Skripsi Mami.docx

  • Uploaded by: Maichel Yorgen Wohon
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi Mami.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,858
  • Pages: 22
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) ditandai dengan penumpukan gula darah (glukosa) yang membuat kadarnya naik hingga di atas nilai normal, yaitu melebihi ≥ 126 mg % dalam keadaan puasa dan ≥ 200 mg % saat 2 jam setelah makan (Haznam, 1996). Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan Indonesia menduduki kedudukan ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes. Indonesia dengan populasi 230 juta penduduk, merupakan negara ke-4 terbesar penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat (Xinhua, 2007). Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta, kata Sidartawan Soegondo, konsultan diabetik & metabolik endokrin dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

(Xinhua,

2007).

Lebih lanjut dikatakan oleh Soegondo bahwa kasus pre-diabetes di Indonesia juga sangat tinggi yaitu mencapai 12,9 juta orang, angka ini merupakan yang ke-5 terbesar di dunia, diperkirakan

akan

naik

hingga

20,9

juta

di

tahun

2025

(Xinhua,

2007).

Ironisnya, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur (Xinhua, 2007). Sementara di Medan pula,penyakit Diabetes Mellitus menempati urutan pertama dalam tabel penyakit yaitu diatas penyakit jantung koroner. Sejak bulan September hingga Oktober 2009, DM merupakan penyakit yang mencatatkan angka penderita terbanyak dan jumlahnya terus meningkat jika dibandingkan dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau penyakit yang lainnya ulas kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Edwin Effendi (Waspada Online, 2009). Berdasarkan data 10 besar diagnosa penyakit di RSU Pirngadi Medan (RSPM), Edwin mengatakan, pada Oktober 2009 kunjungan pasien rawat jalan sebanyak 1470 kunjungan, atau meningkat bila dibanding dengan jumlah kunjungan pasien rawat jalan di bulan September 2009, yaitu sebanyak 1403. Selain jumlah kunjungan pasien rawat jalan yang mengalami peningkatan,

jumlah pasien rawat inap pun mengalami peningkatan, yaitu pada bulan September sekitar 58 orang kemudian pada bulan Oktober naik menjadi 112 orang (Waspada Online,2009). Edwin menjelaskan, penyakit DM cenderung disebabkan adanya perilaku penderita yang tidak menjalani pola hidup sehat sehingga mengakibatkan meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh. Penyakit diabetes juga menjadi penyebab utama kebutaan, amputasi, kanker pankreas, stroke, serangan jantung dan ginjal. Bahkan DM membunuh lebih banyak dibandingkan dengan HIV/AIDS (Waspada Online, 2009). Menurut Pranadji (2000), tujuan diet DM adalah bagi membantu diabetesi atau penderita diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik. Selain itu terdapat beberapa tujuan khusus antaranya ialah memperbaiki kesehatan umum penderita, Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat badan ideal atau normal dan memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk memelihara tingkat kesehatan yang optimal dan aktivitas normal.

Antara lain dari tujuan diet DM ialah menormalkan

pertumbuhan anak yang menderita DM, Mempertahankan kadar gula darah sekitar normal serta Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik . Dengan banyaknya kasus DM dengan kontrol yang kurang baik, maka penyuluhan tentang diet haruslah ditingkatkan hingga ke tahap maksimum agar penderita dapat mengelakkan diri dari prognosis yang jelek dari DM. Oleh sebab hal ini, saya tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan diet pasien DM serta komplikasinya dikalangan pengunjung Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Haji Adam Malik, Medan.

1.2. Perumusan Masalah Sejauh manakah tingkat pengetahuan melaksanakan diet pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas dolo

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 . Tujuan Umum Untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus Serta Komplikasinya pada pengujung di Poli-Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Haji Adam Malik, Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui angka pengunjung Poli-Endokrinologi Departemen

Ilmu Penyakit

Dalam, RSUP Haji Adam Malik, Medan yang sadar tentang diet pasien Diabetes Mellitus serta komplikasi dari penyakit DM.

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk Masyarakat Dapat dipakai sebagai informasi dalam meningkatkan tahap pengetahuan mereka berhubung diet Diabetes Mellitus serta komplikasinya.

1.4.2 Untuk Institusi / Rumah Sakit Dapat dipakai sebagai alat ukur bagi mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan pengunjung tentang diet diabetes serta komplikasinya dan jika hasilnya kurang maka boleh diambil langkah untuk meningkatkan penyuluhan bagi pasien.

1.4.3 Untuk Peneliti Lain Dapat dipakai sebagai sumber informasi dan rujukan untuk melakukan selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh saya.

penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Definisi Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan gula darah yang tingginya sudah membahayakan (Setiabudi, 2008) Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah

glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah diabetes (Setiabudi, 2008) Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar gulanya, obat yang di minum, atau suntikan insulin secara teratur.Meskipun begitu, penyakit ini lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan komplikasi seperti kebutaan dan stroke (Setiabudi, 2008)

2.1.2. Etiologi Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting.

a.

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang

gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah) (Bare&Suzanne,2002). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM ( Bare & Suzanne, 2002). Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare & Suzanne, 2002)

b.

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM.

Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80%

klien NIDDM adalah kegemukan.

Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor

insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah ( Bare & Suzanne, 2002)

2.1.3. Epidemologi Menurut data terkini dari International Diabetes Federation (IDF), seramai 285 juta orang di seluruh dunia menghidap diabetes. Angka ini dikemukakan pada 20th World Diabetes Congress di Montreal, Canada. Hanya di asia tenggara sahaja seramai 59 juta orang menghidap diabetes. Daripada jumlah itu Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus diabetes yang paling tinggi yaitu seramai 7 juta orang (International Diabetes Federation, 2008) Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus (DM). Sementara di Medan sendiri menempati urutan pertama

diatas

penyakit

jantung

koroner

(WaspadaOnline,2009).

Pada tahun 2009 ini diperkirakan terdapat lebih dari 14 juta orang dengan diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur (Waspada Online, 2009) Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Edwin Effendi. Penyakit DM di Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan penderita terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika dibanding dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau yang lainnya kata (Waspada Online, 2009). Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado

didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7% (Hiswani, 2001). Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM (Hiswani, 2001)

2.1.4. Faktor Resiko

1. Kedua orang tuanya pernah menderita DM.

2. Pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali.

3. Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

2.1.5. Klasifikasi

American

Diabetis Association (ADA) memperkenalkan sistem klasifikasi berbasis

etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada tahun 2010. klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes, antaranya :

1.Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM) 2.Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM) 3.Diabetes Autoimun Fase Laten 4.Maturity-Onset diabetes of youth 5.Lain-lain sebab. ( Barclay L, 2010)

Sistem

2.1.6. Patofisiologi a.

DM Tipe I Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena

hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial (Corwin, 2000). Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Corwin, 2000). Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).

b.

DM Tipe II Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000). Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)

2.1.7. Manifestasi Klinis a.

Poliuria Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan

hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat

sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria) ( Bare & Suzanne, 2002).

b.

Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan

volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia) ( Bare & Suzanne, 2002).

c.

Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka

produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia) ( Bare & Suzanne, 2002).

d.

Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak

mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis (Bare & Suzanne, 2002).

e.

Malaise atau kelemahan ( Bare & Suzanne, 2002)

2.1.8. Diagnosa Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c), kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi

glukosa oral. The

American Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua kemungkinan yaitu pada pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan sebanyak minimal 126 mg / dL setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah sewaktu minimal 200 mg / dL dengan adanya kelainan berupa

poliuria, polidipsia, penurunan berat badan,

kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari diabetes. Pengujian kadar glukosa sewaktu dapat

digunakan untuk skrining dan diagnosis, namun sensitivitas hanyalah 39% hingga 55% (Barclay,2010). Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan beban 75 g glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa darah melebihi 199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal sekiranya berkisar antara 140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa. American Diabetes Association mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa darah puasa sekiranya KGD diantara 100125

mg

/

dL

(Barclay,2010).

Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah minimum 6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah. Antara keterbatasannya adalan, mempunyai uji sensitivitas yang rendah dan terdapat perbedaan pada interpretasi mengikut ras, ada tidaknya anemia,

danpada

penggunaan

obat-obatan

yang

tertentu

(

Barclay

L,2010).

Dengan demikian, meminum larutan glukosa 50 g (Glucola; Ames Diagnostik, Elkhart, Indiana) adalah tes yang paling umum dilakukan untuk Gestational Diabetes dimana diperlukan 75-g atau 100-g uji toleransi glukosa oral untuk mengkonfirmasi hasil tes skrining yang positif ( Barclay L,2010).

2.1.9. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:

a.

Perencanaan Makanan. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu : 1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 % 2) Protein sebanyak 10 – 15 % 3) Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =

1)

Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal

2)

Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal

3)

Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal

4)

Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu : 1) Makanan pagi sebanyak 20% 2) Makanan siang sebanyak 30% 3) Makanan sore sebanyak 25% 4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

(Iwan S, 2010) b.

Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit

yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta (Iwan S, 2010). Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan S, 2010).

c.

Obat Hipoglikemik :

1) Sulfonilurea Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :

a)

Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.

b) Menurunkan ambang sekresi insulin. c)

Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. (Iwan S, 2010) 2) Biguanid Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010).

3) Insulin Indikasi pengobatan dengan insulin adalah : a)

Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan

ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne, 2002).

b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002).

c)

DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis

insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin (Bare & Suzanne, 2002).

d)

Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil

yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk

meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002).

2.1.10. Komplikasi Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan lain-lain (Iwan S, 2010).

2.2.

Diet Pasien Diabetes Mellitus Penyakit Diabetes Mellitus (DM) ini terjadi akibat terjadinya gangguan mekanisme kerja

hormon insulin, sehingga gula darah yang ada di dalam tubuh tidak dapat dinetralisir. Gizi juga dapat menunjukkan peranannya dalam terjadinya Diabetes Mellitus dalam dua arah yang berlawanan.

Gizi lebih yang merupakan petunjuk umum peningkatan taraf kesejahteraan

perorangan, memperbesar kemungkinan manifestasi DM, terutama pada mereka yang memang dilahrikan dengan bakat tersebut. Pada keadaan yang demikian gejala DM dapat di atasi dengan pengaturan kembali keseimbangan metabolisme zat gizi dalam tubuh dengan masukan zat gizi melalui makanan ( Hiswani, 2010). Sebaiknya, gizi buruk pada masa pertumbuhan atau pengambilan bahan makanan yangmengandung racun seperti Cyanida, dapat menimbulkan gangguan pada proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan kelenjar pankreas. Tingginya angka prevalensi gizi kurang padaanak-anak serta adanya kemungkinan konsumsi bahan makanan beracun dinegara berkembang memperbesar perkiraan bahwa tropical diabetes akan dijumpai lebih banyak dalam masyarakat negara berkembang ( Hiswani, 2010). Program perbaikan gizi di Indonesia, diarahkan pada peningkatan kuantitas dan kualitas makanan. Belum adanya pedoman yang nyata akan taraf gizi yang dianggap optimal membuka peluang terjadinya gizi lebih dan yang diketahui cenderung lebih mudah jatuh dalam Diabetes Mellitus. Disamping itu, usaha diversifikasi menu makanan rakyat, perlu diimbangi dengan kegiatan-kegiatan lain untuk membebaskan bahan makanan yang potensial untuk dimakan dari racun yang dapat merugikan pertumbuhan jaringan dalam tubuh manusia ( Hiswani, 2010).

Di negara maju DM termasuk dalam kelompok 5 penyebab utama kematian. Indonesia sebagai negara luas dengan jumlah penduduk menempati urutan ke empat terbesar di dunia sedang berkembang menuju taraf yang lebih maju. Tak dapat dipungkiri bahwa pada suatu saat DM akan menjadi penyebab kematian yang penting seperti halnya dengan negara maju yang lain, apabila tidak ada upaya pencegahannya yang terarah ( Hiswani, 2010). Kemajuan suatu daerah antara lain ditandai oleh peningkatan daya beli serta perubahan gaya hidup masyarakat yang bersangkutan. Kemudahan-kemudahan dalam memperoleh bahan makanan yang memenuhi selera akan mempercepat terjadinya ketidak-seimbangan antara masukan zat gizi melalui makanan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup sehat ( Hiswani, 2010).

Peningkatan efisiensi tenaga fisik dengan pemanfaatan perlatan mekanik sebagai dampak positif

kemajuan, diikuti oleh penurunan kegiatan fisik individu yang bersangkutan yang

menjadiawal terjadinya obesitas. Diantara masyarakat maju yang demikianlah angka prevalensi NIDDM cukup menonjol. Dalam hal ini rupanya adanya ketidak-seimbang antara masukan zat gizi melalui makanan, kebutuhan zat gizi tubuh, kemampuan jaringan mencerna zat gizi yang tersedia dan ketersediaan bahan-bahan pembantu metabolisme zat gizi, misalnya hormon insulin, berakibat pada timbulnya gejala DM ( Hiswani, 2010).

Sesuai dengan klasifikasinya, penanganan NIDDM tidak memerlukan insulin.

Dengan

pengaturan kembali keseimbangan antara masukan zat gizi terhadap kebutuhan dan kemampuan jaringan tubuh, gejala DM akan teratasi. Pada orang dewasa, makanan yang mana membekalkan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.

Kebutuhan makanan yang harus dimakan umumnya

disesuaikan dengan jumlah tenaga yang harus dikeluarkan (WHO, 1974). Variasi kebutuhan enersi ini dipengaruhi oleh jenis kegiatan fisik yang dilakukan, umur serta ukuran tubuh masingmasing (Hiswani,2010). Kelebihan jumlah tenagai yang dimakan akan disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Makin tinggi jumlah kelebihan tenaga, makin besarlah jumlah cadangan lemak, yang mana akan memperbesar ukuran tubuh seseorang. Jumlah energi yang diperlukan untuk menggerakkan tubuh, misalnya berjalan atau mengerjakan pekerjaan, akan meningkat sebanding dengan besarnya ukuran tubuh.

Sebaliknya bila terjadi defisit dalam intake tenaga, maka untuk

memenuhi kebutuhan basal serta kegiatan fisik akan dipergunakan cadangan yang tersedia (lemak tubuh) ( Hiswani, 2010). Pemecahan lemak tubuh yang berlangsung terus menerus akan menurunkan ukuran tubuh yang berasangkutan. Proses pembentukan cadangan dan pengurasan cadangan dengan rentang variasi yang luas dan terjadi berulang kali suatu saat akan tidak berlangsung dengan sempurna, sehingga timbul gejala ketidak-seimbangan metabolisme seperti halnya pada Diabetes Mellitus ( Hiswani, 2010). Pada orang dewasa proses pertumbuhan sudah berhenti. Oleh karena itu jumlah protein yang dibutuhkan dimaksudkan hanya untuk keperluan penggantian sel-sel tubuh yang haus atau rusak akibat usia atau penyakit (regenerasi). Demikian pula halnya dengan vitamin dan mineral yang jumlah kebutuhannya disesuaikan dengan jumlah tenaga, protein dan lemak yang dimakan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa kebutuhan enersi erat kaitannya dengan jumlah sel otot yang aktif untuk keperluan yang dimaksud, yang pada pria jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan pada wanita. Oleh karena itu perhitungan jumlah kebutuhan enersi seseorang akan lebih tepat apabila ukuran tubuh yang digunakan adalah berat badan bebas lemak (lean body mass), yang pada praktek sehari-hari dinyatakan dalam bentuk BMI (body mass index) ( Hiswani, 2010). Zimmet dan King (1984) dalam penelitiannya pada masyarakat Mikronesia mendapatkan korelasi yang kuat antara intake enersi, hidrat arang dan lemak. Intake lemak seseorang dapat dipakai sebagai petunjuk terjadinya NIDDM. Menurut peneliti penemuan ini perlu ditinjau kembali dengan penelitian lanjutan.

Interaksi antara gizi, aktivitas fisik dan ukuran tubuh

bersifat kompleks, dan akan sulit membedakan apakah mekanisme faktor yang satu lebih menonjol dibandingkan dengan yang lain, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, bahwa perubahan gaya hidup seseorang dapat mempengaruhi timbulnya NIDDM sudah dilaporkan oleh beberapa peneliti antara lain oleh Watkin (1986). Untuk memastikan adanya interaksi yang sama diantara masyarakat Indonesia perlu dilakukan pengamatan dengan cara-cara yang tidak berbeda dengan metode yang pernah diikuti oleh pengamat sebelumnya ( Hiswani, 2010).

BAB 3 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif dengan desain cross sectional.

Di mana, penelitian ini akan menggambarkan tingkat

pengetahuan yang dimiliki pasien DM yang mengunjungi Poli-Endokrinologi RSUP Haji Adam Malik tentang diet DM serta komplikasinya. Survei adalah suatu cara penelitian deskriptif yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya cukup banyak dalam jangka waktu tertentu.

Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam komunitas atau masyarakat (Notoatmodjo, 2005). Menurut Sastroasmoro (1995) penelitian cross sectional merupakan penelitian yang di mana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat. Satu saat di sini artinya, setiap subjek hanya di observasi satu kali saja dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di puskesmas Dolo, Kab. Sigi Biromaru selama periode bulan maret sampai dengan mei 2018 4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Populasi penelitian ini adalah semua penderita DM laki-laki dan perempuan yang mengunjungi Poli-Endokrinologi bagi tujuan kontrol.

4.3.2 Sampel (arikunto = notoatmodjo 05) Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Untuk mendapatkan sampel, dapat digunakan teknik random sampling (sampel acak). Sampel acak digunakan apabila populasi dari mana sampel diambil merupakan populasi homogen yang hanya

mengandung satu ciri dan semua subjek mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. (Arikunto, MANAJEMEN). Kriteria inklusif 1) Seramai 75 orang pasien laki-laki dan perempuan di Poli-Endokrinologi yang secara sukarela mahu mengambil bahagian dalam penelitian ini. Kriteria ekslusif 1) Pasien yang tidak boleh membaca dan menulis dikecualikan dari penelitian ini. 2) Pasien yang berkerja dalam bidang kesehatan juga dikecualikan dari penelitian ini. 3) Pasien hanya boleh menjawab kuesioner sakali.

Terdapat beberapa jenis random sampling yang bisa digunakan untuk mencari besar sampel. Dalam penelitian ini digunakan metode simple random sampling, di mana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. (Notoatmodjo, 2005). Perkiraan besar sample yang minimal pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus dibawah ini.

n = Za²PQ d²

n

= besar sampel

Za

= deviat baku alfa

P

= proporsi kategori variable yang diteliti

Q

= 1- Q

d

= persisi (5%)

n = Za²PQ d² n = 1,96² (0,05) (1-0,05) (0,05)² n = 72,9904

n ~ 73

Maka diperoleh 73 sampel. Jumlah sampel ini dibulatkan menjadi 75 sampel.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi kepustakaan dan metode angket.

1.

Metode Dokumentasi Data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan atau laporan, jurnal, buku,

koran atau berbagai artikel tentang topik penelitian dicari dan dikumpul untuk tujuan kepustakaan dan memperoleh informasi tentang penelitian ini. Dokumen-dokumen tersebut digunakan untuk mendapatkan data sekunder (Arikunto,prosedur).

2.

Metode Angket Data penelitian ini dikumpul dengan metode angket. Pada penelitian ini, lembaran

kuesioner diberikan kepada responden dan responden sendiri akan mengisikan jawabannya. Angket pada penelitian ini adalah berstruktur dan berbentuk pilihan. Di mana, kuesioner yang diberikan disusun secara tegas, definitif, terbatas dan konkret serta pilihan jawabannya juga telah diberi agar responden mudah menjawab pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan yang ditanyakan adalah tentang diet pasien DM serta komplikasi dan diajukan sebanyak 15 pertanyaan. Dan responden hanya perlu menjawab jawaban yang benar sahaja (Notoatmodjo, 2005).

Maka

kuesioner sebagai instrument pengumpul data dalam penelitian ini perlu diuji validitas dan reliabilitas dengan cara melakukan uji cobe pada sekelompok responden yang hampir sama cirinya dengan populasi penelitian ini.

4.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Berdasarkan Notoatmodjo (2005), untuk menguji ketepatan kuesioner yang akan digunakan, telah dilakukan dilakukan uji coba paling sedikit pada 20 orang responden yang

karakterisitknya yang mirip dengan sampel penelitian. Hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur yaitu kuesioner yang telah disusun tadi memiliki validitas dan reliabilitas. Setelah diperoleh skor tiap pertanyaan, telah dihitung kolerasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan skor total. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-banar mengukur apa yang diukur. Kuesioner yang telah selesai disusun akan diuji validitasnya dengan SPSS 17.0 (Statistical Products and Service Solution). Kuesioner penelitian ini telah disusun sebelumnya dengan jumlah pertanyaan sebanyak 23, kemudian telah dilakukan uji validitas dan didapati sebanyak 15 soal valid. Pengujian ini menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0. Uji validitas ini dilakukan pada bulan Agustus 2010. Uji validitas dilakukan dengan korelasi Pearson, skor yang didapati dari setiap pertanyaan dikorelasikan dengan skor total untuk setiap variabel. Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh, nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Nilai r tabel untuk jumlah responden 20 orang dengan taraf signifikasi 0.1 adalah 0.444. Jika nilai koefisien korelasi Pearson dari suatu pertanyaan tersebut berada di atas nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut valid. Menurut Notoatmodjo (2005), reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan.Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0. Uji reliabilitas ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010. Uji reliabilitas dilakukan pada semua pertanyaan yang valid dengan koefisien Reliabilitas Alpha pada aplikasi SPSS 17.0. Jika nilai alpha lebih besar dari nilai r tabel,maka pertanyaan tersebut reliabel. Tabel 4.1 Uji validitas dan Reliabilitas

Variabel

Nomor Pertanyaan

Persepsi

1 2 3 4 5 6 7

Total Pearson Correlation 0.718 0.454 0.499 0.661 0.695 0.775 0.485

Status

Alpha

Status

Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0.707

Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

8 9 10 11 12 13 14 15

0.574 0.462 0.463 0.501 0.485 0.575 0.650 0.506

Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

4.5 Pengolahan dan Analisa Data Prosedur analisis data dilakukan dengan tahapan seperti berikut:

1.

Melakukan uji coba dengan memberikan kuesioner pada beberapa responden untuk menguji

validitas dan relibilitas kuesioner, 2.

Menguji validitas dan realibilitas alat ukur kuesioner.

3.

Melakukan penelitian dengan memberikan kuesioner kepada semua

4.

Memeriksa atau menyeleksi kelengkapan data kuesioner.

5.

Melakukan analisa data

responden.

Data yang akan dikumpul dianalisa dengan menggunakan program komputer SPSS (statistical product and service solution). Data akan dianalisa secara deskriptif. Hasil yang diperolehi akan ditampilkan dalam tabel bentuk yaitu dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase dari tiap variabel dan bentuk grafik. Pada penelitian ini variabel pengetahuan berupa data kuantitatif (skor hasil pengisian kuesioner) akan diubah menjadi data kualitatif (baik, sedang dan kurang) dengan analisa kualitatif melalui cara induktif, yakni pengambilan kesimpulan berdasarkan hasil-hasil observasi khusus.

3.2 Definisi Operasional

Judul Penelitian: Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus Serta Komplikasinya di Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Haji Adam Malik, Medan. 

Definisi Operasional:

 Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui tentang diet diabetes

oleh

pasien

diabetes.  Diet diabetes adalah pola pemakanan normal yang sepatutnya dijadikan

amalan

oleh

pasien DM yang telah ditentukan dokter atau ahli gizi.  Pasien DM adalah semua pasien laki-laki dan perempuan dengan riwayat DM datang ke Poli-Endokrinologi RSUP Haji Adam Malik bagi

yang

tujuan kontrol dari bulan

Augustus 2010. 

Cara Ukur : Angket



Alat Ukur:

Kuesioner, diajukan sebanyak 15 pertanyaan dengan 3 pilihan

jawaban:

 Jawaban yang benar diberi skor 2  Jawaban yang tidak pasti diberi skor 1  Jawaban yang salah diberi skor 0 

Kategori: Pengukuran tingkat pengetahuan diet pasien DM serta komplikasinya dan

berdasarkan pertanyaan yang diberikan responden menggunakan skala pengukuran Pratomo (1966) maka dapat dibahagi menjadi tiga kategori yaitu:  Pengetahuan baik apabila jawaban responden benar lebih dari 75% dari

nilai tertinggi.

 Pengetahuan sedang apabila jawaban responden benar antara 40% sampai 75% dari nilai tertinggi.  Pengetahuan kurang apabila jawaban responden benar kurang dari 40%

dari

nilai

tertinggi.

Dengan demikian, penilaian terhadap pengetahuan responden berdasarkan sistem skoring, yaitu: 

Skor 23 hingga 30

: Baik



Skor 12 hingga 22

: Sedang



Skor dibawah 12 (<12) : Kurang



Skala pengukuran : Ordinal

Related Documents

Skripsi
December 2019 83
Skripsi
May 2020 46
Skripsi
June 2020 43
Skripsi
May 2020 41
Skripsi
November 2019 97
Skripsi
April 2020 43

More Documents from ""