Skripsi.pdf

  • Uploaded by: Emi Mastura
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 14,003
  • Pages: 93
SKRIPSI

ANALISIS KUALITAS NATA DE CORN DENGAN BERBAGAI BERBAGAI KONSENTRASI GULA PASIR

EKA RATNASARI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2019

SKRIPSI

ANALISIS KUALITAS NATA DE CORN DENGAN BERBAGAI BERBAGAI KONSENTRASI GULA PASIR Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Teknologi Pertanian

EKA RATNASARI 1427040014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2019

ABSTRAK

Eka Ratnasari, 1427040014. Analisis Kualitas Nata de corn dengan Berbagai Konsentrasi Gula Pasir. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Negeri Makassar. 2019. Lahming dan Muh. Wiharto Caronge. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan berbagai konsentrasi gula pasir dan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap nata de corn yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan 4 taraf perlakuan (konsentrasi gula pasir) yaitu 10%, 15%, 20%. Tahapan dalam pembuatan nata yaitu, perebusan medium air jagung ditambah dengan gula pasir dan ekstrak tauge. Hasil rebusan didinginkan, selanjutnya ditambahkan Acetobacter xylinum. Media nata disimpan selama 14 hari dan nata dipanen lalu direndam selama 3 hari. Tahap terakhir perebusan dan nata siap diuji. Parameter yang diamati yaitu uji kadar serat, kadar pati, kadar total gula dan uji sensori. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis sidik ragam yang selanjutnya diolah menggunakan SPSS versi 22. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan peggunaan berbagai konsentrasi gula pasir pada uji kadar serat, kadar pati, dan kadar total gula pada perlakuan penggunaan gula pasir 20% merupakan perlakuan terbaik dengan nilai kadar serat 2,06%, kadar pati 19,96%, kadar total gula 15,45%, serta pada uji sensori secara keseluruhan panelis lebih menyukai nata de corn dibandingkan nata de coco. Metode perbandingan eksponensial menunjukkan rangking tertinggi diperoleh pada perlakuan penggunaan gula 20%, dimana perlakuan ini merupakan perlakuan terbaik dari hasil pengambilan nilai kepentingan setiap parameter fisik, kimia, dan sensori. Kata Kunci : Nata, Jagung, Gula Pasir, Acetobacter xylinum, Kadar Serat, Kadar Pati, Kadar Total Gula, Uji Sensori.

ABSTRACT Eka Ratnasari, 1427040014. Analysis of the Quality of Nata de corn with Various Concentrations of Granulated Sugar. Essay. Faculty of Engineering, Makassar State University. 2019. Lahming and Muh. Wiharto Caronge. This study aims to determine the effect of the use of various concentrations of granulated sugar and to determine the reception of panelists on the resulting nata de corn. This study used a one-factor Completely Randomized Design (RAL) method with 4 levels of treatment (granulated sugar), namely 10%, 15%, 20%. The stages in making nata are boiling corn medium plus sugar and bean sprout extract. The results of the decoction are cooled, then Acetobacter xylinum is added. The nata media is stored for 14 days and the nata is harvested and soaked for 3 days. The last stage of boiling and nata is ready to be tested. The parameters observed were fiber content test, starch content, total sugar content and organoleptic test. The data analysis technique used in this study was variance analysis which was then processed using SPSS version 22. The results showed that the treatment of various concentrations of granulated sugar in fiber content, carbohydrate content, and total sugar content in the treatment of 20% use of sugar was the best treatment with fiber content values of 2.06%, starch content of 19.96%, total sugar content of 15.45%, and in the sensory test overall panelists preferred nata de corn compared to nata de coco. The exponential comparison method shows the highest ranking obtained by the treatment of sugar use of 20%, where this treatment is the best treatment from the results of taking the importance of each physical, chemical, and sensory parameter. Keywords: Nata, Corn, Granulated Sugar, Acetobacter xylinum, Fiber Levels, Carbohydrate Levels, Total Sugar Levels, Sensory Tests.

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kesabaran serta kekuatan yang tlah diberikan, akhirnya tulisan sederhana ini dapat terselesaikan.

PERJUANGAN merupakan pengalaman berharga yang dapat menjadikan kita manusia yang Berkualitas

Tulisan serderhana ini ku persembahkan kepada kedua orang tuaku. Dua orang hebat yang selalu mendoakan, mendukung, serta memberi motivasi dalam menjalani hidup. Terima kasih untuk setiap detik waktu yang tlah kalian berikan. I love you both.

Terimakasih para dosen yang telah membagikan ilmunya kepada kami dan lebih khusus dosen pembimbing yang rela meluangkan waktunya untuk membimbing.

Terimakasih orang-orang yang luar biasa ,terimakasih banyak. "Telah memberi warna dan menjadi bagian dalam hidup ini"

MOTTO

Tidak ada yang tidak mungkin selagi kita berusaha dan berdo’a

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:153)

KATA PENGANTAR

Bismillahi rahmani rahim Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatu Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tidak lupa

Shalawat dan

Taslim atas junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menjadi zaman kepintaran seperti saat sekarang ini. Pada kesempatan ini, penulis memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada Ayahanda Setyo Widodo dan Ibunda Nur Hayati yang telah memberikan kasih sayang yang tulus dan penuh ikhlas membimbing dan membesarkan penulis serta tak henti-hentinya memberikan semangat dan mengirimkan doa serta dukungan (moril maupun materil) arahan dan selalu mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama masa studi. Ucapan terima kasih setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Lahming, M.S selaku pembimbing I dan Dr. Ir. Muhammad Wiharto C, M.Si selaku pembimbing II yang telah sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan fikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih pula pada semua pihak yang telah mendukung, membantu, membimbing dan memberikan motivasi penulis sampaikan kepada : 1. Prof. Dr. H. Muhammad Yahya, M.Kes., M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar beserta staf dan jajarannya.

2. Dr. Andi Sukainah S.TP., M.Si , selaku Ketua Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi/tugas akhir ini. 3. Seluruh dosen Program Studi Pedidikan Teknologi Pertanian yang telah banyak memberikan pengetahuan baru yang sebelumnya tidak pernah saya dapatkan. 4. Andi Jaya Nasaruddin, S.Pd, Ari Handoko, Ahmad Rif’an Muzaqi, Nyoman Tri P, S.Pd, dan Nurul Fahruni, S.T yang telah meluangkan waktunya dalam membantu penulis sejak pendaftaran perkuliahan hingga tugas akhir selesai. 5. Seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya dan semoga bimbingan tulus yang sudah disumbangkan kepada penulis dapat menjadi tambahan pengetahuan serta dapat dimanfaatkan baik dalam lingkungan akademis maupun masyarakat secara umum. Akhirnya penulis menyampaikan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi yang disusun ini tidak lepas dari kekurangan, Demi perbaikan diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penyusunan skripsil ini. Wassalamu „Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar,

Februari 2019

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................... ABSTRAK .............................................................................................. ABSTRAC .............................................................................................. LEMBAR PERNYATAAN .................................................................... LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. MOTTO .............................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................ DAFTAR ISI ........................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................... DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

i ii iii iv v vi vii viii x xii xiii xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................ B. Rumusan Masalah .................................................................. C. Tujuan Penelitian .................................................................... D. Manfaat Penelitian ..................................................................

1 4 4 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ............................................................................ B. Kajian Penelitian Relevan ...................................................... C. Kerangka Pikir ........................................................................ D. Hipotesis Penelitian ................................................................

6 18 19 20

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ................................... B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ C. Alat dan Bahan ....................................................................... D. Prosedur Penelitian ................................................................. E. Variabel Penelitian ................................................................. F. Definisi Operasional Variabel ................................................ G. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... H. Teknik Analisis Data ..............................................................

22 23 24 25 26 28 30 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ........................................................................ B. Uji Persyaratan Analisis .........................................................

36 45

C. Analisis Data........................................................................... D. Pembahasan ............................................................................ E. Keterbatasan Penelitian ..........................................................

46 47 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan........................................................................... B. Saran .....................................................................................

58 58

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. LAMPIRAN ............................................................................................

59 63

DAFTAR TABEL

Nomor

Nama Tabel

Halaman

2.1

Perbandingan kandungan gizi jagung manis dan air kelapa

11

2.2

Syarat mutu nata (SNI )1-4317-1996) ..................................

13

2.3

Kondisi optimum untuk memproduksi nata .........................

19

3.1

Perlakuan percobaan ............................................................

24

3.2

Penilaian kepentingan setiap parameter fisik, kimia, dan sensori

35

4.1

Pengambilan Keputusan Berdasarkan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) ..................................................................................

45

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Nama Gambar

Halaman

2.1

Acetobacter xylinum .....................................................

16

2.2

Kerangka pikir ...............................................................

22

3.1

Skema prosedur penelitian............................................

28

4.1

Hasil analisis kadar serat terhadap nata de corn ...........

37

4.2

Hasil analisis karbohidrat terhadap nata de corn ..........

38

4.3

Hasil analisis total gula terhadap nata de corn ..............

39

4.4

Hasil penilaian panelis mengenai mutu sensori warna .

41

4.5

Hasil penilaian panelis mengenai mutu sensori tekstur

42

4.6

Hasil penilaian panelis mengenai mutu sensori aroma

43

4.7

Hasil penilaian panelis mengenai mutu sensori rasa .....

44

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1.

Deskripsi Data...............................................................

63

2.

Uji Persyaratan Analisis................................................

66

3.

Analisis Data .................................................................

69

4.

Metode Perbandingan Eksponensial .............................

74

5.

Angket Organoleptik.....................................................

76

6.

Dokumentasi Penelitian ................................................

78

7.

Persuratan......................................................................

81

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki beraneka ragam sumber daya alam, salah satu di antaranya adalah sumber daya pertanian berupa serealia. Jagung merupakan salah satu sumber daya alam yang melimpah di indonesia. Salah satunya adalah jenis jagung manis (Zea mays L.Saccharata Sturt.) yang merupakan tanaman pangan yang sangat disukai masyarakat Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2015) tingkat produksi jagung di daerah Sulawesi Selatan mencapai 1,5 juta ton. Jagung manis dengan varietas bonanza F1 merupakan varietas jagung manis yang paling banyak dibudidayakan di daerah Sulawesi Selatan khususnya daerah desa Sandrobone Kabupaten Takalar. Jagung rebus adalah salah satu panganan yang menjadi favorit kebanyakan orang. Kebanyakan orang hanya akan memakan jagung rebus dan langsung membuang air bekas rebusan jagung begitu saja. Masyarakat menganggap bahwa air rebusan jagung adalah limbah, ternyata air rebusan jagung ini juga kaya akan nutrisi dan baik untuk tubuh. Pribadi (2008), kadungan tertinggi yang terdapat pada air rebusan jagung adalah kandungan serat. Serat dapat membantu dalam penurunan kadar kolesterol darah. Air rebusan jagung yang memiliki kadungan serat tinggi dapat dimanfaatkan sebagai produk olahan makanan, sehingga dapat bernilai ekonomis. Limbah air

rebusan jagung juga memiliki kadar gula reduksi yang cukup dapat dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter xylinum sebagai media pertumbuhannya, sehingga air rebusan jagung cocok untuk diolah sebagai bahan pembuatan produk nata. Nata pada dasarnya merupakan produk pangan hasil fermentasi dari A. xylinum yang ditumbuhkan pada medium yang mengandung glukosa. Bakteri A. xylinum dapat membentuk nata jika dalam medium fermentasi yang digunakan sesuai dengan syarat tumbuh bakteri tersebut. Dalam hal ini yang dimaksud adalah ketersediaan nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri A. xylinum agar memperoleh energi untuk pertumbuhannnya membentuk sel dan biosintesa produk-produk metabolit. Medium yang digunakan sebagai tempat terjadinya proses fermentasi harus mengandung komponen nutrisi yang lengkap, karena nutrisi merupakan faktor penting pada pertumbuhan bakteri A. xylinum dalam pembuatan nata. Pertumbuhan bakteri pembentuk nata dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat keasaman medium, suhu fermentasi, lama fermentasi, sumber nitrogen, sumber karbon, dan konsentrasi starter. Lama fermentasi pembentukan nata oleh bakteri A. xylinum berkisar antara 8-14 hari. Sumber karbon dapat digunakan gula dari berbagai macam jenis seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, ataupun maltosa dan untuk mengatur pH digunakan asam asetat (Nilawati, 2004). Gula pasir atau sukrosa adalah jenis gula yang paling melimpah ketersediannya, yang dapat diperoleh dari eksraksi batang tebu, umbi bit, dan nira palem. Gula pasir dapat dimanfaatkan A. xylinum sebagai sumber C karena mudah dihidrolisis sehingga sifatnya tersedia untuk metabolisme dalam memperbanyak sel. Pada proses

metabolisme, gula digunakan oleh A. xylinum untuk membentuk selaput selulosa (Muchtadi et al., 1997). Sumber nitrogen yang paling umum digunakan dalam pembuatan nata adalah pupuk urea, namun masih ada bahan alternatif lain yang dapat digunakan sebagai sumber nitrogen. Ekstrak tauge merupakan bahan alami yang dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan A. xylinum. Tauge kaya unsur nitrogen yang berguna untuk menyusun protoplasma, sehingga kebutuhan akan nutrisi untuk bakteri A. xylinum tercukupi. Nata yang dimaksud pada penelitian ini adalah nata dengan bahan dasar sari dari jagung manis dengan tujuan memanfaatkan potensi lokal yang ada pada daerah Sulawesi-Selatan (Takalar). Berdasarkan kondisi jagung manis, maka hal tersebutlah yang melatar belakangi penelitian pengolahan jagung manis menjadi bahan baku dalam pembuatan nata dengan memperhatikan aspek pengaruh pemberian sumber karbon (C) yang berbeda terhadap tingkat penerimaan konsumen. Produk ini memiliki peluang pasar yang besar dan dapat meningkatkan penghasilan masyarakat petani yang banyak mengelola tanaman jagung manis tersebut, melalui uji sensori dan uji kadar serat serta kadar pati berdasarkan kesesuaian standar SNI terhadap kualitas hasil nata de corn. Pembuatan nata de corn merupakan salah satu diversifikasi produk jagung, selain itu pembuatan nata de corn ini juga merupakan salah satu variasi dari berbagai jenis nata. Masalah yang mucul adalah seberapa banyak konsentrasi gula pasir yang digunakan dalam pembuatan nata de corn ini, sehingga dapat dilihat kualitas yang dihasilkan dari nata de corn tersebut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan sebuah

penelitian untuk mengkaji dan menganalisis kualitas nata de corn dengan berbagai konsentrasi gula. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dengan mengacu pada tujuan akan dicapai dalam penelitian ini, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pengunaan berbagai konsentrasi gula pasir berpengaruh terhadap kualitas nata de corn ? 2. Tingkat penggunaan konsentrasi gula pasir manakah yang paling disukai panelis ? C. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh penggunaan berbagai konsentrasi gula pasir terhadap kualitas nata de corn 2. Mengetahui pengaruh penggunaan berbagai konsentrasi gula pasir terhadap nata de corn yang paling disukai panelis. D. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi Pengambil Kebijakan Dalam hal ini instansi-instansi yang menangani produk hasil pertanian dapat dijadikan sebagai bahan informasi, masukan dan bahan pertimbangan sehingga dapat

menetapkan sebuah kebijakan dalam rangka pembinaan industri-industri produk hasil pertanian khususnya yang berkaitan dengan pengolahan komoditas jagung. 2. Bagi Masyarakat Sebagai bahan acuan, bahan informasi serta pedoman dalam mengembangkan usaha dalam bidang pengolahan produk pertanian. 3. Bagi Pengembang Ilmu Sebagai bahan bacaan, literatur serta acuan dan langkah-langkah penelitian dengan variabel-variabel yang lengkap.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan yang termasuk tanaman pangan dunia yang cukup penting selain gandum dan padi. Jagung pertama kali dibudidayakan di Mexico bagian tengah atau bagian selatan. Budidaya jagung kemungkinan dimulai pada era Kristiani dan ditemukan pada saat Colombus menemukan Amerika (Wolfe dan Kipps, 1959 dalam Pratiwi, 2009), sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn.l. Menurut Purwono dan Hartono (2007) sistematika dari tanaman jagung manis adalah sebagai berikut : Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Species

: Plantae (tumbuh-tumbuhan) : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) : Angiospermae (berbiji tertutup) : Monocotyledone (berkeping satu) : Graminales : Graminaceae (rumput-rumputan) : Zea : Zea mays L. saccharata Sturt

Menurut Riyani (2007) berdasarkan tujuan penggunaan atau pemanfaatannya, komoditas jagung di Indonesia dibedakan atas jagung untuk bahan pangan, jagung

untuk bahan industri pakan, jagung untuk bahan industri olahan, dan jagung untuk bahan tanaman atau disebut benih. Masing-masing jenis bahan tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Jagung sebagai bahan pangan, dapat dikonsumsi langsung maupun perlu pengolahan seperti jagung rebus, bakar, maupun dimasak menjadi nasi. Sebagai bahan pakan ternak, biji pipilan kering digunakan untuk pakan ternak bukan ruminan seperti ayam, itik, puyuh, dan babi, sedangkan seluruh bagian tanaman (brangkasan) jagung atau limbah jagung, baik yang berupa tanaman jagung muda maupun jeraminya dimanfaatkan untuk pakan ternak ruminansia. Selain itu, jagung juga berpotensi sebagai bahan baku industri makanan, kimia farmasi dan industri lainnya yang mempunyai nilai tinggi, seperti tepung jagung, gritz jagung, minyak jagung, gula, etanol, asam organik, dan bahan kimia lain.(Wahyudi, 2005) Bahan tanaman jagung yang umum disebut benih, merupakan bagian terpenting dalam suatu proses produksi jagung itu sendiri. Para ahli botani dan pertanian mengklasifikasikan tanaman jagung berdasarkan sifat endosperma (kernel) sebagai berikut.(Ahmad, 2009) Berdasarkan penampilan dan tekstur biji (kernel), jagung diklasifikasikan ke dalam 7 tipe yaitu : a. Jagung mutiara (flint corn) – Z. mays indurate Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat, licin, mengkilap dan keras karena bagian pati yang keras terdapat di bagian atas dari biji. Pada waktu masak, bagian atas dari biji mengkerut bersama-sama, sehingga menyebabkan permukaan biji

bagian atas licin dan bulat. Pada umumnya varietas lokal di Indonesia tergolong ke dalam tipe biji mutiara. Sekitar 75% dari areal pertanaman jagung di Pulau Jawa bertipe biji mutiara. Tipe biji ini disukai oleh petani karena tahan hama gudang. b. Jagung gigi kuda (dent corn) – Z. mays identata Bagian pati keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji, sedangkan pati lunaknya di tengah sampai ke ujung biji. Pada waktu biji mengering, pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih mengkerut dari pada pati keras, sehingga terjadi lekukan (dent) pada bagian atas biji. Tipe biji dent ini bentuknya besar, pipih dan berlekuk. Jagung hibrida tipe dent adalah tipe jagung yang populer di Amerika dan Eropa. Di Indonesia, terutama di Jawa, kira-kira 25% dari jagung yang ditanam bertipe biji semi dent (setengah gigi kuda). c. Jagung manis (sweet corn) – Z. mays saccharata Bentuk biji jagung manis pada waktu masak keriput dan transparan. Biji jagung manis yang belum masak mengandung kadar gula lebih tinggi dari pada pati. Sifat ini ditentukan oleh satu gen sugary (su) yang resesif. Jagung manis umumnya ditanam untuk dipanen muda pada saat masak susu (milking stage). d. Jagung berondong (pop corn) – Z. mays everta Pada tipe jagung pop, proporsi pati lunak dibandingkan dengan pati keras jauh lebih kecil dari pada jagung tipe flint. Biji jagung akan meletus kalau dipanaskan karena mengembangnya uap air dalam biji. Volume pengembangannya bervariasi

(tergantung pada varietasnya), dapat mencapai 15-30 kali dari besar semula. Hasil biji jagung tipe pop pada umumnya lebih rendah daripada jagung flint atau dent. e. Jagung tepung (floury corn) –Z. mays amylacea Zat pati yang terdapat dalam endosperma jagung tepung semuanya pati lunak, kecuali di bagian sisi biji yang tipis adalah pati keras. Pada umumnya tipe jagung floury ini berumur dalam (panjang) dan khususnya ditanam di dataran tinggi Amerika Selatan (Peru dan Bolivia). f. Jagung ketan (waxy corn) – Z. mays certain Endosperma pada tipe jagung waxy seluruhnya terdiri dari amylopectine, sedangkan jagung biasa mengandung ± 70% amylopectine dan 30% amylose. Jagung waxy digunakan sebagai bahan perekat, selain sebagai bahan makanan. g. Jagung pod (pod corn) – Z. mays tunicate Setiap biji jagung pod terbungkus dalam kelobot, dan seluruh tongkolnya juga terbungkus dalam kelobot. Endosperma bijinya mungkin flint, dent, pop, sweet atau waxy. Ketujuh jenis jagung diatas, jagung mutiara (flint corn) dan semi gigi kuda (dent corn), serta jagung manis (sweet corn) yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Salah satu jenis jagung yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia adalah jenis jagung manis. Pada awalnya jagung manis ini di temui oleh seorang penemu di sekitar daerah Amerika bagian tengah. Awal penemuan jagung manis di negara Amerika bagian tengah ini sekitar tahun 1965. Pada saat itu jagung manis tersebut berkembang tidak terlalu luas. Tetapi setelah masyarakat

tau bahwa sayuran tersebut memiliki rasa yang manis dan enak, baru lah lahan tempat penanaman jagung manis tersebut di perluas. Sehingga perluasan lahan tersebut membuat keberadaan jagung manis semakin banyak di kenali oleh orang banyak. Pengenalan jagung manis tersebut pada akhirnya sampai ke Indonesia pada sekitar tahun 1980-an. Jagung manis (sweet corn) tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda. Kandungan jagung manis disajikan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Gizi Jagung Manis dan Air Kelapa Komponen Satuan (%) Kadar Jagung Manis

Kadar Air Kelapa

Karbohidrat (g)

19

3,7

Gula (g)

3,2

2,6

Serat (g)

2,7

1,1

Kalori (kkal)

90

18

Protein (g)

3,2

0,7

Lemak (g)

1,2

0,2

Vitamin A, setara dg 10 µg

1%

-

Folat (Vit. B9), 46 µg

12%

-

Vitamin C, 7 mg

12%

2,4

Besi, 0,5 mg

4%

-

Magnesium, 37 mg

10%

25

Potasium, 270 mg

6%

-

Air (g)

24

95,5

Sumber : Arianingrum (2011) 2. Nata Nata adalah makanan hasil fementasi berbentuk gel, padat, kokoh, kuat, putih, dan kenyal yang mengapung pada permukaan media yang mengandung gula dan asam. Nata dihasilkan oleh aktivitas bakteri A. xylinum (Salim, 2012). Nata banyak mengandung serat, selulosa dan protein. Protein yang terkandung dalam nata berasal dari bakteri A. xylinum yang terperangkap diantara susunan benangbenang selulosa. Oleh karena itu, nata juga dapat digolongkan sebagai probiotik (Pambayun, 2006). Nata merupakan makanan pencuci mulut (desert) yang bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan yang terjadi dalam usus halus dan penyerapan air dalam usus besar. Nata sangat baik apabila diolah menjadi makanan atau minuman penyegar, karena nata mengandung serat pangan ( dietary fibre ). Nata baik digunakan sebagai makanan diet karena kandungan kalori yang

rendah pada nata mengakibatkan makanan ini tepat sebagai makanan diet. Nata memiliki daya tarik yang tinggi karena mempunyai penampilan warna putih agak bening, tekstur kenyal, aroma segar (Khofifah, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biologi LIPI, kandungan gizi nata per 100 g nata yaitu 80 % air, 20 g karbohidrat, 146 kal kalori, 20 g lemak, 12 mg kalsium, 2 mg fosfor, dan 0,5 mg ferrum ( besi ). Kandungan gizi 100 g nata yang dikonsumsi dengan sirup adalah 67,7 % air, 12 mg kalsium, 0,2 % lemak, 2 mg fosfor ( jumlah yang sama untuk vitamin B1 dan protein ), 5 mg zat besi dan 0,01 mikrogram Riboflavin ( Nurcahyo, 2011 ). Syarat-syarat mutu nata menurut Standar Nasional Indonesia ( SNI ) disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata SNI 01-4317-1996 Jenis uji Satuan Persyaratan normal

NO 1

Bau

2

Rasa

-

normal

3

Warna

-

normal

4

Tekstur

-

normal

5

Jumlah gula

%

Min. 15

6

Serat makan

%

Maks. 4,5

Sumber : SNI 01-4317-1996

Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan nata secara garis besar terdiri dari bahan baku dan bahan pembantu. Bahan pembantu terdiri dari sukrosa, ammonium sulfat, asam asetat glasial, dan starter nata (Alamsyah, 2002). a. Sukrosa Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan sebagai karbohidrat dan pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yaitu gula yang berasal dari bit, tebu, atau palma. Sukrosa adalah gula utama yang digunakan dalam industri pangan, sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Industri-industri makanan biasanya menggunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan jika penggunaannya dalam jumlah banyak maka digunakan cairan (Winarno, 2004). Perbedaan jenis sakarida yang ditambahkan pada medium mempengaruhi sintesa selulosa dari A. xylinum. Budhiyono (1999) menggunakan fruktosa, glukosa, laktosa, dan sukrosa sebagai sumber vitamin C pada media fermentasi A. xylinum. Fruktosa memberikan yields tertinggi, diikuti kombinasi fruktosa dan laktosa. Berdasarkan hasil tersebut,, fruktosa merupakan substrat paling cocok untuk sintesa selulosa oleh A. xylinum. Jenis sukrosa yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula pasir. b.

Ammonium Sulfat Ammonium sulfat dalam pembuatan nata berfungsi sebagai sumber nitrogen yang

merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri A. xylinum. Ekstrak khamir, pepton, kalium nitrat, dan ammmonium fosfat juga digunakan sebagai sumber nitrogen. Pada

umumnya produsen nata menggunakan ammonium sulfat karena harganya relatif murah dan mudah diperoleh (Saragih, 2004). Menurut Kholifah (2010), penambahan ammonium sulfat yang optimum sebesar 0,4%. Sedangkan Budhiyono (1999) menyatakan bahwa penggunaan ammonium fosfat sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan A. xylinum lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan unsur P dari ammonium fosfat yang sangat dibutuhkan dalam sintesis selulosa oleh A. xylinum. c. Asam Asetat Asam asetat biasa dikenal dengan cuka biang. Asam ini biasa digunakan untuk menambah atau memperkuat rasa pada makanan. Asam asetat ini digunakan untuk mengatur derajat keasaman pada pembuatan nata. Dosis penggunanan asam asetat sekitar 5 ml untuk setiap 1 liter air kelapa hingga diperoleh pH 4,0-4,5 ( Saragih, 2004 ). d. Starter Nata Starter atau inokulum adalah kultur mokroorganisme yang diinokulasikan ke dalam media fermentasi pada saat pertumbuhan eksponensial. Bakteri yang berperan pada pertumbuhan nata adalah A. xylinum akan memanfaatkan gula sebagai bahan sumber tenaga. Gula ini disintesa menjadi selulosa atau nata yang diinginkan dan sebagai hasil samping, terbentuk asam cuka yang dapat menurunkan pH medium sampai 2,5 (Nurfaillah, 2018) Kriteria penting bagi mikroba sebagai starter dalam proses pertumbuhan nata, yaitu sehat dan berada dalam keadaan aktif, tersedia dalam jumlah yang cukup, bebas

dari kontaminasi dan kemampuannya dalam membentuk produk nata (Rahman, 1992 dalam Awwaly et al., 2011). Menurut Hartanti (2010), mengatakan bahwa apabila umur biakan starter yang digunakan kurang dari 4 hari, maka produk yang dihasilkan kurang maksimal, karena pada masa itu diperkirakan mikroba masih berada dalam fase stasioner, fase dimana mikroba lebih berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru dan pada fase ini juga berlangsung seleksi, hanya mikroba yang dapat mencerna nutrisi dalam medium untuk pertumbuhannya yang dapat bertahan hidup. Pada umur biakan starter lewat dari 4 hari juga dianggap kurang baik karena mikroba berada dalam fase pertumbuhan lambat karena mikroba berada pada fase transisi antara stasioner (pertumbuhan tetap) dengan fase eksponensial, yaitu fase dimana pertumbuhan tidak seimbang karena umur sel bakteri telah tua sehingga fase ini pertumbuhan tidak stabil lagi. 3. Acetobacter xylinum a. Karakteristik A. xylinum A. xylinum termasuk golongan bakteri yang memiliki ciri-ciri antara lain berbentuk batang, gram negatif, obligat aerob, dengan lebar 0,5-1 µm dan panjang 2-10 µm. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berdiri sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya ( Hesse, 2005 ). Berikut klasifikasi ilmiah bakteri selulosa atau A. xylinum menurut (Tsalagkas, 2015) :

Kingdom Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

: Bacteria : Proteobacteria : Alpha Proteobacteria : Rhodospirillales : Psedomonadaceae : Acetobacter : Acetobacter xylinum

Gambar 2.1 Acetobacter xylinum A. xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek dan tergolong ke dalam jenis bakteri gram negatif, memiliki lebar 0,5-1 µm dan panjang 2-10 µm. Bakteri A. xylinum mampu mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat yang paling menonjol dan bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasai glukosa menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matriks yang dikenal sebagai nata. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berdiri sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya ( Bakteri ini dapat menghasilkan nonfiber selulosa dengan panjang 40-50µm. Selulosa tersebut terdiri dari rantai paralel β-1,4-D-glukopiranosa yang berikatan hidrogen. Stuktur serat yang terbentuk mempunyai rasio daerah kristal dan nonkristal. Rasio daerah kristal dan non-kristal memnunjukkan kompleksitas besar dan

viabilitas dalam pengaturan supramolekulnya. Pembentukan suprastruktur dari serta selulosa bakteri dan pelikel dapat dikendalikan dengan variasi dari komponen nutrisi dan kondisi pada media tersebut (Klemm, 2005). b. Kondisi kultivasi Produksi Selulosa A. xylinum merupakan bakteri aerobik yang hidup pada kondisi asam, sehingga keasaman media sangat mempengarui pertumbuhannnya. Selain itu, beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan A. xylinum yaitu suhu dan ketersediaan oksigen. 1) Keasaman (pH) Laju pertumbuhan bergantung pada pH, kerena pH mempengaruhi fungsi membran, enzim, dan komponen sel lainnya. Keasaman (pH) menunjukkan aktivitas ion H+ dalam suatu larutan dan pada proses fermentasi. Keasaman media sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikrobial (Suryani, 2010). Budhiyono (1999) menyatakan pH optimum untuk produksi selulosa adalah 4-6. Selama fermentasi berlangsung pH medium berubah terjadi perubahan pH, pertumbuhan sel dan produksi metabolism terganggu, karena itu selama fermentasi berlangsung, pH diupayakan agar tetap dipertahankan pada pH optimum, untuk itu dapat dilakukan dengan penambahan buffer yang tidak dapat dirombak oleh mikroorganisme atau dengan penambahan larutan asam atau basa dari luar jika pH berubah. 2) Suhu

Suhu kultivasi berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan terhadap efisiensi konversi substrat menjadi massa sel. Suhu yang melebihi suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme dapat mengakibatkan kerusakan struktur protein dan DNA yang memegang peranan penting dalam metabolisme pertumbuhan sel. Suhu untuk pertumbuhan A. xylinum berkisar antara 28-31 ᵒC. Menurut Pambayun (2006) menyebutkan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan A. xylinum adalah pada suhu 28-30ᵒC. 3) Ketersediaan Oksigen Ketersediaan oksigen terlarut dalam media kultur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas selulosa. Oksigen terlarut dalam medium dapat bervariasi dengan mengubah kecepatan agitasi. Kurangnya oksigen selama proses fermentasi akan mengurangi produksi selulosa (Chawla, 2009). Kondisi yang biasa digunakan sebagai acuan dalam mengkondisikan media agar optimum untuk memproduksi nata disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2.4 Kondisi optimum untuk memproduksi nata Parameter Nata de Coco

Sumber Karbon

Sukrosa dan glukosa (15-20%)

Sumber Nitrogen

Ammonium sulfat (0,4-0,6%)

Keasaman (pH)

4,0-5,0

Suhu

28ᵒC

Asam cuka glasial

3-4%

Starter

10-20%

Lama inkubasi

14-15 hari

Sumber: Isti, 2005 Keberhasilan pembuatan nata juga bergantung pada kondisi fermentasi, lama fermentasi, ketinggian media didalam wadah dan ukuran wadah. Semakin lama waktu fermentasi berpengaruh positif terhadap ketebalan dan rendemen nata de coco. Semakin dangkal media dalam wadah, fermentasi juga akan meningkatkan rendemen dan ketebalan nata karena mempunyai sirkulasi udara yang lebih baik sehingga pertumbahan bakteri A. xylinum optimum (Haryanti, 2002). B. Kajian Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang dilakukan Margaretha (2015) dengan judul Pengaruh Kadar Gula Terhadap Pembuatan Nata de Yam dengan kadar gula 250 g pada kontrol, 150 g pada perlakuan 1, 200 g pada perlakuan 2, 300 g pada perlakuan 3, dan 350 g perlakuan 4, menunjukkan bahwa pada perlakuan 2 dengan kadar gula 200 g merupakan perlakuan terbaik dalam pembuatan nata de yam, hal ini dapat dilihat dari ketebalan yang dihasilkan dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu 1,668 cm selama 2

minggu proses fermentasi. Pengaruh kadar gula dalam pembuatan nata de yam adalah sebagai pengoptimal kerja A. xylinum sehingga dapat mempertebal nata. Hasil penelitian yang dilakukan Alviani (2016) dengan judul Pengaruh Konsentrasi Gula Kelapa dan Starter A. xylinum Terhadap Kualitas Fisik dan Kimiawi Nata de Leri menunjukkan hasil bahwa kombinasi perlakuan terbaik pembuatan nata de leri adalah penambahan gula kelapa sebesar 15-20% dan volume starter sebesar 10-15% dengan ketebalan tertinggi sebesar 10,66 mm, kadar air terendah sebesar 74,59%, kadar gula total tertinggi sebesar 6,46%, dan kadar serat kasar tertinggi sebesar 2,99%. C. Kerangka Fikir Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Saat ini jagung telah mengalami pengembangan diversifikasi, selain itu air rebusan jagung yang dianggap sebagai limbah ternyata mengandung banyak serat pangan dan populer diteliti potensi kandungan unsur pangan fungsionalnya. Adanya kandungan gula, serat, serta kandungan vitamin yang cukup tinggi menyebabkan air rebusan jagung berpotensi sebagai bahan dalam pembuatan produk nata. Pembuatan nata, bakteri yang digunakan adalah bakteri A.xylinum, bakteri ini merubah karbohidrat menjadi serat selulosa. Selain substrat dan bakteri, adapula komponen gula yang harus ada dalam pembuatan nata. Gula dijadikan bahan baku utama yang dijadikan matriks selulosa oleh A. xylinum. Penelitian sebelumnya telah ada pembuatan nata dari substrat bengkoang dengan melihat pengaruh pemberian

berbagai konsentrasi sukrosa/gula, namun belum ada yang diaplikasikan pada substrat jagung. Fermentasi nata de corn dilakukan dengan penggunaan konsentrasi gula 10%, 15%, 20% dan waktu fermentasi selama 2 minggu. Pada proses fermentasi, media nata di isolasi dalam wadah tertutup. Nata yang telah dipanen kemudian direndam selama 3 hari untuk mengurangi flavor asam yang terbentuk selama fermentasi, kemudian dilakukan analisis kadar serat, kadar pati, total gula dan sensori. Model kerangka fikir analisis kualitas nata de corn dengan berbagai konsentrasi gula pasir dapat dilihat pada Gambar 2.2. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian-kajian teori yang relevan, maka dirumuskan hipotesis penelitian yaitu untuk mengetahui bahwa ada pengaruh penggunaan berbagai konsentrsi gula pasir terhadap kualitas nata de corn.

Jagung Manis

 Produksi tinggi  Harga rendah  Komposisi kimia baik

Perlu diversifikasi produk olahan untuk meningkatkan nilai ekonomis

Nata De Corn

Pengujian Sensori

 Uji serat  Uji karbhidrat  Uji gula total

Rekomendasi

Gambar 2.2 Kerangka Pikir

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian atau Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimen. Pendekatan penelitian ini merupakan langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gula pasir dalam pembuatan nata de corn. Penelitian ini menggunakan analisis ragam ANOVA yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan 3 perlakuan dan 1 kontrol yang diulang sebanyak 3 kali, maka jumlah unit percobaan yang akan diperoleh sebanyak 12 unit. Perlakuan percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Tabel Perlakuan Percobaan Perlakuan Konsentrasi gula pasir Kontrol

15%

A

10%

B

15%

C

20%

Sumber : Dikembangkan Sendiri Keterangan : K A B C

= gula pasir 15% ditambahkan pada air kelapa dengan 3 kali ulangan. = gula pasir 10% ditambahkan pada air rebusan jagung dengan 3 kali ulangan. = gula pasir 15% ditambahkan pada air rebusan jagung dengan 3 kali ulangan. = gula pasir 20% ditambahkan pada air rebusan jagung dengan 3 kali ulangan.

1. Rancangan Acak Lengkap a. Model linear rancangan acak lengkap, sebagai berikut: Yijk = µ + τi +ɛij i = K, A, B, C (jumlah perlakuan); j = 1, 2, 3 (ulangan) Keterangan persamaan: Yij µ τi ɛij

: Nilai pengamatan dari kualitas nata de corn : Efek nilai rata-rata konsentrasi gula pasir : Efek dari perlakuan konsentrasi gula pasir ke – i (kualitas nata de corn) : Efek galat konsentrasi gula pasir

b. Asumsi pengujian 1) Komponen-komponen pengujian µ, τi dan εij bersifat aditif 2) Nilai-nilai τi (i = K, A, B, C) tetap; Σ τi = 0; E (τi) = τi 3) εij timbul secara acak, menyebar normal dengan nilai tengah 0 dan ragam σ2, atau dituliskan E (εij) = σ2 atau disingkat εij

(0, σ2).

c. Hipotesis Pengujian H0 : τK = τA = τB = τC = 0 berarti tidak ada pengaruh perlakuan konsentrasi gula pasir terhadap kualitas nata de cron. H1 : Minimal ada satu τi ≠ 0 (i = K, A, B, C), minimal ada satu perlakuan konsentrasi gula pasir yang berpengaruh terhadap kualitas nata de corn. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dan waktu penelitian ini, yaitu : 1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA UNM, pengujian kadar serat, kadar pati dan kadar gula total, di laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNHAS. Pengujian sensori dilakukan di laboratorium Pendidikan Teknologi Pertanian. 2. Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus-Oktober 2018 C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : kompor, baskom, saringan, wadah plastik (18,2 × 18,2 × 11,5 cm), gelas ukur, koran, panci, spatula, pisau, timbangan analitik (neraca), botol timbang, Erlenmeyer, kompor listrik, pendingin, corong, spatula, kertas saring, beaker glass, oven, refluks, pipet tetes, labu ukur 250 ml, botol pencuci, pipet ukur 25 ml, pipet volumetri 25 ml, buret, dan hot plate. 2. Bahan Bahan baku utama dari penelitian ini adalah jagung manis varietas bonanza F1 yang diperoleh dari desa Sanrobone, kecamatan Sanrobone, kabupaten Takalar, kultur murni bakteri Acetobacter xylinum diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi FMIPA UNM, gula pasir, air, cuka, H2SO4, kertas pH, NaOH, K2SO4, CH3COOH, Indikator PP , akuades, dan Pereaksi Luff Schoorl.

alcohol, HCl,

D. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Kultur bakteri A. xylinum yang digunakan diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi FMIPA UNM. Kultur yang akan digunakan dikeluarkan dari lemari pendingin dan disimpan pada suhu ruang selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk mengaktifkan kembali bakteri dari masa inaktifnya. Jumlah bakteri yang digunakan sebanyak 200 ml untuk setiap perlakuan. Jagung manis yang digunakan diperoleh dari petani daerah desa Sanrobone, kec. Sanrobone,

kab. Takalar dengan umur

jagung sekitar 60 hari. Dalam pembuatan nata de coco yang merupakan perlakuan kontrol, digunakan air kelapa muda yang baru dipetik yang diperoleh dari petani daerah desa Sanrobone, kec. Sanrobone, kab. Takalar. 2. Pelaksanaan Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini dimulai dari persiapan jagung manis yang disosoh sebanyak 1 kg dan direbus dengan air sebanyak 1000 ml. Air hasil rebusan disaring sebanyak 800 ml, kemudian ditambahkan dengan air rebusan tauge sebanyak 200 ml. Selanjutnya, gula pasir masing-masing 10%, 15%, 20% ditambahkan pada tiap perlakuan, sedangkan untuk perlakuan kontrol digunakan 1000 ml air kelapa yang ditambahkan 15% gula pasir. Setelah itu, cuka sebanyak 5% ditambahkan pada seluruh perlakuan untuk mengatur pH cairan. Kemudian, perebusan dilakukan kembali sambil diaduk agar cairan homogen.

Cairan nutrisi nata yang telah direbus lalu didinginkan hingga mencapai suhu normal atau suhu ruang. Setelah itu, penambahan starter A. xylinum sebanyak 20% untuk setiap perlakuan. Setelah diberi starter, cairan difermentasi dalam wadah tertutup koran selama 2 minggu. 3. Pemanenan Nata de Corn Nata siap untuk dipanen setelah 14 hari fermentasi. Nata dikeluarkan dari wadah lalu dilakukan perendaman menggunakan air bersih selama 3 hari dengan mengganti air rendaman setiap hari. Hal ini berguna untuk mengurangi flavor asam pada nata yang terbentuk selama proses fermentasi. Nata yang telah direndam selama 3 hari selanjutnya dilakukan pemotongan berbentuk dadu, kemudian direbus hingga mendidih. Nata ditiriskan dan siap dilakukan pengujian. Diagram alir pembuatan nata de corn dapat dilihat pada Gambar 3.1. E. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini antara lain : 1.

Variabel perlakuan dalam penelitian ini adalah penggunaan gula pasir dengan konsentrasi berbeda pada pembuatan nata de corn yaitu 10%, 15%, dan 20%.

2.

Variabel pengamatan dalam penelitian ini adalah kadar serat, kadar pati, total gula serta sensori berupa warna, aroma, rasa, dan tekstur terhadap nata de corn.

Jagung manis muda umur panen 60 hari Penyosohan Perebusan (1 kg jagung yang telah disosoh dengan penambahan air 1000 ml) Penyaringan (pemisahan antara biji jagung dan air rebusan) Pemisahan sebanyak 800 ml Penambahan rebusan tauge sebagai sumber nitrogen 20% (berikan persentasinya juga) Penambahan gula pasir (10%, 15%, 20%)

Penambahan cuka 5% ( kisaran pH 4,0-5,0 ) Perebusan hingga mendidih selama 5 menit Didinginkan selama 1 jam

Penambahan starter A. xylinum 20% Pendinginan dalam wadah Fermentasi 14 hari Pemanenan Perendaman 3 hari Perebusan 15 menit Parameter yang akan diuji: Nata de corn 1. Kadar serat pangan 2. Kadar Pati 3. Jumlah gula totalGambar 3.1 Skema Prosedur Penelitian

Uji Sensori: 1. Aroma 2. Rasa 3. Warna 4. Tekstur

F. Definisi Oper F. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu : 1. Sukrosa Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan sebagai karbohidrat dan pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yaitu gula yang berasal dari bit, tebu, atau palma. Sukrosa adalah gula utama yang digunakan dalam industri pangan. 2. Kadar Serat Serat makanan didefinisikan sebagai sisa-sisa skeletal sel-sel tanaman yang tahan terhadap hidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan manusia. 3. Kadar Pati Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang 4. Total Gula Gula total merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisa pati. Semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa berperan sebagai agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi.

5. Uji Sensori Uji sensori atau uji indrea atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indrea manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian sensori mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian sensori dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk. a. Warna Warna pada produk pangan merupakan atribut mutu yang penting dalam pemasaran, walaupun tidak secara langsung menunjukkan kandungan nutrisi, aroma maupun kandungan nilai-nilai fungsional lainya. Warna berkaitan erat dengan kesukaan konsumen terhadap penampakan produk bekasam yang dihasilkan. b. Rasa Rasa suatu bahan pangan berasal dari bahan pangan itu sendiri dan apabila telah mendapatkan perlakuan atau pengolahan maka rasanya akan dipengaruhi oleh bahan yang ditambahkan selama pengolahan. Rasa merupakan parameter dalam uji sensori yang melibatkan indera lidah. c. Aroma Salah satu faktor yang menentukan mutu suatu produk adalah aroma yang ditimbulkan atau dikeluarkan oleh produk pangan tersebut, karena aroma yang dapat merangsang sensasi sehingga timbul keinginan untuk mengomsumsi produk pangan tersebut. Aroma merupakan salah satu komponen utama flavor bahan makanan.

d. Tekstur Tekstur merupakan sifat bahan makanan yang dapat dideteksi melalui mata, kulit, atau sensori dalam mulut.

G. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan di laboratorium yang dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematik pada subjek penelitian. Data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Analisis Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005) Analisis serat kasar dilakukan dengan cara sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N dan dipanaskan sampai mendidih selama 30 menit. Kemudian, cairan ditambahkan dengan 25 ml NaOH 1,5 N dan terus didihkan lagi selama 30 menit. Setelah itu disaring, kertas saring dimasukkan ke dalam corong Bunchner. Penyaringan dilakukan dengan pompa vakum dan dicuci berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml aseton. Kertas saring dan residunya dimasukkan ke cawan porselen dan di oven pada suhu 105°C, kemudian didinginkan dalam desikator. Kadar serat kasar dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar serat kasar (%) =

Keterangan :

× 100%

X = bobot contoh a = bobot kertas saring b = bobot kertas saring + sampel setelah dioven c = bobot kertas saring + sampel setelah ditanur

2. Kadar Pati (AOAC, 1995 dalam Sudarmadji 1997) Prosedur pengukuran kadar pati sebagai berikut, sampel ditimbang sebanyak 2-5 g bahan padat yang telah dihaluskan ke dalam gelas piala 250 ml, selanjutnya ditambahkan 50 ml akuades. Pengadukan dilakukan selama 1 jam, suspensi disaring dengan kertas saring Pencucian dengan akuades dilakukan sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang larut dan dibuang. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan pencucian 200 ml akuades. Penambahan 20 ml HCl kurang lebih 25% (berat jenis 1,125). Selanjutnya, larutan sampel ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air mendidih selama 2,5 jam. Larutan sampel didinginkan dan selanjutnya dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml, kemudian disaring. Kadar gula ditentukan yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula reduksi. Berat glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati. Persamaan untuk menghitung kadar pati sebagai berikut :

Keterangan :

K L M N 0,9

= Absorbsi sampel yang telah di stadarisasi oleh kurva standard = Konsentrasi larutan sampel = Volume standard = Berat sampel (g) = Faktor konferensi yang diperoleh dari perbandingan molekul reduksi yang dihasilkan.

gula

3. Analisis Kadar Gula Total Metode Luff Schoorl (AOAC, 1995) a. Penentuan Kadar Gula Reduksi Sebelum Inversi Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram sampel kemudian dilarutkan dalam labu takar 250 ml, lalu ditambahkan akuades sampai tanda batas. Kemudian, Erlenmeyer 250 ml disediakan sebanyak 2 buah, selanjutnya masing-masing dipipet sebanyak 25 ml larutan contoh percobaan dan 10,2 ml akuades digunakan sebagai blanko. Larutan Luff School sebanyak 10 ml dipipet, lalu diaduk sampai homogen, 20 ml akuades ditambahkan dan refluks selama 10 menit. Sampel didinginkan dengan air mengalir, kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 6 N diaduk sampai homogen, 1 gr KI ditambahkan dan diaduk sampai homogen. Larutan baku thiosulfate dititrasi sampai kuning muda, lalu ditambahkan 2,5 ml larutan amilum dan 1% titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.

Kadar gula reduksi sebelum inversi 

fp x mg gula x 10 -3 x 100% W sampel

b. Penentuan Kadar Gula Reduksi Sesudah Inversi

Larutan percobaan sebanyak 25 ml dipipet untuk gula reduksi, lalu dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer 250 ml, 100 ml akuades dan HCl 25% sebanyak 10 ml ditambahkan, kemudian dipanaskan dalam penangas air panas pada suhu 70-80oC selama 10-15 menit, segera didinginkan dalam air mengalir, lalu ditambahkan 5 tetes indikator phenolpthalin. Larutan dinetralkan dengan ditambahkan sedikit demi sedikit larutan NaOH 30% sampai merah muda, asam asetat 1% ditaambahkan sampai kembali ke warna semula. Sampel dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, lalu ditambahkan 10 ml larutan luff schoorl, 20 ml akuades selanjutnya direfluks selama 10 menit, lalu didinginkan dengan air dingin yang mengalir, kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 6 N dan diaduk sampai homogen, 1 gram KI ditambahkan lalu diaduk sampai homogen. Setelah itu dititrasi dengan larutan thiosulfat sampai warna kuning muda, lalu sampel ditambahkan 2 ml larutan amilum 1% titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.

Kadar gula reduksi sebelum inversi 

fp x mg gula x 10 -3 x 100% W sampel

Kadar Sukrosa = {(% gula reduksi setelah inversi - % gula reduksi sebelum inversi) x 0,95%} Kadar Gula Total = (%gula reduksi sebelum inversi + % sukrosa )

4. Uji Sensori

Menurut Susiwi (2009) penilaian sensori atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Sensori adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma, dan flavor produk pangan. Penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali dengan penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Uji sensori dilakukan dengan memilih panelis semi terlatih yaitu peserta yang beranggotakan 25 orang dari mahasiswa Pendidikan Teknologi Pertanian. Uji sensori pada produk nata de corn ini menggunakan uji sensori untuk menentukan kualitas nata de corn yang dihasilkan baik dari segi aroma, warna, tekstur dan rasa. 5. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Salah satu teknik pengambilan keputusan untuk menentukan peringkat dari beberapa alternatif keputusan berdasarkan beberapa kriteria keputusan. Metode MPE menggunakan asumsi dasar bahwa pengambilan keputusan harus mampu menentukan tingkat nilai kriteria keputusan dan tingkat nilai alternatif keputusan terhadap setiap kriteria keputusan. Penilaian berdasarkan intuisi, data riset, observasi, wawancara, atau pengetahuan umum mengenai kriteria tersebut. Bentuk matriks keputusan dengan MPE dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Penilaian kepentingan setiap parameter kimia, dan sensori Parameter

Dasar pertimbangan kepentingan

Analisis

Nilai kepentingan

Serat kasar

Serat kasar merupakan salah satu parameter kualitas nata

5

Kadar Pati

Kadar pati menunjukkan kandungan nata

3

Gula total

Gula total dapat mempengaruhi tekstur nata

4

Warna

Warna menunjukkan kualitas nata

4

Aroma

Aroma menunjukkan kualitas nata

4

Rasa

Rasa menunjukkan kualitas nata

4

Tekstur

Tekstur menunjukkan kualitas nata

4

H. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan meliputi uji persyaratan analisis yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila data yang diperoleh bersifat normal dan homogennya, maka akan dilanjutkan dengan analisis uji statistik sidik ragam ANOVA. Jika H1 diterima maka dilakukan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan (DMRT) pada taraf signifikan α= 0,05. Data diolah dengan menggunakan perangkat SPSS Versi 22.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskriptif Data Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan berbagai konsentrasi gula pasir pada pembuatan nata de corn. Dalam penelitian ini terdapat tiga bentuk perlakuan yaitu, perlakuan 15% gula pasir dan air kelapa (kontrol), 10% gula pasir dan air rebusan jagung sosoh, 15% gula pasir dan air rebusan jagung sosoh, 20% gula pasir dan air rebusan jagung sosoh, masing-masing diulangi 3 kali ulangan. Parameter yang diamati dalam pembuatan nata de corn yaitu analisis kimia yang meliputi analisis kadar serat, kadar pati, dan total gula dan pengujian sensori meliputi, warna, rasa, aroma, dan tekstur. Menurut Nurhayati (2006), media yang mengandung gula digunakan untuk pembentukan felikel nata, dimana dengan adanya kandungan sukrosa didalam gula berfungsi sebagai sumber karbon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. 1. Analisis Kimia Analisis kimia yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui mutu dari nata de corn yaitu : a. Analisis Kadar Serat Kasar Kadar serat merupakan hasil perombakan gula medium fermentasi oleh aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Jenis kadar serat yang terdapat pada produk nata yaitu kadar serat kasar. Gula merupakan sumber karbon dalam pertumbuhan bakteri A.

xylinum, penggunaan gula dengan konsentrasi tinggi atau massa gula yang diberikan semakin banyak menyebabkan A. xylinum akan memproduksi serat selulosa semakin banyak dan saling mengikat serta memadat sehingga terjadi penebalan (Rahmawati, 2013). Analisis data kadar serat untuk pengaruh penggunaan gula pasir pada

NILAI RATA-RATA KADAR SERAT NATA DE CORN (%)

pembuatan nata de corn dapat dilihat pada Gambar 4.1.

2.50 2.00 1.50

1.69

1.82

1.98

2.06

1.00 0.50 0.00 NATA DE COCO NATA DE CORN NATA DE CORN NATA DE CORN (15% gula) (10% gula) (15% gula) (20%gula)

PERLAKUAN Gambar 4.1 Hasil analisis kadar serat kasar terhadap nata de corn Hasil analisis data untuk pengaruh penggunaan gula pasir terhadap kadar serat kasar nata de corn menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan penggunaan 20% gula pasir yaitu sebesar 2.06%. Kadar serat terendah diperoleh pada perlakuan kontrol, dimana penggunaan gula pasir 15% dan medium yang digunakan adalah air kelapa dengan nilai rata-rata sebesar 1.69%. Semakin tinggi konsentrasi gula pasir yang digunakan pada medium air rebusan jagung maka semakin tinggi pula kadar seratnya. Perlakuan kontrol memperoleh

nilai terendah disebabkan oleh medium air kelapa memiliki kandungan gula reduksi yang lebih rendah, sehingga hanya sedikit yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri dalam membuat nata (serat). b. Analisis Kadar Pati Pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya (Forttuna, 2001). Analisis data kadar pati untuk pengaruh penggunaan

NILAI RATA-RATA KADAR PATI NATA DE CORN (%)

gula pasir pada pembuatan nata de corn dapat dilihat pada Gambar 4.2.

22.00 16.50

19.24

19.51

19.73

19.96

11.00 5.50 0.00 NATA DE COCO NATA DE CORN NATA DE CORN NATA DE CORN (15% gula) (10% gula) (15% gula) (20%gula)

PERLAKUAN Gambar 4.2 Hasil analisis kadar pati terhadap nata de corn Hasil menunjukkan terdapat perbedaan kadar pati pada masing-masing perlakuan. Kadar pati nata,

perlakuan kontrol (medium air kelapa) dengan

penggunaan gula pasir 15% memperoleh nilai terendah sebesar 19.24% dan

sebaliknya pada perlakuan yang menggunakan medium air rebusan jagung dengan penggunaan gula pasir 20% memperoleh nilai tertinggi sebesar 19.96%. Seluruh kadar pati nata de corn lebih tinggi dibandingkan kadar pati nata de coco.. c. Analisis Total gula Total gula merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisa pati. Semua monosakarida dan disakarida, kecuali sukrosa berperan sebagi agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi. Kemampuan senyawa-senyawa gula mereduksi agensia pengoksidasi mendasari berbagai cara pengujian untuk glukosa dan gula-gula reduksi lainnya. Kadar total gula dipengaruhi oleh jumlah gula yang dimiliki atau ditambahkan pada bahan. Hasil data analisis kadar total gula untuk pengaruh penggunaan gula pasir pada pembuatan nata de corn

NILAI RATA-RATA TOTAL GULA NATA DE CORN (%)

dapat dilihat pada Gambar 4.3.

16.50 15.10

15.19

15.30

11.00

15.45

5.50 0.00 NATA DE COCO NATA DE CORN NATA DE CORN NATA DE CORN (15% gula) (10% gula) (15% gula) (20%gula)

PERLAKUAN Gambar 4.3 Hasil analisis total gula terhadap nata de corn

Hasil menunjukkan terdapat perbedaan antara kadar total gula pada masingmasing perlakuan, dimana pada perlakuan kontrol (medium air kelapa) dan medium air rebusan jagung memperoleh nilai yaitu berada pada kisaran 15%. Nata de corn secara keseluruhan memperoleh nilai tertinggi dibandingkan perlakuan kontrol (nata de coco). 2. Uji Sensori Uji mutu sensori dilakukan oleh 20 panelis yang merupakan panelis semi terlatih dengan parameter pangamatan yaitu warna, tekstur, aroma, dan rasa. Sebelum dilakukan uji mutu sensorik, produk nata de corn terlebih dahulu direbus menggunakan air. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan bau asam pada sampel nata yang akan di uji oleh panelis. Uji sensori ini merupakan jenis pengujian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat penilaian panelis terhadap produk nata yang dihasilkan. Penilaian yang dimaksud yaitu mengenai karakteristik mutu nata dengan melihat sifat-sifat fisik suatu bahan dengan berdasar pada standar SNI nata dalam kemasan. a. Warna Warna yang ada pada suatu makanan merupakan salah satu alasan konsumen memilih suatu makanan, karena apabila warna tersebut tidak menarik maka konsumen tidak akan tertarik atau bahkan tidak mau sama sekali mengkonsumsi makanan tersebut (Winarno, 2004). Berdasarkan uji sensori, warna nata de corn yang memperoleh nilai tertinggi dihasilkan perlakuan yang menggunakan

konsentrasi gula pasir sebesar 10%. Hasil uji sensori panelis berada pada kisaran 3.12-3.46, nilai ini termasuk dalam kategori agak suka. Seluruh nata yang diperoleh berwarna putih. Hasil pengamatan uji sensori mutu sensori nata de corn dengan

NILAI RATA-RATA PANELIS TERHADAP WARNA NATA DE CORN

memperhatikan parameter warna nata dapat dilihat pada Gambar 4.4.

3.50 3.00

3.28

3.46

3.31

2.50

3.12

2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 NATA DE COCO NATA DE CORN NATA DE CORN NATA DE CORN (15% gula) (10% gula) (15% gula) (20%gula)

PERLAKUAN Gambar 4.4 Hasil penilaian panelis mengenai mutu sensori warna b. Rasa Daya terima terhadap bahan pangan juga dipengaruhi oleh cita rasa. Cita rasa merupakan faktor yang berpengaruh dalam penerimaan konsumen terhadap produk olahan pangan. Selain tekstur, aroma, dan warna, seringkali cita rasa lebih dominan dipertimbangkan oleh konsumen dibandingkan sifat sensori lainnya (Rampengan dkk, 1985 dalam Eriyana, 2016).. Uji sensori nata de corn dengan memperhatikan parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 4.7.

NILAI RATA-RATA PANELIS TERHADAP RASA NATA DE CORN

4.00 3.50 3.00

3.69

3.92

3.80

3.75

2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 NATA DE COCO NATA DE CORN NATA DE CORN NATA DE CORN (15% gula) (10% gula) (15% gula) (20%gula)

PERLAKUAN Gambar 4.7 Hasil penilaian panelis mengenai mutu sensori rasa Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa nata berkisar antara 3,69-3,92. Nilai ini termasuk dalam kategori suka. Nilai sensori rasa nata tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi gula pasir 10% dan rebusan air jagung manis, yaitu 3,92 (suka).

c. Aroma Aroma memiliki peranan penting dalam penentuan kualitas nata yang mampu mempengaruhi tingkat penilaian atau penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan (Sultantry, 1985 dalam Eriyana 2016). Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma nata berkisar 3.36 (agak suka) sampai dengan 3.75 (suka). Nilai tertinggi diperoleh dari penggunaan konsentrasi gula pasir sebesar 10% dan air rebusan jagung manis. Nilai yang terendah dihasilkan

dari perlakuan konsentrasi gula 20% dengan medium air rebusan jagung manis.

NILAI RATA-RATA PANELIS TERHADAP AROMA NATA DE CORN (%)

Hasil sensori nata de corn dengan perameter aroma, dapat dilihat pada Gambar 4.6.

4.00 3.50 3.00

3.69

3.75 3.46

3.36

2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 NATA DE COCO NATA DE CORN NATA DE CORN NATA DE CORN (15% gula) (10% gula) (15% gula) (20%gula)

PERLAKUAN Gambar 4.6 Hasil penilaian panelis mengenai mutu sensori aroma

d. Tekstur Tekstur atau kekenyalan suatu produk nata dipengaruhi oleh banyak sedikitnya serat. Semakin banyak kandungan seratnya, maka semakin kenyal tekstur nata tersebut (Rampengan dkk, 1985 dalam Eriyana, 2016). Hasil pengamatan uji mutu sensori nata de corn dengan memperhatikan parameter tekstur nata dapat dilihat pada Gambar 4.5.

NILAI RATA-RATA PANELIS TERHADAP TEKSTUR NATA DE CORN (%)

3.50 3.00

3.16

3.25

3.22

3.38

2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 NATA DE COCO NATA DE CORN NATA DE CORN NATA DE CORN (15% gula) (10% gula) (15% gula) (20%gula)

PERLAKUAN Gambar 4.5 Hasil penilaian panelis mengenai mutu sensori tekstur Hasil analisis data menunjukkan bahwa tekstur nata de corn yang memperoleh nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan yang menggunakan konsentrasi gula pasir sebesar 20% dengan medium air rebusan jagung manis. Rata-rata hasil uji mutu sensori panelis terhadap tekstur nata yang dihasilkan yaitu berkisar pada nilai 3, yang berarti nilai ini termasuk kategori agak suka. e. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Metode MPE menggunakan asumsi dasar bahwa pengambilan keputusan harus mampu menentukan tingkat nilai kriteria keputusan dan tingkat nilai alternatif keputusan terhadap setiap kriteria keputusan. Pengambilan keputusan berdasarkan metode perbandingan eksponensial (MPE) dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Parameter Kadar serat Kadar Pati Total gula Warna Rasa Aroma Tekstur Total

Nilai Bobot kepentingan

Metode A

Metode B

Metode C

Metode D

N

R

H

N

R

H

N

R

H

N

R

H

5

0.18

1.69

2

0.36

1.82

3

0.54

1.98

4

0.71

2.06

4

0.71

3 4 4 4 4 4

0.11 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14

19.24 15.10 3.05 3.20 2.93 2.92

1 3 4 4 4 3

0.11 19.51 0.43 15.19 0.57 3.29 0.57 3.35 0.57 3.17 0.43 3.20

2 3 4 4 4 4

0.21 19.73 0.43 15.30 0.57 2.88 0.57 2.88 0.57 2.75 0.57 2.95

3 4 3 2 3 4

0.32 19.96 0.57 15.38 0.43 3.05 0.29 3.02 0.43 2.43 0.57 3.25

4 4 4 3 2 4

0.43 0.57 0.57 0.43 0.29 0.57

28

1.00

Urutan rangking

3.04 4

3.46 2

3.32 3

B. Uji Persyaratan Analisis Uji persyaratan analisis terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dalam penelitian ini untuk menguji asumsi bahwa data yang diambil berasal dari populasi terdistribusi normal. Pengujian normalitas penyebaran nilai atau data dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk dan Kolmogrorov-Smirnov. Taraf signifikan yang digunakan sebagai dasar menolak atau menerima keputusan normal adalah acuan α = 0.05 (taraf kepercayaan 95%). Uji homogenitas dilakukan sebagai persyaratan dalam analisis, asumsi yang mendasari analisis sidik ragam ANOVA yaitu bahwa sebaran data memiliki varian data yang sama (homogen). Sebagai kriteria pengujian, apabila nilai signifikan ˃ 0.05, maka dapat dikatakan bahwa varian data adalah sama.

3.57 1

a. Uji Normalitas Pengujian normalitas kadar serat (Lampiran 2.1), kadar pati (Lampiran 2.3), kadar total gula (Lampiran 2.5), warna (Lampiran 2.7), rasa (Lampiran 2.9), aroma (Lampiran 2.11), tekstur (Lampiran 2.13) menunjukkan bahwa seluruh data pada perlakuan pembuatan nata de corn dengan berbagai konsentrasi gula pasir terdistribusi secara normal dengan nilai Shapiro-Wilk yang diperoleh > 0.05. Oleh karena itu, data dinyatakan tidak menyimpang dan layak untuk dilakukan analisis sidik ragam ANOVA (analisis varian). b. Uji Homogenitas Hasil uji homogenitas nilai kadar serat (Lampiran 2.2), kadar pati (Lampiran 2.4), kadar total gula (Lampiran 2.6), uji sensori meliputi, warna (Lampiran 2.8), rasa (Lampiran 2.10), aroma (Lampiran 2.12), tekstur (Lampiran 2.14) menunjukkan data memiliki nilai signifikan pada pengujian Levene statistic, 10% gula pasir, 15% gula pasir, dan 20% gula pasir, yaitu >0,05. Sesuai kriteria pengujian, maka hipotesis diterima yang berarti asumsi bahwa empat perlakuan nata de corn adalah sama atau homogen. Dengan demikian, asumsi keragaman varian untuk uji ANOVA telah terpenuhi. C. Analisis Data Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan nata de corn dengan berbagai konsentrasi gula pasir memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar serat (Lampiran 3.1), kadar pati (Lampiran 3.3), kadar total gula (Lampiran 3.5), uji

sensori meliputi, warna (Lampiran 3.7), rasa (Lampiran 3.9), aroma (Lampiran 3.11), tekstur (Lampiran 3.13). Hal ini terlihat pada tabel sidik ragam dengan nilai F hitung > F tabel, sehingga dinyatakan layak untuk dilaksanakan uji lanjut. Oleh karena itu, untuk mengetahui perlakuan terbaik maka perlu dilakukan uji lanjut Duncan. D. Pembahasan 1. Kadar serat Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar serat nata de corn menunjukkan perlakuan penggunaan 15% dan 20% gula pasir dengan medium air rebusan jagung manis adalah yang terbaik (Lampiran 3.2). Kadar serat terendah diperoleh pada perlakuan kontrol dimana penggunaan gula pasir 15% dan air kelapa yaitu sekitar 1,69%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar serat nata pada penggunaan berbagai konsentrasi gula pasir dengan medium air kelapa sebagai kontrol dan rebusan air jagung menghasilkan jumlah serat yang berbeda-beda pula. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin banyak penggunaan gula pasir sebagai sumber karbon maka serat yang dihasilkan akan lebih tinggi (Safitri, 2016). Bahan dasar jagung manis memiliki kadar gula reduksi yang tinggi, hal ini menunjukkan apabila diberi tambahan gula pasir yang cukup maka gula reduksi yangdimanfaatkan oleh bakteri A. xylinum sangatlah banyak, sehingga menyebabkan kandungan kadar serat dari medium air rebusan jagung tinggi. Kandungan berbeda ditunjukkan pada perlakuan kontrol dengan medium air kelapa, hal ini disebabkan karena kandungan gula reduksi yang dimiliki air kelapa cukup rendah sekitar 1.7%, sehingga hanya sedikit gula reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri A. xylinum.

Faktor bahan baku juga berpengaruh terhadap produksi nata yang dihasilkan. Kadar serat nata dari perlakuan penggunaan gula pasir 10% dengan medium air rebusan jagung lebih tinggi dibandingkan kadar serat nata perlakuan kontrol. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kadar gula reduksi dari medium yang digunakan. Kadar gula reduksi air kelapa lebih rendah, yaitu 1.7-2.6% (Santoso, 1996), sedangkan air rebusan jagung berkisar 14% (Siswno, 2004). Perbedaan kadar gula reduksi alami pada medium pertumbuhan menyebabkan terjadinya perbedaan aktivitas pertumbuhan A. xylinum dalam menghasilkan serat (nata) berbeda (Anastasia, 2008). Medium air rebusan jagung memiliki kadar gula reduksi yang lebih tinggi, sehingga kadar serat nata yang dihasilkan juga akan lebih banyak. Jenis serat pada nata de corn adalah serat kasar. Hidayat et.al (2003) menunjukkan bahwa peningkatan kandungan serat akan meningkat seiring dengan penambahan gula hingga dicapai kondisi optimum dikarenakan kadar sukrosa yang tinggi merupakan merupakan sumber nutrisi berupa sumber karbon yang dibutuhkan A. xylinum dalam mengubah sebagian glukosa menjadi selulosa. Rizal et.al (2013) serat kasar yang terbentuk merupakan hasil perombakan gula pada medium fermentasi oleh aktivitas A. xylinum. A. xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada

membran

sel.

Prekursor

ini

keluar

bersama–sama

enzim

yang

mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel, jadi dengan adanya penambahan gula (sukrosa) akan meningkatkan jumlah lapisan–lapisan selulosa

(serat) yang dihasilkan oleh A. xylinum. Selulosa yang terbentuk di dalam media berupa benang-benang yang bersama dengan polisakarida membentuk jaringan yang terus menebal menjadi lapisan nata (Suryani, 2005 dalam Nurul, 2009). Bakteri A. xylinum dapat membentuk asam dari glukosa. Pembentukan nata terjadi karena pengambilan glukosa yang ada pada larutan gula oleh A. xylinum. Glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor (penciri nata) pada membran sel. Prekursor ini kemudian diekskresikan keluar sel dan terjadi polimerisasi oleh enzim polimerase membentuk selulosa yang merupakan komponen penyusun lapisan nata. Selain itu, bakteri A. xylinum akan bekerja dengan baik apabila nutrisi yang berfungsi sebagai makanan mengandung sumber karbon, bagi pertumbuhan bakteri nata yang dapat digunakan untuk kegiatan metabolisme sel bakteri tersebut. Ekstrak tauge yang mengandung unsur nitrogen yang berfungsi dalam pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan enzim yang membantu proses metabolisme. Selain itu kualitas nata juga dipengaruh oleh lama fermentasi, lama fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata berkisar antara 8-14 hari (Saragih, 2004).

2. Kadar Pati Hasil uji lanjut Duncan pada kadar pati nata de corn menunjukkan bahwa penggunaan berbagai konsentrasi gula pasir pada medium air jagung memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nata yang terbuat dari medium air kelapa.

Pada nata de corn dengan penggunaan gula pasir 20% menghasilkan pati tertinggi sekitar 19,96% (Lampiran 3.4). Semua perlakuan dengan meggunakan air rebusan jagung manis memperoleh nilai kadar pati lebih tinggi, hal ini disebabkan kadar pati yang terdapat pada jagung manis cukup tinggi sekitar 70% dari bobot biji. Proses pemanasan menyebabkan sel pati seperti gula, amilosa, dan protein terpecah, sehingga ada sel pati terlarut dan sisa gula reduksi dimanfaatkan oleh bakteri. Kadar pati terendah diperoleh pada perlakuan kontrol, dimana air kelapa dengan penggunaan gula pasir 15% menghasilkan pati sekitar 19,24%. Terjadinya penurunan kadar pati disebabkan karena salah satu komponen pati (amilosa), telah terhidrolisis oleh enzim. Enzim-enzim yang dapat menghidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana berupa glukosa yaitu enzim amilase (Lakoro, 2014). Bakteri A. xylinum dapat menghasilkan enzim amilase, namun tidak optimal. Pertumbuhan A. xylinum berada pada pH 4,0-5,0 sedangkan enzim amilase terbentuk pada pH 5,5-8,0. Hal ini yang menyebabkan secara keseluruhan nata de corn menghasilkan kadar pati tertinggi yaitu berkisar 19%, karena pati pada medium tidak dimanfaatkan oleh A. xylinum.

3. Total gula Analisis total gula pada uji Duncan nata de corn terhadap penggunaan berbagai konsentrasi gula pasir sangat berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah total gula pada nata menghasilkan jumlah total gula yang semakin meningkat untuk setiap perlakuannya. Jumlah total gula tertinggi diperoleh pada perlakuan nata

de corn dan penggunaan gula pasir 15% dan 20% (Lampiran 3.6). Jumlah total gula terendah diperoleh pada perlakuan kontrol dan perlakuan penggunaan gula pasir 10% dengan medium air rebusan jagung, dimana air kelapa dengan penggunaan gula pasir 15% (kontrol) menghasilkan sekitar 15.10% dan perlakuan nata de corn 10% gula pasir menghasilkan total gula sekitar 15.19%. Kandungan gula reduksi pada air rebusan jagung manis tinggi sehingga menghasilkan kandungan total gula yang tinggi pula, hal ini yang menyebabkan perlakuan penggunaan gula pasir 10% dengan medium air rebusan jagung memiliki nilai yang hampir sama dengan kontrol (air kelapa) yang menggunakan lebih banyak gula pasir yaitu 15%. Kandungan gula reduksi dengan bahan dasar air kelapa yang lebih rendah menyebabkan hal tersebut terjadi, walaupun diberi tambahan gula pasir yang lebih tinggi. Total gula merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisa pati. Meningkatnya kadar gula pada nata de corn disebabkan oleh adanya penggunaan bahan dasarnya itu sendiri yaitu jagung manis serta penggunaan berbagai konsentrasi gula pasir. Bakteri A. xylinum menghasilkan enzim ekstra polimerase. Enzim ini digunakan dalam pembentukan selulosa yang merupakan komponen penyusun lapisan nata. Proses sintesis selulosa diawali oleh pemecahan sukrosa oleh enzim sukrase. Sukrosa akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa inilah yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam sintesis selulosa. Proses fermentasi sukrosa melibatkan

mikroorganisme yang dapat memperoleh energi dari substrat sukrosa dengan melepaskan karbondioksida dan produk samping berupa senyawa alkohol. Sintesis selulosa oleh A. xylinum dilakukan melalui serangkaian proses perubahan yang menggunakan glukosa sebagai substratnya. Menurut Seumahu (2005) awalnya glukosa akan diubah menjadi glukosa-6-fostat oleh glukosa kinase. Glukosa-6-fosfat selanjutnya diisomerisasi oleh fosfoglukomutase menjadi glukosa-1-fosfat yang kemudian dikonversi menjadi uridine 5’-difosfat glukosa (UDPG) oleh UDPG pirofosforilase. Akhirnya UDPG dipolimerasi menjadi selulosa oleh selulosa sintase. Selama proses sintesis selulosa, selubiosa dapat juga dihasilkan. Selubiosa adalah disakarida atau gula yang terbentuk selama proses sistesis selulosa. Media yang mengandung glukosa, sukrosa dan laktosa dapat membantu pembentukan nata. Gula pasir juga dapat berfungsi sebagai bahan induser yang berperan dalam pembentukan enzim ekstraseluler polimerase yang bekerja menyusun benang-benang nata sehingga pembentukan nata maksimal. Selain itu, gula sukrosa dalam kulit pisang yang memiliki senyawa pendukung pertumbuhan (growth promoting factor) yang dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba, sedangkan mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktivitas enzim kinase dalam metabolisme sel A. xylinum untuk menghasilkan selulosa (Setyowati, 2004). Jagung manis banyak mengandung gula bebas dan pati, yang merupakan polimer dari gula tersebut, kandungan gula pada jagung manis bukan merupakan glukosa atau sukrosa, namun dalam bentuk fruktosa, sejenis polimer gula yang dikenal dengan

gula buah. Fruktosa merupakan gula kompleks yang tidak langsung dicerna oleh alat pencernaan manusia, tetapi harus diolah terlebih dahulu menjadi gula sederhana. Sebelum fruktosa tercerna, biasanya sudah terbuang bersama urin, sehingga tidak sempat terserap (Wahyudi, 2005).

4. Uji sensori a. Warna Hasil analisis uji Duncan warna nata de corn yang tertinggi dihasilkan pada sampel air rebusan jagung dengan penggunaan gula pasir sebanyak 10% dengan nilai rata-rata 3.46, dimana warna yang dihasilkan yaitu putih (Lampiran 3.8). Warna yang dihasilkan nata de corn sekilas terlihat sama dengan perlakuan kontrol, yaitu nata de coco. Pada proses pasca panen nata, warna yang dihasilkan putih kekuning-kuningan namun setelah diberi perlakuan perebusan guna menghilangkan aroma asam yang terbentuk selama proses fermentasi, warna nata yang awalnya kekuning-kuningan berubah menjadi putih gading. Hal ini disebabkan karena kandungan karatenoid pada jagung terdegradasi akibat proses pemanasan. Menurut Wahyuni dan Widjanarko (2008), kandungan karoten akan menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan lama waktu pemasakan. Hal ini disebabkan karena karoten terdegradasi akibat proses oksidasi pada suhu tinggi yang menyebabkan struktur karoten tidak stabil. Warna kuning pada jagung manis yang dijadikan bahan dasar atau media dalam pembuatan nata juga mempengaruhi hasil akhir warna nata. Hal ini disebabkan

adanya kandungan karatenoid pada jagung. Menurut Wahyudi (2005) jagung kuning mengandung karatenoid berkisar antara 6,4-11,3 µg/g, 22% di antaranya adalah betakaroten dan 51% kriptosantin. Jagung kuning mengandung karotenoid berupa lutein dan zeaxanthin. Penilaian konsumen berkisar dikreteria agak suka, perbedaan hanya pada media yang digunakan dalam pembuatan nata. Faktor yang mempengaruhi warna yaitu sumber karbon, seperti diketahui sebelumnya bahwa sumber karbon pada pembuatan nata yaitu gula pasir dan gula reduksi alami pada air rebusan jagung atau air kelapa. b. Rasa Hasil analisa uji Duncan terhadap rasa nata yang dihasilkan diperoleh nilai tertinggi dari perlakuan air rebusan jagung dan gula pasir 10% dengan nilai rata-rata sebesar 3,92 (Lampiran 3.10). Aroma berbanding lurus dengan rasa, hasil terendah terhadap rasa nata diperoleh dari perlakuan konsentrasi gula 20% dengan medium air rebusan jagung manis dan kontrol (nata de coco). Rasa asam yang cukup kuat menyebabkan panelis kurang menyukai perlakuan penggunaan 20%, seperti diketahui penggunaan sumber karbon yang tinggi menyebabkan pembentukan asam yang tinggi pula. Astari (2018) glukosa yang ditambahkan akan dijadikan energi dan sisanya akan diubah menjadi asam asetat sehingga dapar mempengaruhi nata. Semakin banyak pemanbahan gula maka nata akan semakin tinggi kandungan asam asetat yang terdapat pada media. Semakin banyak asam asetat yang terbentuk membuat rasa nata cenderung asam sehingga membuat konsumen tidak tertarik terhadap rasa tersebut.

Sampel dalam penelitian ini setelah dipanen dilakukan perendaman selama tiga hari dan selanjutnya direbus sebelum disajikan kepada panelis sehingga produk yang diperoleh rasanya tawar hingga agak manis dikarenakan kandungan gula dari jagung manis sendiri cukup tinggi. Kandungan gula pada jagung manis berkisar 3,2 g sedangkan pada air kelapa berkisar 2,6 g. Kandungan gula reduksi yang terdapat pada jagung serta penggunaan gula pasir yang cukup, yaitu 10% dengan medium air rebusan jagung menghasilkan rasa manis nata yang paling disukai oleh panelis.

c. Aroma Hasil analisis uji Duncan terhadap aroma nata yang menghasilkan nilai tertinggi diperoleh dari perlakuan air rebusan jagung dan penggunaan 10% gula pasir dengan nilai rata-rata sebesar 3,75 dan kontrol (nata de coco) dengan nilai rata-rata sebesar 3.68. Nilai terendah diperoleh dari perlakuan air rebusan jagung 20% dengan nilai sebesar 3,36 (Lampiran 3.12). Hasil analisis menunjukkan kemungkinan aroma dipengaruhi oleh aroma khas jagung yang digunakan dalam pembuatan nata ini serta aroma asam yang dihasilkan oleh bakteri A. xylinum. Pembentukan asam selama fermentasi disebabkan perubahan kandungan gula menjadi asam yang dilakukan oleh bakteri A. xylinum, sehingga semakin banyak kandungan gula maka semakin banyak pembentukan asam yang terjadi. Haryatni (2002) menyatakan bahwa aroma dari nata berbanding lurus dengan rasa nata. Nata yang terasa asam, menyebabkan aroma nata akan beraroma asam. Pada dasarnya seperti yang dikemukakan Tamimi (2015), bahwa setelah pemanenan

nata perlu segera dilakukan perendaman dengan air tawar dan sering diganti hingga aroma asam pada nata hilang setelah itu dilakukan perebusan hingga mendidih. d. Tekstur Hasil analisis uji Duncan terhadap tekstur nata yang dihasilkan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan air rebusan jagung dengan penggunaan gula pasir sebesar 20% dengan nilai rata-rata sekitar 3,38 (Lampiran 3.14). Faktor yang mempengaruhi tekstur diduga yaitu jumlah gula pasir yang dapat merangsang A. xylinum dalam mensintesa selulosa, sehingga kadar serat yang dihasilkan berpengaruh terhadap tekstur nata yang dihasilkan. Kandungan kadar serat dari perlakuan 20% memperoleh nilai tertinggi, hal ini yang menyebabkan tekstur nata dari perlakuan 20% disukai oleh panelis. Perlakuan lainnya dinilai lebih rendah oleh panelis karena memiliki tekstur yang lebih lunak. Bahan dasar yang digunakan adalah rebusan jagung, dimana masih terdapat sari-sari jagung yang dapat mempengaruhi tekstur nata yang dihasilkan. Merunut Souisa (2006), kadar serat kasar akan berbanding lurus dengan kekenyalan atau tekstur. Sehingga perlakuan konsentrasi karbon yang tertinggi akan memiliki takstur nata yang kenyal. Semakin tebal nata yang dihasilkan maka tekstur yang didapatkan akan semakin keras. Tekstur keras ini diartikan ada kekenyalan, sehingga tidak dapat dipotong lebih kecil oleh pencernaan mekanik didalam mulut. 5. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Hasil metode perbandingan eksponensial (MPE) dengan memberikan nilai kepentingan untuk setiap parameter menunjukkan pada perlakuan penggunaan gula pasir 20% memperoleh rangking tertinggi yaitu dengan nilai sebesar 3.57%. Perlakuan penggunaan gula pasir 10% memperoleh rangking terendah dengan nilai sebesar 3.04%, sedangkan perlakuan penggunaan gula pasir 10% memperoleh rangking ke-2 dengan nilai sebesar 3.46% dan perlakuan penggunaan gula pasir 15% memperoleh rangking ke-3 dengan nilai sebesar 3.32%. E. Keterbatasan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan masalah yang didapatkan oleh peneliti yaitu : 1. Tempat penelitian yang digunakan bersifat multifungsi, sehingga sangat sulit untuk menjaga kebersihan ruangan, akibatnya peneliti harus melakukan penelitianulang karena medium fermentasi diduga terkontaminasi. 2. Tempat pengujian sensori tidak menggunakan ruangan yang sesuai dengan SNI yaitu ruangan yang bersekat-sekat, sehingga para panelis tidak dapat melakukan pengujian secara bersamaan.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian analisis kualitas Nata de corn dengan berbagai konsentrasi gula pasir disimpulkan sebagai berikut : 1. Konsentrasi gula pasir 20% memberikan pengaruh terhadap kadar serat, karbohidrat, dan gula total terhadap nata de corn. 2. Pada uji sensori, konsumen lebih menyukai nata de corn dibandingkan nata yang terbuat dari air kelapa (kontrol) 3. Metode perbandingan eksponensial menunjukkan rangking tertinggi diperoleh pada perlakuan penggunaan gula 20%, dimana perlakuan ini merupakan perlakuan terbaik dari hasil pengambilan nilai kepentingan setiap parameter fisik, kimia, dan sensori. B. Saran Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu sebagai berikut : 1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji total bakteri pada starter sebelum digunakan. 2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji pH pada medium yang akan digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Awwaly, K. 2011. Pengaruh Penggunaan Prensentase Starter dan Lama Inkubasi yang Berbeda terhadap Tekstur, Kadar lemak dan Organoleptik Nata de Milko. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol. 6 (2):27. Amalia, N. 2015. Kajian Pertumbuhan Bakteri Acetobacter sp. dalam KombuchaRosela Merah (Hibiscus Sabdariffa) pada Kadar Gula dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Tesis. Pascasarjana USU Medan. Medan. Anastasia, N. 2008. Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Program Studi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran. Bandung. Anonim. 1996. Badan Standarisasi Nasional (1996). Standar Nasional Indonesia. 014317-1996 Nata de Coco. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Anonim.

2015. Badan Pusat Statistik. https://gowakab.bps.go.id/frontend/Brs/view/id/69. Gowa. Badan Pusat Statistik.

Ahmad, L. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung dan Aplikasinya Untuk Perbaikan Kualitas Mi Jagung. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Alamsyah, W. 2002. Pengaruh Jumlah Gula dan Jumlah Starter pada Pembuatan Nata de Soya. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian USU Medan. Alviani, K. 2016. Pengaruh Konsentrasi Gula Kelapa dan Starter Acetobacter xylinum terhadap Kualitas Fisik dan Kimiawi Nata de Leri. Skripsi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Arianingrum, R.2011. Kandungan Kimia Jagung dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jakarta. Budhiyono, A. 1999. Kinetic Aspect of Bacterial Cellulose Formation in Nata de Coco Culture System. Journal of Carbohydrate Polimer (40):137-143 Chawla, PR. 2009. Microbial Cellulose: Fermentative Production and Applications. Food Technology and Biotechnology, 47 (2), 107-124.

Fifendy, N. 2012. Kualitas Nata De Citrullus dengan Menggunakan Berbagai Macam Starter. Jurnal Sainstek. Vol. 4 (2) : 158 Hartanti, D. 2010. Pengaruh Penambahan Kadar Gula dan Kadar Nitrogen terhadap Ketebalan, Tekstur dan Warna Nata De Coco. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Haryatni, T. 2002. Mempelajari pengaruh komposisi bahan terhadap mutu fisik dan stabilitas warna nata de coco. Skripsi. Program Studi Biologi UIN Sunan Kalijaga Unsyiah Banda Aceh Hesse, S. 2005. Behaviour of Cellulose Production of Acetobacter xylinum in 13Cenriched Cultivation media including movemnt on nematic ordered cellulose templates. Journal of Carbohydrate Polymers (60): 457-465 Hidayat., Krisdianto., Aulia Azizah. 2003. Kemampuan Bakteri Acetobacte rxylinum Mengubah Karbohidrat pada Limbah Padi (Bekatul) Menjadi Selulosa. Bioscientiae. Vol. 2 :37-47. Iskandar, M. 2006. Pembuatan Film Selulosa Dari Nata De Pina. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol 7 (3):107 Isti. 2005. Pengembangan Produksi Bernilai tambah Bandeng Tanpa Duri dan Nata Agar. Jakarta: Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Khofifah, S. 2010. Pengaruh Penambahan ZA dan Gula terhadap Karakteristik Fisik, Organoleptik, dan Kandungan Logam Nata de Coco. Bogor : Institus Pertanian Bogor. Klemm, D. 2005. Cellulose : Fascinating biopolymer and sustainable raw material. Angewante Chemie Internasional (44): 2258-3393. Marissa, D. 2010. Formulasi Cookies Jagung dan Pendugaan Umur Simpan Produk dengan Pendekatan Kadar Air Kritis. Skripsi diterbitkan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Margaretha, Y. 2015. Pengaruh Kadar Gula terhadap Pembuatan Nata De Yam. Skripsi. Universitas Shanta Dharma. Nisa, F., Halim, R., Baskoro, B., Wastono, T., & Mostiyanto. 1997. Pemanfaatan Limbah Cair (Whey) sebagai Bahan Pembuat Nata. Buletin Penalaran Mahasiswa UGM (III). Yogyakarta.

Nurcahyo, H. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta. Nurul, A. 2009. Karakteristik Nata De Coco Dari Starter ampas Nenas Melalui Penambahan Sukrosa dan Keasaman Medium. Journal Agroland. Vol. 10:145-147. Pambayun, Rindit. 2006. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Yogyakarta : Kanisius. Pratiwi, R. 2009. Modifikasi Pati Garut Dengan Perlakuan Siklus Pemanasan Suhu Tinggi-Pendinginan (Autoclaving-Cooling Cycling) Untuk Menghasilkanpati Resisten Tipe III. Skripsi diterbitkan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Putri, E. 2009. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi pada Lama Postmortem yang Berbeda dengan Penambahan Karagenan. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Perternakan Fakultas Perternakan Institut Pertanian Bogor. Retnowati. 2014. Analisis Total Gula dan Karbohidrat Roti Jagung. Jakarta: Penebar Swadaya Riyani. 2007. Teknologi produksi dan karakterisasi tepung jagung varietas unggul nasional. Skripsi diterbitkan. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rizal, H., Pandiangan & A. Saleh. 2013. Pengaruh Penambahan Gula, asam Asetat dan Lama Fermentasi terhadap Kualitas Nata. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 19(1):34-35. Sargih, YP. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta: Puspa Swara. Setyowati.2004. Efek Penambahan Gula dan Perbedaan Asal Inokulum terhadap Tebal dan Berat Pelikel Nata pada Pembuatan “Nata De Coco”.Balai Industri Banda Aceh. Siswono, Nur. 2004. Pendugaan Umur Simpan Jagung Manis Berdasarkan Kandungan Total Padatan Terlarut Dengan Model Arrhenius. Agritech. Vol. 35 (2). Universitas Syiah Kuala.

Souisa, M.G., Sidharta, dan F. Sinung. 2006. Pengaruh Acetobacter xylinum dan Ekstrak Kaacang Hijau (Phaseolus radiates) terhadap Produksi Nata dari Substrat Limbah Cair Tahu. Biota Fakultas Biologi.Universitas Atmajaya. Yogyakarta. Suryani, A. 2010. Membuat Aneka Nata. Jakarta: Penebar Swadaya. Susiwi. 2009. Tingkat Kesukaan Konsumen terhadap Permen Jelly Jeruk. Jakarta. Tamimi, B. 2015. Karakteristik Nata De Seaweed (Euchema Cottonii) dengan Perbedaan Konsentrasi Rumput Laut Gula Aren. Vol. 2 (1): 3. Tsalagkas, D. 2015. Bacterial Cellulose Thin-Film for Energy Harvesting Applications. Ph.D dissertation. Simony Karoly Faculty of Angineering, Wood Science and Applied Arts. University of West Hungary. Wahyudi, J. 2005. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengambangan Pascapanen. Bogor. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Utama. Yohanes, H. Pengaruh Konsentrasi Molase terhadap Produktivitas dan Karakteristik Nata de Cassava

Lampiran 1. Deskripsi Data 1. Lampiran 1.1 Tabel Rerata Hasil Perhitungan Analisis Kadar Serat

15%

ULANGAN 1 2 1.72 1.69

3 1.67

5.08

1.69

10%

1.89

1.73

1.85

5.47

1.82

15%

1.95

2.01

1.97

5.93

1.98

20% 2.10 Sumber : Hasil Penelitian

2.03

2.06

6.19

2.06

PERLAKUAN

TOTAL

RATA-RATA

2. Lampiran 1.2 Tabel Rerata Hasil Perhitungan Analisis Kadar Pati ULANGAN TOTAL RATA-RATA PERLAKUAN 1 2 3 15%

19.25

19.19

19.28

57.72

19.24

10%

19.54

19.47

19.51

58.52

19.51

15%

19.79

19.71

19.69

59.19

19.73

20%

20.03

19.91

19.94

59.88

19.96

Sumber : Hasil Penelitian 3. Lampiran 1.3 Tabel Rerata Hasil Perhitungan Analisis Total Gula PERLAKUAN

ULANGAN

TOTAL

RATARATA

1

2

3

15%

15.10

15.07

15.14

45.31

15.10

10%

15.23

15.16

15.19

45.58

15.19

15%

15.29

15.35

15.26

45.90

15.30

20%

15.40

15.49

15.45

46.34

15.45

Sumber: Hasil Penelitian

4. Lampiran 1.4 Tabel Rerata Hasil Perhitungan Warna PERLAKUAN

1

ULANGAN 2

TOTAL

RATA-RATA

3

15%

3.23

3.34

3.28

9.85

3.28

10%

3.41

3.51

3.46

10.38

3.46

15%

3.27

3.36

3.3

9.93

3.31

20%

3.18

3.05

3.12

9.35

3.12

Sumber: Hasil Penelitian 5. Lampiran 1.5 Tabel Rerata Hasil Perhitungan Rasa

PERLAKUAN

6.

ULANGAN 2 3.73

TOTAL

RATA-RATA

3 3.65

11.06

3.69

15%

1 3.68

10%

3.86

3.97

3.93

11.76

3.92

15%

3.74

3.85

3.8

11.39

3.80

20%

3.74

3.8

3.7

11.24

3.75

Lampiran 1.6 Tabel Rerata Hasil Perhitungan Aroma

PERLAKUAN

1

ULANGAN 2

TOTAL 3

RATA-RATA

15%

3.68

3.73

3.65

11.06

3.69

10%

3.74

3.8

3.7

11.24

3.75

15%

3.41

3.51

3.46

10.38

3.46

20%

3.37

3.4

3.32

10.09

3.36

Sumber: Hasil Penelitian

7. Lampiran 1.7 Tabel Rerata Hasil Perhitungan Tekstur PERLAKUAN

1

ULANGAN 2

TOTAL

RATA-RATA

3

15%

3.15

3.2

3.13

9.48

3.16

10%

3.29

3.2

3.25

9.74

3.25

15%

3.26

3.18

3.21

9.65

3.22

20%

3.32

3.43

3.38

10.13

3.38

Sumber: Hasil Penelitian

Lampiran 2. Uji Persyaratan Analisis 1. Lampiran 2.1 Hasil Uji Normalitas Kadar Serat Kasar Nata De Corn

Perlakuan 15% 10% 15% 20%

Kolmogorov-Smirnova Statistic df .219 3 .292 3 .253 3 .204 3

Shapiro-Wilk Statistic df .987 3 .923 3 .964 3 .993 3

Sig. . . . .

Sig. .780 .463 .637 .843

2. Lampiran 2.2 Tabel Uji Homogenitas Kadar Serat Kasar Nata De Corn Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.795 3 8 .109

3. Lampiran 2.3 Hasil Uji Normalitas Kadar Pati Nata De Corn Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig. 15% .253 3 . .964 3 .637 10% .204 3 . .993 3 .843 15% .314 3 . .893 3 .363 10% .292 3 . .923 3 .463

4. Lampiran 2.4 Hasil Uji Homogenitas Kadar Pati Nata De Corn Levene Statistic df1 df2 Sig. .600 3 8 .633

5. Lampiran 2.5 Hasil Uji Normalitas Kadar Total Gula

perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.

Shapiro-Wilk Statistic df Sig.

15% 10% 15% 20%

.204 .204 .253 .263

3 3 3 3

. . . .

.993 .993 .964 .955

3 3 3 3

.843 .843 .637 .593

6. Lampiran 2.6 Hasil Uji Homogenitas Kadar Total Gula Levene Statistic df1 df2 Sig. 1.411 3 8 .309 7. Lampiran 2.7 Hasil Uji Normalitas Sensori Warna Nata de Corn

perlakuan 15% 10%

Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.

15% 20%

.191 .175 .253 .187

3 3 3 3

Shapiro-Wilk Statistic df . . . .

.997 1.000 .964 .998

3 3 3 3

Sig. .900 1.000 .637 .915

8. Lampiran 2.8 Hasil Uji Homogenitas Warna Nata de Corn

Levene Statistic .096

df1 3

df2 8

Sig. .960

9. Lampiran 2.9 Hasil Uji Normalitas Sensori Rasa Nata de Corn Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig. 15% .232 3 . .980 3 .726 10% .238 3 . .976 3 .702 15% .191 3 . .997 3 .900 20% .219 3 . .987 3 .780 10. Lampiran 2.10 Hasil Uji Homogenitas Sensori Rasa Nata de Corn Levene Statistic df1 df2 Sig. .106 3 8 .954

11. Lampiran 2.11 Hasil Uji Normalitas Sensori Aroma Nata de Corn Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig. 15% .232 3 . .980 3 .726 10% .219 3 . .987 3 .780 15% .175 3 . 1.000 3 1.000 20% .232 3 . .980 3 .726

12. Lampiran 2.12 Hasil Uji Homogenitas Aroma Nata de Corn Levene Statistic df1 df2 Sig. .060 3 8 .980 13. Lampiran 2.13 Hasil Uji Normalitas Sensori Terkstur Nata de Corn Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig. 15% .276 3 . .942 3 .537 10% .196 3 . .996 3 .878 15% .232 3 . .980 3 .726 20% .191 3 . .997 3 .900 20% .232 3 . .980 3 .726

14. Lampiran 2.14 Hasil Uji Homogenitas Tekstur Nata de Corn Levene Statistic df1 df2 Sig. .132 3 8 .938

Lampiran 3. Analisis Data Lampiran 3.1 Analisis Sidik Ragam Kadar Serat Nata de Corn

Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares .242 .019 .261

Df

Mean Square

F

5%

1%

3 8 11

.081 .002

33.154

3,581

6,371

Lampiran 3.2 Uji lanjut Duncan Kadar Serat Nata de Corn taraf 5%

perlakuan 15% (kontrol) 10% 15% 20% Sig.

Subset for alpha = 0.05 1 2 3

N 3

1.6933

3 3 3

1.8233

1.000

1.000

1.9767 2.0633 .064

Lampiran 3.3 Analisis Sidik Ragam Kadar Pati Nata de Corn

Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares .853 .020 .873

df

Mean Square

F

5%

1%

3 8 11

.284 .003

113.412

3,581

6,371

Lampiran 3.4 Uji lanjut Duncan Kadar Pati Nata de Corn taraf 5%

perlakuan 15%(kontrol)

N

1 3

10% 15% 20% Sig.

Subset for alpha = 0.05 2 3

4

19.2400

3 3 3

19.5067 19.7300 1.000

1.000

1.000

19.9600 1.000

Lampiran 3.5 Hasil Sidik Ragam Kadar Total Gula Nata de Corn

Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares .132 .023 .154

df

Mean Square

F

5%

1%

3 8 11

.044 .003

15.616

3,581

6,371

Lampiran 3.6 Uji Lanjut Duncan Kadar Total Gula Nata de Corn Taraf 5%

perlakuan

N

15%(kontrol)

3

15.1033

10% 15% 20% Sig.

3 3 3

15.1933

1

.071

Subset for alpha = 0.05 2

15.3000 15.3800 .102

Lampiran 3.7 Hasil Sidik Ragam Sensori Warna Nata de Corn

Source Corrected Model Intercept panelis perlakuan Error Total Corrected Total

Type III Sum of Squares

df

Mean Square

90.633a

22

2257.067 85.767 4.867 140.300 2488.000 230.933

1 19 3 217 240 239

4.120

F

Sig.

6.372

.000

2257.067 3490.973 4.514 6.982 1.622 2.509 .647

.000 .000 .060

Lampiran 3.8 Uji Lanjut Duncan Sensori Warna Nata de Corn Taraf 5% Subset perlakuan 20% 15% (kontrol) 15% 10% Sig.

N 60

1 3.1167

2

3

60

3.2833

60 60

3.3100 1000

.565

3.4600 1.000

Lampiran 3.9 Hasil Sidik Ragam Sensori Rasa Nata de Corn

Source Corrected Model Intercept panelis perlakuan

Type III Sum of Squares

df

Mean Square

107.092a

22

2325.037 99.546 7.546

1 19 3

4.868

F

Sig.

8.326

.000

2325.037 3976.746 5.239 8.961 2.515 4.302

.000 .000 .006

Error Total Corrected Total

126.871 2559.000 233.963

217 240 239

.585

Lampiran 3.10 Uji Lanjut Duncan Sensori Rasa Nata de Corn Taraf 5%

perlakuan 15%(kontrol) 20% 15% 10% Sig.

N 60 60 60 60

1 3.6867 3.7467

Subset 2

3

3.7467 3.7967

.186

.262

3.9200 1.000

Lampiran 3.11 Hasil Sidik Ragam Sensori Aroma Nata de Corn

Source Corrected Model Intercept panelis perlakuan Error Total Corrected Total

Type III Sum of Squares

df

Mean Square

90.458a

22

1909.704 73.213 17.246 172.837 2173.000 263.296

1 19 3 217 240 239

4.112

F

Sig.

5.162

.000

1909.704 2397.661 3.853 4.838 5.749 7.217 .796

.000 .000 .000

Lampiran 3.12 Uji Lanjut Duncan Sensori Aroma Nata de Corn Taraf 5%

perlakuan 20% 15% 15% (kontrol) 10% Sig.

N 60 60

1 3.3633

Subset 2

3

3.4600

60

3.6867

60

3.7467 .145

1.000

1.000

Lampiran 3.13 Hasil Sidik Ragam Sensori Tekstur Nata de Corn

Source Corrected Model Intercept panelis perlakuan Error Total Corrected Total

Type III Sum of Squares

df

Mean Square

129.458a

22

2275.504 124.246 5.213 156.037 2561.000 285.496

1 19 3 217 240 239

5.884

F

Sig.

8.183

.000

2275.504 3164.524 6.539 9.094 1.738 2.416 .719

.000 .000 .067

Lampiran 3.14 Uji Lanjut Duncan Sensori Tekstur Nata de Corn Taraf 5% Subset perlakuan 15% (kontrol) 15% 10% 20% Sig.

N

1 60

3.1600

60 60 60

3.2167 3.2467 .052

2

3.3767 1.000

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

More Documents from "Emi Mastura"

Tabel Tugas 1.docx
April 2020 18
Install Ori Win 10.docx
November 2019 27
Olahan Rumput Laut.docx
April 2020 27
Skripsi.pdf
November 2019 82
Theoriepdf
November 2019 27
April 2020 13