhir ini adalah apa yang di sebut sebagai aliran pembelajaran. Definisi konstruk SLAM secara rinci adalah sebagai berikut: Rincian Definisi Konstruk SLAM
II
Individual-level
kompetensi individu,kemampuan dan motivasi untuk
Learning Stocks •
menyelesaikan tugas.
Individu mampu untuk keluar dari kerangka pemikiran tradisional dan melihat permasalahan dari sisi yang baru dan berbeda.
•
Individu merasakan kebanggaan dalam menjalankan tugas.
•
Individu mempunyai tujuan yang jelas dalam menjalankan tugas.
•
Individu mempunyai kewaspadaan terhadap beberapa masalah yang mungkin menganggu pekerjaan.
•
Individu mempunyai pandangan-pandangan baru. 8
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Anton A. Setyawan-SLAM Issue
GG
Group-level
Dinamisme kelompok dan membagi pengertian
Learning Stocks •
Penyelesaian konflik lebih efektif apabila karyawan bekerja di dalam tim.
•
Perbedaan pandangan lebih memperkuat kelompok kerja.
•
Kelompok kerja siap melakukan pemikiran ulang dalam pengambilan keputusan bila ada informasi baru.
•
Dalam setiap pertemuan masing-masing anggota kelompok berusaha untuk memahami pemikiran anggota kelompok lainnya.
•
Masing-masing kelompok memilih individu yang tepat untuk menyampaikan gagasan.
OO Organizational-level Keterikatan antar pusat pembelajaran non-manusia termasuk Learning Stocks
sistem, struktur, strategi, prosedur dan budaya, di dalam iklim bisnis yang kompetitif.
•
Pemilihan strategi yang tepat untuk bertahan di masa yang akan datang.
•
Dukungan struktur organisasi terhadap tujuan strategis perusahaan.
•
Budaya perusahaan dapat dikategorikan sebagai inovatif.
•
Struktur organisasi menyebabkan karyawan bekerja secara efektif.
•
Prosedur operasional mendukung efektivitas pekerjaan.
FF
Feed-forward
Bagaimana individu belajar umpan-maju ke dalam
Learning flow
pembelajaran kelompok dan organisasi (perubahan struktur, sistem, produk, prosedur dan budaya)
•
Pengetahuan yang diperoleh oleh kelompok ditransfer kepada seluruh anggota.
•
Setiap individu memiliki usulan dalam penentuan strategi perusahaan.
•
Hasil diskusi kelompok digunakan untuk mengembangkan produk, layanan dan 9
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Anton A. Setyawan-SLAM Issue proses. •
Rekomendasi oleh kelompok diadopsi oleh organisasi.
•
Kami tidak menemukan “sesuatu yang sudah ada”.
FB
Feed-back
Bagaimana proses pembelajaran yang mengelilingi organnisasi
Learning flows.
(sistem,struktur dan strategi) mempengaruhi tingkat pembelajaran individu dan kelompok.
•
Kebijakan dan prosedur menjadi tujuan pekerjaan individu.
•
Tujuan perusahaan dikomunikasikan ke seluruh tingkatan organisasi.
•
Database dan file milik perusahaan telah tersedia untuk menunjang pekerjaan individu.
•
Individu mendukung keputusan-keputusan kelompok.
PERF Business
Kinerja dari individu, kelompok dan organisasi
Performance •
Organisasi mengalami kesuksesan.
•
Kinerja kelompok memenuhi sasaran.
•
Secara umum individu senang bekerja di dalam organisasi.
•
Organisasi memenuhi standar yang ditentukan konsumen.
•
Masa depan organisasi terjamin.
KESIMPULAN Artikel ini merupakan pembahasan teoritis dari konstruk SLAM (Strategic Learning Assessment Map) sehingga untuk kelanjutannya diperlukan riset dalam penerapannya. Penggunaan konstruk dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara persediaan pengetahuan, termasuk penyebarannya di dalam organisasi dengan kinerja organisasi tersebut. Pengukuran persediaan pengetahuan dengan metode SLAM ini 10
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Anton A. Setyawan-SLAM Issue adalah salah satu alternatif dalam mengukur intangible asset dari sebuah organisasi. Dalam melakukan riset organisasi, untuk mengukur intangible assets, selain SLAM dapat juga digunakan Balance Score Card, Human Resource Accounting atau Economic Value Added. Dari beberapa riset yang telah dilakukan, pengetahuan terbukti mempunyai pengaruh terhadap kinerja organisasi (Bontis, et, al 1999, Setyawan, et,al, 2000). Hal ini diharapkan akan memberikan warna dalam disiplin ilmu manajemen agar lebih memperhatikan perkembangan intangible asset (termasuk pengetahuan) di dalam organisasi. Selain itu, hal ini menjamin agar dalam perkembangannya sebuah perusahaan senantiasa mempersiapkan dirinya dalam persaingan global dengan menambah kualitas persediaan pengetahuannya. DAFTAR PUSTAKA Argyris, C & Schon, D (1978). Organizational Learning: A Theory Of Action Perspective. Reading MA: Addison Wesley. Bontis, Dragonetti, Jacobsen and Roos ( 1999 ).” The Knowledge Toolbox : A Review of The Tools Available To Measure and Manage Intangible Resources”,European Management Journal 17 (4), 391 – 402. Bontis, Nick, Dragonnetti, Nicola C, Jacobsen, Kristine dan Roos, Gran (1999). The Knowledge Toolbox : A Review of the Tools Available To Measure and Manage Intangible Resources, European Management Journal, 17 (4). Bontis, Nick; Crossan, Mary M & Hulland, John (1999). Managing Organizational Learning By Aligning Stocks And Flows, Journal Of Management Studies. Cavaleri, S & Fearon D. (1996). Managing In Organizations That Learn. Cambridge, Blackwell. Clegg, Stewart R. (1996). Roti Perancis, Fashion Italia dan Bisnis Asia : Fenomena Posmodernisme di dalam Dunia Bisnis, PT Tiara Wacana, Yogyakarta. Crossan .M, Lane, H. & White, R. (1999). An Organizational Learning Framework : From Intuition To Institution, Academy Of Management Review, (24) 3, 522-537. Crossan, M & Hulland, J. (1997). Measuring Organizational Learning, Working Paper, Boston, M.A. Ivey Working Paper. 11
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002
Anton A. Setyawan-SLAM Issue Dixon, Nancy (1994). The Organizational Learning Cycle, London, U.K, Mc Graw Hill. . Glynn, M.A, Lant, T.K & Milliken, F.J (1994). Mapping Learning Processes In Organizations: A Multi Level Framework Linking Learning And Organizing, Advances In Managerial Cognition And Organizational Information Processing, 5, 43-83, JAI Press. Harvey, M.G & Lusch, R,F (1999). Balancing The Intellectual Capital Books : Intangible Liabilities, European Management Journal, 17 (1). Heydebrand, W.V (1989). New Organizational Forms, Work and Occupations, 16 (3) : 323-357. Setyawan Anton A. & Riyardi A. (2000), Pengembangan Intellectual Capital Pada BUMD Kabupaten Sukoharjo, Jurnal Penelitian Ilmu Ilmu Sosial, Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta, (1) 2 Sidik, I. G (1999), Organizational Learning And Technology Orientation In Emerging NICS, Makalah Seminar, MM UNDIP. Spender, J.C. (1994). Organizational Knowledge Collective Practice And Penrose Rents, International Business Review, 3 (4). Stewart, Thomas. A (1997). Intellectual Capital : Kekayaan Baru Organisasi, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
12
Fakultas Ekonomi UMS-Mei 2002