Skripsi Ku Complete Ok.docx

  • Uploaded by: novi hidayah
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi Ku Complete Ok.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 17,303
  • Pages: 108
GAMBARAN POST TRAUMATIC STRESS DISORDER KORBAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DUSUN JEMBLUNG KABUPATEN BANJARNEGARA

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana

Oleh: NOVI ISNAINI HIDAYAH 1411020025

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2018

HALAMAN PERSETUJUAN

GAMBARAN POST TRAUMATIC STRESS DISORDER KORBAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DUSUN JEMBLUNG KABUPATEN BANJARNEGARA

NOVI ISNAINI HIDAYAH 1411020025

Diperiksa dan disetujui : Pembimbing

Ns. Endiyono, S. Kep, M. Kep NIK: 2160385

ii

HALAMAN PENGESAHAN

GAMBARAN POST TRAUMATIC STRESS DISORDER KORBAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DUSUN JEMBLUNG KABUPATEN BANJARNEGARA

NOVI ISNAINI HIDAYAH 1411020025

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi Pada Hari Senin, tanggal 30 April 2018

SUSUNAN DEWAN PENGUJI Penguji I

Ns. Asiandi S.Kep., M.Sc NIK. 2160219

…………….

Penguji II

Ns. Sri Suparti S.Kep., M.Kep NIK. 2160531

…………….

Penguji III

Ns. Endiyono S.Kep., M.Kep NIK. 2160385

…………….

Mengetahui: Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Drs. H. Ikhsan Mujahid, M. Si NIP. 19650309 199403 1 002

iii

SURAT PERNYATAAN

Bertandatangan dibawah ini, saya: Nama

: Novi isnaini hidayah

NIM

: 1411020025

Program Studi

: Keperawatan S1

Fakultas/ Universitas : Ilmu Kesehatan / Universitas Muhammadiyah Purwokerto Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya dan bukan hasil penjiplakan hasil karya orang lain. Demikian pernyataan ini, dan apabila kelak dikemudian hari terbukti ada unsur penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, 2 April 2018 Yang menyatakan,

NOVI ISNAINI HIDAYAH 1411020025

iv

MOTTO

“La Tahzan Innallaha Ma’ana” (Jangan Bersedih Sesungguhnya ALLAH Bersama Kita) (At-Taubah; 40)

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam Rombongan hamba-hamba-Ku, dan kemudian masuklah ke dalam surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]: 27-30)

“Everybody Is Unique, Nobody Is Perfect” “Problem Is Problem If You Think Is Problem”

v

HALAMAN PERSEMBAHAN Alhamdulillah, alhamdulillahirobbil’alamin… Yang utama dari segalanya… Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membelaiku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan kehariban Rasulullah Muhammad SAW. Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi. Mama dan Abah tercinta Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terimakasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Mama dan Abah yang telah memberikanku kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tidak mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Mama dan Abah bahagia karena kusadar, selama ini belum bisa berbuat yang lebih untuk Mama dan Abah yang selalu membuatku termotivasi dan selalu memberikan kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik, Terimakasih Mama… Terimakasih Abah… Kakak dan Adikku Untuk kakak ku mas Aan dan Adikku Deswa tiada yang paling mengharukan saat kumpul Bersama kalian, walaupun sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna yang tak akan bisa tergantikan, terimakasih atas doa dan bantuan kalian selama ini, maaf belum bisa menjadi panutan seutuhnya, tapi aku akan selalu menjadi yang terbaik untuk kalian semua. Sahabat-sahabat terbaikku Untuk sahabat-sahabatku Brian, Deana, Rista, Zanna, Uung, Ade tias, dan Anita terimakasih atas bantuan doa, nasehat, hiburan dan semangat yang diberikan selama ini. Teman-teman keperawatan S1 kelas A angkatan 2014 senasib seperjuangan dan sepenanggungan terimakasih atas gelak tawa dan solidaritas yang luar biasa kurang lebih 4 tahun kebersamaan. Tidak terasa kita akan mengenakan toga diatas kepala. Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya dan meraih cita-cita yang kita inginkan, Aamiin…

vi

GAMBARAN POST TRAUMATIC STRESS DISORDER KORBAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DUSUN JEMBLUNG KABUPATEN BANJARNEGARA Novi isnaini hidayah1, Endiyono2 ABSTRAK Latar Belakang: Bencana tanah longsor merupakan bencana alam yang dapat memberikan dampak yang negatif bagi penyintas bencana tanah longsor. Dampak yang ditimbulkan baik berupa dampak fisik, sosial, lingkungan maupun dampak psikologis. Dampak psikologis yang ditimbulkan setelah bencana yaitu Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang menunjukkan beberapa gejala berupa Reexperiencing, Avoidance, Negative alteration in mood and cognition, dan Hyperarousal. Tujuan: mengetahui gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban bencana tanah longsor. Metode: Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dan rancangan penelitian yang digunakan adalah deskripsi kuantitatif dengan pendekatan Cross sectional. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total sampling, sampel dalam penelitian ini berjumlah 38 responden. Analisa data menggunakan analisis univariat untuk mengetahui karakteristik responden yang meliputi umur, pekerjaan, jenis kelamin, agama, suku, Pendidikan, usia saat terjadi bencana dan gambaran gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Hasil Penelitian: mayoritas responden yang mengalami PTSD berusia 26-45 tahun (dewasa) sebanyak 42,1% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 60,5%. 100% responden beragama islam dan bersuku jawa, responden yang berpendidikan setingkat SD mendominasi status pendidikan responden yang berjumlah 68,4% dan mayoritas responden berprofesi sebagai petani/buruh tani sebanyak 34,2%. Dewasa yang mengalami semua tanda dan gejala PTSD sebanyak 78,9 %. Dari pengelompokkan tanda dan gejala di dominasi oleh gejala Negartive alteration in mood and cognition sebanyak 100%, Re-experiencing sebanyak 97,4% dan Avoidance sebanyak 97,4% Kesimpulan: sebagian besar responden mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Kata kunci: Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), Bencana tanah longsor 1

Mahasiswa Program Studi Keperawatan S1 Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2 Dosen Pembimbing Studi Keperawatan S1 Universitas Muhammadiyah Purwokerto

vii

DESCRIBING TRAUMATIC STRESS DISORDER OF LANDSLIDE DISASTER VICTIMS IN JEMBLUNG VILLAGE OF BANJARNEGARA REGENCY Novi isnaini hidayah1, Endiyono2

ABSTRACT Background: Landslide is a natural disaster that can have physical, social, environmental and psychological negative impacts on landslide survivors. The psychological impact of Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) shows some symptoms of Re-experiencing, Avoidance, Negative alteration in mood and cognition, and Hyperarousal. Objective: To figure out Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) description of the landslide disaster victims. Method: This study was a quantitative research with Cross sectional approach. Samples of study were 38 respondents taken by using total sampling technique. Data of this study were analysed by using univariate analysis to know the characteristics of respondents covering age, occupation, gender, religion, ethnicity, education, age when disaster happened and description of PostTraumatic Stress Disorder (PTSD) symptoms. Result: Majority of the respondents having PTSD were 26-45 years old (adults). There were 42,1 % male and 60,5% female. All the respondents were moslem and Javanese.68,4% of them studied in primary level and 34,2% of them work as farmers/farm labourers. There were 78,9% having all signs and symptoms of PTSD dominated by simptoms of Negative alteration in mood and cognition (100%), Re-experiencing (97,4%), avoidance (97,4%) and hyperarousal (84,2%). Conclusion: Most respondents having Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Keywords: Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), Lanslide disaster

1

Student of Nursing Science Program Faculty of Health Sciences University of Muhammadiyah Purwokerto 2 Lecturer at the Faculty of Health Sciences University of Muhammadiyah Purwokerto

KATA PENGANTAR

viii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Post Traumatic Stress Disorder Korban Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana, Program Studi S1 Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Drs. Samsuhadi Irsyad, S. H., M.Hum, Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah membuat keputusan dalam penulisan skripsi ini. 2. Drs. Ikhsan Mujahid, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah menyetujui penulisan skripsi ini. 3. Ns. Sri Suparti, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan S1 dan dosen penguji II. 4. Ns. Endiyono, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing skripsi di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 5. Ns. Asiandi, S.Kep, M.Sc selaku penguji I 6. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, terima kasih atas ilmu pengetahuan yang telah disalurkan selama ini.

ix

7. Dusun Rata Suren Desa Ngambal Kec. Karangkobar Kabupaten Banjarnegara yang telah bersedia berpartisipasi selama proses studi pendahuluan serta ikut mendukung penelitian ini. 8. Kedua orang tua yaitu Bapak dan Ibu, Kakak dan adikku. Mereka adalah keluargaku yang tak henti-hentinya memberikan dukungan baik moril maupun materil dan Do’a yang selalu dipanjatkan kepada Allah SWT demi kelancaran penulis selama di Fakultas Ilmu Kesehatan Keperawatan S1 Universitas Muammadiyah Purwokerto. 9. Semua sahabat seperjuangan yang saya banggakan dan almamaterku, terima kasih atas dukungan tiada henti sampai terselesaikannya skripsi ini. 10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya kepada mereka, dan kelak mendapatkan balasan yang lebih baik dan lebih banyak dari-Nya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena faktor keterbatasan yang ada dalam diri penulis. Maka dengan kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Purwokerto, 4 April 2018

Penulis

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iv MOTTO ........................................................................................................ v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi ABSTRAK .................................................................................................. vii KATA PENGANTAR ................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii DAFTAR BAGAN..................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah............................................................................ 6 C. Tujuan Penelitian................................................................................ 7 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 8 E. Keaslian Penelitian ............................................................................. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 17 A. Bencana ........................................................................................... 17 B. Respon Stress .................................................................................. 19 C. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) ........................................ 21 D. Kerangka Teori ............................................................................... 35 E. Kerangka Konsep ............................................................................ 39 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 40 A. Desain Penelitian ............................................................................ 40 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 40 C. Populasi dan Sampel ....................................................................... 40 D. Variabel dan Definisi Operasional .................................................. 41

xi

E. Instrumen Penelitian ....................................................................... 42 F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas .................................................... 44 G. Prosedur Penelitian ......................................................................... 44 H. Analisis Data ................................................................................... 47 I. Etika Penelilitian ............................................................................. 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 49 A. Hasil Penelitian ............................................................................... 49 B. Pembahasan ..................................................................................... 54 C. Keterbatasan dalam Penelitian ........................................................ 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 68 A. Kesimpulan ...................................................................................... 68 B. Saran ................................................................................................. 69 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 41 Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuisioner ........................................................................... 43 Tabel 4.1 Distribusi frekuensi data demografi ................................................. 49 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi dan persentase tanda gejala PTSD karakteristik responden ......................................................................................... 50 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase gambaran gejala PTSD .......... 53

xiii

DAFTAR BAGAN

Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 38 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ......................................................................... 39

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lembar Konsultasi Proposal Skripsi

Lampiran 2 Surat Permohonan ijin pengambilan data awal (BPBD Banjarnegara) Lampiran 3

Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian (BAPEDA Kabupaten Banjarnegara) Lampiran 5

Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 6

Surat Pengesahan Terjemahan Judul Skripsi

Lampiran 7

Lembar Informed Consent

Lampiran 8

Kuesioner Data Demografi

Lampiran 9

Kuesioner Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Lampiran 10

Hasil Penelitian Data Demografi

Lampiran 11 Hasil Penelitian Post Traumatic Stres Disorder (PTSD) Lampiran 12 Lembar Persetujuan Perbaikan Ujian Proposal Lampiran 13 Lembar Persetujuan Perbaikan Ujian Hasil Lampiran 14 Foto Dokumentasi Penelitian

xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulan bencana). Letak geografis dan geologis wilayah kepulauan Indonesia berada pada daerah yang mempunyai aktivitas gempa yang cukup tinggi. Oleh karena letak geografis dan geologi menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang rawan akan ancaman bermacam-macam bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan erupsi gunung berapi (Pratiwi, 2010). Badan Nasioanl Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 2.341 bencana sepanjang tahun 2017. Dari 2.341 kejadian tersebut, telah merenggut sebanyak 377 nyawa manusia. Dari sebaran bencana, daerah yang paling banyak terjadi bencana adalah di Jawa Tengah (600 kejadian), Jawa Timur (419), Jawa Barat (316), Aceh (89) dan Kalimantan Selatan (57). Sedangkan untuk Kabutapen/ Kota, daerah yang paling banyak terjadi bencana adalah Kabupaten Bogor (79), Cilacap (72), Ponorogo (50), Temanggung (46), Banyumas (45). Kejadian bencana tersebut terdiri dari 787 banjir, 716 puting beliung, 614 tanah longsor, dan 96 kebakaran hutan dan lahan, bencana1

2

bencana tersebut 99% adalah bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh cuaca dan aliran permukaan. BNPB juga mencatat 377 orang meninggal dan hilang, 1.005 orang luka-luka dan 3.494.319 orang mengungsi dan menderita (Firmansyah, 2017). Sejak 2014 hingga 2017, bencana tanah longsor adalah bencana yang paling mematikan dan banyak menimbulkan korban jiwa bahkan seringkali longsor kecil pun dapat menyebabkan satu keluarga meninggal dunia. Hal ini disebabkan lantaran jutaan masyarakat tinggal di daerah-daerah yang rawan longsor ditambah kemampuan mitigasi yang belum memadai (Firmansyah, 2017). Menurut

Undang-undang

Nomor

24

Tahun

2007

Tentang

Penanggulangan Bencana menyebutkan, tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor adalah kerugian pada kehidupan manusia dan memburuknya derajat kesehatan baik dari segi fisik maupun non-fisik. Bentuk kerugian yang secara non-fisik seperti trauma terhadap peristiwa yang pernah dialami merupakan salah satu dampak psikologis yang sering ditemui pada masyarakat korban bencana alam adalah Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) sebenarnya muncul sebagai manifestasi dari pengalaman mengerikan. Penderitanya adalah mereka yang

3

merupakan korban hidup yang secara fisik selamat, tetapi secara mental masih berada dalam tekanan psikologis dan terus-menerus berada dalam keadaan tersebut (Hartuti, 2009). Individu dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) akan mengalami ansietas dan selalu teringat trauma melalui memori, mimpi atau reaksi terhadap isyarat internal tentang peristiwa yang terkait dengan trauma. Gangguan ini dapat terjadi pada semua usia, termasuk anak-anak, remaja, dewasa dan lansia (Videback, 2008). Parkinson (2000) menjelaskan bahwa peristiwa traumatis dapat terjadi pada saat bencana terjadi hingga bencana telah berlalu, dalam kondisi terakhir

ini

yang disebut dengan PTSD, artinya bahwa peristiwa

berkepanjangan yang dialami dari bencana tanah longsor dan dampak yang diakibatkan

yang

saat

ini dirasakan para penyintas tentu saja

meninggalkan kesan yang mendalam pada ingatan para penyintas dan kesan tersebut akan

menimbulkan persoalan baru dengan munculnya

berbagai macam gangguan psikologis. Kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan masih banyak terdapat penyintas bencana tanah longsor yang mengalami trauma berkepanjangan setelah peristiwa bencana tersebut. Trauma yang ditinggalkan akan terus

hidup

dalam

diri penyintas yang

mengalami langsung peristiwa mengerikan tersebut, tanpa penanganan kejiwaan secara terpadu maka akan muncul kecenderungan PTSD. PTSD merupakan suatu sindrom yang dialami oleh seseorang yang mengalami

kejadian

traumatik. Kondisi demikian akan menimbulkan

dampak psikologis berupa

gangguan perilaku mulai dari cemas yang

4

berlebihan, mudah tersinggung, tidak bisa tidur, tegang, dan berbagai reaksi lainnya. Gangguan stress pasca trauma (PTSD) kemungkinan berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun atau sampai beberapa dekade dan mungkin baru muncul setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa traumatik (Durand & Barlow, 2006). Dalam DSM-IV-TR dinyatakan bahwa gejala PTSD yang ditemukan menggambarkan suatu stress yang terjadi berbulan-bulan bahkan bertahuntahun (APA, 2000). Gajala-gejala PTSD dapat mulai muncul satu minggu hingga tiga puluh tahun setelah peristiwa traumatik ekstrem. Gejala- gejala tersebut

dapat

hilang

timbul

sepanjang hidup

penderita,

sehingga

mengganggu fungsi kerja dan keefektifan hidup. Meskipun tidak diobati dan ditangani dengan benar, ada sekitar 30% pasien Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang sembuh sendiri. Namun, ada sekitar 40% yang terusmenerus bahkan mengalami berbagai gejala dalam tingkat sedang dan 10% akan terus-menerus mengalami berbagai gejala dalam tingkat berat (Sadock & sadock, 2007). Hal serupa dinyatakan oleh badan kesehatan dunia (WHO) yang memperkirakan bahwa dalam setiap bencana, sebanyak 50% korban selamat akan mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Diantara mereka yang mengalami, sebanyak 5-10% akan mengalam manifestasi yang berat, Bahkan ada pakar yang menyebutkan angka ini mencapai 10-20% (Hartuti, 2009). Navarro-Mateu (2017) pada penelitian yang dilakukan di Spain menunjukkan Sejumlah 412 peserta (tingkat tanggapan: 71%) diwawancarai.

5

Perbedaan signifikan dalam prevalensi mental 12 bulan ditemukan dibandingkan dengan jumlah lainnya untuk setiap (12,8% vs 16,8%), PTSD (3,6% vs 0,5%) dan gangguan kecemasan lainnya (5,3% vs 9,2%). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun sudah beberapa tahun setelah terjadinya bencana, tetapi masalah gangguan mental masih dialami oleh masyarakat lorca maupun Murcia. Begitu pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Sonpaveerawong (2017) di Thailand dalam penelitiannya tentang korban selamat dari bencana tanah longsor. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat prevalensi kemungkinan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), kemungkinan depresi dan tekanan psikologis, dan risiko bunuh diri masing-masing adalah 44,48%, 31,29%, 29,45%, dan 17,18%. Dari hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya PTSD pada korban selamat setelah bencana sangat tinggi. Hasil penelitian dari Groome dan Soureti (2004) menunjukkan Lima bulan setelah gempa bumi di Athena gejala PTSD dan kecemasan berhubungan secara signifikan dengan kedekatan dengan pusat gempa, keterpaparan terhadap ancaman dan jenis kelamin perempuan. Usia tidak memiliki efek utama yang signifikan terhadap kecemasan atau gejala PTSD, namun ada interaksi yang signifikan antara usia dan variabel utama lainnya. Di wilayah yang paling dekat dengan pusat gempa, anak-anak termuda melaporkan nilai gejala PTSD dan kegelisahan tertinggi, namun pada

6

kelompok yang paling jauh dari episenter, anak-anak yang lebih tua melaporkan nilai gejala PTSD dan kegelisahan tertinggi. Bencana tanah longsor yang melanda Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara pada Hari Jumat, 12 Desember 2014 menimbun sekitar 35 rumah, mengakibatkan kerugian harta benda dan korban jiwa. Setelah dilakukan studi pendahuluan pada tanggal 22 desember 2017 terkait data korban bencana tanah longsor menurut Badan Penanggulangan

Bencana

Daerah

Kabupaten

Banjarnegara

(BPBD)

menyebutkan bahwa jumlah korban bencana tanah longsor yang mengalami trauma fisik atau tidak berjumlah 117 jiwa, korban meninggal dunia berjumlah 125 jiwa, dan 20 korban tidak ditemukan (BPBD, 2017). Hal ini tentu saja menimbulkan dampak psikologis yang tidak ringan bagi warga di daerah bencana. Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan dan data-data korban bencana tanah longsor yang telah disebutkan diatas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang bagaimanakah gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) korban bencana tanah longsor di dusun jemblung banjarnegara yang dalam hal ini PTSD with delyed onset, yaitu tanda dan gejala PTSD yang muncul setelah 4 tahun setelah bencana tanah longsor di Dusun Jemblung. B. Perumusan Masalah Dalam setiap bencana pasti akan menimbulkan dampak, baik dampak fisik, dampak sosial maupun dampak psikologi. Bencana yang besar

7

merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) bagi korban bencana tersebut, baik anakanak, remaja, dewasa maupun lansia. Bencana tanah longsor yang terjadi di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara merupakan bencana tanah longsor yang paling besar di Banjarnegara yang memakan banyak korban sehingga tidak menutup kemungkinan korban tersebut akan mengalami gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Berdasarkan penjelasan masalah yang dijelaskan dalam latar belakang di atas, tentang dampak yang terjadi pada korban pasca tanah longsor, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) korban tanah longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban tanah longsor di Dusun Jemblung Banjarnegara. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) berdasarkan karakteristik demografi pada korban tanah longsor di Dusun Jemblung Banjarnegara.

8

b. Mengetahui tanda gejala yang timbul pada Korban Post Trauma Stress Disorder (PTSD) pada korban bencana tanah longsor di Dusun Jemblung Banjarnegara. c. Mengidentifikasi korelasi faktor risiko terjadinya PTSD pada korban bencana tanah longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban bencana tanah longsor di Dusun Jemblung Banjarnegara. 2. Bagi Responden Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden sebagai informasi mengenai gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban tanah longsor di Dusun Jemblung Banjarnegara. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi yang hendak meneliti lebih lanjut mengenai gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban tanah longsor di Dusun Jemblung Banjarnegara. 4. Bagi Instansi Terkait Diharapkan hasil penelitian ini dijadikan pengambilan kebijakan bagi badan penanggulangan bencana daerah untuk dapat memperhatikan dampak psikologis yang dapat timbul akibat bencana.

9

E. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan judul “Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pada Korban Tanah Longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara” belum pernah dilakukan sebelumnya. Akan tetapi, ada penelitian sejenis yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: 1. Sonpaveerawong (2017) Dengan judul penelitian “Prevalence of Psychological Distress ang Mental Health Problems Among the Survivors in The Flash Floods and Landslide in Southern Thailand”. Jumlah sampel korban selamat di provinsi Nakhon Si Thammarat yang berjumlah 326 orang. Berdasarkan uji statistic deskriptif, analisis korelasi dan model regresi logistic biner diterapkan pada data yang mewakili demografi, kerusakan fisik, dampak kesehatan mental.

Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

tingkat

pravelensi

kemumgkinan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), kemungkinan depresi dan tekanan psikologis, risiko bunuh diri, dan masalah alkohol masing-masing adalah 44,48%, 31,29%, 29,45%, 17,18%, dan 4,60%. Hasil ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya PTSD pada korban selamat setelah bencana sangat tinggi. 2. Catapano et al. (2001) Dengan judul penelitian “Psychological Consequences of the 1998 Landslide in Sarno, Italy: A Community Study”. Jumlah sampel yang berasal dari populasi yang tinggal di daerah risiko tertinggi di Sarno, dan kleompok kontrol yang direkrut di sebuah kota kecil yang terletak di dekat

10

daerah bencana. Hasil penelitian menunjukkan dari sampel yang direkrut di Sarno, 27,6 % memenuhi kriteria DSM- IV untuk PTSD. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah longsor menimbulkan dampak negative terhadap kesehatan mental, dan kebutuhan akan intervensi preventif. 3.

Navarro-Mateu et al. (2017) dengan judul penelitian “Post-traumatic stress disorder and other mental disorders in the general population after Lorca’s earthquakes, 2011 (murcia, spain): A cross-sectional study”. Temuan ini menunjukkan Sejumlah 412 peserta (tingkat tanggapan: 71%) diwawancarai. Perbedaan signifikan dalam prevalensi mental 12 bulan ditemukan di Lorca dibandingkan dengan jumlah lainnya di Murcia untuk setiap (12,8% vs 16,8%), PTSD (3,6% vs 0,5%) dan gangguan kecemasan lainnya (5,3% vs 9,2%) p≤ 0,05 untuk semua). Tidak ada perbedaan yang ditemukan untuk prevalensi 12 bulan dari setiap suasana hati atau kelainan zat apapun. Dua prediktor utama untuk mengembangkan gangguan mental pasca gempa 12 bulan adalah gangguan mental sebelumnya dan tingkat keterpaparan. Faktor risiko lainnya termasuk jenis kelamin perempuan dan pendapatan rata-rata rendah.

4. Groome dan Sureti (2004) Dengan judul penelitian “Post-traumatic stress disorder and anxiety symptoms in children exposed to the 1999 greek earthquake” temuan ini menunjukkan Lima bulan setelah gempa bumi di Athena pada bulan

11

September 1999, 178 anak-anak dari tiga distrik di Athena dengan jarak yang jauh dari pusat gempa diberi kuesioner untuk mengidentifikasi gejala gangguan stres pasca trauma (PTSD), kecemasan dan tingkat ancaman pribadi yang dialami. Ditemukan bahwa gejala PTSD dan kecemasan berhubungan secara signifikan dengan kedekatan dengan pusat gempa, keterpaparan terhadap ancaman dan jenis kelamin perempuan. Usia tidak memiliki efek utama yang signifikan terhadap kecemasan atau gejala PTSD, namun ada interaksi yang signifikan antara usia dan variabel utama lainnya. Di wilayah yang paling dekat dengan pusat gempa, anak-anak termuda melaporkan nilai gejala PTSD dan kegelisahan tertinggi, namun pada kelompok yang paling jauh dari episenter, anak-anak yang lebih tua melaporkan nilai gejala PTSD dan kegelisahan tertinggi. Temuan ini dibahas sehubungan dengan keterpaparan langsung dan media terhadap gempa. 5. Dai et al. (2017) Dengan judul penelitian “Long-term psychological outcomes of flood survivors of hard-hit areas of the 1998 dongting lake flood in china: Prevalence and risk factors” temuan ini menunjukkan Meskipun banyak penelitian telah menunjukkan bahwa paparan terhadap bencana alam dapat meningkatkan risiko orang-orang yang selamat dari gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan kecemasan, penelitian yang berfokus pada hasil psikologis jangka panjang korban banjir terbatas. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan prevalensi PTSD dan

12

kecemasan di antara korban banjir 17 tahun setelah banjir danau Dongting pada tahun 1998 dan untuk mengidentifikasi faktor risiko PTSD dan kegelisahan. Penelitian cross-sectional ini dilakukan pada bulan Desember 2015, 17 tahun setelah banjir Danau Dongting tahun 1998. Korban selamat di daerah yang terkena dampak bencana banjir dilibatkan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode sampling acak terstratifikasi dan sistematis. Penyelidik yang memenuhi syarat dengan baik melakukan wawancara tatap muka dengan para peserta yang menggunakan daftar PTSD Checklist-Civilian, Zinc Self-Rating Anxiety Scale, Skala Penilaian Nilai Dukungan Sosial China dan Kuesioner Kepribadian Eysenck yang Direvisi - Bahasa China untuk menilai PTSD, kecemasan, dukungan sosial dan ciri kepribadian masing-masing. Analisis regresi logistik digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan PTSD dan kecemasan. Sebanyak 325 peserta direkrut dalam penelitian ini, dan prevalensi PTSD dan kecemasan masing-masing 9,5% dan 9,2%. Analisis regresi logistik multivariabel menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan, yang mengalami setidaknya tiga penyebab stres akibat banjir, memiliki tingkat dukungan sosial yang rendah, dan memiliki sifat ketidakstabilan emosional adalah faktor risiko untuk dampak psikologis jangka panjang di antara korban banjir setelah bencana. PTSD dan kecemasan merupakan hasil psikologis jangka panjang yang merugikan antara korban banjir. Intervensi psikologis dini dan efektif untuk korban

13

banjir diperlukan untuk mencegah pengembangan PTSD dan kegelisahan dalam jangka panjang setelah banjir, terutama bagi individu yang perempuan, mengalami setidaknya tiga penyebab stres akibat banjir, memiliki tingkat dukungan sosial yang rendah dan memiliki sifat ketidakstabilan emosional. 6. Zhang, Wang, Shi, Wang, dan Zhang (2012) Dengan judul penelitian “Mental health problems among the survivors in the hard-hit areas of the yushu earthquake” temuan ini menunjukkan Pada tanggal 14 April 2010, sebuah gempa bumi yang mencatat 7.1 skala Richter mengguncang Provinsi Qinghai di Cina barat daya. Gempa tersebut menyebabkan banyak korban jiwa dan banyak kerusakan. Pusat gempa, Yushu County, mengalami kerusakan paling parah. Sebagai bagian dari pekerjaan bantuan psikologis, penelitian ini mengevaluasi status kesehatan mental orang-orang yang terkena dampak dan mengidentifikasi faktor risiko gangguan jiwa yang terkait dengan gempa bumi. Lima ratus lima korban selamat tinggal di Kabupaten Yushu diselidiki 3-4 bulan setelah gempa. Data demografis peserta meliputi jenis kelamin, usia, status perkawinan, etnisitas, tingkat pendidikan, dan kepercayaan agama dikumpulkan. Indikator Eksposur Trauma Gempa Spesifik menilai intensitas terpaan trauma selama gempa. The PTSD Checklist-versi Sipil (PCL-C) dan Hopkins Gejala Daftar-25 (HSCL-25) menilai gejala dan tingkat prevalensi Kemungkinan Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)

14

serta kecemasan dan depresi, masing-masing. Skala Dukungan Sosial Perceived (PSSS) mengevaluasi dukungan sosial subjektif. Tingkat prevalensi kemungkinan PTSD, kecemasan, dan depresi masing-masing adalah 33,7%, 43,8% dan 38,6%. Sekitar seperlima peserta menderita dari ketiga kondisi tersebut. Individu yang menjadi perempuan, merasakan ketakutan awal saat terjadi gempa, dan dukungan sosialnya kurang cenderung

memiliki

kesehatan

mental

yang

buruk.

Studi

ini

mengungkapkan bahwa ada masalah mental yang serius di antara korban selamat gempa Yushu. Korban selamat yang berisiko tinggi mengalami gangguan jiwa harus dipertimbangkan secara spesifik. Penelitian ini memberikan informasi yang berguna untuk membangun kembali dan memberi bantuan. 7. Subagyo (2016) Dengan judul penelitian “Pemulihan PTSD dengan play therapy pada anakanak korban bencana tanah longsor di kabupaten Banjarnegara” temuan ini menunjukkan Anak sebagai korban bencana yang rentan mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) perlu mendapat penanganan yang serius agar akibat yang ditimbulkan tidak berkepanjangan dan dapat menghambat perkembangannya. Salah satu bentuk intervensi yang dapat diterapkan yaitu terapi bermain (play therapy). Penelitian ini bertujuan mengetahui gejala PTSD dan pengaruh play therapy terhadap PTSD pada anak-anak korban bencana tanah longsor di Kabupaten Banjarnegara. Desain penelitian menggunakan quasy experiment preposttest with control group.

15

Sampel penelitian ini adalah pada anak anak korban bencana tanah longsor usia 4-12 tahun yang mengalami gangguan psikologis pasca bencana. Metode sampling yang digunakan adalah total sampling. Analisis data dengan pair t test.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan

signifikan kelompok intervensi dengan skor PTSD sebelum dan sesudah play therapy (p 0,001). Pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan signifikan skor PTSD sebelum dan sesudah play therapy (p 0,163). Saran penelitian adalah terapi bermain dapat dijadikan sebagai salah satu program penanganan dampak psikologis anak korban bencana, dan lingkungan tempat tinggal anak perlu menyediakan sarana permainan untuk anak yang disesuaikan budaya setempat. 8. Purborini (2017) Dengan judul penelitaian “gambaran kondisi psikososial masyarakat lereng merapi pasca 6 tahun erupsi gunung merapi” temuan ini menunjukkan gambaran kondisi psikososial di masyarakat yangtinggal di dekat Gunung Merapi. Metode yang digunakan dalam Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode cross-sectional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data psikososial. Responden dalam penelitian ini berjumlah 50 orang. Berdasarkan hasil,74% responden mengalami trauma ringan dan 58% responden berada wanita. Sekitar 12 responden (24%) berusia lanjut. Dalam Pengalaman trauma, wanita memiliki angka lebih tinggi dibanding pria. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam 6 tahun setelah letusan Gunung Merapi,

16

masih ada beberapa masalah psikososial yang terjadi di masyarakat yang hidup dekat Gunung Merapi. 9. Gulo (2015) Dengan judul penelitian “Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Remaja Teluk Dalam Pasca 8 Tahun Bencana Gempa Bumi Pulau Nias” dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi PTSD pada remaja Teluk Dalam Nias pasca 8 tahun bencana gempa bumi di Pulau Nias. Penelitian in menggunakan desain deskriptif analitik, dengan jumlah sampel sebanyak 396 orang, dengan metode sampling yaitu purposive sampling. Instrument penelitian yang digunakan berupa kuesioner data demografi dan kuesioner PTSD screening (PCL). Hasil penelitian tersebut menunjukkan 67,4% remaja tidak mengalami PTSD dan 32,6% remaja dengan PTSD. Pada pengelompokkan tanda dan gejala PTSD, gejala Hyperarousal 50,39%, gejala re-experiencing 30,23% dan gejala Avoidance 19,38%.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana 1. Pengertian bencana Bencana

adalah

peristiwa

atau

rangkaian

peristiwa

yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulan bencana). 2.

Jenis-jenis bencana Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang No 24 tahun 2007, antara lain: (1) bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung Meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor; (2) Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam, berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit; (3) bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar-kelompok atau antar-komunitas masyarakat dan teror, (BNPB) konflik sosial antarkelompok atau antar-komunitas masyarakat dan teror (BNPB,2012)

17

18

Menurut

Undang-undang

Nomor

24

tahun

2007

tentang

penanggulangan bencana menyebutkan tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun pencampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari tergangguanya kestabilan tanah atau batuan penyusunan lereng tersebut. 3. Dampak yang ditimbulkan akibat bencana tanah longsor Menurut Agustin (2010) dampak yang ditimbulkan antara lain adalah dampak fisik, sosial dan psikologis. Dampak fisik yang dialami oleh korban antara lain adalah adanya kelelahan fisik yang sangat, kesulitan untuk tidur serta adanya gangguan tidur, selera makan yang terganggu, sangat muda tersentuh ingatan dan perasaannya, munculnya keluhan-keluhan yang berhubungan dengan gangguan syaraf dan sakit kepala, adanya reaksi-reaksi yang menggambarkan adanya kegagalan dalam sistem kekebalan tubuh, seringnya buang air kecil, dan menurun atau meningkatnya libido secara drastis. Dampak sosial yang dialami korban bencana antara lain membatasi dan menarik diri dari pergaulan, menghindar dari relasi-relasi sosial yang ada, meningkatnya konflik dalam berhubungan dengan orang lain, penurunan keterlibatan dan prestasi dalam bekerja atau disekolah. Dampak atau kerugian ketiga yang dialami oleh korban bencana adalah dampak psikologis yang dapat dibagi menjadi dua yakni dampak emosional dan dampak kognitif. Dampak emosional yang sering dirasakan korban antara lain adalah adanya perasaan yang campur aduk seperti rasa

19

marah, malu, sedih, kaget, dan bersalah, merasa dihantui dan tidak berdaya, adanya duka yang mendalam, terlalu sensitif atau justru sebaliknya menjadi bebal dan mati rasa dalam aktifitas sehari-harinya, serta adanya disosiasi yakni berulangan pikiran pada kejadian bencana atau keterpakuan terhadap bencana. Sedangkan dampak kognitif yang dialami adalah kesulitan dalam berkonsentrasi dan adanya gangguan mengingat, kebingungan, sulit mempercayai informasi, ketidakmampuan membuat keputusan, menurunnya penilaian terhadap keadaan dan kemampuan diri, perhatian mudah dialihkan atau terpecah, khawatir atau cemas, menyalahkan diri sendiri, dan adanya perasaan mudah terganggu oleh pikiran dan ingatan peristiwa bencana tersebut. B. Respon Individu Terhadap Bencana Perilaku yang diperlihatkan individu yang mengalami bencana sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi terhadap kejadian, sistem pendukung yang dimiliki dan mekanisme koping yang digunakan. Terdapat tiga tahapan reaksi emosi yang dapat terjadi setelah bencana, yaitu: (1) Reaksi individu segera (24 jam pertama) setelah bencana dapat berupa tegang, cemas, panik, terpaku, linglung, syok, tidak percaya, gembira atau euphoria, tidak terlalu merasa bersalah. Reaksi ini masih termasuk reaksi normal terhadap situasi yang abnormal dan memerlukan upaya pencegahan primer; (2) Minggu pertama sampai ketiga setelah bencana. Reaksi yang diperlihatkan: ketakutan, waspada, sensitif, mudah marah, kesulitan tidur, khawatir, sangat sedih. Reaksi positif yang masih dimiliki: berharap atau berpikir tentang masa depan, terlibat

20

dalam kegiatan tolong menolong dan menyalamatkan, menerima bencana sebagai takdir. Kondisi ini masih termasuk respon normal yang membutuhkan tindakan psikososial minimal; (3) lebih dari tiga minggu setelah bencana. Reaksi yang diperlihatkan dapat menetap dan dimanifestasikan dengan kelelahan, merasa panik, kesedihan terus berlanjut, pesimis, menarik diri, berpikir

tidak

realistis,

tidak

beraktivitas,

isolasi

kecemasan

yang

dimanifestasikan dengan palpitasi, pusing, letih, mual, sakit kepala (Keliet, Akemat, Helena, Nurhaeni, 2011). Terdapat tiga periode bencana secara umum, yaitu: (1) periode impak (impact periode) biasanya berlangsung selama kejadian bencana. pada periode ini, korban selalu diliputi perasaan tidak percaya dengan apa yang dialami. Periode ini berlangsung singkat; (2) periode penyejukan suasana (recoil periode) biasanya berlangsung beberapa hari setelah kejadian. Pada periode ini, tampak bahwa para korban mulai merasakan diri mereka lapar dan mencari bekal makanan untuk dimakan. Mereka tidak memahami bagaimana mereka harus memulihkan keadaan dan mengganti harta benda mereka yang hilang; (3) periode post traumatik (post-trauma period) biasanya berlangsung lama, bahkan sepanjang hayat. Periode ini berlangsung tatkala korban bencana berjuang untuk melupakan pengalaman yang berupa tekanan, gangguan fisiologi, dan psikologi akibat bencana yang mereka alami. Hal ini berarti bencana selalu menyisakan masalah, bahkan untuk jangka waktu yang lama.

21

C. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) 1. Pengertian Post

Traumatic

Stress

Disorder

(PTSD)

merupakan

sindrom

kecemasan, labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa. Selain itu, PTSD dapat pula di definisikan sebagai keadaan yang melemahkan fisik dan mental secara ekstrem yang timbul stelah seseorang melihat, mendengar, atau mengalami suatu kejadian trauma yag hebat dan atau kejadian yang mengancam kehidupannya (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2007). Dalam Diagnostic and statistical manual of mental disorder, (DSMIV-TR), PTSD didefinisikan sebagai suatu kejadian atau beberapa kejadian trauma yang dialami atau disaksiakan secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian, cidera serius, ancaman terhadap integritas fisik atas diri seseorang. Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan yang ekstrem, horror, rasa tidak berdaya (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010). PTSD merupakan suatu sindrom yang dialami oleh seseorang yang mengalami

kejadian

traumatik. Kondisi demikian akan menimbulkan

dampak psikologis berupa gangguan perilaku mulai dari cemas yang berlebihan, mudah tersinggung, tidak bisa tidur, tegang, dan berbagai reaksi lainnya. Gangguan stres pasca trauma (PTSD) kemungkinan berlangsung

22

berbulan-bulan, bertahun-tahun atau sampai beberapa dekade dan mungkin baru muncul setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa traumatik (Zlotnick dalam Durand & Barlow, 2006). Menurut Michael Scott dan Stephen Palmer dalam bukunya Trauma and Post-Traumatic Stress Disorder (2000) Post traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah efek psikologis dari jangka Panjang dan kejadian traumatis ekstrem yang dialami seseorang. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan gangguan psikologi yang diakibatkan satu atau lebih kejadian traumatik yang dialami atau disaksikan oleh seseorang baik ancaman kematian, cidera fisik yang mengakibatkan ketakutan ekstrem, horror, rasa tidak berdaya hingga berdampak mengganggu kualitas hidup individu dan apabila tidak ditangani dengan benar dapat berlangsung kronis dan berkembang menjadi gangguan stress pasca trauma yang kompleks dan gangguan kepribadian. b. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Post Trauma Stress Disorder (PTSD) stresor atau kejadian trauma merupakan penyebab utama dalam perkembangan PTSD. Ketika dalam keadaan takut dan terancam, tubuh akan mengaktifkan respon Fight or flight. Dalam reaksi ini tubuh akan mengeluarkan hormon adrenalin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan glikogenolisis. Setelah ancaman bahaya mulai hilang makna tubuh akan memulai proses inaktivasi respon stress dan

23

proses ini menyebabkan pelepasan hormon kortisol. Apabila tubuh tidak melepaskan kortisol yang cukup untuk menginaktivasi reaksi stress maka kemungkinan tubuh masih akan merasakan efek stres dan adrenalin. Pada korban trauma yang berkembang menjadi PTSD seringkali memiliki hormone stimulasi (Ketokolamin) yang lebih tinggi bahkan pada saat kondisi normal. Hal ini mengakibatkan tubuh terus berespon seakan bahaya itu masih ada. Setelah sebulan dalam kondisi ini, dimana hormone stres meningkat dan pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan fisik (Paige, 2005). Stresor dapat berasal dari bencana alam, bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia, ataupun akibat kecelakaan. Stresor akibat bencana alam antara lain: menjadi korban yang selamat dari tsunami, gempa bumi, tanah longsor, badai. Kejadian trauma akibat ulah manusia antara lain: menjadi korban

banjir,

penculikan,

perkosaan,

kekerasan

fisik,

melihat

pembunuhan, perang, dan kejahatan kriminal lainnya. Kejadian trauma juga dapat terjadi akibat kecelakaan, baik yang menyebabkan cidera fisik maupun yang tidak. Akan tetapi tidak semua orang akan mengalami PTSD setelah suatu peristiwa traumatic, karena walaupun stresor diperlukan, namun stresor sendiri tidaklah cukup untuk menyebabkan suatu gangguan. Maka dari itu, menurut Kaplan & Sadock (2007), terdapat beberapa faktor lain yang harus dipertimabangkan, diantaranya: a. Faktor biologis

24

Teori biologis pada PTSD telah dikembangkan dari penelitian praklinik model stress pada binatang yang didapatkan dari pengukuran variabel biologis populasi klinis dengan PTSD. Banyak sistem neurotransmitter telah dilibatkan dalam kumpulan data tersebut. Model praklinik pada binatang tentang ketidakberdayaan, pembangkitan, dan sensitisasi yang dipelajari telah menimbulkan teori tentang norepinefrin, dopamine, opiate endogen, dan reseptor benzodiazepine dan sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal.

Pada

populasi

klinis,

data

telah

mendukung hipotesis bahwa noradrenergic dan opiate endogen, dan juga sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal, adalah hiperaktif pada beberapa pasien dengan gangguan stress pasca traumatic. b. Faktor psikologi Classical dan operant conditioning dapat diimplikasikan pada perkembangan terjadinya PTSD. Stresor yang ekstrem secara tipikal menimbulkan emosi yang negatif (sedih, marah, takut) sebagai bagian dari gejala hyperarousal akibat aktivasi dari sistem saraf simpatis (fight or flight respone). Classical conditioning terjadi pada saat seseorang yang mengalami peristiwa trauma kembali ke tempat terjadinya trauma maka akan timbul reaksi psikologi yang tidak disadari dan merupakan respon reflek yang spesifik. Misalnya, pada anak yang mengalami kecelakaan mobil yang serius akan timbul respon berupa ketakutan, berkeringat, takikardi setiap kali melewati tempat kejadian tersebut. Operant conditioning terjadi sebagai hasil dari pengalaman kejadian

25

trauma yang dialami sehingga didapatkan tingkah laku yang tidak disukai dan tidak akan diulangi. Misalnya, pada anak yang mengalami kecelakaan mobil Ia akan berusaha untuk menghindari berada didalam mobil. Modelling meupakan mekanisme psikologikal lainnya yang turut berperan dalam pekembangan gejala PTSD. Respon emosional orang tua terhadap pengalaman traumatik anak merupakan prediksi terhadap keparahan gelaja PTSD. c. Faktor sosial Dukungan sosial yang tidak adekuat dari keluarga dan lingkungan meningkatakan risiko perkembangan PTSD setelah mengalami kejadian traumatik. Penyebab gangguan bervariasi, tetapi stresor harus sedemikian berat sehingga cenderung menimbulkan trauma psikologis pada kebanyakan orang normal, walaupun tidak berarti bahwa semua orang harus mengalami gangguan akibat trauma ini. macam-macam stresor tarumatik: 1) Menyaksikan peristiwa yang berakibat luka fisik atau kematian yang menakutkan seperti korban tergulung ombak, tertimpa tanah longsor, terlindas kendaraan, penganiayaan, terkena granat atau bom, kepala terpancung, tertembak, pembunuhan masal atau tindakan brutal di luar batas kemanusiaan. 2) Pengalaman berada dalam situasi terancam kematian atau keselamatan jiwanya, misalnya huru-hara kerusuhan, bencana, tsunami, air bah atau gunung Meletus, peperangan, berbagai tindak

26

kekerasan, usaha pembunuhan, penganiayaan fisik dan mentalemosional, penyenderaan, penculikan tindak kekerasan ataupun kecelakaan. 3) Mengalami tindak kekerasan dalam keluarga. 4) Mengalami secara aktual dan atau terancam mengalami perkosaan, pelecehan, seksual yang mengancam integritas fisik dan harga diri. 5) Dipaksa atau terpaksa melakukan tindak kekerasan. 6) Kematian mendadak/ berpisah dari anggota keluarga/ orang yang dikasihi. 7) Berhasil selamat dari tindak kekerasan, bencana alam/ kecelakaan hebat. 8) Terpaksa pindah atau terusir dari kampung halaman. 9) Mendadak berada dalam keadaan terasing, tercabut dari lingkungan fisik, budaya, kerabat, teman sebaya yang dikenal. 10) Terputusnya hubungan dengan dunia luar, dilarang melakukan berbagai adat istiadat atau kebiasaan. 11) Kehilangan harta benda, sumber penghidupan, privasi (hak pribadi). 12) Berada dalam kondisi serba kekurangan pangan, tempat tinggal, kesehatan. d.

faktor risiko PTSD

27

menurut Weems, et al (2007) terdapat beberapa faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko seseorang mengalami PTSD, antara lain: 1.

Berat dan dekatnya trauma yang dialami. Semakin berat trauma yang dialami dan semkakin dekat posisi seseorang dengan suatu kejadian, maka semakin meningkatkan mengalami PTSD.

2.

Durasi trauma dan banyaknya trauma yang dialami. Semakin lama/ kronik seseorang mngalami kejadian trauma semakin berisiko berkembang menjadi PTSD. Trauma yang multiple lebih berisiko menjadi PTSD.

3.

Pelaku kejadian trauma. Semakin dekat hubungan antara pelaku dan korban semakin berisiko menjadi PTSD. Selain itu, kejadian trauma yang sangat interpersonal seperti kasus pemerkosaan juga salah satu faktor yang dapat meneyebabkan PTSD.

4.

Jenis kelamin, Breslau, et al (1997) dalam penelitiannya bahwa perempuan dua kali lipat lebih memungkinkan untuk mengalmai PTSD. Hal ini disebabkan oleh rendahnya sintesa serotonin pada perempuan (Connor & Butterfield, 2003).

5.

Status pekerjaan Status pekerjaan dapat mempengaruhi timbulnya stress dan lebih lanjut akan mencetuskan terjadinya perasaan tidak nyaman, sehingga lebih berisiko untuk menderita PTSD (Tarwoto & Wartonah, 2003).

28

6.

Usia PTSD dapat terjadi pada semua golongan usia tetapi anak-anak dan usia tua (>60 tahun) merupakan kelompok usia yang lebih rentan mengalami PTSD. Anak- anak memiliki kebutuhan dan kerentanan khusus jika dibandingkan dengan orang dewasa, karena masih adanya rasa ketergantungan dengan orang lain, kemampuan fisik dan intelektual yang sedang berkembang, serta kurangnya pengalaman hidup dalam memecahkan bernagai persoalan

sehingga

dapat

memepengaruhi

perkembangan

kepribadian seseorang. 7.

Tingkat Pendidikan Minimnya tingkat Pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingginya angka kejadian PTSD (Connor & Butterfield, 2003).

8.

Seseorang yang memiliki gangguan psikiatri lainnya seperti: depresi, fobia sosial, gangguan kecemasan. Seseorang yang hidup ditempat pengungsian (misalnya sedang berada di lokasi peperangan/ konflik di daerahnya) dan kurangnya dukungan sosial baik dari keluarga maupun lingkungan juga dapat memepengaruhi terjadinya PTSD.

e. Gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-V, 2013) ada tiga klasifikasi gejala PTSD, yaitu: 1) Intrusive Re-Experiencing

29

Intrusive Re-Experiencing adalah selalu kembalinya peristiwa traumatic dalam ingatan penderita. Gejalanya adalah sebagai berikut: (1) Perasaan, pikiran dan persepsi mengenai peristiwa muncul berulang-ulang; (2) Mimpi-mimpi buruk tentang peristiwa: (3) Pikiran-pikiran mengenai traumatic selalu muncul dalam bentuk ilusi, halusinasi dan mengalami Flashback mengenai peristiwa: (4)

Gangguan psikologis yang amat kuat ketika menyaksikan

sesuatu yang mengingatkan tentang peristiwa traumatic; (5) Terjadi reaktifitas fisik, seperti menggigil, jantung berdebar kencang, atau panik ketika bertemu yang mengingatkan peristiwa. 2) Avoidance Yaitu selalu menghindari sesuatu yang berhubungan dengan trauma yang berhubungan dengan trauma dan perasaan terpecah. Gejala-gejalanya sebagai berikut: (1)Berusaha menghindari situasi, pikiran-pikiran atau aktivitas yang berhubungan dengan peristiwa traumatic; (2)Kurangnya perhatian atau partisipasi dalam kegiatan sehari-hai; (3)Merasa terasing dari orang lain; (4) Membatasi perasaan-perasaan termasuk perasaan kasih sayang;

30

(5) Perasaan menyerah dan takut pada masa depan, termasuk tidak mempunyai harapan terhadap karir, pernikahan, anak-anak atau hidup normal.

3) Negative aterations in mood and cognition Yaitu

suatu

penyimpangan

secara

persisten

diantara

lain

menyalahkan diri sendiri atau orang lain, berkurangnya minat melakukan aktivitas, dan ketidakmampuan untuk mengingat aspekaspek yang menjadi kunci dari kejadian tersebut. 4) Arousal Yaitu kesadaran secara berlebihan, gejalanya antara lain sebagai berikut: (1) Mengalami gangguan tidur, atau bertahan untuk selalu tidur; (2) Mudah marah dan meledak-ledak; (3) Sulit untuk berkonsentrasi; (4) Kesadraan berlebih (hyper-arousal); (5) Penggugup dan mudah terkejut. f. Kriteria diagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Menurut DSM-V Diagnosis

yang

menyatakan

seseorang

mengalami

Post

Traumatic Stress Disorder (PTSD) diberikan oleh Dokter Spesialis Jiwa ataupun mental health professional (National Center for PTSD, 2016). Diagnose baru dapat ditegakkan apabila gangguan ini timbul

31

dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan). Namun kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan dengan manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat dari alternatif kategori gangguan lainnya. Kriteria ini digunakan untuk dewasa, remaja dan anak-anak di atas 6 tahun: 1. Paparan terhadap ancaman atau kejadian kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual, dari satu (atau lebih) kriteria dibawah ini: a) Langsung mengalami kejadian traumatis. b) Menjadi saksi mata, peristiwa tersebut terjadi pada orang lain. c) Menghadapi paparan berulang atau ekstrim kejadian traumatis yang tidak diinginkan. Tidak termasuk paparan lewat media elektronik, televise, film atau gambar yang berhubungan dnegan pekerjaan. 2. Adanya satu atau lebih gejala intrusi yang berhubungan dengan kejadian traumatis (Re-experiencing), dimulai setelah kejadian traumatis terjadi: a) Kejadian traumatis yang berulang, tidak disadari, dan menjadi ingatan yang terganggu. b) Mimpi distress yang berulang berhubungan denan kejadian traumatis.

32

c) Reaksi disosiatif dengan berperilaku atau berperasaan seolah kejadian traumatis terjadi kembali. (reaksi dapat terjadi berlanjut, dengan ekspresi paling ekstrim dari kehilangan total kesadaran akan kondisi disekelilingnya). d) Distress psikologis yang terjadi secara intens atau berkepanjangan jika berhadapan dengan hal atau symbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatic baik sebagian atau seluruhnya secara internal atau eksternal. e) Reaksi fisiologis yang berhadapan dengan hal atau symbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatik baik sebagian atau seluruhnya secara internal atau eksternal. 3. Perilaku penghindaran yang menetap terhadap stimulus yang berkaitan dengan peristiwa traumatik (Avoidance), yang dialami dan disertai dengan satu atau kedua gejala dibawah ini: a) Usaha menghindari ingatan, pikiran, atau perasaan yang berhubungan dengan kejadian traumatis. b) Usaha untuk menghindari atau secara langsung menghindari pengingat eksternal (orang, tempat, pembicaraan, aktivitas, objek, situasi) yang menghidupkan ingatan, pikiran, atau perasaan yang berhubungan dengan kejadian traumatis. 4. Perubahan negatif pada kognitif dan mood yang berhubungan dengan kejadian traumatis (Negative alterations in mood and

33

cognition), diawali atau bertambah parah setelah kejadian traumatis terjadi, yang ditunjukkan dengan dua atu lebih gejala dibawah ini: a) Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting kejadian traumatis (bisa berhubungan dengan amnesia disosiatif dan tidak dipengaruhi faktor lain seperti cedera kepala, alkohol, atau obatobatan). b) Kepercayaan yang persisten atau berlebihan atau ekspektasi tentang seseorang, orang lain, atau dunia (contoh: “Saya buruk”,” Tidak ada orang mempercayai saya”,” Dunia sangat berbahaya”, “seluruh sisitem sarah saya tidak bekerja permanen”). c) Gangguan kesadaran menetap tentang penyebab atau hasil dari kejadian traumatis yang menyebabka individu menyalahkan diri sendiri atau orang lain. d) Emosi negatif yang menetap (contoh: ketakutan, horror, kemarahan, perasaan bersalah, rasa malu). e) Penurunan jelas akan ketertarikan atau partisipasi dalam aktivitas. f) Merasa asing atau terpisah dari sekitarnya. g) Ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi positif (contoh: tidak dapat merasakan kebahagiaan, kepuasan atau rasa sayang). 5. Perubahan yang jelas pada kewaspadaan dan reaksi yang berhubungan dengan kejadian traumatis (Hyperarousal), diawali atau bertambah parah setelah kejadian traumatis terjadi, yang ditandai dengan dua atau lebih gejala dibawah ini:

34

a) Perilaku gelisah dan mudah mengalami ledakan kemarahan (dengan sedikit atau tanpa provokasi) yang ditandai dengan perkataan maupun perbuatan pada orang lain atau objek tertentu. b) Perilaku sembrono atau merusak diri sendiri. c) Hypervigilance (peningkaan kewaspadaan). d) Respon terkejut yang berlebihan. e) Kesulitan berkonsentrasi. f) Gangguan tidur. 6. Durasi dari gangguan (kriteria 1, 2, 3, 4, dan 5) terjadi lebih dari satu bulan. 7. Gangguan menyebabkan penderitaan atau kerusakan dalm fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. 8. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis dari zat (obat-obatan, alkohol) atau kondisi medik umum lainnya. Spesifikasi: 1. Dengan gejala disosiatif: gejala individu memenuhi kriteria PTSD dan sebagai respon terhadap stressor, individu juga mengalami gejala menetap atau berulang seperti dibawah ini: a) Depersonalisasi: pengalaman menetap atau berulang yang bersifat subjektif bahwa dirinya terasa tidak nyata, asing, atau tidak familiar. b) Derealisasi: pengalaman menetap atau berulang yang bersifat subjektif terhadap lingkungan yang tidak nyata.

35

g. Jenis-Jenis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) terbagi atas tiga jenis, yaitu: (1) PTSD akut, yaitu dimana tanda dan gejalanya terjadi pada rentang waktu 1-3 bulan. Namun, biasanya berakhir dalam kurun waktu satu bulan. Jika dalam waktu lebih dari satu bulan, individu tersebut harus segera menghubungi pelayanan kesehatan terdekat; (2) PTSD kronik, yaitu dimana tanda dan gejalanya berlangsung lebih dari tiga bulan dan jika tidak ada treatment yang dilakukan maka dapat bertambah berat sehingga akan mengganggu kehidupan sehari-hari orang tersebut; (3) PTSD with delayed onset, walaupun sebenarnya tanda dan gejala PTSD muncul pada saat setelah trauma, ada kalanya tanda dan gejalanya baru muncul minimal enam bulan bahkan bertahuntahun setelah peristiwa traumatic itu terjadi. Hal ini timbul pada saat memperingati hari kejadian traumatis tersebut atau bisa juga karena individu mengalami kejadian traumatis lain yang akan mengingatkan terhadap peristiwa traumatasi masa lalunya (Sadock & Sadock, 2007) C. Kerangka Teori Theory of Goal Attainment merupakan sebuah teori yang diperkenalkan oleh Imogene M. King pada tahun 1971. King mengidentifikasi kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) sebagai sebuah kerangka kerja sistem terbuka, dan teori ini sebagai suatu pencapaian tujuan. Kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) terdiri dari tiga sistem interaksi yang dikenal dengan Dynamic Interacting System, meliputi: Personal systems

36

(individualis), interpersonal system (groups) dan social system (keluarga, sekolah, industri, organisasi sosial, sistem pelayanan kesehatan, dan sebagainya). Asumsi dasar King tentang manusia seutuhnya (Human Being) meliputi sosial, perasaan, rasional, reaksi, kontrol, tujuan, orientasi kegiatan dan orientasi pada waktu. Dalam interaksi pada interpersonal system terjadi aktivitas-aktivitas yang dijelaskan sebagai Sembilan konsep utama, dimana konsep-konsep tersebut saling berhubungan dalam setiap situasi praktik keperawatan, yang meliputi: 1. Interaksi, King mendefiniskan interaksi sebagai suatu proses dari persepsi dan komunikasi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, individu dengan lingkungan yang dimanifestasikan sebagai perilaku verbal dan nonverbal dalam mencapai tujuan. 2. Persepsi diartikan sebagai gambaran seseorang tentang realita, persepsi berhubungan dengan pengalaman yang lalu, konsep diri, sosial ekonomi, genetika dan latarbelakang Pendidikan. 3. Komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain secara langsung mauapun tidak langsung. 4. Transaksi diartikan sebagai interaksi yang mempunyai maksud tertentu dalam pencapaian tujuan. Yang termasuk dalam transaksi adalah pengamatan perilaku dari interaksi manusia dengan lingkungannya.

37

5. Peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan dari posisi pekerjaannya dalam sistem sosial. Tolok ukurnya adalah hak dan kewajiban sesuai dengan posisinya. 6. Stress diartikan sebagai suatu keadaan dinamis yang terjadi akibat interaksi manusia dengan lingkungannya. Stress melibatkan pertukaran energi dan informasi antara manusia dengan lingkungannya untuk keseimbangan dan mengontrol stressor. 7. Tumbuh kembang adalah perubahan yang continue dalam diri individu. Tumbuh kembang mencakup sel, molekul dan tingkat aktivitas perilaku yang kondusif untuk membantu individu mencapai kematangan. 8. Waktu diartikan sebagai urutan dari kejadian/ peristiwa kemasa yang akan datang. Waktu adalah perputaran antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain sebagai pengalaman unik dari setiap manusia. 9.

Ruang

adalah

sebagai

suatu

hal

yang

ada

dimanapun

sama

38

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah

Dynamic Interacting System: 1. 2. 3.

Bencana tanah longsor (Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana)

Personal system Interpersonal system Social system

Dampak yang ditimbulkan:

Respon individu:

1. Dampak fisik 2. Dampak sosial 3. Dampak emosional dan kognitif (Agustin, 2010)

1. Segera (24 jam pertama) 2. Minggu 1-3 3. > 3 minggu (Akemat, Helena, Nurhaeni, 2011)

konsep interaksi interpersonal system: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Interaksi Persepsi Komunikasi Transaksi Peran Stress Tumbuh kembang Waktu Ruang

Faktor risiko terjadinya PTSD: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Berat dan dekatnya trauma Durasi dan banyaknya trauama yang dialami Pelaku kejadian trauma Jenis kelamin Status pekerjaan Usia Tingkat Pendidikan Seseorang yang memiliki gangguan psikiatri lainnya. (Weems, et al, 2007)

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) (sadock, B.J. & Sadock V.A., 2010)

Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi: Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, Akemat, Helena, Nurhaeni (2011): Agustin, (2010), Sadock, B.J. & Sadock,V.A (2010), Weems, et al, (2007)

39

D. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Bencana tanah longsor

Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Keterangan: : yang diteliti : Arah penelitian

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana gambaran Post traumatic stress disorder (PTSD) pada korban bencana tanah longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksankan di Dusun Rata Suren Desa Ngambal Kec. Karangkobar Kabupaten Banjarnegara. 2. Waktu penelitian Penelitian di mulai pada Bulan Februari 2018, meliputi persiapan, pelaksanaan dan penyusunan laporan. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah korban selamat tanah longsor dusun jemblung Banjarnegara tahun 2014 yang berjumlah 38 jiwa. 2. Sampel Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kriteria tersebut antara lain: Kriteria inklusi antara lain: a. Bersedia menjadi responden b. Mengalami sendiri peristiwa bencana tanah longsor

40

41

c. Berada ditempat saat dilakukan penelitian d. Responden yang berusia minimal 12 tahun Kriteria eksklusi antara lain: a. Tidak bersedia menjadi responden b. Tidak mengalami sendiri peristiwa bencana tanah longsor c. Tidak berada ditempat sat dilakukan penelitian d. Responden yang berusia kurang dari 12 tahun 3.

Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling, Sehingga sampel dalam penelitian ini berjumlah 38 responden.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran diagnostic PTSD yang berada di Dusun Rata Suren Desa Ngambal Kec. Karangkobar Banjarnegara. 2. Definisi Operasional Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Tingkat post traumatic stress disorder (PTSD)

Definisi variabel PTSD adalah suatu kejadian atau beberapa kejadian trauma yang dialami atau disaksiakan secara langsung oleh seseorang

Instrument Kuesioner ini merupakan adopsi dari Gulo, 2015 yang telah memodifikasi kuesioner dari kuisioner Post

Hasil ukur 1. Menunjukkan simtom Reexperiencing, minimal 1 simtom. 2. Menunjukkan simtom avoidance, minimal 1 simtom. 3. Menunjukkan

Skala Nominal

42

berupa kematian atau ancaman kematian, cidera serius, ancaman terhadap integritas fisik atas diri seseorang. Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan yang ekstrem, horror, rasa tidak berdaya

Traumatic Stress Disorder (PTSD) screening (PCL) yang bersumber dari National Center for PTSD (NCPTSD) dengan jumlah pertanyaan sebanyak 17 item. Pilihan jawaban: 1= tidak pernah 2= jarang 3= kadangkadang 4= sering 5= selalu

simtom negative alterations in mood cognition, minimal 2 simtom. 4. Menunjukkan simtom hyperarousal, minimal 2 simtom. (Sumber: DSM-v, 2013; NCPTSD, 2013)

C. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu: kuesioner data demografi dan kuesioner tanda dan gejala gangguan stres pascatrauma atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Kuesioner demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, status keluarga berupa ada tidaknya orang tua, jumlah saudara, pekerjaan orang tua, dan suku. Kuesioner yang mengukur tanda dan gejala gangguan stres pasctrauma yang digunakan peneliti dalam penelitian ini merupakan instrumen Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Screening (PCL) yang bersumber dari National Center for PTSD (NCPTSD), dimana kuesioner diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam Bahasa Indonesia. Kuesioner terdiri dari 17 pertanyaan yang terdiri dari 4 kelompok. Pertanyaan nomor 1-5 merupakan

43

kelompok simtom re-experiencing, pertanyaan nomor 6,7,10,11,12 merupakan kelompok simtom avoidance, pertanyaan nomor 8 dan 9 merupakan kelompok simtom negative alterations in mood and cognition, dan pertanyaan nomor 1317 merupakan kelompok hyperarousal. Dalam penentuan skoring diberi pilihan jawaban Selalu (SL) = 5, Sering (SR) = 4, Kadang-kadang (KD) = 3, Jarang (JR) = 2, Tidak Pernah (TP) = 1. Jawaban responden untuk kategori 3-5 dianggap memiliki salah satu simtom PTSD, sedangkan jawaban untuk kategori 1-2 dianggap tidak memiliki salah satu simtom PTSD, dengan mengikuti ketentuan kriteria diagnostik PTSD dari DSM-V-TR: - Minimal memiliki 1 simtom re-experiencing (pernyataan 1-5) - Minimal memiliki 1 simtom avoidance (pernyataan 6,7,10,11,12) - Minimal memiliki 2 simtom negative alterations in mood and cognition (pernyataan 8 dan 9) - Minimal memiliki 2 simtom hyperarousal (pernyataan 13-17)

Tabel 3.2 kisi-kisi kuisioner Variabel Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Jumlah aitem

Sub variabel dan indicator a. Mengalami kembali (reexperiencing) b. Penghindaran (avoidance) c. Negative alterations in mood and cognition d. Peningkatan kesadaran (hyperarousal)

pernyataan

jumlah

Unfavorabel Favorable Unfavorable

5 5 2

Favorable

5

17

44

D. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument yang akan digunakan dalam penelitian ini sudah pernah di gunakan oleh Gulo pada tahun 2015 dan sudah di uji validitas dengan hasil CVI 1. Hal ini berarti instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut telah valid, ini dibuktikan berdasarkan teori, bahwa nilai validitas CVI adalah 0,86 -1 (Polit & Beck, 2012). Selain uji validitas peneliti sebelumnya pun sudah melakukan uji reliabilitas menggunakan rumus Crombach Alpha dan diperoleh hasil 0,875. Hal ini menunjukkan bahwa instrument tersebut telah reliabel, ini dibuktikan berdasarkan teori bahwa kuisioner atau angket dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,7 (Riwidikdo, 2007). E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan a) Peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada Badan Pengelolaan Daerah (BAPEDA) Kabupaten Banjarnegara untuk melaksanakan penelitian. b) Peneliti melakukan pendekatan kepada Kepala Dusun Rata Suren Desa Ngambal Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara. c) Peneliti melakukan pendekatan kepada klien untuk mendapatkan persetujuan dari klien sebagai responden penelitian. d) Peneliti menerangkan tujuan penelitian kepada responden. e) Peneliti

memberikan

ditandatangani.

lembar

persetujuan

responden

untuk

45

f) Peneliti memberikan kuisioner kepada responden untuk mempelajari terlebih dahulu, bila ada pertanyaan yang sulit dimengerti. g) Peneliti mempersilahkan responden untuk mengisi kusioner. h) Peneliti melakukan pengolahan dan analisis data. i) Peneliti menarik kesimpulan atau generalisasi. j) Peneliti menyusun dan mempublikasikan laporan penelitian. 2.

Tahap pengolahan data a. Editing Editing dilakukan untuk meneliti kembali kuisioner yang sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan pengisian dan kesalahan pengisian. b. Coding Data Setelah data diteliti, langkah berikutnya yang dilakukan adalah memberi kode pada hasil kuesioner. Penentuan skor kuisioner pada setiap aspek, sebagai berikut: (1) Minimal memiliki 1 simtom (re- experiencing) (a) Iya, diberi kode 1 (b) Tidak, diberi kode 2 (2) Minimal memiliki 1 simstom Penghindaran (avoidance) (a) Iya, diberi kode 1 (b) Tidak, diberi kode 2 (3) Minimal memiliki 2 simtom Negative Aterations In Mood Cognition (a) Iya, diberi kode 1

46

(b) Tidak, diberi kode 2 (4) Minimal

memiliki

2

simtom

Peningkatan

Kesadaran

(hyperarousal) (a) Iya, diberi kode 1 (b) Tidak, diberi kode 2 c. Scoring dilakukan setelah coding hasil observasi responden sebagai berikut: 1) untuk pernyataan Favorable 1. Selalu (S)

skor 1

2. Sering (SR)

skor 2

3. Kadang-kadang (KK)

skor 3

4. Jarang (J)

skor 4

5. Tidak Pernah (TP)

skor 5

2) untuk pernyataan Unfavorable 1. Selalu (S)

skor 5

2. Sering (SR)

skor 4

3. Kadang-kadang (KK)

skor 3

4. Jarang (J)

skor 2

5. Tidak Pernah (TP)

skor 1

d. Entry Data setelah dilakukan pengkodean, kemudian dilakukan pemasukan data ke dalam software computer dengan SPSS. e. Tabulating Data

47

Tabulasi data merupakan kelanjutan dari entry data dan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. F. Analisis data Analisis data menggunakan analisis univariat adalah analisis yang menggambarkan karakteristik setiap variabel (Sugiyono, 2014). Sub variabel karakteristik responden (Re-experince, avoidance, simtom negative alterations in mood and cognition dan hyperarousal). Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban bencana tanah longsor di dusun jemblung Bnajarnegara tahun 2014. Hasil analisisnya disajikan dengan menggunakan distribusi frekuensi relatif dan presentase data demografi serta data gambaran tingkat Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dengan rumus sebagai berikut: 𝑃=

𝐹 𝑁

𝑋 100%

Keterangan: P

= Proporsi

F

= Frekuensi kategori

N

= Jumlah seluruh responden, (Budiarto, 2001).

G. Etika Penelitian Penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia (Nazir, 2005). Menurut Hidayat (2009), beberapa hal yang berkaitan dengan etika penelitian yaitu sebgai berikut:

48

1) Lembar persetujuan (Informed Consent) Lembar persetujuan merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Lembar persetujuan tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan lembar persetujuan adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. 2) Tanpa nama (Anomimity) Masalah etika keperawatan merupaakn masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitianyang disajikan. 3) Kerahasiaan (Confidentialy) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan keberhasilan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. 4) Pengunduran diri Jika responden yang mengundurkan diri sebagai responden, maka hal itu adalah suatu kelaziman dan tidak ada yang boleh melarang termasuk peneliti sendiri.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian tentang “Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Korban Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara” yang dilakukan pada bulan Maret 2018 dengan jumlah sampel 38 responden didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, dan Usia saat mengalami kejadian longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara tahun 2018. Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia 12-25 tahun 26-45 tahun 46-65 tahun Agama Islam Pendidikan SD SMP SMA/SMK Lain-lain Pekerjaan Pelajar Wiraswasta Tidak bekerja Lain-lain Suku Jawa

Frekuensi (f)

Persentase (%)

15 23

39,5 60,5

10 16 12

26,3 42,1 31,6

38

100

26 9 2 1

68,4 23,7 5,3 2,6

6 12 7 13

15,8 31,6 18,4 34,2

38

100

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa Sebagian besar jenis kelamin responden adalah perempuan sebanyak 23 responden (60,5%) dan yang

49

50

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 responden (39,5%), mayoritas responden berusia 26-45 tahun sebanyak 16 responden (42,1%), usia terbanyak kedua adalah rentang usia 46-65 tahun sebanyak 12 responden (31,6%) dan paling sedikit responden yang berusia 12-25 tahun adalah sebanyak 10 responden (26,3%). Seluruh responden dalam penelitian ini beragama islam (100%), mayoritas pendidikan responden adalah sekolah dasar (SD) sebanyak 26 responden (68,4%), Pendidikan terbanyak kedua adalah SMP sebanyak 9 responden (23,7%), responden yang berpendidikan SMA/SMK sebanyak 2 responden (5,3%) dan pendidikan lain-lain (tidak bersekolah) sebanyak 1 responden (2,6%). Sebagian besar pekerjaan responden adalah sebagai petani dan buruh (lain-lain) sebanyak 13 responden (34,2%), pekerjaan terbanyak kedua dari responden adalah wiraswasta sebanyak 12 responden (31,6%), responden yang tidak bekerja berjumlah 7 responden (18,4%) dan yang masih berstatus sebgai pelajar berjumlah 6 responden (15,8%) dan semua responden bersuku jawa (100%). Tabel 4.2 distribusi frekuensi dan persentase tanda dan gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) berdasarkan karakteristik responden di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara Data demografi

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur

Reexperiencing

Avoidance

Negative alteration in mood and cognition

Hyperarousal

(f)

(%)

(f)

(%)

(f)

(%)

(f)

(%)

15 22

39,5 57,9

15 22

39,5 57,9

15 23

39,5 60,5

12 20

31,6 52,6

51

12-25 tahun 26-45 tahun 46-65 tahun Agama Islam Pendidikan SD SMP SMA/SMK Lain-lain

Pekerjaan Pelajar Wiraswasta Tidak bekerja Lain-lain Suku Jawa

10 15 12

26,3 40,5 32,4

10 15 12

26,3 40,5 32,4

10 16 12

26,3 42,1 31,6

9 12 11

28,1 37,5 28,9

37

97,4

37

97,4

38

100

32

84,2

25 9 2 1

67,6 24,3 5,4 2,7

25 9 2

67,6 24,3 5,4 2,7

26 9 2 1

68,4 23,7 5,3 2,7

21 8 2 1

65,6 25 6.3 3,1

6 11 7 13

16,2 29,7 18,9 34,2

6 12 6 13

16,2 32,4 16,2 34,2

6 12 7 13

6 12 5 9

18,8 37,5 15,6 28,1

37

97,4

37

97,4

38

32

84,2

16,2 32,4 18,4 34,2 100

Berdasarkan pengelompokkan keempat gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), ditemukan mayoritas responden yang mengalami gejala PTSD adalah yang berjenis kelamin peremuan, yaitu sebanyak 60,5% mengalami gejala Negative alteration in mood and cognition, 57,9 % mengalami gejala re-experiencing dan Avoidance serta hyperarousal sebanyak 52,6%. Sedangkan laki-laki yang mengalami gejala PTSD lebih sedikit dibandingkan perempuan yaitu 39,5% mengalami gejala Re-experiencing, Avoidance dan Negative alteration in mood and cognition serta sebanyak 31,6% mengalami gejala Hyperarousal. Mayoritas responden yang mengalami gejala PTSD adalah pada rentang usia 26-45 tahun yaitu sebanyak 42,1% mengalami gejala Negative alteration in mood and cognition, 40,5% mengalai gejala Re-experiencing dan Avoidance serta hyperarousal sebanyak 37,5%. Pada rentang usia 46-65 tahun sebagian besar responden mengalami gejala Re-experiencing, Avoidance dan Negative

52

alteration in mood and cognition sebanyak 32,4% serta yang mengalami gejala Hyperarousal sebanyak 28,9%. Seluruh responden beragama islam dengan gejala terbanyak yaitu negative alteration in mood and cognition sebanyak 100%, gejala Re-experiencing sebanyak 97,4%, gejala Avoidance sebanyak 97,4 % dan gejala hyperarousal sebanyak 84,2%. Mayoritas responden berpendidikan SD dengan gejala reexperiencing sebanyak 67,6%, gejala avoidance sebanyak 67,6%, gejala negative alteration in mood cognition sebnayak 68,4 % dan gejala hyperarousal sebanyak 65,6%. Pendidikan terbanyak kedua adalah tingkat SMP yaitu dengan gejala re-experiencing sebanyak 24,3%, avoidance sebanyak 24,3 %, negative alteration in mood and cognition sebanyak 23,7% dan gejala hyperarousal sebanyak 25%. Pendidikan terbanyak ketiga adalah SMA/SMK dengan gejala re-experiencing sebnayak 5,4%, gejala avoidance sebanyak 5,4%, gejala negative alteration in mood and cognition sebanyak 5,3% dan hyperarousal sebanyak 6,3%. Sedangkan responden yang tidak memiliki Pendidikan dengan gejala re-experiencing sebnayak 2,7%, gejala avoidance sebanyak 2,7%, gejala negative alteration in mood and cognition sebanyak 2,7% dan gejala hyperarousal sebanyak 3,1%. Mayoritas responden berprofesi sebagai petani/buruh tani dengan gejala Re-experiencing sebanyak 34,2%, gejala avoidance sebanyak 34,2%, gejala negative alteration in mood and cognition sebanyak 34,2% dan gejala hyperarousal sebanyak 28,1%. Profesi terbanyak kedua adalah sebagai wiraswasta dengan gejala re-experiencing sebanyak 29,7%, gejala avoidance

53

sebanyak 32,4%, gejala negative alteration in mood and cognition sebanyak 32,4 dan gejala hyperarousal sebanyak 37,5%. Responden yang berprofesi sebagai pelajar dan mengalami gejala re-experiencing sebnayak 16,2%, dengan gejala avoidance sebanyak 16,2%, gejala negative alteration in mood and cognition sebanyak 16,2% dan gejala hyperarousal sebanyak 18,8%. Ada pula responden yang tidak bekerja dengan gejala re-experiencing sebanyak 16,9%, dengan gejala avoidance sebanyak 18,2%, gejala negative alteration in mood and cognition sebnayak 18,4% dan gejala hyperarousal sebanyak 15,6%. Seluruh responden bersuku jawa (100%) dengan gejala re-experiencing sebanyak 97,4%, gejala avoidance sebanyak 97,4%, gejala negative alteration in mood and cognition sebanyak 100% dan gejala hyperarousal sebanyak 84,2%. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase gambaran gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Korban Bnecana Tanah Longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara (n=38) Gambaran Gejala PTSD Korban Tanah Longsor Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara PTSD Tidak PTSD Total

Frekuensi (f)

Persentase (%)

30 8 38

78,9 21,1 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami keempat gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) sebanyak 30 responden

54

(78,9%), sedangkan responden yang tidak mengalami keempat gejala PTSD sebanyak 8 responden (21,1%). B. Pembahasan 1. Gambaran karakteristik, umur, jenis kelamin, agama, Pendidikan, pekerjaan, suku, dan usia ketika mengalami kejadian tanah longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 78,9% responden mengalami keempat tanda gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Jika dilihat dari data demografi, mayoritas responden yang mengalami tanda dan gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) berada pada rentang usia 26-45 tahun rentang usia ini dikategorikan sebagai usia dewasa awal sampai dewasa akhir (Depkes, 2009). Dimana masa dewasa merupakan puncak dari perkembangan sosial tahap perkembangannya. Depkes (2009) mengkategorikan usia sebagai berikut: usia 0-5 tahun adalah masa balita, usia 5-11 tahun adalah masa anak-anak, usia 12-25 tahun adalah remaja, usia 26-45 tahun adalah masa dewasa, usia 46-65 adalah masa dewasa dan usia 65 keatas adalah masa lansia. Dewasa dan perkembangannya memiliki tugas yang harus diselesaikan dengan sebaikbaiknya agar mampu secara optimal memasuki tahap perkembangan selanjutnya (Havigurst, 1991 dalam pratiwi, 2012), adapun yaitu: menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau

55

mengasuh anak, memikul tanggung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan suatu kelompok tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Pada masa dewasa, individu tidak mempunyai penyaluran emosi seperti halnya pada anak maupun remaja. Hal inilah yang menyebabkan orang dewasa kurang mampu untuk melakukan pendekatan yang fleksibel untuk mengatasi efek trauma (Kaplan dan Sadock, 1997). Gejala-gejala gangguan psikologis yang umumnya ditemukan pada orang dewasa yang menderita PTSD antara lain penggambaran rasa bersalah atau malu atas peristiwa traumatik, sering merasa terasing dan sendirian dengan perasaan ketidakpercayaan dan pengkhianatan (Jie dalam pratiwi, 2012). Hal tersebut didukung oleh pernyataan bahwa reaksi terhadap peristiwa traumatis yang muncul terkait dengan PTSD termasuk perasaan menyalahkan diri sendiri (Self-blame) dan adanya penilaian negative sebagai bentuk kemarahan (Denson, dkk dalam pratiwi, dkk; 2012). Selain itu, ada beberapa gejala gangguan fisik yang dialami mereka seperti tekanan darah tinggi penyakit pembuluh darah, energi yang lebih rendah, peningkatan sensitifitas terhadap rasa sakit, dan masalah pencernaan. Jangka Panjang gejala PTSD dapat mencakup dan penyakit jantung rematik yang disebabkan oleh peningkatan hormone stress (dalam pratiwi, dkk; 2012). Responden perempuan adalah yang terbanyak (60,5%) mengalami tanda dan gejala Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) dibandingkan lakilaki (39,5%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh National Institute of Mental Health (NIMH) pada tahun 2010 yang

56

mengemukakan bahwa prevalensi terjadinya PTSD lebih tinggi pada populasi perempuan, yaitu berkisar 10-20% sedangkan laki-laki berkisar 56%. Jenis kelamin berperan terhadap terjadinya gangguan psikologis, menurut penelitian yang dilakukan oleh Wang (2007) ada perbedaan respon antara laki-laki dan perempuan saat menghadapi konflik. Otak perempuan memiliki kewaspadaan yang negative terhadap adanya konflik dan stress, pada perempuan konflik memicu menimbulkan stress, gelisah, dan rasa takut. Sedangkan laki-laki umumnya menikmati adanya konflik dan persaingan, bahkan menganggap bahwa konflik dapat memberikan dorongan yang positif. Dengan kata lain, ketika perempuan mendapat tekanan, maka umumnya akan lebih mudah mengalami gangguan psikologis.

Oleh karena itu responden perempuan lebih banyak yang

mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dalam penelitian ini. Kepercayaan terhadap Tuhan juga berperan dalam membentuk penerimaan masyarakat terhadap kondisi pasca bencana yang dialami. Seluruh responden dalam penelitian ini beragama islam (100%) umat islam memiliki pemahaman mengenai “takdir” yang mana merupakan bentuk kekuasaan tuhan yang harus mereka terima sebagai konsekuensi dari perbuatan mereka. Kepercayaan akan takdir atau nasib ini juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ikeno (2000) terhadap korban gempa di Kobe jepang. Kepercayaan tersebut kemudian membuat mereka melakukan koping berupa usaha untuk sabar dan usaha untuk patuh terhadap takdir yang telah terjadi. Selain itu, terdapat banyak penelitian

57

terdahulu yang membuktikan bahwa agama atau kepercayaan berperan dalam membentuk perilaku koping seseorang serta interpretasi seseorang atas peristiwa. Salah satunya adalah penelitian Ai (2003) tentang pengaruh koping religiusitas pada sikap positif para pengungsi muslim dewasa di Bosnia dan Cosovo menunjukkan pula bahwa optimis para pengungsi dalam memandang situasi yang menekan, ternyata secara positif berhubungan dengan koping religius yang positif. Ajaran agama islam merupakan salah satu faktor yang dapat menjauhkan manusia dari perasaan cemas, tegang, depresi, yaitu dengan memohon kepada Allah SWT agar dalam kehidupan diberi ketenangan dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat (Hawari, 2006). Peneliti mendukung hasil penelitian tersebut karena dari hasil penelitian yang telah penliti lakukan bahwa responden dapat tetap survive dalam melanjutkan kehidupannya pasca bencana tanah longsor. Mayoritas pekerjaan responden pada penelitian ini adalah petani dan buruh tani yaitu sebanyak 34,2%. Sesuai dengan salah satu teori penyebab Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yaitu dinamika keluarga. Dimana tipe Pendidikan formal, kehidupan keluarga dan gaya hidup merupakan perkiraan yang signifikan terjadinya Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Pendidikan yang dibawah rata-rata, perilaku orang tua yang negative, dan kemiskinan merupakan predictor perkembangan Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) (Yosep, 2011). Menurut Malou, dkk. Dalam Davidson (2006;227) memiliki intelegensi tinggi tampakmya menjadi faktor protektif, karena hal itu diasosiasikan

58

dengan keterampilan koping yang baik. Menurut peneliti, seseorang yang memiliki Pendidikan rendah sedikit mendapatkan informasi tentang strategi koping/ketahanan jika terdapat bencana tanah longsor dusun jemblung. Dari data diatas (68,4%) masyarakat dengan pendidikan terakhir sekolah dasar yang mengalami

PTSD.

Hal

ini

disebabkan

kurang terampilnya

menggunakan mekanisme koping, saat terjadi kehilangan dan berduka akibat terjadinya bencana tanah longsor. Menurut (Jose, 2005 dalam Anam, 2016) faktor etnik dan sosioekonomi merupakan faktor risiko yang penting. Faktor sosioekonomi sulit untuk dikaji pada beberapa penelitian, karena dampak komunitas yang relatif homogen. Walaupun demikian, sebagian besar penelitian menyatakan bahwa penghasilan yang rendah merupakan faktor risiko terdampak morbiditas psikososial. Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan baik dari sosial, interpersonal dan intrapersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini (suliswati, 2005: 116). Menurut asumsi peneliti, Pekerjaan sebagai seorang petani dan lingkungan keluarga yang berada cukup jauh dari perkotaan menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang permasalahan psikologi yang mungkin dialami. Selain itu bencana tanah longsor tentu masih menghantui karena tempat relokasi yang sekarang menjadi hunian tetap masih berada di sekitar lereng. Para petani yang tidak lain adalah menjadi profesi utama responden yang mengalami PTSD banyak mengalami kerugian karena dampak longsor

59

yang telah terjadi tiga tahun lalu. Perekonomian yang sulit merupakan salah satu predictor berkembangnya gangguan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Penelitian ini dilakukan di Desa Rata Suren Kecamatan Ngambal Kabupaten Banjarnegara. Dimana Desa ini merupakan tempat relokasi bagi 27 kepala keluarga yang mendapat bantuan dari pemerintah berupa hunian tetap karena rumah yang terdampak rusak parah dan atau terdapat salah satu anggota keluarga yang menjadi korban jiwa dalam bencana tanah longsor tersebut. Sehingga korban yang masih selamat harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan memulai dari nol untuk melanjutkan kehidupannya karena lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi dewasa dalam menjalankan tugas perkembangannya. 2. Gambaran Tanda Gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada individu Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 78,9% responden yang memenuhi kriteria diagnostic PTSD. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh American Psychiatric Association (APA) dan Sadock & Sadock (2007) bahwa gejala PTSD dapat muncul pada 6 bulan pertama setelah peristiwa trauma dan dapat juga bersifat delay yaitu muncul bertahun-tahun setelah peristiwa trauma. Gejala-gejala dari gangguan relatif di dominasi oleh gejala seperti mengalami kembali peristiwa traumatic (Reexperiencing), gejala menghindar (Avoidance), perubahan negative pada kognitif dan mood yang berhubungan dengan kejadian traumatis (Negatif

60

alteration in mood and cognition), dan gejala hyperarousal (hyperarousal) yang dapat bervariasi dari waktu ke waktu. Reaktivasi gejala tersebut dapat terjadi sebagai respon terhadap adanya pengingat (reminders) terhadap trauma yang dialami, kehidupan yang penuh tekanan atau individu mengalami kejadian traumatis lain yang akan mengingatkan pada peristiwa di masa lalunya. Dari keempat pengelompokkan tanda dan gejala tersebut didapatkan sebanyak 100% responden mengalami gejala Negative alteration in mood and cognition, 97,4% penderita Post Traumatic Stres Disorder (PTSD) dengan tanda gejala Re-experiencing dan Avoidance serta 84,2% mengalami gejala hyperarousal. Gejala Negative alteration in mood and cognition (perubahan negative pada kognitif dan mood yang berhubungan dengan kejadian traumatis) dapat bermanifestasi penyimpangan secara persisten diantara lain menyalahkan diri sendiri atau orang lain, berkurangnya minat melakukan aktivitas, dan ketidakmampuan untuk mengingat aspek-aspek yang menjadi kunci dari kejadian tersebut. Adapun gejala yang sering ditemukan antara lain: 1) Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting kejadian traumatis (bisa berhubungan dengan amnesia disosiatif dan tidak dipengaruhi faktor lain seperti cedera kepala, alkohol, atau obat-obatan), 2) Kepercayaan yang persisten atau berlebihan atau ekspektasi tentang seseorang, orang lain, atau dunia (contoh: “Saya buruk”,” Tidak ada orang mempercayai saya”,” Dunia sangat berbahaya”, “seluruh sisitem sarah saya tidak bekerja permanen”), 3) Gangguan kesadaran menetap tentang

61

penyebab atau hasil dari kejadian traumatis yang menyebabka individu menyalahkan diri sendiri atau orang lain, 4) Emosi negatif yang menetap (contoh: ketakutan, horror, kemarahan, perasaan bersalah, rasa malu), 5) Penurunan jelas akan ketertarikan atau partisipasi dalam aktivitas, 6) Merasa asing

atau

terpisah

dari

sekitarnya,

7)

Ketidakmampuan

untuk

mengekspresikan emosi positif (contoh: tidak dapat merasakan kebahagiaan, kepuasan atau rasa sayang). Gejala-gejala PTSD bisa hilang timbul sepanjang hidup penderita, sehingga dapat megganggu fungsi kerja dan keefektifan hidup penderita PTSD. Dari hasil penelitian yang dilakukan, responden mengalami gejala berupa kesulitan dalam mengingat bagian-bagian penting dari pengalaman mengenai kejadian tanah longsor sebanyak 87,2%, gejala kurangnya minat dalam melakukan aktivitas yan dulunya disenangi sebanyak 89,7%, mengalami gejala merasa jauh atau dikucilkan oleh orang-orang sekitar sebanyak 79,5%, mengalami gejala tidak mampu merasakan kasih sayang dari orang-orang sekitar sebanyak 87,2%, sebanyak 41 % tidak merasa masa depan suram, mengalami sulit tidur sebanyak 76,9%, mengalami kesulitan mengontrol marah 6,7%. Semua responden mengalami gejala negative alteration in mood and cognition sebanyak 100% dimana responden tidak dapat mengingat hal-hal penting dari kejadian yang mereka alami, diduga responden mengalami amnesia disosiatif yaitu ketika individu tidak mampu mengingat detail personal atau hal-hal penting dan pengalaman yang sering kali berhubungan dengan kejadian

62

traumatis atau sangat menekan. Pada kondisi ini responden mengalami amnesia disosiatif berupa selective amnesia dimana individu gagal mengingat kembali beberapa hal, tetapi tida semua hal, detail kejadiankejadian yang terjadi selama periode waktu tersebut (Halgin, dkk, 2009) Gejala terbanyak kedua, sebanyak 97,4% responden mengalami gejala Re-experiencing. Menurut APA (2000), individu memiliki gejala kecemasan yang persisten atau meningkat yang tidak ada sebelum trauma. Gejala Re-experiencing ini dapat seperti penderita seakan-akan mengalami kembali peristiwa traumatic tersebut, individu seringkali teringat pada kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang hal itu. Penderitaan emosional yang mendalam ditimbulkan oleh stimuli yang menyimbolkan kejadian tersebut. Beberapa teori tentang PTSD menjadikan simtom ini sebagai ciri utama tersebut pada ketidakmampuan mengintegrasikan kejadian traumatik kedalam skema yang ada pada saat ini (Ardani, 2011). Bradshaw (2008) menjelaskan penelitiannya bahwa hanya sebagian kecil dari otak yang menampung pembicaraan serta pemahaman kata, sedangkan sebagian lain dari otak justru lebih banyak merespon gejala panik, flashback, respon terkejut perasaan kaku di leher dan tenggorokan. perasaan-perasaan tesebut sulit dijelaskan dalam bentuk kata-kata. Peristiwa traumatis mengirim sinyal pada amygdala (bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi) yang direspon dengan persepsi adanya ancamn (Fernandez & Solomom, 2001). Pengaktifan amygdala meningkatkan ingatan yang dimediasi oleh

63

Hippocampus. Peningkatan yang ekstrim mengganggu fungsi hippocampal (bagian otak yang menyimpan ingatan). Peningkatan yang berlebihan di amygda dalam menyebabkan respon emosional dan impresi sensorik yang terjadi karena berdasarkan penggalan informasi, daripada persepsi yang utuh pada objek. Ingatan dari peristiwa traumatis ini kemudian disimpan namun tidak diintegrasikan ke dalam ingatan semantic. Oleh sebab itu, informasi disimpan pada bentuk keadaan yang spesifik serta tidak dapat sepenuhnya diproses dan diintegrasikan (Fernendez & Solomom, 2001). Peningkatan tersebut menyebabkan terganggunya integrase pemrosesan informasi. Ini merupakan penyebab mengapa seseorang yang terdiagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) kerap kali mengalami gejala Reexperiencing. Gejala Re-experiencing dimanifestasikan menjadi seperti: 1) kejadian traumatis yang berulang, tidak disadari, dan menjadi ingatan yang mengganggu, 2) mimpi distress yang berulang yang mana isinya dan/atau mempengaruhi mimpi yangberhubungan dengan kejadian traumatis, 3) reaksi disosiatif (misalnya: kilas balik) dengan berperilaku atau berperasaan seolah kejadian traumatis terjadi kembali (reaksi dapat terjadi berlanjut, dengan ekspresi paling ekstrim dari kehilangan total kesadaran akan keberadaan sekelilingnya), 4) distress psikologis yang terjadi secara intens atau berkepanjangan jika berhadapan dengan hal atau symbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatic baik sebagian atau seluruhnya secara internal atau eksternal, 5) reaksi fisiologis yang berhadapan dengan

64

hal atau symbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatic baik sebagian atau seluruhnya secara internal atau eksternal. Dapat dilihat dari hasil penelitian yan telah dilakukan, responden mengalami gejala berupa berkali-kali terganggu dengan kenangan atau bayang-bayang tentang kejadian tanah longsor di Dusun Jemblung sebanyak 55,3%, berulang-ulang mimpi tentang kejadian tanah longsor sehingga menimbulkan stress sebanyak 81%, sering merasa seakan kejadian longsor muncul kembali sebanayak 84,2 %, merasa mudah tersinggung ketika ada seseorang yang mengingatkan kembali pada kejadian tanah longsor sebanyak 86,8% dan selalu merasakan keluhan fisik yang mengganggu jika mengingat kembali kejadian tanah longsor tersebut sebanyak 100%. Ini menunjukkan responden masih belum mampu mengintegrasikan kejadian traumatic yan dialami berupa tanah longsor di Dusun Jemblung kedalam skema kehidupan yang dijalani saat ini. Gejala Avoidance juga menunjukkan hasil yang sama banyaknya dengan gejala Re-experiencing yaitu sebanyak 97,4%. Gejala ini dimanivestasikan dengan berusaha keras untuk menghindari pikiran, perasaan, atau pembicaraan, mengenai peristiwa traumatic yang pernah dialami. Mengalami trauma yang berlangsung cepat tetapi mengancam nyawa membuat individu lebih sensitive terhadap berbagai hal yang mengingatkan nya tentang trauma yang pernah dialaminya. Seperti teori yang dikemukakan oleh (Foa & Rigs, 1994) tentang pengolahan trauma kognitif sangat sulit dilakukan oleh orang yang mengalami PTSD, hal ini

65

dikarenakan dalam mengaktifkan struktur ketakutan berati mengaktifkan unsur respon, sehingga ketika individu merasakan emosi yang luar biasa seseorang kemudian mencoba untuk berhenti berpikir tentang kejadian masa lalu. Kemudian berkembang antara upaya untuk mengasimilasi (yang mengarah ke pengalan yang diulang), dan upaya untuk menghindari ingatan dan emosi negative. Oleh karena itu seseorang yang mengalami PTSD akan menghindari stimuli yang mengingatkan tentang pengalaman trauma yang pernah dialami. Gejala hyperarousal dapat bemanifestasi sebagai kesulitan untuk memulai tidur atau mempertahankannya akibat mimpi buruk berulang mengenai peristiwa traumatic, hypervigilance atau sikap waspada berlebihan. Individu yang telah mengalami trauma akan bersikap waspada terhadap memori yang mengganggu. Mereka juga cenderung berhati-hati untuk memastikan bahwa cedera lebih lanjut tidak terjadi. Hypervigilance ditunjukkan sebagai perasaan rentan, takut kehilangan akan sesuatu hal, tidak dapat merasa tenang di temapat-tempat yang aman, ketakutan terhadap pengulangan kejadia, selalu mngantisipasi bencana, menjadi overprotective dimanifestasikan

atau

over

dengan

controlling. adanya

Gejala

peningkatan

hyperarousal respon

kejut

juga yang

berlebihan, iritabilitas atau ledaka kemarahan serta sulit berkonsentrasi atau menyelesaikan tugas-tugas. Adapun gejala yang sering ditemukan anatara lain: 1) perilaku sembrono atau merusak diri sendiri, 2) respon terkejut yang berlebihan, 3) kesulitan berkonsentrasi, 4) gangguan tidur.

66

Dalam penelitian ini responden yang mengaami gejala hyperarousal yaitu sebanyak 84,2% jumlah yang paling rendah disbanding gejala negative alteration in mood and cognition, Re-experiencing, dan avoidance. Hal ini dimungkinkan karena trauma sudah berlangsung cukup lama sehingga individu sudah beraktivitas seperti biasa. Gejala-gejala PTSD bisa hilang timbul sepanjang hidup penderita, sehingga dapat mengganggu fungsi kerja dan keefektifan hidup. Hasil penelitia yang dilakukan oleh Giacco, dkk (2013) menyatakan bahwa gangguan PTSD berkaitan erat dengan penurunan kualitas hidup seseorang. Analisis hasil penelitian terhadap pengaruh ketiga kelompok gejala PTSD terhadp perubahan kualitas hidup menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara perubahan gejala hyperarousal dengan perubahan kualitas hidup. Hubungan antara gejala hypersarousal dan kualitas hidup menunjukkan hubungan yang berekesinambungan. Ini artinya penurunan gejala hyperarousal dapat mengakibatkan peningkatan kualitas hidup. Sesuai dengan hasil penelitian bahwa jumlah respoden yang mengalami gejala hyperarousal lebih rendah dibanding gejala lainnya sehingga kualitas hidup responden juga meningkat. Responden dewasa yang terdiagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegra dengan mengalami gejala terbanyak berupa Negative alteration in mood and cognition, Reexperiencing, dan Avoidance. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa gejala ini masih saja dialami oleh orang dewasa tersebut adalah

67

lingkungan yang baru, harus memulai kehidupan dari nol karena harta benda yang hilang serta tempat relokasi yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian longsor sehingga responden yang terdiagnosa PTSD terus terpapar oleh stimulasi dan tempat relokasi masih berada di area rawan longsor yang tidak dapat ditebak kapan akan terjadi longsor, ini menyebabkan bertambahnya beban psikologis yang dialami responden dewasa di Desa Rata Suren Dusun Ngambal Kabupaten Banjarnegara. C. Keterbatasan dan Hambatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis memiliki beberapa keterbatasan yaitu metode yang digunakan adalah kuantitatif sehingga hanya berorientasi terbatas pada nilai dan jumlah akan lebih baik apabila menggunakan metode kualitatif. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah total sampling sehingga tidak dapat digeneralisasikan alangkah baiknya apabila peneliti selanjutnya mengguunakan teknik random sampling.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Setelah dilakukan penelitian dengan judul “Gambaran Post Traumatic Stress Disorder Korban Tanah Longsor di Dusun Jeblung Kabupaten Banjarnegara” yang dilakukan pada bulan Maret 2018 didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Diketahui dari data demografi responden mayoritas berusia 26-45 tahun sebanyak (42,1%), berjenis kelamin perempuan (60,5%), dengan tingkat Pendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak (68,4%), pekerjaan adalah petani dan buruh tani sebanyak (34,2%), serta seluruh responden beragama islam sebanyak (100%) dan bersuku jawa sebanyak (100%) 2. Dewasa pada umumnya mengalami tanda dan gejala serta memenuhi kritersia diagnostic Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) korban bencana tanah longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara, dengan jumlah data sebanyak 78,9%. 3. Dilihat dari pengelompokkan tanda dan gejala, di dominasi oleh gejala Negative alteration in mood and cognition sebanyak 100%, gejala Reexperiencing sebanyak 97,4 %, Avoidance sebanyak 97,4% dan hyperarousal sebanyak (84,2%) Responden yang mengalami gejala tersebut mayoritas berusia 26-45 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

68

69

B. SARAN 1. Bagi Praktik Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan maupun wawasan

tentang

pelaksanaan

standar

asuhan

keperawatan

untuk

mendukung upaya dalam peningkatan kesehatan psikologis khususnya pada responden yang mengalami gangguan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). 2. Bagi Pendidikan Keperawatan Melalui institusi pendidikan penting untuk memberikan materi tentang tindakan-tindakan psikososial yang dapat dilakukan oleh peserta didik kepada penyintas bencana alam untuk meminimalkan gangguan psikologis mengingat wilayah Indonesia termasuk wilayah yang rawan terjadinya bencana alam. Materi ini dapat diberikan melalui perkuliahan elektif Nursing Disaster. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dalam ruang lingkup yang sama atau terhadap gangguan psikologis lainnya. Penggunaan instrumen penelitian bisa menggunakan instrumen yang sudah ada ataupun dapat menggunakan instrumen

lain

yang

mengakomodasi

mempertimbangkan tahap perkembangan.

kriteria

PTSD

dengan

DAFTAR PUSTAKA Ai, A. L.2003. The Effect of Religious‐ Spiritual Coping on Positive Attitude of Adult Muslim Refugees from Kosovo and Bosnia. International Journal for Psychology of Religion,13. Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Anam, A. K., Martiningsih, W., & Ilus, I. (2016). Post-Traumatic Stress Dissorder of Kelud Mountain's Survivor Based on Impact of Event Scale–Revised (IES-R) in Kali Bladak Nglegok District Blitar Regency. Jurnal Ners dan Kebidanan, 3(1), 46-52. APA. (2000). DSM V-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV Text Revision). Washington, DC: American Psychiantric Association Press. Ardani, Tristriadi. 2011. Psikologi Abnormal. Bandung: CV. Lubuk Agung. Catapano, F., Malafronte, R., Lepre, F., Cozzolino, P., Arnone, R., Lorenzo, E., ... & Maj, M. (2001). Psychological consequences of the 1998 landslide in Sarno, Italy: a community study. Acta Psychiatrica Scandinavica, 104(6), 438-442. Dai, W., Kaminga, A. C., Tan, H., Wang, J., Lai, Z., Wu, X., & Liu, A. (2017). Long-term psychological outcomes of flood survivors of hard-hit areas of the 1998 dongting lake flood in china: Prevalence and risk factors. PLoS One, 12(2) diakses pad http://bit.ly/2iye17Z pukul 09.02 tanggal 7 desember 2017 Davison, G.C & Neale J.M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Departemen Kesehatan RI. 2009. Kategori Usia. Dalam http://kategoriumurmenurut-Depkes.html. Diakses pukul 23.11 wib tanggal 3 april 2018 Durand, V.M., Barlow, D.H., 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Edisi IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar pp. 295-297 Fatimah, f. n., & rokhman, m. a. (2016). post-traumatic stress disorder experienced by charlie in stephen chbosky’ s the perks of being a wallflower (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). Diakses pada http://bit.ly/2BaElRm pukul 03.13 tanggal 19 desember 2017

Firmansyah, T. (2017, Desember 30). Republika.co.id http://bit.ly/2GxORRJ pukul 19.32 WIB

diakses

pada

Fitriadi, M. W., Kumalawati, R., & Arisanty, D. (2017). Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana Tanah Longsor Di Desa Jaro Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong. JPG (Jurnal Pendidikan Geografi), 4(4). Diakses pada http://bit.ly/2pNGQ6N pukul 10.59wib tanggal 28 desember 2017 Gulo, Frida Nov Kristina (2015) Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (Ptsd) pada Remaja Teluk Dalam Pasca 8 Tahun Bencana Gempa Bumi di Pulau Nias diakses pada http://bit.ly/2FLYICL tanggal 17 januari 2018 pukul 23:27 WIB Groome, D., & Soureti, A. (2004). Post-traumatic stress disorder and anxiety symptoms in children exposed to the 1999 greek earthquake. British Journal of Psychology, 95, 387-97. diakses pada http://bit.ly/2A0heVu pukul 21.41 tanggal 21 novemver 2017 Halgin, P, Richard; Whitbourne, Krauss, Susan. 2009. Abnormal Psychology Clinical Perspective on Psychological Disorder. 6th Edition. Mc.Graw Hill. New York diakses pukul 24.16 wib tanggal 4 april 2018 Hawari, D.2006. Manajemen Stress & Depresi, FK UI, Jakarta. Ikeno, S. 2000. Cultural Roles and Coping Prosesses Among the Survivors of the Hanshin Awaji (Kobe) Earthquake, January, 1995: An Ethnographic Approach. Diakses16, 5, 2007 dari www.soc.kwansei.ac.jp John, R. Freedy, Maria M. Steenkamp, Kathryn M. Magruder, Derik E. Yeager. James S. Zoller, William J. Hueston, Peter J. Carek; Post-Traumatic Stress Disorder Screening Test Performance in Civilian Primary Care, Family Practice, volume 27, Issue 6, 1 Desember 2010, Pages 615-624 (https://doi.org/10.1093/fampra/cmq049 Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Edisi ke-7. Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara. p. 86-108. Keliat, B.A, Akemat, Helena Novy, dan Nurhaeni Heni. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course). Jakart: EGC Liu, M., Wang, L., Shi, Z., Zhang, Z., Zhang, K., & Shen, J. (2011). Mental health problems among children one-year after sichuan earthquake in china: A follow-up study. PLoS One, 6(2) doi:http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0014706 diakses pada http://bit.ly/2jms1SK pukul 09.19 wib tanggal 7 desember 2017

Masril, M. (2017). Konseling Post Traumatic Stress Disorder Dengan Pendekatan “Terapi Realitas”. Proceeding Iain Batusangkar, 1(1), 184-192. Diakses pada http://bit.ly/2BIxY6U pukul 03.17 wib tanggal 19 desember 2017 Navarro-Mateu, F., Salmerón, D., Vilagut, G., Tormo, M. J., Ruíz-Merino, G., Escámez, T., . . . Kessler, R. C. (2017). Post-Traumatic Stress Disorder And Other Mental Disorders In The General Population After Lorca’s Earthquakes, 2011 (Murcia, Spain): A Cross-Sectional Study. PLoS One, 12(7) doi:http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0179690 diakses pada http://bit.ly/2z92GSo pukul 21.29 tanggal 21 november 2017 National Institute of Mental Health. 2010. Depression and College Students. NIMH:1-8. diakses pada 23.11 wib tanggal 3 april 2018 Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nurcahyani, F., Dewi, E. I., & Rondhianto, R. (2016). Pengaruh Terapi Suportif Kelompok terhadap Kecemasan pada Klien Pasca Bencana Banjir Bandang di Perumahan Relokasi Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten Jember (The Effect of Supportive Group Therapy toward the Client’s Anxiety after Flash Flood Disaster. Pustaka Kesehatan, 4(2), 293-299. Diakses pada http://bit.ly/2jJjdJS pukul 22.17 wib tanggal 21 november 2017. Parkinson, F. (2000). Post-trauma Stress: Reduce long-term effects and hidden emotional damage caused by violence and disaster. Da Capo Press. Polit, D.F. and Beck, C.T. (2012) Nursing Research: Generating and Assessing Evidence for Nursing Practice. 9th Edition, Lippincott, Williams & Wilkins, Philadelphia. Pratiwi, C. A., Karini, S. M., & Agustin, R. W. (2012). Perbedaan Tingkat PostTraumatic Stress Disorder Ditinjau Dari Bentuk Dukungan Emosi pada Penyintas Erupsi Merapi Usia Remaja dan Dewasa Di Sleman, Yogyakarta. Wacana, 4(8). Purborini, N. (2017). Gambaran Kondisi Psikososial Masyarakat Lereng Merapi Pasca 6 Tahun Erupsi Gunung Merapi. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1(1). Diakses pada http://bit.ly/2BbtAdE Pukul 07.58 tanggal 22 november 2017. Riwidikdo. 2007. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Bina Pustaka.

Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007.Anxiety Disorder in : Kaplan Sadock’s Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry, 10th Edition.New York: Lippincott Williams & Wilkin. Hal 580IV Text Revision). Washington, DC: American Psychiantric Association Press Sonpaveerawong, J. (2017). Prevalence of Psychological Distress and Mental Health Problems among the survivors in the Flash Floods and Landslide in Southern Thailand. Walailak Journal of Science and Technology (WJST), 15(1). Subagyo, W. (2016). Pemulihan PTSD Dengan Play Therapy Pada Anak-Anak Korban Bencana Tanah Longsor Di Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Keperawatan Soedirman, 11(1), 62-68. Diakses pada http://bit.ly/2BaDJXU pukul 22.11 wib tanggal 21 november 2017. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Videbeck, Sheila L, (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Wang J, Korczykowski M, Rao H, Fan Y, Pluta J, Gur RC, McEwen BS, Detre JA. Gender difference in neural response to psychological stres. SCAN. 2007; 2: 227–239 diakses pukul 23.19 wib tanggal 3 april 2018 Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Medika. Zhang, Z., Wang, W., Shi, Z., Wang, L., & Zhang, J. (2012). Mental health problems among the survivors in the hard-hit areas of the yushu earthquake. PLoS One, 7(10)doi:http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0046449.

Kepada Yth. Saudara/i………. Di Tempat Dengan hormat, Saya yang bertandatangan di bawah ini adalah Mahasiswa Program Studi Keperawatan

S1

Fakultas

Ilmu

Kesehatan

Universitas

Muhammadiyah

Purwokerto: Nama : Novi isnaini hidayah Nim

: 1411020025

Akan melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada Korban Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung Banjarnegara”. Untuk maksud tersebut, saya akan mengumpulkan data dari Bapak/Ibu dan dengan kerendahan hati, saya meminta kesediaannya untuk menjadi responden. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan, kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika saudara/I tidak bersedia menjadi responden, maka tidak ada paksaan bagi responden, namun jika bersedia, mohon saudara/i menandatangani pernyataan persetujuan menjadi responden. Atas perhatian dan kesediannya saya ucapkan terimakasih.

Peneliti,

(Novi isnaini hidayah)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama

:

Umur

:

Alamat

: Bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian dengan judul

“Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada Korban Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung Banjarnegara” dan saya akan memberikan jawaban yang jujur demi kepentingan penelitian ini. Demikian pernyataan ini saya buat secara sukarela dan tidak ada paksaan dari pihak siapapun.

Banjarnegara,

2018

Responden

(……………………………)

INSTRUMEN PENELITIAN Kode

:

Tanggal

:

Petunjuk Umum Pengisian 1. Isilah dengan lengkap. 2.Untuk data yang dipilih, beri tanda (√) pada kotak yang tersedia dan atu isi sesuai jawaban. 3. Setiap pertanyaan harus diisi dengan satu jawaban.

A. Data Demografi 1. Inisial : 2. Usia

:

tahun

3. Jenis kelamin: 4. Agama

:

5. Pendidikan :

laki-laki

perempuan

islam

katolik

kristen

Hindu

SD

SMP

Perguruan Tinggi 6. pekerjaan

:

7. Suku

:

SMA/SMK Lain-lain, sebutkan_____

Pelajar

wiraswasta

PNS

tidak bekerja

Lain-lain, sebutkan_____ jawa

padang

Batak

Nias

Lain-lain, sebutkan_____

Budha

8. Usia ketika mengalami kejadian tanah longsor 12 Desember 2014 :_____ tahun B. Kuesioner untuk PTSD Tuliskan Tanda chek list (√) pada kolom yang tersedia untuk pilihan jawaban yang tepat menurut saudara.  SL

: Selalu *Tanda/gejala terjadi berulang- ulang dan pasti secara periodik.

 SR

: Sering *Tanda/gejala tidak selalu berulang secara periodik tetapi frekuensinya lebih banyak terjadi bila dibandingkan dengan kadang-kadang.

 KD

: Kadang- kadang *Contoh: sekitar 2-3 kali setahun

 JR

: Jarang * Contoh: sekitar 1 kali setahun

 TP

: Tidak Pernah Pernyataan:

1. Berkali- kali terganggu dengan kenangan atau bayang-bayang tentang kejadian tanah longsor 12 Desember 2014. Tidak pernah selalu

jarang

kadang-kadang

sering

2. Mimpi yang mengganggu berulang-ulang tentang kejadian tanah longsor tersebut Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 3. Seringkali merasa seakan kejadian tersebut muncul kembali. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 4. Mudah tersinggung ketika ada seseorang yang mengingatkan kembali pada kejadian tanah longsor tersebut. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 5. Merasakan jantung berdebar/ berkeringat dingin ketika ada sesuatu yang mengingatkan kembali pada kejadian tanah longsor tersebut. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 6. Tidak menghindari memikirkan/membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kejadian tanah longsor tersebut. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 7. Menghindari aktivitas yang mengingatkan kembali pada kejadian tanah longsor tersebut. Tidak pernah selalu

jarang

kadang-kadang

sering

8. Mengalami kesulitan dalam mengingat bagian-bagian penting dari pengalaman mengenai kejadian tanah longsor tersebut. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 9. Kurangnya minat dalam melakukan hal-hal yang dulunya disenangi. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 10. Tidak merasa jauh ataupun dikucilkan orang-orang sekitar. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 11. Mampu merasakan kasih sayang dari orang-orang sekitar. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 12. Saya tidak merasa masa depan suram. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 13. Tidak mengalami sulit tidur ataupun sering terjaga di malam hari. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

kadang-kadang

sering

selalu 14. mampu mengontrol marah. Tidak pernah selalu

jarang

15. Mudah berkonsentrasi. Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 16. Tidak waspada atau berjaga-jaga secara berlebihan Tidak pernah

jarang

kadang-kadang

sering

selalu 17. Tidak gugup atau gampang merasa khawatir. Tidak pernah selalu

jarang

kadang-kadang

sering

Tabel 4.1 Gambaran karakteristik, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, dan Usia saat mengalami kejadian longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara tahun 2018 Statistics

N

jenis kelamin

umur

usia saat kejadian

agama

pendidikan

pekerjaan

suku

Valid

38

38

38

38

38

38

38

Missing

0

0

0

0

0

0

0

Frequency Table jenis kelamin

Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

laki-laki

15

39.5

39.5

39.5

perempuan

23

60.5

60.5

100.0

Total

38

100.0

100.0

umur

Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

12-25

10

26.3

26.3

26.3

26-45

16

42.1

42.1

68.4

46-65

12

31.6

31.6

100.0

Total

38

100.0

100.0

usia saat kejadian

Valid

Cumulative Percent 31.6

12-25

Frequency 12

Percent 31.6

Valid Percent 31.6

26-45

18

47.4

47.4

78.9

46-65

8

21.1

21.1

100.0

Total

38

100.0

100.0

agama

Valid

Islam

Frequency 38

Percent 100.0

Valid Percent 100.0

Cumulative Percent 100.0

pendidikan

Valid

Frequency 26

Percent 68.4

Valid Percent 68.4

Cumulative Percent 68.4

SMP

9

23.7

23.7

92.1

SMA/SMK

2

5.3

5.3

97.4

lain-lain

1

2.6

2.6

100.0

38

100.0

100.0

SD

Total

pekerjaan

Frequency Valid

pelajar wiraswasta tidak bekerja

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

6

15.8

15.8

15.8

12

31.6

31.6

47.4

7

18.4

18.4

65.8 100.0

lain-lain

13

34.2

34.2

Total

38

100.0

100.0

suku

Frequency Valid

Jawa

38

Percent 100.0

Valid Percent 100.0

Cumulative Percent 100.0

Tabel 4.4 distribui frekuensi dan persentase tanda dan gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) berdasarkan karakteristik responden di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara

Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid

Missing

Percent

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

jenis kelamin * avoidance

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

jenis kelamin * negative alteration in mood and cognition

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

umur * Re-experiencing

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

umur * avoidance

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

umur * negative alteration in mood and cognition

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

umur * hyperarousal

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

jenis kelamin * Re-experiencing

jenis kelamin * hyperarousal

N

Total

N

Percent

N

Percent

jenis kelamin * Re-experiencing Crosstab

jenis kelamin

laki-laki

Count % within jenis kelamin

perempuan

Total

Re-experiencing tidak mengalami mengalami 15 0

Total mengalami 15

100.0%

.0%

100.0%

% within Re-experiencing

40.5%

.0%

39.5%

% of Total

39.5%

.0%

39.5%

Count

22

1

23

% within jenis kelamin

95.7%

4.3%

100.0%

% within Re-experiencing

59.5%

100.0%

60.5%

% of Total

57.9%

2.6%

60.5%

37

1

38

Count % within jenis kelamin % within Re-experiencing % of Total

97.4%

2.6%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

97.4%

2.6%

100.0%

jenis kelamin * avoidance Crosstab

avoidance

jenis kelamin

laki-laki

mengalami 15

0

mengalami 15

100.0%

.0%

100.0%

% within avoidance

40.5%

.0%

39.5%

% of Total

39.5%

.0%

39.5%

22

1

23

Count % within jenis kelamin

perempuan

Total

Total

tidak mengalami

Count % within jenis kelamin

95.7%

4.3%

100.0%

% within avoidance

59.5%

100.0%

60.5%

% of Total

57.9%

2.6%

60.5%

37

1

38

97.4%

2.6%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

97.4%

2.6%

100.0%

Count % within jenis kelamin % within avoidance % of Total

jenis kelamin * negative alteration in mood and cognition Crosstab

jenis kelamin

laki-laki

perempuan

Total

negative alteration in mood and cognition

Total

mengalami 15

mengalami 15

% within jenis kelamin

100.0%

100.0%

% within negative alteration in mood and cognition

39.5%

39.5%

% of Total

39.5%

39.5%

Count

Count

23

23

% within jenis kelamin

100.0%

100.0%

% within negative alteration in mood and cognition

60.5%

60.5%

% of Total

60.5%

60.5%

38

38

% within jenis kelamin

100.0%

100.0%

% within negative alteration in mood and cognition

100.0%

100.0%

% of Total

100.0%

100.0%

Count

jenis kelamin * hyperarousal Crosstab

jenis kelamin

laki-laki

perempuan

Total

hyperarousal tidak mengalami mengalami 12 3

Count

Total mengalami 15

% within jenis kelamin

80.0%

20.0%

100.0%

% within hyperarousal

37.5%

50.0%

39.5%

% of Total

31.6%

7.9%

39.5%

20

3

23

% within jenis kelamin

87.0%

13.0%

100.0%

% within hyperarousal

62.5%

50.0%

60.5%

% of Total

52.6%

7.9%

60.5%

32

6

38

% within jenis kelamin

84.2%

15.8%

100.0%

% within hyperarousal

100.0%

100.0%

100.0%

84.2%

15.8%

100.0%

Count

Count

% of Total

umur * Re-experiencing Crosstab

umur

12-25

Count % within umur

26-45

46-65

Total mengalami 10

100.0%

.0%

100.0%

% within Re-experiencing

27.0%

.0%

26.3%

% of Total

26.3%

.0%

26.3%

15

1

16

Count % within umur

93.8%

6.3%

100.0%

% within Re-experiencing

40.5%

100.0%

42.1%

% of Total

39.5%

2.6%

42.1%

12

0

12

Count % within umur

Total

Re-experiencing tidak mengalami mengalami 10 0

100.0%

.0%

100.0%

% within Re-experiencing

32.4%

.0%

31.6%

% of Total

31.6%

.0%

31.6%

Count % within umur % within Re-experiencing % of Total

37

1

38

97.4%

2.6%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

97.4%

2.6%

100.0%

umur * avoidance Crosstab

avoidance

umur

12-25

mengalami 10

0

mengalami 10

100.0%

.0%

100.0%

% within avoidance

27.0%

.0%

26.3%

% of Total

26.3%

.0%

26.3%

15

1

16

Count % within umur

26-45

46-65

Count % within umur

93.8%

6.3%

100.0%

% within avoidance

40.5%

100.0%

42.1%

% of Total

39.5%

2.6%

42.1%

12

0

12

100.0%

.0%

100.0%

% within avoidance

32.4%

.0%

31.6%

% of Total

31.6%

.0%

31.6%

Count % within umur

Total

Total

tidak mengalami

Count % within umur % within avoidance % of Total

37

1

38

97.4%

2.6%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

97.4%

2.6%

100.0%

umur * negative alteration in mood and cognition Crosstab

umur

12-25

Count % within umur

26-45

Total

mengalami 10

mengalami 10

100.0%

100.0%

% within negative alteration in mood and cognition

26.3%

26.3%

% of Total

26.3%

26.3%

16

16

Count % within umur

46-65

negative alteration in mood and cognition

100.0%

100.0%

% within negative alteration in mood and cognition

42.1%

42.1%

% of Total

42.1%

42.1%

12

12

Count

% within umur

Total

100.0%

100.0%

% within negative alteration in mood and cognition

31.6%

31.6%

% of Total

31.6%

31.6%

38

38

% within umur

100.0%

100.0%

% within negative alteration in mood and cognition

100.0%

100.0%

% of Total

100.0%

100.0%

Count

umur * hyperarousal Crosstab

Umur

12-25

26-45

46-65

Total

Count

hyperarousal tidak mengalami mengalami 9 1

Total mengalami 10

% within umur

90.0%

10.0%

100.0%

% within hyperarousal

28.1%

16.7%

26.3%

% of Total

23.7%

2.6%

26.3%

Count

12

4

16

% within umur

75.0%

25.0%

100.0%

% within hyperarousal

37.5%

66.7%

42.1%

% of Total

31.6%

10.5%

42.1%

11

1

12

Count % within umur

91.7%

8.3%

100.0%

% within hyperarousal

34.4%

16.7%

31.6%

% of Total

28.9%

2.6%

31.6%

32

6

38

84.2%

15.8%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

84.2%

15.8%

100.0%

Count % within umur % within hyperarousal % of Total

Case Processing Summary Cases Valid

Missing

Total

agama * re-experience

N 38

Percent 100.0%

N 0

Percent .0%

N 38

Percent 100.0%

agama * avoidance

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

agama * negative alteration in mood and cognition

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

agama * hyperarousal

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

pendidikan * re-experience

pendidikan * avoidance

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

pendidikan * negative alteration in mood and cognition

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

pekerjaan * re-experience

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

pekerjaan * avoidance

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

pekerjaan * negative alteration in mood and cognition

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

pekerjaan * hyperarousal

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

suku * re-experience

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

suku * avoidance

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

38

100.0%

0

.0%

38

100.0%

pendidikan * hyperarousal

suku * negative alteration in mood and cognition suku * hyperarousal

agama * re-experience Crosstabulation Count re-experience tidak mengalami mengalami gejala agama

islam

Total

Total

mengalami

37

1

38

37

1

38

agama * avoidance Crosstabulation Count avoidance

agama

islam

Total

mengalami gejala 37

Total

tidak mengalami gejala

37

1

mengalami gejala 38

1

38

agama * negative alteration in mood and cognition Crosstabulation Count

agama Total

islam

negative alteration in mood and cognition

Total

mengalami gejala

mengalami gejala 38

38

38

38

agama * hyperarousal Crosstabulation Count hyperarousal tidak mengalami mengalami gejala gejala agama

islam

Total

Total mengalami gejala

32

6

38

32

6

38

pendidikan * re-experience Crosstabulation Count

pendidikan

SD

re-experience tidak mengalami mengalami gejala 25 1

Total

mengalami 26

SMP

9

0

9

SMA/SMK

2

0

2

lain-lain

1

0

1

37

1

38

Total

pendidikan * avoidance Crosstabulation Count avoidance mengalami gejala pendidikan

SD

Total

tidak mengalami gejala

mengalami gejala

25

1

26

SMP

9

0

9

SMA/SMK

2

0

2

lain-lain

1

0

1

37

1

38

Total

pendidikan * negative alteration in mood and cognition Crosstabulation Count

pendidikan

Total

SD

negative alteration in mood and cognition

Total

mengalami gejala

mengalami gejala 26

26

SMP

9

9

SMA/SMK

2

2

lain-lain

1

1

38

38

pendidikan * hyperarousal Crosstabulation Count hyperarousal tidak mengalami mengalami gejala gejala pendidikan

SD

Total mengalami gejala

21

5

26

SMP

8

1

9

SMA/SMK

2

0

2

1

0

1

32

6

38

lain-lain Total

pekerjaan * re-experience Crosstabulation Count

pekerjaan

pelajar wiraswasta tidak bekerja lain-lain

Total

re-experience tidak mengalami mengalami gejala 6 0 11

1

Total

mengalami 6 12

7

0

7

13

0

13

37

1

38

pekerjaan * avoidance Crosstabulation Count avoidance mengalami gejala pekerjaan

pelajar wiraswasta tidak bekerja lain-lain

Total

Total

tidak mengalami gejala 6

0

mengalami gejala 6

12

0

12

6

1

7

13

0

13

37

1

38

pekerjaan * negative alteration in mood and cognition Crosstabulation Count negative alteration in mood and cognition

Total

mengalami gejala pekerjaan

mengalami gejala

pelajar wiraswasta

6

6

12

12

tidak bekerja lain-lain Total

7

7

13

13

38

38

pekerjaan * hyperarousal Crosstabulation Count hyperarousal tidak mengalami mengalami gejala gejala pekerjaan

pelajar

Total mengalami gejala

6

0

6

12

0

12

tidak bekerja

5

2

7

lain-lain

9

4

13

32

6

38

wiraswasta

Total

suku * re-experience Crosstabulation Count re-experience tidak mengalami gejala

mengalami suku

jawa

Total

Total

37

1

mengalami 38

37

1

38

suku * avoidance Crosstabulation Count avoidance

suku Total

jawa

mengalami gejala 37 37

Total

tidak mengalami gejala 1

mengalami gejala 38

1

38

suku * negative alteration in mood and cognition Crosstabulation Count

suku

negative alteration in mood and cognition

Total

mengalami gejala

mengalami gejala

jawa

Total

38

38

38

38

suku * hyperarousal Crosstabulation Count hyperarousal mengalami gejala suku

jawa

Total

Total

tidak mengalami gejala

mengalami gejala

32

6

38

32

6

38

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase gambaran gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Korban Bnecana Tanah Longsor di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara (n=38)

Frequency Table mengalami gejala

Frequency Valid

mengalami semua gejala tidak menglami semua gejala Total

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

30

78.9

78.9

78.9

8

21.1

21.1

100.0

38

100.0

100.0

Foto dokumentasi penelitian

Related Documents

Skripsi Ku Complete Ok.docx
November 2019 3
Ku
April 2020 40
Skripsi
December 2019 83
Skripsi
May 2020 46
Skripsi
June 2020 43
Skripsi
May 2020 41

More Documents from "Syamsudin"