HUBUNGAN TINGKAT PERAWATAN DIRI DENGAN OUTCOME TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
SKRIPSI
untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program sarjana Strata-1 Farmasi
Oleh : Wilujeng Dwi Prasetyo NIM J1E112037
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU JANUARI 2019
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.
Banjarbaru, 10 Januari 2019
Wilujeng Dwi Prasetyo NIM. J1E112037
iii
ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT PERAWATAN DIRI DENGAN OUTCOME TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA (Oleh: Wilujeng Dwi Prasetyo; Pembimbing: Difa Intannia, Noor Hafizah; 2018, 43 halaman) Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup dan memiliki resiko terjadinya berbagai penyakit komplikasi, sehingga perlu upaya yang tepat agar pasien dapat mencapai outcome terapinya yaitu terkontrolnya kadar gula darah. Salah satu upaya untuk mencapai outcome terapi yaitu dengan melakukan perawatan diri. Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan gambaran tingkat perawatan diri, gambaran outcome terapi, dan hubungan antara tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan cross sectional yang dianalisis secara analitik kategorik. Analisis data menggunakan uji chi-square pada software SPSS (Statistic Programme for Social Science). Penelitian ini melibatkan 63 pasien dengan teknik quota sampling. Instrumen penelitian yang digunakan mengadopsi dari kuesioner SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activities) yang dikembangkan oleh Toobert et al (2000) dan telah dilakukan validasi. Hasil penelitian gambaran tingkat perawatan diri diperoleh kategori cukup baik yaitu sebanyak 40 orang (63,5%), kategori kurang baik yaitu 22 orang (34,9%), kategori baik yaitu 1 orang (1,6%), dan sebanyak 0 orang (0%) pada kategori sangat baik dan sangat kurang. Gambaran outcome terapi diperoleh sebanyak 40 responden (63,5%) telah tercapai dan 23 responden (36,5%) tidak tercapai. Analisis chi-square antara tingkat perawatan diri dan outcome terapi memiliki nilai signifikansi p = 0,000 (p < 0,05). Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat perawatan diri dan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Kata kunci: diabetes mellitus tipe 2, perawatan diri, outcome terapi
iv
ABSTRACT RELATIONSHIP OF SELF CARE WITH OUTCOMES OF THERAPY IN OUTPATIENT OF DIABETES MELLITUS (DM) TYPE 2 IN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA (By: Wilujeng Dwi Prasetyo; Advisor: Difa Intannia, Noor Hafizah; 2018, 43 pages) Diabetes mellitus (DM) is one of a chronic disease will suffered for life and having the risk of various diseases complication, so proper efforts need to be made to reach outcome of therapy that is controlled blood sugar levels. One of an effort to reach outcome therapy is by applying self care. The purpose of research is get a description of self care, description of outcome therapy, and the relations among the self care with outcome of therapy in outpatient of diabetes mellitus (DM) type 2 in RSUD Ratu Zalecha Martapura. This research is a non-experimental research with cross sectional approach and analyzed in analytical categorical. Data analysis using chi-square on the software SPSS (Statistic Programme for Social Science). This research involving 63 patients with quota of sampling technique. The research instrument used adopted from the SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activities) questionnaire developed by Toobert et al (2000) and validated . The results of the study illustrate the level of self care obtained quite well category as many as 40 respondents (63.5%), followed by poor categories as many as 22 respondents (34.9%), then the good category as many as 1 respondent (1.6%), and no one respondent (0%) in the very good and very less category. The results of the study illustrate the therapeutic outcome obtained by 40 respondents (63.5%) have been reached and 23 respondents (36.5%) were not achieved. Chi-square analysis between the level of self care and therapeutic outcome had a significance value of p = 0,000 (p <0.05). Based on the results of the analysis, there is a relationship between self care level and therapeutic outcome in outpatient of diabetes mellitus (DM) type 2 in RSUD Ratu Zalecha Martapura. Keywords: diabetes mellitus type 2, self care, outcome of therapy
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alah SWT atas berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Perawatan Diri Dengan Outcome Terapi Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura” dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada: 1.
Allah SWT yang telah mengizinkan terselesaikannya skripsi ini.
2.
Kedua orang tua dan kakak saya yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril dan materil.
3.
Difa Intannia, M.Farm-Klin., Apt. selaku dosen pembimbing utama dan Noor Hafizah, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, pengetahuan, motivasi serta nasihat selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
4.
Valentina Meta Srikartika, M.PH., Apt., Noor Cahaya, M.Sc., Apt. dan Herningtyas Nautika Lingga, M.Sc., Apt. selaku tim penguji yang telah memberi kritik, saran dan koreksi dalam penulisan proposal hingga skripsi.
5.
Difa Intannia, M.Farm-Klin., Apt. selaku pembimbing akademik dan dosen-dosen Program Studi S1 Farmasi yang telah memberikan pengajaran dan dorongan selama penulis menjalani studi S1 Farmasi Universitas Lambung Mangkurat.
6.
Teman-teman Farmasi ULM angkatan 2012 (Alphabets) dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Banjarbaru,
Penulis
vi
November 2018
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
PERNYATAAN
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
v
PRAKATA
vi
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah .........................................................................
3
1.3
Tujuan Penelitian ..........................................................................
3
1.4
Manfaat Penelitian ........................................................................
3
BAB II 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
4
Diabetes Mellitus ...........................................................................
4
2.1.1 Definisi .................................................................................
4
2.1.2 Klasifikasi ............................................................................
5
2.1.3 Faktor Resiko .......................................................................
5
2.1.4 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis ....................................
5
2.1.5 Diagnosis ..............................................................................
6
2.1.6 Penatalaksanaan ..................................................................
6
2.1.7 Komplikasi ..........................................................................
10
2.2 Perawatan Diri .................................................................................
13
2.2.1 Defnisi .................................................................................
13
vii
2.2.2 Perawatan Diri DM Tipe 2 ...................................................
13
2.2.3 Kuesioner Perawatan Diri ...................................................
14
2.3
Keaslian Penelitian .......................................................................
15
2.4
Hipotesis .......................................................................................
16
BAB III
METODE PENELITIAN
18
3.1
Jenis Rancangan Penelitian ...........................................................
18
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................
18
3.3
Populasi dan Sampel .....................................................................
18
3.3.1 Populasi .............................................................................
18
3.3.2 Sampel ..............................................................................
18
Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................
19
3.4.1 Kriteria Inklusi ..................................................................
19
3.4.2 Kriteria Eksklusi ................................................................
19
3.5
Instrumen Penelitian ......................................................................
20
3.6
Variabel Penelitian ........................................................................
21
3.7
Definisi Operasional .....................................................................
21
3.7.1 Perawatan Diri ..................................................................
21
3.7.2 Outcome Terapi..................................................................
22
Uji Validitas dan Uji Reliaabilitas .................................................
22
3.8.1 Uji Validitas .......................................................................
22
3.8.2 Uji Reliabilitas ..................................................................
22
Pengumpulan Data .........................................................................
24
3.10 Pengolahan Data ...........................................................................
24
3.11 Analisis Data .................................................................................
24
3.11.1 Analisis Univariat .............................................................
24
3.11.2 Analisis Bivariat ...............................................................
25
3.12 Alur Penelitian ..............................................................................
26
BAB IV
27
3.4
3.8
3.9
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Karakteristik Responden ...............................................
viii
27
4.1.1
Usia ...................................................................................
28
4.1.2
Jenis Kelamin ....................................................................
28
4.1.3
Tingkat Pendidikan ...........................................................
29
4.1.4
Lama Menderita DM ........................................................
29
Gambaran Tingkat Perawatan Diri ................................................
30
4.2.1
Pola Makan .......................................................................
30
4.2.2
Aktivitas Fisik ...................................................................
31
4.2.3
Pemantauan Kadar Gula Darah Mandiri ...........................
31
4.2.4
Pengobatan ........................................................................
32
4.2.5
Perawatan Kaki .................................................................
32
4.3
Gambaran Outcome Terapi ...........................................................
34
4.4
Hubungan Tingkat Perawatan Diri Dengan Outcome Terapi .......
35
4.2
BAB V
PENUTUP
37
5.1
Kesimpulan ...................................................................................
5.2
Kelemahan Penelitian ...................................................................
5.3
Saran .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
37
37
39
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Perbandingan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan ....... 15 2. Aspek kuesioner SDSCA yang akan digunakan dalam penelitian ............. 20 3. Distribusi karakteristik responden ............................................................... 28 4. Tingkat perawatan diri responden pada masing-masing aspek .................... 30 5. Hubungan masing-masing aspek perawatan diri dengan outcome terapi .... 30 6. Distribusi tingkat perawatan diri responden ............................................... 33 7. Distribusi outcome terapi responden ........................................................... 34 8. Hasil analisis Chi-square tingkat perawatan diri dengan outcome terapi .... 35
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Algoritma terapi DM .............................................................................
10
2. Variabel penelitian ................................................................................
22
3. Alur penelitian .......................................................................................
26
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar kuesioner 2. Surat izin studi pendahuluan 3. Surat keterangan kelaikan etik 4. Surat izin penelitian 5. Hasil uji validitas 6. Hasil uji reliabilitas 7. Data kuesioner SDSCA 8. Hasil Analisis chi-square perawatan diri vs outcome 9. Hasil Analisis chi-square masing-masing aspek vs outcome
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu gangguan metabolisme yang ditandai
dengan keadaan tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) serta kelainan metabolisme pada karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan sekresi insulin, sensivitas insulin, maupun akibat dari keduanya (Dipiro et al., 2009). DM merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi medis yang berkelanjutan. Penyakit ini dalam masyarakat luas lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis. Berbagai penelitian menjelaskan terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi DM baik di dunia maupun di Indonesia (Rachmawati, 2007). Prevalensi DM dari tahun ke tahun semakin meningkat, berdasarkan data dari IDF (International Diabetes Federation) penderita DM di dunia pada tahun 2014 yaitu sebesar 387 juta orang (IDF, 2014). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, di Indonesia sebesar 6,9% atau sekitar 12 juta jiwa penduduk Indonesia mengalami DM dengan 30,4% yang telah terdiagnosis sebelumnya dan 69,6% yang tidak terdiagnosis sebelumnya. Prevalensi DM di Kalimantan Selatan sebesar 1,4% dari jumlah penduduk pada usia di atas 14 tahun (2.722.366 orang) dengan jumlah perkiraan 38.113 orang (Kemenkes RI, 2013). Penyakit DM akan mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi seperti gangguan mikrovaskular, makrovaskular, neuropati, retinopati, dan nefropati (Dipiro et al., 2009; Alldredge et al., 2008). Hal tersebut dapat dicegah apabila pasien memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik untuk melakukan perawatan diri (self care) terhadap penyakitnya (Sulistria, 2013). Perawatan diri adalah aktivitas dan inisiatif dari individu yang dilaksanakan oleh individu itu sendiri untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan (Asmadi, 2008). Perawatan diri merupakan hal yang paling penting dalam perawatan seseorang yang menderita suatu penyakit kronik khususnya pada pasien DM yang berperan sebagai pengontrol penyakit (Sigudardottir, 2005). Menurut American
1
2
Association of Diabetes Educator (2014) aktivitas perawatan diri (self care) pada pasien DM meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik (olahraga), pemantauan kadar gula darah, terapi obat dan perawatan kaki. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusniawati (2011) didapatkan hasil tingkat perawatan diri pada pengaturan pola makan, latihan fisik dan pengobatan pada pasien DM tipe 2 sudah baik, sedangkan pada perawatan kaki dan pengukuran kadar gula darah masih kurang. Penelitian selanjutnya yang dilakukan Sulistria (2013) didapatkan hasil tingkat perawatan diri pasien rawat jalan DM tipe 2 pada aktivitas pengaturan pola makan, olahraga dan pengobatan sudah baik. Namun dalam aktivitas pengukuran kadar gula darah dan perawatan kaki pasien masih kurang. Berdasarkan penelitian tersebut, pasien DM masih belum bisa melakukan perawatan diri pada aspek perawatan kaki dan pengukuran kadar gula darah. Tujuan dari seluruh aspek perawatan diri pada pasien DM adalah untuk mencapai outcome terapi yaitu untuk tercapainya kadar gula darah secara optimal serta mencegah terjadinya komplikasi. Menurut penelitian dari Hailu et al (2012) ada beberapa aspek perawatan diri yang secara sigifikan mempegaruhi kontrol glikemik yaitu aktivitas fisik dan dosis obat antidiabetes. Menurut Tojalmo & Hentinen (2001) perawatan diri tidak selalu mengarah pada kontrol metabolik yang baik, tetapi mengabaikan perawatan diri cenderung mengarah pada kontrol metabolik yang buruk. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Modupe (2017) menunjukkan peningkatan aktivitas perawatan diri menghasilkan peningkatan yang signifikan dari kontrol glikemik. Peningkatan ratarata jumlah hari aktivitas fisik dan setelah melakukan diet sehat adalah faktor pengurangan nilai HbA1c. Berdasarkan uraian diatas dan tingginya kasus terjadinya penyakit DM di Kalimantan Selatan perlu dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 di daerah Kalimantan Selatan khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura.
3
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:
1) Bagaimana gambaran tingkat perawatan diri pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura? 2) Bagaimana gambaran outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura? 3) Bagaimana hubungan antara tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1) Mendapatkan gambaran tingkat perawatan diri pada pasien DM tipe 2 di rawat jalan RSUD Ratu Zalecha Martapura 2) Mendapaatkan gambaran outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura 3) Menjelaskan hubungan antara tingkat perawatan dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1) Menambah wawasan penulis dan pembaca tentang hubungan antara tingkat perawatan dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 2) Memberikan informasi mengenai hubungan antara tingkat perawatan dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura
3) Memberikan data pendukung agar dapat dijadikan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) (2013), DM merupakan suatu penyakit metabolisme yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Lanywati (2011) menjelaskan bahwa penyakit DM atau yang sering disebut kencing manis merupakan suatu penyakit yang terjadi dikarenakan adanya gangguan jangka panjang pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak dan juga protein dalam tubuh. Menurut Smeltzer et al (2008) DM merupakan suatu penyakit kronik yang menyebabkan gangguan multisistem dan ditandai dengan tingginya kadar gula di dalam darah yang disebabkan gangguan pada kerja insulin. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa DM adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemia) yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. 2.1.2 Klasifikasi Menurut ADA (2014), DM diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis, yaitu: 1) Diabetes tipe 1, diabetes tipe ini dikarenakan terjadinya kerusakan sel β, biasanya menyebabkan kekurangan insulin secara absolut. 2) Diabetes tipe 2, diabetes tipe ini dikarenakan terjadinya gangguan pada proses sekresi insulin akibat resistensi insulin. 3) Tipe diabetes tertentu karena penyebab lain, misalnya; gangguan genetik pada fungsi sel β (beta), gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, dan yang disebabkan oleh obat atau. 4) DM gestasional (diabetes yang didiagnosis selama kehamilan dan belum menjadi penyakit diabetes secara pasti).
4
5
2.1.3 Faktor Resiko Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) (2015), DM memiliki faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi dan yang bisa dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi diantaranya ras dan etnik, riwayat keluarga dengan DM, umur (Risiko terjadinya intoleransi terhadap glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya umur, umur > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM), riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi > 4 kg atau riwayat pernah menderita DM gestasional, riwayat lahir dengan berat badan lahir bayi rendah yaitu kurang dari 2,5 kg (bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi lahir dengan berat badan normal) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi diantaranya berat badan lebih (IMT>23 kg/m2), kurangnya olahraga, hipertensi (>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL <35 mg/dL dan trigliserida > 250 mg/dL), diet yang tidak sehat (unhealthy diet), diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan DM tipe 2 (PERKENI, 2015). 2.1.4 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Patofisiologi DM tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada keadaan normal insulin terikat oleh suatu reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat adanya ikatan insulin dengan reseptor akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 ini disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin tersebut menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan DM memiliki manifestasi klinis yang tergantung pada tingkat hiperglikemia pasien. Manifestasi klinis dari semua jenis penyakit DM diantaranya: 1) Poliuria (peningkatan produksi urin) 2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) yang disebabkan karena hilangnya cairan yang berlebihan berhubungan dengan diuresis osmotik dan 3) Polifagia (peningkatan nafsu makan) akibat dari penurunan simpanan kalori.
6
Gejala lainnya yaitu kelemahan dan kelelahan, kesemutan pada tangan atau kaki, penurunan fungsi penglihatan, kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuh, dan infeksi berulang. Pada DM tipe 1 dapat terjadi kehilangan berat badan secara tibatiba, mual, muntah, atau sakit perut jika pasien telah mengalami ketoasidosis diabetik (Smeltzer et al., 2010). 2.1.5 Diagnosis Menurut ADA (2014) seseorang didiagnosis DM jika: 1) Nilai glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori setidaknya 8 jam. 2) Nilai glukosa plasma 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral 75 gr (TTGO) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Tes harus dilakukan menggunakan glukosa yang mengandung setara dengan 75 gr glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air. 3) International Expert Committe menambahkan tes hemoglobin-glikosilat/A1c sebagai pilihan ketiga untuk mendiagnosa penyakit DM. Sesorang akan terdiagnosis DM jika nilai HbA1c ≥ 6,5%). Tes ini harus dilakukan di laboratorium yang menggunakan metode yang bersertifikat NGSP (National Glycohemoglobin Standardization Program) dan standar untuk uji DCCT (Diabetes Control and Complications Trial). Tanpa adanya hiperglikemia yang tegas, maka hasil dari ke3 pemeriksaan di atas harus dikonfirmasi dengan tes ulang. 4) Pada pasien dengan gejala hiperglikemia atau krisis hiperglikemia, dilakukan tes glukosa plasma acak (Sewaktu) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). 2.1.6 Penatalaksanaan Menurut PERKENI (2015), ada 4 pilar penatalaksanaan pada penderita DM tipe 2 yaitu: 1)
Edukasi Pola hidup yang tidak sehat pada umumnya akan menyebabkan penyakit DM
tipe 2. Pemberdayaan penderita DM memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga. Tim pelayanan kesehatan juga sangat berperan untuk mendampingi pasien dalam melakukan perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku pasien, memerlukan edukasi yang mudah diterima serta upaya peningkatan
7
motivasi pada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapatkan pelatihan khusus. 2)
Terapi Nutrisi Medis Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan DM
secara total. Keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain, serta pasien dan keluarganya) merupakan kunci keberhasilan dari terapi nutrisi medis. Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum. Perbedaannya, pada pasien DM ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 3)
Latihan Jasmani Bagi pasien DM agar melakukan kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga kebugaran, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga glukosa darah dapat terkontrol. Latihan jasmani yang dianjurkan yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang yang disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk penderita yang relatif sehat, intensitas latihan bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi, maka intensitas latihan jasmani dapat dikurangi. 4)
Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis DM terdiri dari obat oral antidiabetes dan injeksi insulin
diikuti dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis diberikan jika sasaran glukosa darah belum tercapai, macam-macam obat hipoglikemi oral berdasarkan cara kerjanya terdapat tiga jenis yaitu: A. Pemicu sekresi insulin 1) Sulfonilurea, obat golongan ini merupakan pilihan untuk pasien DM dewasa baru dengan berat badan normal atau kurang, serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya, dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan penyakit hati, ginjal
8
dan tiroid. Golongan obat ini adalah khlorpropamid, glibenklamid, gliklasid, glikuidon, glipsid, glimeperid. 2) Glinid, merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Termasuk obat golongan ini adalah repaglinid dan nateglinid. B. Penambah sensitivitas terhadap insulin 1) Biguanid, obat ini tidak merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah sampai normal, serta tidak pernah menyebabkan hipoglikemi, contoh obat golongan ini adalah metformin. Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping itu juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. 2) Thiazolindion atau glitazon, contoh obat golongan ini adalah pioglitazon dan rosiglitazon C. Penghambat alfa glukosidase atau acarbose Obat ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa darah plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah saat makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila pengobatan dengan OHO tidak memberikan hasil yang maksimal, maka perlu dipertimbangkan dengan pemberian insulin, karena pemberian insulin mempunyai pengaruh terhadap jaringan tubuh. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati (Soegondo, 2005). 1) Berikut adalah beberapa faktor yang mengindikasikan penggunaan insulin yaitu: Pasien DM tipe 1 yang memerlukan insulin eksogen 2) Pasien DM tipe 2 yang membutuhkan insulin karena terapi lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah 3) Keadaan stress berat, seperti infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard dan stroke
9
4) DM gestasional dan pasien hamil yang membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah 5) Ketoasidosis berat 6) Mengalami sindrom hiperglikemi hiperosmolar non-ketotik 7) Pasien DM yang mendapatkan nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat 8) Gangguan fungsi ginjal dan hati berat 9) Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO 10) Penurunan berat badan yang cepat 11) Hiperglikemi berat yang disertai ketosis, hiperglikemi dengan asidosis laktat (PERKENI, 2015).
10
Berikut adalah algoritma pengelolaan DM tipe 2: MODIFIKASI POLA HIDUP SEHAT
HbA1c < 7,5%
HbA1c ≥ 7,5%
Dalam 3 bulan Hba1c > 7%
+ monoterapi Dalam 3 bulan Hba1c > 7%
HbA1c > 9%
Gejala (-)
Gejala (+)
Kombinasi 2 obat Insulin ± obat lain
!
Penghambat SLGT-2** Tiazolidindion Sulfonilurea Glinid
! ! !
Jika HbA1c belum mencapai sasaran dalam 3 bulan, tambahkan obat ke 2 (kombinasi 2 obat)
✓ ✓
! ! ! ✓ ✓ ✓
Agonis GLP-1 Penghambat DPP-IV Penghambat SLGT-2** Tiazolidindion Insulin basal Kolsevelam** Bromokriptin QR Penghambat Glukosidase Alfa
Jika HbA1c belum mencapai sasaran dalam 3 bulan, tambahan obat ke-3 (kombinasi 3 obat)
Keterangan: *Obat yang terdaftar disarankan penggunaannya sesuai urutan **Penghambat SLGT-2 dan Kolsevelam belum tersedia di Indonesia. Bromokriptin QR umumnya digunakan pada terapi tumor hipofisis ✓ !
Tambahkan insulin atau intensifikasi insulin
Kombinasi 3 obat
Obat lini kedua
✓
Metformin Agonis GLP-1 Penghambat DPP-IV Penghambat Glikosidasi Alfa
Kombinasi 2 obat* dengan kombinasi yang berbeda
Metformin atau obat lini pertama yang lain
✓ ✓ ✓
Kombinasi 3 obat
Metformin atau obat lini pertama yang lain
Monoterapi * dengan salah satu dibawah ini
✓ ✓
Agonis GLP-1 Penghambat DPP-IV
!
Penghambat SLGT-2** Tiazolidindion Insulin basal
! ! ✓ ✓ ✓
Kolsevelam** Bromokriptin QR Penghambat Glukosidase Alfa
Jika HbA1c belum mencapai sasaran dalam 3 bulan, mulai terapi insulin atau intensifikasi insulin
= Efek samping minimal atau keuntungan lebih banyak = digunakan dengan hati-hati
(PERKENI, 2015) Gambar 1. Algoritma terapi DM 2.1.7 Komplikasi Beberapa faktor yang berpengaruh pada terjadinya komplikasi atau penyulit DM adalah karena faktor genetika atau keturunan dan faktor metabolik – faktor glukosa darah serta metabolit lain yang abnormal. Tetapi dengan pengendalian glukosa darah sebaik mungkin, kemungkinan terjadinya penyulit dapat dicegah, bahkan penyulit yang sudah timbul pun dapat membaik, tetapi umumnya kerusakan yang sudah terjadi sulit sekali untuk kembali ke kondisi normal dan kerusakan yang terjadi
11
biasanya bersifat menetap sehingga pasien mengalami kecacatan akibat penyakit yang kronis. A. Komplikasi metabolik akut 1) Hipoglikemi Hipoglikemi merupakan keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan kadar glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab terjadinya hipoglikemi antara lain adalah makan kurang dari aturan yang ditentukan, berat badan turun, sesudah olah raga, sesudah melahirkan, sembuh dari sakit, makan obat yang mempunyai tipe obat serupa. Tanda-tanda hipoglikemi mulai timbul bila glukosa darah kurang dari 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemi bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. 2) Hiperglikemia Kejadian hiperglikemia disebabkan karena adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului dengan stres akut. Tanda khas dari hiperglikemi adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Selain itu hiperglikemi juga bisa berakibat ketoasidosis, pada ketoasidosis diabetik terdapat hiperglikemi berat dengan ketosis atau asidosis ringan. Ketoasidosis merupakan defisiensi insulin yang berat dan akut. Bila tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat ketoasidosis bisa menyebabkan kematian. Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kematian akibat ketoasidosis yaitu terlambatnya ditegakkan diagnosis, pasien belum tahu bila sakit DM, sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat. Prinsip dasar penatalaksanaan ketoasidosis adalah rehidrasi cepat dan tepat, pemberian insulin, memperbaiki gangguan elektrolit dan mengatasi faktor pencetus. Selain berakibat ketoasidosis efek hiperglikemi juga terjadi pada pembuluh darah serebral karena adanya perubahan metabolisme. Hiperglikemi akan memicu terjadinya stroke sebesar 20% – 50%, hiperglikemia juga dapat mengakibatkan peningkatan ukuran infark pada serebral (Garner & Paolino, 2005).
12
B. Komplikasi metabolik jangka panjang Komplikasi vaskuler jangka panjang DM melibatkan pembuluh-pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh darah besar (makroangiopati). 1) Mikroangiopati Merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan retina (retinopati diabetik) dimana kejadian retinopati diabetik sebesar 80% pada pasien yang telah didiagnosa DM selama 15 tahun, retinopati diabetik juga dapat menyerang pasien dewasa pada usia 20 tahun sampai 74 tahun. Selain itu juga dapat menyerang pada glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dengan kejadian sebesar 35% - 45% pada diabetes tipe 1 setelah didiagnosa DM selama 15 – 20 tahun dan 20% untuk diabetes tipe 2 setelah menderita DM selama 5 – 10 tahun. Komplikasi lain yang juga besar kejadiannya adalah terjadi pada sarafsaraf perifer (neuropati diabetik) dengan kejadian sebesar 60% pasien DM, serta terjadi pada otot-otot dan kulit (Black & Hawks, 2005). 2) Makroangiopati Mempunyai gambaran berupa aterosklerosis, hal ini terjadi akibat defisiensi insulin sehingga terjadi suatu keadaan yaitu penimbunan sorbitol dalam intima, hiperlipoproteinemia, kelainan pembekuan darah dan akhirnya dapat terjadi penyumbatan vaskuler. Jika kondisi yang terjadi mengenai pada arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan ganggren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokard (Price & Wilson, 2006). Kelainan makrovaskuler merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan DM tipe 2. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama pada orang dengan DM. Sebanyak 40% - 60% pasien meninggal dengan coronary artery disease akibat DM. Hasil penelitian didapatkan bahwa pasien dengan DM tipe 2 akan mengalami peningkatan resiko PJK sebesar 2 kali lebih besar dibanding non DM, dan beresiko mengalami kematian sebesar 2 – 3 kali dibanding non DM (Black & Hawks, 2005).
13
2.2
Perawatan Diri
2.2.1 Definisi Perawatan Diri Perawatan diri adalah aktivitas dan inisiatif dari individu yang dilaksanakan oleh individu itu sendiri untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan (Asmadi, 2008). Perawatan diri bertujuan untuk memandirikan pasien agar pasien dapat melakukan perawatan dirinya sendiri guna memenuhi kebutuhannya termasuk kesehatannya (Kozier, 2011). 2.2.2 Perawatan Diri DM Tipe 2 Perawatan diri berperan penting sebagai pengontrol penyakit pada seseorang yang menderita suatu penyakit kronik khususnya pada pasien DM (Sigurdardottir, 2004). Tujuan utama perawatan diri pada pasien DM adalah mengontrol status metabolik pada tubuh, meminimalkan komplikasi akibat DM dan untuk mencapai kualitas hidup yang baik (Tojalmo & Hentinen, 2001). Perawatan pasien DM secara mandiri berarti berusaha untuk hidup senormal mungkin seperti pada orang nondiabetes, sehingga penderitanya perlu menjaga kadar glukosa dalam darah untuk mencegah komplikasi jangka panjang. Oleh karena itu perawatan diri harus dilakukan pada pasien DM guna mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraannya. Menurut Sirgurdardottir (2005) perawatan diri pada pasien DM terfokus pada empat aspek yaitu mengontrol kadar glukosa darah, pengaturan pola makan, pengaturan insulin serta latihan fisik secara regular. Menurut American Diabetes Association (2014) aktivitas perawatan diri (self care) pada penderita DM meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik (olahraga), pemantauan kadar gula darah, terapi pengobatan dan perawatan kaki. Novita (2013) juga menyatakan perawatan diri pada pasien DM tipe 2 yaitu penggunaan obat antidiabetes, pengendalian pola makan, aktivitas fisik, pengukuran gula darah secara teratur, perawatan kaki dan menghindari rokok. Sedangkan menurut Gumbs (2012) manajemen perawatan diri pasien DM terdiri dari pendidikan manajemen perawatan diri, mengunjungi pelayanan kesehatan, pengukuran nilai HbA1c oleh tenaga kesehatan, pemeriksaan mata, pemeriksaan kaki, pengaturan diet, manajemen latihan, dan mengontrol kadar glukosa sendiri.
14
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan diri pasien DM tipe 2 terdiri dari pengaturan pola makan (diet), latihan fisik (olahraga), pengobatan, monitoring kadar gula darah mandiri, dan perawatan kaki. 2.2.3 Kuesioner Untuk Mengukur Tingkat Perawatan Diri Kuesioner merupakan instrumen penelitian yang berisi daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoadmodjo, 2012). Terdapat 2 jenis kuesioner dalam mengukur tingkat perawatan diri pasien DM yaitu SDSCA (Summary Diabetes Self Care Activities) dan DSMQ (Diabetes Self Management Questionairre). Kuesioner SDSCA disusun oleh Toonbert et al. (2000) yang dapat mengukur tingkat perawatan diri pada pasien DM tipe 2 berdasarkan 6 aspek, yaitu diet, pengobatan, aktivitas fisik (olahraga), monitoring kadar gula darah dan perawatan kaki. Skala SDSCA ini diisi oleh responden sesuai apa yang dilakukan selama 7 hari terakhir pada masa sehat. Dimana alternatif jawabannya terdiri dari 8 pilihan yaitu hitungan dari 0,1,2,3,4,5,6,7 dimana skoringnya berdasarkan dengan jumlah harinya yaitu hari 0 (skor 0), hari 1 (skor 1), hari 2 (skor 2), hari 3 (skor 3), hari 4 (skor 4), hari 5 (skor 5), hari 6 (skor 6), hari 7 (skor 7), dan untuk nomor pertanyaan tertentu skoringnya dibalik. Schmitt et al. (2013) mengembangkan suatu skala pengukuran perilaku selfmanagement dengan nama “The diabetes self-management questionnaire (DSMQ)” dimana skala ini menunjukan validitas isi untuk pengukuran perilaku self-management DM tipe 2. Lebih lanjut Schmitt et al. Merekomendasikan penggunaan skala ini untuk mengukur perilaku self-management pada pasien DM tipe 2. DSMQ mengukur perilaku self-management yang telah dilakukan pasien DM tipe 2 pada 8 minggu terakhir. DSMQ terdiri dari 16 item berisi pertanyaan positif 9 item dan pertanyaan negatif 7 item dengan alternatif jawaban 3=sering dilakukan; 2=kadang-kadang dilakukan; 1=jarang dilakukan; 0=tidak pernah dilakukan.
15
Perbedaan antara kuesioner SDSCA dengan DSMQ yaitu: 1. Kuesioner SDSCA memiliki aspek pertanyaan tentang diet, pengobatan, aktivitas fisik, merokok, monitoring kadar gula darah dan perawatan kaki. Sedangkan DSMQ memiliki aspek pertanyaan diet, manajemen kadar gula darah, aktivitas fisik dan perawatan kesehatan. 2. SDSCA diisi oleh responden sesuai apa yang dilakukan selama 7 hari terakhir, sedangkan DSMQ selama 8 minggu terakhir. 3. Jawaban yang akan diisi oleh responden pada kuesioner SDSCA berdasarkan jumlah hari responden melakukan perawatan diri, sedangkan DSMQ memiliki 4 pilihan jawaban yang berskala Likert yaitu sering dilakukan, kadang-kadang dilakukan, jarang dilakukan dan tidak pernah dilakukan. Kuesioner SDSCA memiliki aspek pertanyaan yang lebih lengkap dibandingkan DSMQ yang tidak ada pertanyaan aspek perawatan kaki dan merokok. DSMQ memiliki satu pertanyaan yang menilai diri sendiri tentang perawatan dirinya selama 8 minggu terakhir yang tidak ada di SDSCA. Oleh karena itu hasil DSMQ lebih representatif tetapi juga berpotensi menimbulkan bias. 2.3
Keaslian Penelitian Penelitian ini berjudul hubungan antara tingkat perawatan dengan outcome
terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang dilakukan Penelitian yang pernah dilakukan Judul
Tingkat Self Care Pasien Rawat Jalan DM tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya
Peneliti Instrumen penelitian
Sulistria, 2013 Kuesioner The Summary of Diabetes Self Care Activities (SDSCA)
Variable
Tingkat self care pasien DM tipe 2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Self Care pada Pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Putri, 2015 Kuesioner The Summary of Diabetes Self Care Activities (SDSCA) Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi, lama
Penelitian yang akan dilakukan Hubungan Antara Tingkat Perawatan Dengan Outcome Terapi Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura Penelitian yang diajukan Kuesioner The Summary of Diabetes Self Care Activities (SDSCA) Perawatan diri dan outcome terapi pasien DM tipe 2 rawat jalan
16
Metode penelitian Subjek penelitian Outcome
Observasi dan analisis data secara deskripstif Pasien penderita DM tipe 2 Tingkat self care pasien DM tipe 2
Tempat penelitian
Puskesmas Surabaya
Kalirungkut
menderita DM perilaku self care Cross sectional
dan
Pasien penderita DM tipe 2 Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku self care terhadap tingkat self care Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Cross sectional Pasien penderita DM tipe 2 Hubungan tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura Rumah Sakit Ratu Zalecha Martapura
Pemaparan pada tabel 1 terlihat adanya perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan oleh Sulistria (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Perbedaan terlihat pada variabel penelitian Sulistria (2013) yang meneliti tentang self care pada pasien DM tipe 2 saja, sedangkan penelitian yang akan diteliti tentang hubungan tingkat self care dengan outcome terapi pasien DM tipe 2. Penelitian yang akan dilakukan berbeda daripada penelitian sebelumnya, dikarenakan penelitian yang akan dilakukan tidak hanya menjelaskan perawatan diri pasien DM tipe 2 saja melainkan menghubungkan tingkat self care dengan outcome terapi pasien DM tipe 2. Perbedaan yang dilakukan oleh Putri (2015) dibandingkan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada pengelompokkan tingkat perawatan diri pasien DM tipe 2. Penelitian oleh Putri (2015) mengelompokkan 2 kategori saja yaitu rendah dan tinggi, sedangkan penelitian yang akan dilakukan mengelompokkan menjadi 5 kategori yaitu sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik dan sangat kurang. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu tempat penelitian. Tempat penelitian sebelumnya yaitu di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan yaitu di Rumah Sakit Ratu Zalecha Martapura. Tempat penelitian yang berbeda akan menghasilkan karakteristik pasien yang berbeda dan data hasil penelitian kemungkinan berbeda. 2.4
Hipotesis Hipotesis yang akan digunakan yaitu:
H0 : tidak adanya hubungan antara tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pasien DM tipe 2
17
H1
:
adanya hubungan antara tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pasien DM tipe 2
Jika p value > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika p value ≤ 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dan termasuk
penelitian non eksperimental yaitu dilakukan tanpa memberikan perlakuan terhadap subjek penelitian. Jenis penelitian survei analitik merupakan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau menguraikan suatu keadaan atau situasi (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional bertujuan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2012). 3.2
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2018 di Rumah Sakit Umum
Daerah Ratu Zalecha Martapura. 3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1
Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang mempunyai karakteristik
tertentu sesuai yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita DM tipe 2 rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura yang diambil pada bulan September 2017 yaitu sebanyak 182 pasien. 3.3.2
Sampel Teknik pengambilan sampel data penelitian ini yaitu teknik quota sampling
yang didasarkan pada penetapan jumlah sampel yang diperlukan atau menetapkan quotum (jatah), sehingga quotum yang ditetapkan terpenuhi (Notoatmodjo, 2010). Sampel penelitian ini diperoleh sebanyak 63 pasien. Pasien yang akan dijadikan sampel yaitu pasien yang sedang mengambil obat di apotek rawat jalan di RSUD Ratu
18
19
Zalecha Martapura sampai didapatkan sebanyak 63 pasien. Penentuan ukuran sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan rumus Lameshow sebagai berikut: n=
N Z2 𝑎 P (1−P) 1−
2 2 d (N−1)+ Z2 𝑎 1− 2
P (1−P)
(182)(1,96)2 (0,5)(1−0,5)
= (0,1)2 (182−1)+ (1,96)2 (0,5) (1−0,5) = 63,07 ≈ 63 Dimana: n
= besar sampel yang dibutuhkan
N
= jumlah populasi
2 Z1− 𝑎 2
= nilai standar normal untuk taraf kepercayaan 95%, maka α = 5% , sehingga 2 Z1− 𝑎 sebesar 1,96 2
P
= proporsi responden, jika tidak diketahui dianggap 50%
d
= kesalahan absolut (10% = 0,1)
3.4
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1
Kriteria Inklusi Kriteria inklusi yaitu kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang dapat
digunakan dalam pengambilan data penelitian (Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi penelitian ini adalah: 1.
Pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian
2.
Responden minimal telah menjalani 1 kali terapi rawat jalan
3.
Responden mengerti bahasa Indonesia dan mampu memahami pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner
3.4.2
Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi merupakan ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
digunakan dalam pengambilan data penelitian (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi penelitian ini adalah: 1.
Responden yang tidak lengkap data-datanya dalam mengisi kuesioner
2.
Responden yang tidak bisa menulis dan membaca
3.
Responden yang tidak memiliki nomor handphone
20
3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2012). Untuk mengukur perawatan diri pasien DM tipe 2 digunakan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari kuesioner Summary of Diabetes Self Care Activities (SDSCA). Skala SDSCA disusun oleh Toobert et al (2000) berdasarkan 6 aspek perawatan diri pada penderita DM yaitu diet, pengobatan, latihan fisik (olahraga), monitoring kadar gula darah, perawatan kaki dan merokok. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan 5 aspek saja, tanpa menggunakan aspek yang menggali informasi tentang perilaku merokok. Karena cenderung dapat dipengaruhi oleh budaya yang dianut oleh sampel penelitian. Bias budaya tersebut dapat mempengaruhi cara sampel merespon item sehingga data yang didapatkan juga akan mempengaruhi hasil analisis korelasi. Berikut ini adalah aspek, jumlah item dan nomor pertanyaan dalam kuesioner yang akan digunakan: Tabel 2. Aspek kuesioner SDSCA yang akan digunakan dalam penelitian Aspek Pola makan/Diet Latihan Fisik/Olahraga Monitoring kadar gula darah Perawatan kaki Pengobatan
Jumlah item 5 item 2 item 2 item 5 item 2 item
Nomor pertanyaan dalam kuesioner 1, 2, 3, 4 & 5 6&7 8&9 10, 11, 12, 13 & 14 15 & 16
Kuesioner ini diisi oleh responden sesuai apa yang dilakukan selama 7 hari terakhir pada masa sehat. Dimana alternatif jawabannya terdiri dari 8 pilihan yaitu hitungan hari dari 0,1,2,3,4,5,6,7 dimana penilaiannya berdasarkan dengan jumlah harinya yaitu hari 0 (skor 0), hari 1 (skor 1), hari 3 (skor 3), hari 4 (skor 4), hari 5 (skor 5), hari 6 (skor 6), hari 7 (skor 7). Skoring tersebut berlaku untuk pertanyaan no. 1,2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,14,15 dan 16 sedangkan untuk no. 4 dan 13 penilaian skornya dibalik. Tingkat perawatan diri pada penelitian ini dihitung dengan cara menjumlahkan skor total dibagi jumlah pertanyaan dalam kuesioner. Khusus untuk aspek pengobatan apabila pasien melakukan terapi menggunakan obat antidiabetes oral saja atau menggunakan injeksi insulin saja maka skornya langsung jumlah hari pada salah satu
21
pengobatan tersebut, sedangkan apabila menggunakan terapi kombinasi antara obat antidiabetes oral dengan injeksi insulin maka perhitungannya yaitu diambil rata-rata pada kedua pengobatan (jumlah hari dibagi jumlah item yaitu 2 item). Setelah didapatkan skor akhir kemudian akan dikategorikan menjadi sangat baik (>6,3 hari), baik (>5,6-6,3 hari), cukup baik (>4,2-5,6 hari), kurang baik (≥2,8-4,2 hari) dan sangat kurang (<2,8 hari) (Novita, 2013). Kuesioner SDSCA ini juga disertai dengan pertanyaan tentang rekomendasi perawatan diri sebagai informasi tambahan mengenai rekomendasi perawatan diri yang disarankan oleh pelayanan kesehatan dan tidak membutuhkan perhitungan skor. Selain lembar kuesioner, digunakan komputer dengan program SPSS (Statistical Productand Services Solution) yang digunakan untuk membantu dalam pengolahan data. 3.6
Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas (independent variable) dan
variabel terikat (dependent variabel). Variabel bebas pada penelitian ini adalah tingkat perawatan diri pasien DM tipe 2. Variabel terikat dari penelitian ini adalah outcome terapi. Berikut adalah kerangka dalam penelitian ini: Variabel independen Tingkat perawatan diri pasien DM tipe 2
Variabel dependen Outcome terapi
Gambar 2. Variabel penelitian 3.7
Definisi Operasional Definisi operasional adalah pengertian variabel-variabel yang diteliti dan
berfungsi untuk membatasi ruang lingkup penelitian, untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2012). Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu: 3.7.1
Perawatan diri Perawatan diri adalah aktivitas dan inisiatif dari individu yang dilaksanakan
oleh individu itu sendiri untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan meliputi diet, aktivitas fisik (olahraga), pengukuran kadar gula darah, perawatan kaki dan
22
pengobatan. Tingkat perawatan diri dapat diukur dengan menggunakan kuesioner Summary of Diabetes Self Care Activities (SDSCA). Kategori tingkat perawatan diri pada penelitian ini didapatkan dari skor total dibagi dengan jumlah pertanyaan dalam kuesioner kemudian akan dikategorikan menjadi sangat baik (>6,3 hari), baik (>5,66,3 hari), cukup baik (>4,2-5,6 hari), kurang baik (≥2,8-4,2 hari) dan sangat kurang (<2,8 hari). 3.7.2 Outcome terapi Outcome terapi pasien dilihat dari ketercapaian kadar glukosa darah dengan mengukur nilai GDP (gula darah puasa) pasien dengan menggunakan alat pengukur kadar glukosa darah merk EasyTouch®GCU. Alasan menggunakan gula darah puasa untuk memastikan agar hasil pemeriksaan tidak dipengaruhi oleh konsumsi makanan terakhir dan dapat diinterpretasikan dengan benar. Pengukuran nilai GDP pasien dilakukan setelah peneliti selesai mendapatkan data perawatan diri pasien di instalasi farmasi RSUD Ratu Zalecha yaitu selama 12 hari. Kemudian peneliti berkunjung ke rumah masing-masing pasien untuk mengukur nilai GDP sebanyak 4 pasien per hari berdasarkan rumah terdekat. Sebelum pengukuran dilakukan, peneliti telah menghubungi pasien lewat telepon dan SMS agar berpuasa minimal selama 9 jam dari pukul 23.00-08.00 WITA. Outcome terapi dikategorikan menjadi: 1. Tercapai. Outcome terapi tercapai apabila nilai GDP 80-130 mg/dL 2. Tidak tercapai. Outcome terapi tidak tercapai apabila nilai GDP <80 mg/dL atau >130 mg/dL. (ADA, 2015) 3.8
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner yang sudah selesai disusun, belum berarti kuesioner tersebut dapat
langsung digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian diperlukan uji validitas dan uji reliabilitas terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2012). 3.8.1
Uji Validitas Validitas adalah indeks yang menunjukkan nilai ketepatan dari alat ukur
sehingga menggambarkan suatu instrumen telah benar-benar mengukur apa yang
23
diukur (Notoatmodjo, 2012). Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Teknik korelasi yang digunakan yaitu korelasi Pearson Product Moment: r=
N(∑ XY)−(∑ X ∑ Y) V [N ∑ X2 −(∑ X2 )][N ∑ Y2 −(∑ Y2 )]
Keterangan: R
= koefisien korelasi product moment
X
= skor total pertanyaan
Y
= skor total
N
= jumlah responden
Keputusan uji: Bila r hitung lebih besar dari r tabel maka H0 ditolak, artinya variabel valid Bila r hitung lebih kecil dari r tabel maka H0 gagal ditolak, artinya variabel tidak valid (Hastono, 2006). Uji validitas pada penelitian ini dilakukan terhadap 30 sampel pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha. Item pertanyaan dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel (0,361). Hasil menunjukkan semua item pertanyaan telah valid (lihat Lampiran 5). 3.8.2
Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah konsistensi dari alat ukur yang digunakan, apabila
digunakan untuk kedua kalinya atau lebih terhadap gejala yang sama maka akan mendapatkan hasil yang sama (Notoatmodjo, 2012). Pengukuran reliabilitas pada penelitian ini diukur sekali saja (One shot) dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain. Pada umumnya pengukuran yang dilakukan dengan One shot memiliki beberapa pertanyaan. Pengujian reliabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu. Jadi jikia pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut dibuang. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid kemudian diukur reliabilitasnya secara bersamaan.
24
Untuk mengetahui reliabilitasnya yaitu dengan cara membandingkan nilai r hasil dengan r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah “Alpha” (terletak di akhir output). Ketentuannya yaitu bila r Alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel (Hatono, 2006). Nilai Cronbach’s Alpha kuesioner ini sebesar 0,727 (lebih besar dari r tabel=0,6), sehingga dikatakan reliabel (lihat Lampiran 6). 3.9
Pengumpulan Data Pengumpulan data yaitu proses pendekatan kepada responden guna
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data tingkat perawatan diri dan data nilai GDP pasin DM tipe 2. Data tingkat perawatan diri pasien DM tipe 2 dapat diperoleh dari kuesioner yang digunakan dalam penelitian yaitu kuesioner yang mengadopsi dari kuesioner SDSCA (Summary of Diebetes Self Care Activities). Sedangkan nilai GDP pasien DM tipe 2 diperoleh dari pengecekan nilai kadar gula darah puasa dengan bantuan alat glukometer yang akan dilakukan dirumah pasien DM tipe 2. 3.10
Pengolahan Data Pengolahan data pada penelitian ini yaitu:
1.
Editing. Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner, meliputi kelengkapan jawaban, jelas untuk dibaca, relevan dan konsisten antara pertanyaan dengan jawaban yang ditulis
2.
Coding. Merupakan kegiatan merubah data dalam bentuk huruf menjadi data dalam bentuk angka, untuk mempermudah proses pemasukan data
3.
Data entry. Merupakan kegiatan memasukkan data ke dalam program atau software komputer
4.
Cleaning. Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan untuk mengetahui ada tidaknya kesalahan dalam pengkodean.
3.11
Analisis Data
3.11.1 Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masingmasing variabel penelitian yang diukur. Bentuknya tergantung dari jenis datanya.
25
Untuk data numerik digunakan nilai mean (rata-rata), median, dan standart deviasi. Sedangkan untuk data kategorik menggunakan angka/nilai jumlah dan presentase masing-masing kelompok (Hastono, 2006). Analisis univariat dalam penelitian ini yaitu menghitung frekuensi distribusi karakteristik pasien, tingkat perawatan diri pasien dan outcome terapi. 3.11.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan antar dua variabel yang dapat dilakukan setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel. Untuk mengetahui hubungan dua variabel tersebut biasanya digunakan pengujian statistik. Jenis uji statistik yang digunakan tergantung pada data/variabel yang dihubungkan (Hastono, 2006). Dalam penelitian ini analisis bivariat bertujuan menghubungkan tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2. Data variabel tingkat perawatan diri setelah dihitung dikategorikan menjadi 5 kategori, sehingga variabel ini bersifat kategorik. Variabel outcome terapi juga memiliki data bersifat kategorik. Analisis data bivariat ini menggunakan program komputer SPSS dengan menggunakan uji chi square. Alasan menggunakan chi square karena kedua variabel yang akan dihubungkan bersifat kategorik (Tanti et al, 2013).
26
3.12
Alur Penelitian Alur penelitian yang akan dilakukan yaitu:
Gambar 3. Alur penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berjudul Hubungan Tingkat Perawatan Diri Dengan Outcome Terapi Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tingkat perawatan diri, gambaran outcome terapi, dan hubungan antara tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Penelitian ini termasuk jenis penelitian cross sectional yang dilakukan pada pasien DM tipe 2 dengan populasi sebanyak 182 pasien. Sampel dihitung dengan menggunakan rumus lameshow dan diperoleh sebanyak 63 sampel. Instrumen penelitian yang digunakan mengadopsi dari kuesioner SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activities) yang dikembangkan oleh Toobert et al (2000) dan telah dilakukan validasi dengan nilai Cronbach Alpha 0,727 dimana semua item pertanyaan telah valid (r hitung >0,361) (lihat Lampiran 5). 4.1
Deskripsi Karakteristik Responden Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini yaitu penderita DM tipe 2
rawat jalan sebanyak 63 responden yang telah memenuhi kriteria penelitian. Terdapat 4 sampel yang dikeluarkan karena tidak memenuhi salah satu dari kriteria inklusi, sehingga peneliti perlu mencari pasien kembali sampai mendapatkan 63 sampel. Data karakteristik responden diambil dari kuesioner pada bagian karakteristik demografi pasien yang sebelumnya sudah diisi oleh responden yang sedang menebus obat di bagian instalasi farmasi. Data karakteristik responden yang akan ditampilkan pada penelitian ini meliputi, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama menderita DM. Berikut adalah tabel untuk data karakteristik responden. Tabel 3. Distribusi karakteristik responden Karakteristik Usia Remaja Akhir (17-25 tahun) Dewasa Awal (26-35 tahun) Dewasa akhir (36-45 tahun) Lansia awal (46-55 tahun) Lansia akhir (56-65 tahun) Manula (>65)
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
2 3 17 15 20 6
3,2 4,8 27 23,8 31,7 9,5
27
28
Tabel 3. Distribusi karakteristik responden (lanjutan) Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Akademi/PT Lama Menderita DM <5 tahun ≥5 tahun
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
30 33
47,6 52,4
7 14 24 18
11.1 22,2 38,1 28,6
37 26
58,7 41,3
4.1.1 Usia Penyakit DM tipe 2 pada umumnya muncul pada seseorang yang berusia >40 tahun, dimana pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa (Depkes RI, 2005). Selain itu, juga disebabkan karena risiko berkembangnya penyakit DM tipe 2 akan meningkat seiring dengan pertambahan usia (PERKENI, 2015). Tabel 3 menunjukkan bahwa usia responden paling banyak berada pada kelompok usia lansia akhir (56-65 tahun) yaitu sebanyak 20 orang (31,7%). Hal ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2017) dimana kecenderungan pasien DM tipe 2 terjadi pada kelompok usia 55-60 tahun yaitu sebanyak 34 responden (35,05%) dan pada kelompok usia diatas 60 tahun yaitu sebanyak 31 responden (31,95%). Namun dalam penelitian ini terdapat 2 responden yang termasuk kelompok remaja akhir (17-25 tahun) tetapi sudah terdiagnosis penyakit DM. Hal tersebut disebabkan karena gaya hidup yang buruk meliputi pola makan yang buruk, pola tidur yang buruk, kebiasaan merokok dan kurangnya olahraga. Faktor risiko yang lain yaitu berat badan lebih (IMT>23 kg/m2), riwayat hipertensi (>140/90 mmHg) dan dislipidemia (HDL <35 mg/dL dan trigliserida > 250 mg/dL) (PERKENI, 2015). 4.1.2 Jenis Kelamin Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 33 orang (52,4%) dan sisanya berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 30 orang (47,6%). Hal yang menyebabkan wanita lebih beresiko terkena DM karena perempuan mengalami siklus menstruasi yang mengakibatkan ketidakstabilan hormon yang dapat menurunkan sensitivitas insulin. Pasca menopouse
29
juga mempengaruhi sensitivitas insulin dikarenakan terakumulasinya distribusi lemak tubuh (Irawan, 2010). Berdasarkan penelitian Haryati (2004), jumlah lemak pada pria berkisar antara 15%-20% berat badan total dan pada wanita sekitar 20%-25%, sehingga peningkatan kadar lemak dalam darah pada wanita lebih tinggi dibanding pria yang menyebabkan wanita menjadi 3-7 kali lebih rentan mengalami DM dibandingkan pria. 4.1.3 Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan behavioral investment jangka panjang. Peningkatan pengetahuan saja belum cukup berpengaruh terhadap indikator kesehatan tetapi sebaliknya seseorang dituntut dalam melakukan suatu perilaku kesehatan sehingga indikator kesehatan dapat terwujud melalui tingkat pendidikan yang telah dicapai (Notoadmodjo, 2007). Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, dimana sebanyak 24 orang (38,1%) menempuh pendidikan terakhir SMA/sederajat. Penelitian yang dilakukan oleh Allorerung (2016), tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian studi case control yang dilakukan oleh Mamangkey (2014) bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM Tipe 2. Hal ini dikarenakan pada responden dengan tingkat pendidikan rendah maupun tinggi juga memiliki faktor risiko lainnya yang mempengaruhi responden itu dapat mengidap penyakit DM. Tingkat pendidikan bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi kejadian DM. Namun ada berbagai faktor risiko yang telah dimiliki responden itu sendiri yang dapat mendukung terjadinya seseorang mengidap penyakit DM. 4.1.4 Lama Menderita DM Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menderita DM <5 tahun yaitu sebanyak 37 orang (58,7%) dan sisanya menderita DM ≥5 tahun yaitu sebanyak 26 orang (41,3%). Bai et al (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara lama menderita DM dengan perilaku self care. Biasanya pasien yang memiliki durasi DM lebih lama memiliki perawatan diri yang lebih baik
30
dibandingkan dengan pasien dengan durasi DM yang lebih pendek. Seorang individu yang mengalami DM lebih lama biasanya dapat mempelajari perawatan diri DM berdasarkan pengalaman yang diterimanya selama menjalani penyakit tersebut. 4.2
Gambaran Tingkat Perawatan Diri Perawatan diri adalah aktivitas atau inisiatif dari individu itu sendiri untuk
mengontrol penyakit DM yang dideritanya. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat perawatan diri yaitu kuesioner yang diadopsi dari kuesioner SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activities). Kuesioner SDSCA memiliki beberapa aspek yang dapat menggambarkan secara spesifik mengenai perilaku perawatan diri pasien meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik (olahraga), pemantauan kadar gula darah, pengobatan secara teratur dan perawatan kaki. Berikut adalah tabel perawatan diri responden pada masing-masing aspek SDSCA. Tabel 4. Tingkat perawatan diri responden pada masing-masing aspek Aspek SDSCA Pola makan (diet) Aktivitas fisik (olahraga) Pemantauan kadar gula darah mandiri Pengobatan Perawatan kaki Keterangan: Nilai Maksimal = 7
Nilai rata-rata (hari) ± SD 4,64 ± 0,943 4,29 ± 1,105
Kategori Cukup Baik Cukup Baik
0,53 ± 0,652
Sangat Kurang
6,68 ± 0,643 5,09 ± 0,811
Sangat Baik Cukup Baik
Selain itu, juga dilakukan analisis chi-square antara masing-masing aspek kuesioner SDSCA terhadap outcome terapi. Hasil masing-masing analisis tersebut akan ditampilkan pada tebel berikut. Untuk melihat tabel kontigensi antara masingmasing aspek SDCA vs outcome terapi bisa dilihat pada lampiran 9. Tabel 5. Hubungan masing-masing aspek perawatan diri dengan outcome terapi Aspek SDSCA Pola makan (diet) Aktivitas fisik (olahraga) Pemantauan kadar gula darah mandiri Pengobatan Perawatan kaki
p value 0.000 0.987 0.445 0.000 0.000
4.2.1 Pola Makan Aspek pola makan memiliki nilai rata-rata sebesar 4,64 hari dan termasuk dalam kategori cukup baik. Nilai tersebut menunjukkan masih ada sebagian responden
31
yang kurang baik dalam mengatur pola makannya. Berdasarkan kuesioner, sebagian besar responden belum bisa mengikuti program diet sesuai anjuran walaupun responden telah mengetahui apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dimakan. Selain itu, banyaknya makanan yang dikonsumsi didasarkan pada keinginan pasien bukan sesuai anjuran (Emaliyawati, 2011). Sebagian besar responden juga belum bisa menghindari makanan tinggi lemak. Makanan yang dimaksud yaitu mengandung lemak jahat. Lemak trans merupakan salah satu lemak jahat yang terbentuk saat cairan minyak menjadi lemak padat. Lemak ini dapat meningkatkan kolestrol jahat (LDL) dan juga menurunkan kolesterol baik (HDL). Kadar kolestrol LDL yang tinggi dengan kadar HDL yang rendah dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, penyebab utama kematian pada pria dan wanita, serta terkait dengan risiko tinggi terhadap diabetes tipe 2 (Kapitan, 2013). Sutanto (2013), mengemukakan bahwa orang dengan berat badan berlebih memiliki resiko lebih tinggi mengalami resisten insulin, karena lemak mengganggu kemampuan sel-sel tubuh untuk menggunakan insulin. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0.000 (p < 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara pengaturan pola makan terhadap outcome terapi. 4.2.2 Aktivitas Fisik Aspek aktivitas fisik memiliki nilai rata-rata sebesar 4,29 hari dan tergolong dalam kategori cukup baik. Aktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Manfaat aktivitas fisik/olahraga bagi penderita DM yaitu untuk mengendalikan gula darah tetap stabil, mencegah komplikasi, berperan dalam mengatasi gangguan lidip darah dan mencegah peningkatan tekanan darah (Soegondo, 2009). Tabel 3 menunjukkan bahwa sebesar 31,7% pasien diabetes termasuk dalam kategori lansia akhir (56-65 tahun), dan sebesar 9,5% pasien termasuk dalam kategori manula (>65 tahun). Hal tersebut yang menyebabkan sebagian pasien memiliki aktivitas fisik yang kurang. Pasien dengan usia ≥60 tahun cenderung lebih lemah dan lebih berisiko mengalami komplikasi sehingga menjadi kurang mampu melakukan olahraga sebagaimana mestinya. Wu (2008) juga menyatakan bahwa penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan usia lansia akan mengalami kesulitan ketika melakukan aktivitas fisik/olahraga dibandingkan
32
dengan usia yang lebih muda. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0.987 (p > 0,05), sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik terhadap outcome terapi. 4.2.3 Pemantauan Kadar Gula Darah Mandiri Aspek pemantauan kadar gula darah mandiri memiliki nilai rata-rata sebesar 0,53 hari dan tergolong dalam kategori sangat kurang. Hal yang dapat menyebabkan rendahnya nilai rata-rata pemantauan kadar gula darah mandiri pada penelitian ini yaitu karena seluruh responden melakukan pemeriksaan setiap 3 bulan sekali di RSUD Ratu Zalecha dan sangat sedikit responden yang rutin melakukan pemeriksaan kadar gula darah di puskesmas ataupun di rumah responden masing-masing menggunakan alat pengecek glukosa darah mandiri yaitu glukometer. Hal ini bisa saja dikarenakan oleh faktor ekonomi yang menyulitkan sebagian responden jika harus membeli glukometer, Dengan demikian masih kurangnya kesadaran dari pasien DM dalam melakukan pemantauan kadar gula darah mandiri. Menurut penelitian meta analisis tentang SMBG pada pasien DM tipe 2 terlihat bahwa SMBG berhubungan dengan penurunan HbA1C sekitar 0,4% (ADA, 2012). Oleh karena itu, sangat penting dilakukan SMBG terutama untuk meningkatkan motivasi responden untuk menjaga glukosa darah agar tetap terkontrol. Hasil analisis menunjukkan nilai p=0.445 (p>0,05), sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemantauan kadar gula darah mandiri terhadap outcome terapi. 4.2.4 Pengobatan Aspek pengobatan pada responden tergolong sangat baik dengan nilai rata-rata sebesar 6,68 hari dan termasuk dalam kategori sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi et al (2013) juga menyatakan bahwa 94,47% responden melakukan aspek medikasi dengan baik. Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) yaitu sebesar 6,80 hari. Artinya hampir seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini selama 7 hari terakhirnya selalu melakukan terapi pengobatannya dan sangat sedikit responden yang lupa dalam melakukan terapi pengobatannya. Peneliti juga melakukan wawancara pada responden tentang aturan pakai obat yang diresepkan baik OHO maupun insulin. Hasilnya, hampir seluruh
33
responden mengerti tentang aturan pakai obat yang diresepkan. Dengan demikian, responden dapat dikatakan sangat patuh dan sesuai aturan dalam hal meminum obat antidiabetesnya baik itu obat antidiabetes oral maupun injeksi insulin. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0.000 (p < 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara pengobatan terhadap outcome terapi. 4.2.5 Perawatan Kaki Aspek perawatan kaki memiliki nilai rata-rata sebesar 5,09 hari dan termasuk dalam kategori cukup baik. Seseorang penderita DM yang memiliki perawatan kaki kurang akan lemah terhadap komitmen tujuannya, sehingga terjadi ketidakpatuhan terhadap perawatannya (Safitri, 2016). Perawatan kaki pada pasien DM yang harus dilkukan adalah mencuci kaki dan mengeringkannya terutama sela-sela jari secara rutin setiap hari, menggunakan pelembab untuk menghindari kaki kering dan pecahpecah, memotong kuku secara hati-hati. (Arianti, 2013). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden peduli terhadap kesehatan kakinya. Salah satu risiko dari DM yaitu neuropati perifer dimana terjadi penurunan sensasi rasa, sehingga meningkatkan risiko terjadinya luka pada kulit yang dapat memicu terjadinya gangren dan kemungkinan terjadinya amputasi (ADA, 2012). Dengan demikian, semua penderita DM sebaiknya melakukan perawatan kaki untuk menghindari terjadinya luka atau agar dapat perawatan secepatnya apabila telah terdapat luka pada kaki. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0.000 (p < 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara perawatan kaki terhadap outcome terapi. Setelah didapatkan gambaran perawatan diri pada masing-masing aspek kuesioner SDSCA kemudian dijumlahkan nilai rata pada masing-masing aspek dibagi dengan jumlah aspek untuk setiap responden guna menentukan kategori tingkat perawatan diri. Kategori tingkat perawatan diri pada penelitian ini dikategorikan menjadi sangat baik (>6,3 hari), baik (>5,6-6,3 hari), cukup baik (>4,2-5,6 hari), kurang baik (≥2,8-4,2 hari) dan sangat kurang (<2,8 hari). Berikut adalah tabel distribusi tingkat perawatan diri responden.
34
Tabel 6. Distribusi tingkat perawatan diri responden Tingkat Perawatan Diri Sangat baik Baik Cukup baik Kurang baik Sangat kurang Total
Frekuensi (orang) 0 1 40 22 0 63
Persentase (%) 0 1,6 63,5 34,9 0 100
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk dalam tingkat perawatan diri kategori cukup baik yaitu sebanyak 40 orang (63,5%), diikuti dengan kategori kurang baik yaitu sebanyak 22 orang (34,9%), kemudian kategori baik yaitu sebanyak 1 orang (1,6%), dan sebanyak 0 orang (0%) pada kategori sangat baik dan sangat kurang. Hal yang menyebabkan tidak adanya responden yang termasuk dalam kategori sangat baik dan sangat kurang dikarenakan rendahnya nilai rata-rata pada aspek pemantauan kadar gula darah mandiri pada hampir seluruh responden sehingga akan mempengaruhi jumlah nilai rata-rata tiap aspek. 4.3
Gambaran Outcome Terapi Outcome terapi adalah keberhasilan terapi untuk penyakit DM yang diukur
melalui pemeriksaan gula darah puasa (GDP) pasien. Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu glukometer dengan merk EasyTouch®GCU. Pengukuran nilai GDP pasien dilakukan setelah peneliti selesai mendapatkan data perawatan diri pasien di instalasi farmasi RSUD Ratu Zalecha. Pengukuran dilakukan di rumah masingmasing pasien yang sehari sebelumnya pasien telah dihubungi peneliti lewat telepon dan SMS agar berpuasa minimal selama 9 jam dari pukul 23.00-08.00 WITA. Suatu terapi DM dikatakan tercapai apabila nilai GDP berkisar antara 80-130 mg/dL dan tidak tercapai apabila nilai GDP <80 dan >130 mg/dL (ADA, 2015). Berikut adalah data untuk outcome terapi responden. Tabel 7. Distribusi outcome terapi responden Outcome Terapi Tercapai Tidak tercapai Total
Frekuensi (orang) 40 23 63
Persentase (%) 63,5 36,5 100
Hasil yang diperoleh dari tabel 6 tentang distribusi outcome terapi responden menunjukkan sebanyak 40 responden (63,5%) telah tercapai dan 23 responden
35
(36,5%) tidak tercapai. Berdasarkan hasil tersebut sebagian besar responden telah tercapai outcome terapinya. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2017) dimana sebagian besar responden yaitu sebanyak 56 pasien (57,73%) cenderung outcome terapinya tidak tercapai yang ditandai dengan tidak terkontrolnya glukosa darah yaitu nilai GDP>130 mg/dL sebanyak 54 pasien dan nilai GDP<80 mg/dL sebanyak 2 pasien. Hasil penelitian ini juga sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2014) dimana sebanyak 51 responden (55,4%) tidak tercapai outcome terapinya. Ketidaktercapaian terapi dalam jangka panjang dapat disebabkan oleh beberapa hal salah satunya adalah penggunaan dosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan pasien, dan cara penggunaan obat yang salah (Pladevall, 2004). Ketidakpatuhan penderita DM dapat meningkatkan risiko komplikasi dan bertambah parahnya penyakit yang dideritanya (Pratita, 2012). 4.4
Hubungan tingkat perawatan diri dengan outcome terapi Analisis bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menghubungkan
antara tingkat perawatan diri responden dan outcome terapi dengan uji chi-square. Berikut adalah hasil analisis uji chi-square antara tingkat perawatan diri dan outcome terapi. Tabel 8. Hasil analisis Chi-square tingkat perawatan diri dengan outcome terapi
Tingkat Perawatan Diri Total
Baik Cukup Baik Kurang Baik
Outcome Terapi Tidak Tercapai (%) Tercapai 1 100 0 34 85 6
(%)
Total (N=63)
Total (%)
0 15
1 40
100 100
5
22,7
17
77,3
22
100
40
63,5
23
36,5
63
100
P
0.000
Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa sebanyak 34 (85%) dari 40 responden yang memiliki tingkat perawatan diri cukup baik dan telah tercapai outcome terapinya. Sebanyak 17 (77,3%) dari 22 responden yang memiliki tingkat perawatan diri kurang baik dan belum tercapai outcome terapinya. Kemudian terdapat 1 dari 1 responden (100%) responden yang memiliki tingkat perawatan diri baik dan telah tercapai outcome. Nilai signifikansi pada penelitian ini yaitu p = 0,000 (p < 0,05) sehingga
36
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat perawatan diri pasien dan outcome terapi. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2017) dimana nilai p = 0,133 (p >0,05) sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat perawatan diri dan keberhasilan terapi obat. Hal yang menyebabkan perbedaan hasil ini adalah pada penelitian Kumalasari (2017), jumlah responden dengan tingkat perawatan diri baik, outcome terapinya lebih banyak tidak tercapai yaitu sebanyak 49 (55,1%) dari 89 responden. Tujuan dilakukannya perawatan diri adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tindakan pengendalian DM yaitu mengupayakan tingkat kadar gula darah tetap dalam kisaran normal yang bisa mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang (Kusniyah, 2010). Pengelolaan pasien DM tipe-2 secara umum dapat berupa terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi non farmakologi meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan (diet), meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes melitus. Sedangkan terapi farmakologi dilakukan dengan pemberian obat antidiabetik, baik berupa obat antidiabetik oral maupun insulin. Terapi farmakologi pada prinsipnya diberikan jika terapi non farmakologi yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar gula darah hingga mendekati batas kadar normal. Akan tetapi pemberian terapi ini tetap tidak meninggalkan terapi non farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya (Inzucchi et al, 2005). Pada penelitian ini, obat anti diabetik yang digunakan responden adalah obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin, baik secara tunggal maupun kombinasi. OHO yang digunakan adalah Metformin, Glukodex, Glimepirid dan Akarbose. Sedangkan insulin yang digunakan pada umumnya adalah Novorapid® dan Levemir® dan Novomix®. Pemilihan obat untuk pasien DM bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien serta pemilihan obat yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi. Penggunaan obat hipoglikemik oral dapat dilakukan secara tunggal atau kombinasi dari dua atau tiga jenis obat. Oleh karena itu, untuk mencapai outcome terapi yang diinginkan yaitu terkontrolnya kadar gula darah dan mencegah komplikasi perlu lakukan terapi farmakologi diikuti terapi non-farmakologi pada pasien DM tipe 2 (PERKENI, 2015).
37
5.2
Kelemahan Penelitian Kelemahan dari peneiltian ini yaitu jarak waktu pengambilan data perawatan
diri yang dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD Ratu Zalecha dengan data outcome terapi (nilai gula darah puasa) yang dilakukn di rumah masing-masing pasien sekitar 2 minggu, sehingga memungkinkan terjadinya bias.
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian hubungan tingkat perawatan diri terhadap
outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura dapat disimpulkan bahwa: 1) Gambaran tingkat perawatan diri pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha yaitu sebanyak 40 orang (63,5%) termasuk dalam kategori cukup baik, 22 orang (34,9%) termasuk dalam kategori kurang baik, sebanyak 1 orang (1,6%) termasuk dalam kategori baik, dan sebanyak 0 orang (0%) pada kategori sangat baik dan sangat kurang. 2) Gambaran outcome terapi pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha yaitu sebanyak 40 orang (63,5%) telah tercapai outcome terapinya dan sebanyak 23 orang (36,5%) tidak tercapai outcome terapinya. 3) Terdapat hubungan antara tingkat perawatan diri dan outcome terapi dengan nilai p = 0,000 (p <0,05). 5.2
Saran Saran yang dapat diberikan adalah:
1) Diharapkan kepada tenaga kesehatan di RSUD Ratu Zalecha Martapura baik dokter maupun apoteker agar memberikan edukasi kepada pasien DM khususnya tentang pentingnya melakukan olahraga dan pemantauan kadar gula darah mandiri secara teratur baik di rumah, di apotek maupun di puskesmas untuk meningkatkan motivasi responden untuk menjaga glukosa darah agar tetap terkontrol. 2) Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan keberhasilan terapi terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2. 3) Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian edukasi terhadap tingkat perawatan diri pada pasien DM tipe 2.
38
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2012. Pengobatan Praktis Ragam Peenyakit Mematikan Yang Paling Sering Menyerang Kita. Buku Biru. Semarang. Alldredge, B. K., Corelli, R.L & Ernest, M.E. 2008. Koda-Kimble and Young’s Applied Therapetics: The Clinical Use of Drugs. Lippincot Williams & Wilkins. USA. Allorerung, A. L. 2016. Hubungan antara Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian 9 Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado Tahun 2016. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado. American Association of Diabetes Education. 2008. A Step by Step Guide for Quality Improvement in Diabetes Education. American Association of Diabetes Education. Chicago. American Diabetes Assosiation (ADA). 2013. Diagnosis and Classification of DM (Position Statement). Diabetes Care, 36(1). 67-74. American Diabetes Assosiation (ADA). 2014. Standarts of Medical Care in Diabetes (position Statement). Diabetes Care, 37(1). 14-80. Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. EGC. Jakarta. Asti, 2006. Kepatuhan Pasien: Faktor Penting Dalam Keberhasilan Terapi. Info POM, Volume 7, Nomor 5. Badan POM RI. Jakarta. Bai Y, Chiou C & Chang Y. 2009. Self-Care Behaviour and Related Factor in Older People with Type 2 Diabetes; 18(23). Black, J.M. & Hawk, J.H. 2005. Medical Surgical NUrsing Clinical Managament for Positive Outcome. Mosby. Philadelpia. Departemen Kesehatan R.I. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Depkes RI. Jakarta. Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L & C.V Dipiro. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. USA. Dwi, S. R. P., Kurniawan, Y & Titis, K. 2013. Perilaku Self Management Pasien Diabetes Mellitus (DM). 1(1). 30-38.
39
40
Emaliyawati, E., Nursiswati & Juniaty, S. 2011. Hubungan Self Care Dengan Kejadian Komplikasi Pada DM Tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSUD. Tesis. Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran. Bandung. Gumbs, J.M. 2012. Relationship Between Diabetes Self-Management Education and Self-Care Behaviors Among African American Women with Type 2 Diabetes. Journals of Cutural Diversity, 19(1). Hailu, E., Wudineh, H.M., Tefera, B & Z. Birhanu. 2012. Self-care practice and glycaemic control amongst adults with diabetes at the Jimma University Specialized Hospital in south-west Ethiopia: A cross-sectional study. African Journal of Primary Health Care & Family Medicine, 4(1). 311. Hapsari, P. N. 2014. Hubungan Antara Kepatuhan Penggunaan Obat dan Keberhasilan Terapi Pada Pasien Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Jalan di RS.X Surakarta. Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Hastono, S.P. 2006. Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta. Haryati, E. 2004. Hubungan Faktor Resiko Umur, Jenis kelamin, Kegemukan, dan Hipertensi Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas. Jelantik IGMG. Gramedia Pustaka. Jakarta. IDF. 2012. Global Guideline for Type 2 Diabetes. Brussels. Belgium. IDF. 2014. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition. International Diabetes Federation. Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Tesis.Universitas Indonesia. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta. Kozier, B.E.G., Berman, A & Synder, S. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses & Praktik. EGC. Jakarta. Kumalasari, U. 2017. Hubungan Tingkat Self Care dan Kepatuhan Terhadap Outcome Terapi Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD Moewardi Surakarta Februari-Maret 2017. Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
41
Kapitan, O. B. 2013. Analisis Kandungan Asam Lemak Trans (Trans Fat) Dalam Minyak Bekas Penggorengan Jajanan di Pinggir Jalan Kota Kupang. Jurnal Kimia Terapan, 1(1). 17-31 Kusniyah, Y., Nursiswati & Rahayu, U. 2010. Hubungan Tingkat Self Care dengan Tingkat HbA1C Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Klinik Endokrin RSUD Dr. Hasan Sadika. Tesis. Bandung. Kusumawardani, A.Y. 2010. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kualitas Hidup Dimensi Fisik Pasien Gagal Ginjal Kronik di RS Dr. Kariadi Semarang. Skripsi Fakultas Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang. Lanywati, E. 2011. DM, Penyakit Kencing Manis. Arcan. Yogyakarta. Lingga, L. 2012. Bebas Diabetes Tipe 2 Tanpa Obat. Agro Media Pustaka. Jakarta Notoatmodjo. S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar. PT Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT RIneka Cipta. Jakarta. Novita. 2013. Profil Penerapan Self-Care dan Status Depresi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(2). 1-16. Novitaningtyas, T. 2014. Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan) dan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah Pada Lansia di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Sukoharjo. Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Mamangkey IV. 2014. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadian DM Tipe 2 pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP PROF. Dr. R. D. Kandou Manado. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Modupe, O.A. 2017. Self-care Practice and Glycaemic Control Among Type 2 Diabetes Patients in Secondary Health Care in South West Nigeria. Arch Gen Intern Med, 1(3). PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
42
Pladevall, M., Williams, L. K., Potts, L. A., Divine, G., Xi, H & Lafata, J. E. 2004. Clinical Outcome and Adhrerence to Medication Measured by Claims Data in Patients with Diabetes. Diabetes Care. 12(27). 2800-2805. Pratita, N. P. 2012. Hubungan Dukungan Pasangan dan Health Locus of Controldengan Kepatuhan Dalam Menjalani Proses Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. 1(1). Price, S.A., & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta. Putri, A. Y. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Self Care Pada Pasien DM tipe 2di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. Rachmawati, A.M., Bahrum, U., Rusli, B & Hardjoeno. 2007. Interpretasi Hasil Diagnostik Tes Laboraturium. Lembaga Pendidikan Universitas Hasanudin. Makassar. Scmitt, A., Annika, G., Norbert, H., Bernard, K., Jorg, H & H. Thomas. 2013. The Diabetes Self Management Questionnaire (DSMQ): Development and Evaluation of an Instrument to Assess Diabetes Self-Care Activities Associatied with Glycemic Control. Health and Quality of Life Outcomes. 1-14. Sigurdardottir, A.K. 2005. Self Care in Diabetes: Model of Factor Affecting Self Care. Journals of Clinical Nursing, 14. 301-304. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L & K.H Cheever. 2009. Testbook of MedicalSurgical Nursing 11th Edition. Lipincot Williams & Wilkins. Philadelphia. Soegondo. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus terpadu, sebagai panduan penatalaksanaan diabetes melitus maupun edukator. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. Sulistria, Y. M. 2013. Tingkat Self Care Pasien Rawat Jalan DM Tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2 (2). 1-11. Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta.
43
Sutanto, T. 2013. Diabetes: Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Buku Pintar. Yogyakarta Tojalmo, M & M, Hentinen. 2001. Adherence to Self-care and Glycaemic Control Among People with Insulin-dependent Diabetes Mellitus. Joural of Advanced Nursing, 34(6). Toobert, D.J., Hampson, S.E & Glasgow, R.E. 2000. The Sumary of Diabetes Self Care Activities Measure: Result From 7 Studies and A Revised Scale. Diabetes Care, 23. 943-950. Wu, H. L. 2008. An Investigation of Type 2 Diabetes Self Management in Taiwan. University of Nottingham.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Kuesioner PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Yth.Bapak/Ibu/Saudara ditempat Penelitian dengan judul Hubungan Tingkat Perawatan Diri dengn Outcome Terapi Pada Pasien Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tingkat perawatan diri, keberhasilan terapi pengobatan dan hubungan antara tingkat perawatan diri dengn outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Peneliti mengajak Bapak/Ibu/Saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini. Selanjutnya, saya mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Jika Bapak/Ibu/Saudara bersedia, silakan mengisi dan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan. Identitas pribadi sebagai responden akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya digunakan untuk penelitian ini. Yang bertanda tangan dibawah ini, Nama
: …………………………………………………………………
Alamat
: …………………………………………………………………
No. Telepon/Hp : …………………………………………………………………. Anda berhak untuk ikut atau tidak ikut serta dalam penelitian ini tanpa ada sanksi atau konsekuensi buruk dikemudian hari. Jika ada hal yang kurang Anda pahami, maka Anda dapat bertanya langsung kepada peneliti. Atas perhatian dan kesediaan Anda menjadi responden dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih Banjarbaru,…………………………….. Peneliti,
Responden,
Wilujeng Dwi Prasetyo Telp. 081331861395
( ……………………………..)
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PERAWATAN DIRI DENGAN OUTCOME TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Petunjuk Pengisian: 1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap bagian pertanyaan dalam kuesioner ini. 2. Isilah titik-titik yang tersedia dengan jawaban yang benar. 3. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Bapak/Ibu paling sesuai dengan kondisi yang dialami oleh Bapak/Ibu dengan cara memberikan tanda checklist ( √ ) pada pilihan jawaban yang dipilih. A. 1. 2. 3. 4.
5.
6. 7.
Karakteristik Demografi Pasien Nama (Inisial) : Umur : Jenius Kelamin : Laki-laki Perempuan Pendidikan : Tidak tamat SD SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat Akademi/Perguruan Tinggi Pekerjaan : Tidak Bekerja/IRT Karyawan Swasta PNS Wiraswasta Petani Lain-lain … … … … … … … … Lama menderita Diabetes Mellitus : Obat yang digunakan :
B. Pertanyaan di bawah ini menanyakan tentang perawatan diri guna mengontrol kadar gula darah yang terdiri dari pengaturan pola makan (diet), aktivitas fisik (olahraga), monitoring kadar gula darah, pengobatan dan perawatan kaki yang dilakukan oleh Bapak/Ibu di rumah dalam satu minggu terakhir (7 Hari yang lalu), yaitu tanggal … … … … … … … s.d … … … … … … … … Jika Bapak/Ibu mengalami sakit dalam 1 minggu terakhir maka silakan Bapak/Ibu mengingat tentang pertanyaan ini yang terjadi 1 minggu sebelumya. Jumlah Hari ( √ ) No
Pertanyaan 0 Pola Makan/Diet
1.
Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu mengikuti pola makan yang sehat?
2.
Selama bulan lalu, berapa hari per minggu rata-rata Bapak/Ibu mengikuti program diet/pola makan sesuai anjuran?
3.
Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu makan buah-buahan dan sayursayuran?
4.
Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu makan makanan yang mengandung tinggi lemak (seperti daging, produk makanan yang mengandung minyak atau mentega)?
5.
Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu mengatur pemasukan makanan yang mengandung karbohidrat? Olahraga/Aktivitas Fisik
6.
Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu melakukan olahraga sedikitnya dalam waktu 30 menit?
7.
Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu melakukan olahraga khusus (seperti berenang, berjalan-jalan,
1
2
3
4
5
6
7
bersepeda) selain aktivitas yang Anda lakukan di sekitar rumah atau bagian dari pekerjaan Anda? Pemeriksaan Kadar Gula Darah 8.
Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu memeriksa kadar gula darah Anda?
9.
Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu memeriksa kadar gula darah menurut rekomendasi tenaga kesehatan Anda? Perawatan Kaki
10. Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu memeriksa kondisi kaki Anda? 11. Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu memeriksa bagian dalam sandal/sepatu yang Anda gunakan? 12. Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu membersihkan/mencuci kaki Anda? 13. Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu merendam kaki Anda? 14. Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu mengeringkan sela-sela jari kaki Anda setelah dibersihkan/dicuci? Pengobatan 15. Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu meminum obat anti diabetes? 16. Dalam satu minggu terakhir berapa hari Bapak/Ibu memakai insulin?
Contoh kuesioner yang suudah diisi oleh responden
Lampiran 2 Surat Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 3 Surat Keterangan Kelaikan Etik
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 Hasil Uji Validitas
Lampiran 6 Hasil Uji Reliabilitas
Reliability Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Valid Excludeda
Cases
Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .727
N of Items 17
Lampiran 7 Hasil Data Kuesioner SDSCA
Pasien
Usia(th)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
49 60 24 55 51 45 57 56 49 45 68 58 41 28 45 57 39 38 67
Aspek Self Care Jenis Lama Pemantauan Perawatan Kelamin Menderita(th) Diet Olahraga Kadar Gula Kaki P 6 4.2 4.5 0.5 5.2 P 1 4.8 5.5 0.5 5.6 L 2 4.8 6 0 5.2 L 6 2.6 4.5 0 4.6 P 3 4.8 4 0 5.6 L 4 3.4 4 0 4.2 P 6 4 6 0 4.8 L 3 5 3.5 1 5 P 4 4.8 3.5 0 3.6 P 3 4.6 5 1 4.8 L 4 5.6 5.5 1.5 6 P 3 5.4 4 2 5.8 P 2 5.2 5.5 0.5 5.2 L 3 4.8 4 0.5 4.8 L 4 3.6 3.5 0.5 3 P 6 3.2 6 0 3.6 L 3 2.8 4.5 0.5 4.4 L 5 4.8 6 0.5 4.6 L 8 4.8 3 2 5
Obat 7 7 7 4 7 5 7 7 6 7 7 7 7 7 6 5 7 7 7
Total
Self care
GDP(mg/dL)
Self Care
Outcome
21.4 23.4 23 15.7 21.4 16.6 21.8 21.5 17.9 22.4 25.6 24.2 23.4 21.1 16.6 17.8 19.2 22.9 21.8
4.28 4.68 4.6 3.14 4.28 3.32 4.36 4.3 3.58 4.48 5.12 4.84 4.68 4.22 3.32 3.56 3.84 4.58 4.36
126 95 110 169 129 163 169 105 137 118 101 98 99 128 135 155 161 129 127
CB CB CB KB CB KB CB CB KB CB CB CB CB CB KB KB KB CB CB
T T T TT T TT TT T TT T T T T T TT TT TT T T
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
66 69 27 57 65 52 46 56 37 45 49 70 58 46 44 56 60 48 39 53 59 41 51 56 31
P P P P L P L L P L P L P L L P P P L P L P L P L
3 9 2 3 6 2 4 5 2 2 2 9 6 3 5 7 10 3 1 4 7 6 3 7 4
3.4 3.4 5.2 4.4 3.6 4.6 3.8 4.8 5.8 4.8 5.6 4 3.6 4.2 5.2 5.6 4.4 5 6.4 5 5.2 3.2 4.6 4 3.6
4.5 2.5 3.5 2.5 3.5 4 2.5 4 6 4.5 6 4 2.5 4.5 3 4.5 2 3 5.5 4.5 4 4.5 5 3 4
0 0 1 0.5 0 0 0 1 3 0 0.5 0 0 1 2 0 0 1.5 1 0 0 0 1 0 0
4.2 4.6 5 4.2 4 5.6 5.8 6 6.2 5 6.6 5.2 5.2 5.8 5.6 5.8 4.2 5.6 6.6 5 5 4.2 5 4.8 4.8
5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 6 6 7 7 7 6 7 7 7 7 7 7 6 7
17.1 17.5 21.7 18.6 18.1 21.2 19.1 22.8 28 21.3 25.7 19.2 17.3 22.5 22.8 22.9 16.6 22.1 26.5 21.5 21.2 18.9 22.6 17.8 19.4
3.42 3.5 4.34 3.72 3.62 4.24 3.82 4.56 5.6 4.26 5.14 3.84 3.46 4.5 4.56 4.58 3.32 4.42 5.3 4.3 4.24 3.78 4.52 3.56 3.88
157 178 119 124 150 128 119 92 88 135 90 149 129 138 112 141 150 108 99 126 129 149 125 156 147
KB KB CB KB KB CB KB CB B CB CB KB KB CB CB CB KB CB CB CB CB KB CB KB KB
TT TT T T TT T T T T TT T TT T TT T TT TT T T T T TT T TT TT
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
61 41 39 53 42 64 60 51 25 46 49 57 62 48 58 48 41 56 66
Keterangan: B = Baik CB = Cukup baik KB = Kurang baik T = Tercapai TT = Tidak tercapai
L P L P P L L P P L L P P L P P P L L
3 2 6 5 2 4 6 7 3 4 3 6 4 4 5 6 5 2 8
5 5 2.6 4.8 6.2 3.2 5.2 4.6 5.6 4 5.6 4.8 3.8 6 5.8 6 5.8 6.2 5.8
4.5 5 3.5 6 4.5 3 5.5 5.5 5 2 3 4 5 3 5 4.5 5 4.5 6
1 1 0 1 1 0 0.5 1 0.5 0.5 0 1 0 0.5 0.5 0 0 1.5 0
5.6 5 4 4.2 6.6 4 5.2 5.6 5.8 5 6 4 5.2 6.6 5.8 4.8 4.8 5 6.8
7 7 6 6 7 6 7 7 7 7 7 6 6 7 7 7 7 7 7
23.1 23 16.1 22 25.3 16.2 23.4 23.7 23.9 18.5 21.6 19.8 20 23.1 24.1 22.3 22.6 24.2 25.6
4.62 4.6 3.22 4.4 5.06 3.24 4.68 4.74 4.78 3.7 4.32 3.96 4 4.62 4.82 4.46 4.52 4.84 5.12
91 109 154 136 95 142 120 127 102 123 108 109 137 105 119 133 126 98 126
CB CB KB CB CB KB CB CB CB KB CB KB KB CB CB CB CB CB CB
T T TT TT T TT T T T T T T TT T T TT T T T
- Rata-rata skor perawatan diri per item pertanyaan Pasien 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 4 5 4 2 5 4 4 5 5 4 6 5 5 5 3 3 2 5 4 3 4
2 4 5 4 2 5 4 4 5 4 4 5 5 4 5 3 2 2 4 4 3 3
3 5 4 5 3 5 4 4 6 6 6 6 6 6 5 5 5 4 6 6 5 4
4 3 5 6 3 4 2 4 5 3 3 6 6 5 4 3 2 2 4 5 2 3
5 5 5 5 3 5 3 4 4 6 6 5 5 6 5 4 4 4 5 5 4 3
6 5 6 6 5 4 4 6 4 4 5 6 4 6 4 4 6 5 6 3 5 3
7 4 5 6 4 4 4 6 3 3 5 5 4 5 4 3 6 4 6 3 4 2
Pertanyaan 8 9 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 1 3 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 3 1 0 0 0 0
10 4 4 3 3 3 3 4 4 2 4 6 6 4 4 3 4 4 5 5 4 5
11 3 4 3 2 3 2 4 3 2 3 6 5 5 5 3 3 5 4 5 4 4
12 7 7 7 6 7 6 6 7 5 6 6 6 6 4 3 4 4 4 5 5 4
13 6 6 6 6 7 5 5 5 5 5 6 6 5 6 3 4 4 6 5 4 5
14 6 7 7 6 6 5 5 6 4 6 6 6 6 5 3 3 5 4 5 4 5
15 7 7 7 4 7 5 7 7 6 7 7 7 7 7 6 6 7 7 7 5 7
16 7 4 47 7
Pasien 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
1 4 3 5 4 5 6 5 6 4 4 5 5 6 4 5 6 5 6 4 4 4 3 5
2 4 3 5 4 4 6 4 6 4 4 4 5 5 4 5 6 5 5 3 4 4 3 5
3 5 4 4 3 5 6 5 6 4 3 4 6 6 5 5 7 6 6 3 6 5 4 5
4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 3 3 5 6 4 5 7 4 4 3 4 3 4 5
5 4 4 5 4 5 6 5 5 4 4 5 5 5 5 5 6 5 5 3 5 4 4 5
6 3 4 4 3 4 6 5 6 4 3 5 3 5 2 3 6 5 4 5 5 3 4 5
7 2 3 4 2 4 6 4 6 4 2 4 3 4 2 3 5 4 4 4 5 3 4 4
Pertanyaan 8 9 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 5 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 3 1 0 0 0 0 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1
10 4 3 5 5 6 6 5 6 5 6 6 5 6 4 6 7 5 4 4 6 5 5 5
11 3 3 4 5 5 6 4 6 5 5 5 5 6 3 5 6 4 5 3 5 5 4 5
12 4 4 6 7 7 7 6 7 5 5 6 6 6 4 6 7 6 5 4 5 5 5 6
13 5 5 6 6 6 6 5 7 6 5 6 6 5 5 5 6 5 6 5 4 5 5 6
14 5 5 7 6 6 6 5 7 5 5 6 6 6 5 6 7 5 5 5 5 4 5 6
15 7 7 7 7 7 7 7 7 6 6 7 7 7 6 7 7 7 7 7 7 6 7 7
16 6 6 6 -
Pasien 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 rata-rata
1 3 5 6 3 5 5 5 3 5 5 4 6 6 6 6 6 6 4.63
2 2 5 6 3 5 4 5 3 5 5 3 6 6 6 5 6 5 4.33
3 3 5 7 4 6 5 6 5 6 5 5 6 6 7 7 7 7 5.19
4 2 4 6 3 5 4 6 5 6 4 3 6 5 5 6 7 5 4.30
5 3 5 6 3 5 5 6 4 6 5 4 6 6 6 5 5 6 4.76
6 4 6 5 3 6 6 5 2 3 4 5 3 5 5 5 5 6 4.52
7 3 6 4 3 5 5 5 2 3 4 5 3 5 4 5 4 6 4.06
Pertanyaan 8 9 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0.75 0.29
10 4 4 6 5 5 6 6 4 6 4 6 6 6 5 4 5 7 4.79
11 4 3 6 3 5 6 6 4 5 3 5 6 5 4 4 4 6 4.37
12 4 5 7 4 7 5 7 6 7 5 5 7 6 5 6 6 7 5.59
13 4 4 7 4 4 6 5 5 6 4 5 7 6 5 5 5 7 5.32
14 4 5 7 4 5 5 5 6 6 4 5 7 6 5 5 5 7 5.38
15 6 6 7 6 7 7 7 7 7 7 6 7 7 7 7 7 7 6.71
16 7 7 5 7 7 6.13
Lampiran 8 Hasil Analisis Chi-square perawatan diri vs outcome
Case Processing Summary Cases Valid N SELF_CARE * OUTCOME
Missing
Percent 63
N
Total
Percent
100.0%
0
N
0.0%
Percent 63
100.0%
SELF_CARE * OUTCOME Crosstabulation OUTCOME tercapai Count
Total
tidak tercapai 1
0
1
100.0%
0.0%
100.0%
34
6
40
85.0%
15.0%
100.0%
5
17
22
22.7%
77.3%
100.0%
40
23
63
63.5%
36.5%
100.0%
baik % within SELF_CARE Count SELF_CARE
cukup baik % within SELF_CARE Count kurang baik % within SELF_CARE Count
Total % within SELF_CARE
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
24.330a
2
.000
Likelihood Ratio
25.293
2
.000
Linear-by-Linear Association
23.115
1
.000
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
63
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37.
Lampiran 9 Hasil Analisis Chi-square masing-masing aspek perawatan diri vs outcome
Crosstabs Diet * Outcome Crosstab Outcome tercapai Count
Total
tidak tercapai 1
0
1
100.0%
0.0%
100.0%
7
1
8
87.5%
12.5%
100.0%
28
5
33
84.8%
15.2%
100.0%
4
15
19
21.1%
78.9%
100.0%
0
2
2
0.0%
100.0%
100.0%
40
23
63
63.5%
36.5%
100.0%
sangat baik % within diet Count baik % within diet Count diet
cukup baik % within diet Count kurang baik % within diet Count sangat kurang % within diet Count
Total % within diet
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
27.299a
4
.000
Likelihood Ratio
29.035
4
.000
Linear-by-Linear Association
20.536
1
.000
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
63
a. 5 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37.
Olahraga * Outcome Crosstab Outcome tercapai
Total
tidak tercapai
Count
5
3
8
62.5%
37.5%
100.0%
17
9
26
65.4%
34.6%
100.0%
14
9
23
60.9%
39.1%
100.0%
4
2
6
66.7%
33.3%
100.0%
40
23
63
63.5%
36.5%
100.0%
baik % within olahraga Count cukup baik % within olahraga olahraga Count kurang baik % within olahraga Count sangat kurang % within olahraga Count Total % within olahraga
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
.138a
3
.987
Likelihood Ratio
.138
3
.987
Linear-by-Linear Association
.002
1
.964
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
63
a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.19.
PKGD * Outcome Crosstab Outcome tercapai Count
Total
tidak tercapai 1
0
1
100.0%
0.0%
100.0%
39
23
62
62.9%
37.1%
100.0%
40
23
63
63.5%
36.5%
100.0%
kurang baik % within PKGD PKGD Count sangat kurang % within PKGD Count Total % within PKGD
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig.
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
(2-sided)
sided)
sided)
.584a
1
.445
.000
1
1.000
.918
1
.338
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
1.000 .575
1
.448
63
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37. b. Computed only for a 2x2 table
.635
Perawatan Kaki * Outcome Crosstab Outcome tercapai Count
Total
tidak tercapai 5
0
5
100.0%
0.0%
100.0%
8
2
10
80.0%
20.0%
100.0%
25
10
35
71.4%
28.6%
100.0%
2
11
13
15.4%
84.6%
100.0%
40
23
63
63.5%
36.5%
100.0%
sangat baik % within PK Count baik % within PK PK Count cukup baik % within PK Count kurang baik % within PK Count Total % within PK
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
17.981a
3
.000
Likelihood Ratio
19.643
3
.000
Linear-by-Linear Association
13.427
1
.000
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
63
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.83.
Pengobatan * Outcome Crosstab Outcome tercapai Count
Total
tidak tercapai
38
10
48
79.2%
20.8%
100.0%
2
9
11
18.2%
81.8%
100.0%
0
3
3
0.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
0.0%
100.0%
100.0%
40
23
63
63.5%
36.5%
100.0%
sangat baik % within pengobatan Count baik % within pengobatan pengobatan Count cukup baik % within pengobatan Count kurang baik % within pengobatan Count Total % within pengobatan
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
21.787a
3
.000
Likelihood Ratio
23.134
3
.000
Linear-by-Linear Association
18.944
1
.000
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
63
a. 5 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37.