Penyebab : Mycobacterium tuberkulosis
Faktor Risiko : - Kependudukan (usia, jenis kelamin, status gizi, ekonomi) - Lingkungan : kepadatan, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, ketinggian
TB Paru
Gejala : Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih
Penularan: Pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan darah
Pengendalian : Penemuan Pasien
Pasif
Aktif
Promosi aktif ke masyarakat
Kelompok rentan tertular TB
Pendidikan Kesehatan
Pemeriksaan dahak SPS
Pengobatan Tidak terjadi penularan Sumber : Depkes RI, 2,m007; Notoatmodjo, 2003; Kemenkes RI, 2011 Skema 2.2 Kerangka Teori
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal yang khusus. Konsep hanya dapat diamati melalui variabel, yaitu simbol tau lambang dari konsep yang akan diteliti. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konsep sebagai dasar dalam penelitian ini sebagai berikut :
Pre-test
Intervensi
Post-test
Kelompok Intervensi ] Deteksi dini TB paru sebelum diberikan Peer Group berupa pendidikan Kelompok Kontrol kesehatan Deteksi dini TB paru sebelum intervensi
Pendidikan kesehatan
Pemberian Pelayanan di Puskesmas Skema 3.1 Kerangka Konsep
Deteksi dini TB paru sesudah diberikan Peer Group Berupa pendidikan kesehatan Deteksi dini TB paru sesudah intervensi
Efektifitas Penkes
B. Defenisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional
Variabel (1) Independen Pendidikan kesehatan
Defenisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pendidikan yang Lembar Pelaksanaan Diberikan Ordinal diberikan pada checklist pendidikan pendidikan masyarakat tentang kesehatan kesehatan penyakit TB paru dan pentingnya deteksi Tidak diberikan dini penyakit TB pendidikan paru kesehatan
Dependen tanda Kuesioner Wawancara Deteksi dini Pemeriksaan dan gejala penyakit TB paru TB paru melalui pemeriksaan dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan ke Puskesmas berupa Sewaktu-PagiSewaktu (SPS)
Deteksi dini TB Ordinal paru melalui 3 x pemeriksaan dahak
C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konsep diatas maka dapat dirumuskan hipotesa pada penelitian ini sebagai berikut : a. Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak
Situak Wilayah Kerja Puskesmas
Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 b. Ada pengaruh intervensi terhadap deteksi dini TB Paru pada kelompok kontrol di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten
Lima
Puluh
Kota
Tahun
2017
c. Efektifitas pendidikan kasehatan terhadap deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak Mungo
Kabupaten
Lima
Situak Wilayah Kerja Puskesmas
Puluh
Kota
Tahun
2017
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah desain quasi-eksperimen dengan
rancangan non randomizet control group pretest postest design, yaitu penelitian semu dengan pengelompokan anggota sampel pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak (Notoatmodjo 2010, p.62). Bentuk rancangan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 4.1 Rancangan Penelitian Subjek
Pretest
Perlakuan
Postest
Kel. Eksperimen
01
X1
02
Kel. Kontrol
03
X2
04
Keterangan : K
= Subjek Penelitian masyarakat beresiko TB paru
01,3
= Keadaan Subjek Penelitian Sebelum Dilakukan Intervensi
X1
= Intervensi melalui pendidikan kesehatan
X2
= Pelayanan Deteksi Dini TB Paru di Puskesmas
02,4
= Keadaan Subjek Penelitian Setelah Dilakukan Intervensi
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota, pada bulan Januari Februari 2017.
C. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoatmojo 2010, p.115). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat suspek TB paru yang terdapat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota, berjumlah 16 orang.
2.
Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sample, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmojo 2010, p.124). Besar sampel minimal dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
(t-1) (r-1) 15 di mana t = banyak kelompok perlakuan r = jumlah replikasi ket : ( 2 – 1 ) ( r – 1 ) 15 r – 1 15/1
r = 15/1 + 1 r = 16 (Budijanto 2010, p.34) Berdasarkan rumus tersebut, maka sampel pada penelitian ini berjumlah 16 orang masyarakat suspek TB paru, yang terdiri dari 8 orang kelompok eksperimen dan 8 orang kelompok kontrol. Adapun kriteria sampel yang akan digunakan adalah sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi : 1) Bertempat tinggal di sekitar rumah pasien TB paru 2) Bisa diajak komunikasi dengan baik 3) Sudah mengikuti sosialisasi tentang penyakit TB paru 4) Bersedia menjadi responden b. Kriteria Eklusi : 1) Tidak berada di tempat setelah 3 kali kunjungan 2) Sudah melakukan deteksi dini TB paru melalui pemeriksaan dahak SPS
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak pertama (Bustami 2011, p.72). Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan observasi langsung pemeriksaan dahak SPS yang dilakukan oleh responden. Data primer ini terdiri dari data demografi responden dan data deteksi dini TB paru yang dilakukan responden.
2. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang didapatkan dari sumber lain yang dibutuhkan untuk kepentingan penelitian (Bustami 2011, p.73). Data sekunder diperoleh dari Puskesmas sehubungan dengan jumlah suspek TB dan pasie TB yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota.
E. Prosedur Penelitian Peneliti memulai proses pengumpulan data ini diawali dengan meminta izin ke bagian Litbang STIKes Fort De Kock, dilanjutkan dengan permohonan izin ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lima Puluh Kota dan Puskesmas Mungo. Setelah semua izin didapatkan, kemudian peneliti melihat data pasien TB paru yang terdapat di Jorong Bukit Gombang Situak dan memilih sampel penelitian. Peneliti menemukan jumlah sampel sebanyak 16 orang, yang terdiri dari 8 kelompok eksperimen dan 8 kelompok kontrol. Untuk kelompok eksperimen, peneliti temui dengan melakukan kunjungan rumah (ketuk pintu). Selanjutnya peneliti memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tujuan dan manfaat penelitian, resiko dan hak-hak sebagai responden. Setelah responden menyetujui dan kooperatif, responden diminta menandatangani persetujuan menjadi responden. Setelah responden menyetujui dan menandatangani informed consent, kemudian penelitian meminta data demografi pasien seperti umur, pendidikan, pekerjaan, dan status gizinya. Setelah data demografi diperoleh, peneliti mengajukan pertanyaan tentang deteksi dini TB paru yang sudah dilakukan responden, dan mencatatnya dalam lembar checklist. Kemudian responden
diberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit TB paru dan deteksi dini penyakit TB paru, sedangkan kepada kelompok kontrol hanya dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dini TB paru ke Puskesmas. Setelah 1 minggu pemberian pendidikan kesehatan, peneliti kembali menemui responden untuk menanyakan pemeriksaan dini TB paru yang telah mereka lakukan. Kemudian data diolah dan dianalisa. Langkah-langkah penelitian tersebut dapat dilihat pada skema berikut : Mendapat izin penelitian tertulis dari Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock
Mendapatkan Izin dari Kepala Kesbanglinmaspol Kabupaten Lima Puluh Kota
Mendapatkan Izin dari Pimpinan Puskesmas Mungo
Menentukan masyarakat yang akan dijadikan sampel penelitian, sesuai dengan kriteria inklusi, terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Memberikan Informed Consent kepada responden, dan mengisi data pre-test Melakukan pendidikan kesehatan pada kelompok eksperimen melalui kunjungan rumah (ketuk pintu) dan menganjurkan kelompok kontrol untuk melakukan pemeriksaan dahak ke Puskesmas Mengisi data post-test setelah 1 minggu pengumpulan data pretest
Data pre-test dan post-test dikumpulkan untuk diolah serta dianalisa Skema 4.1 Prosedur Penelitian
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 1.
Pengolahan data a. Editing
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kelengkapan, kejelasan dan kesesuaian data. Dari penilaian pre test dan post test yang telah dilakukan. b. Coding Merupakan tahap kedua dari pengolahan data, dimana proses ini penting dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data yang masuk. Pengkodean dilakukan pada lembar observasi yang telah diisi. c. Entry data (procesing) Tahap dilakukan kegiatan proses dan tahap semua data yang lengkap dan benar untuk dianalisis. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer
mulai
dari
entri
data
pada
tabulating
dan
juga
mendeskripsikan hasilnya. d. Cleaning Data dicek kembali, dan tidak terdapat kesalahan pada data yang sudah di entri (Notoatmodjo 2010, p.177). 2. Teknik Analisa Data a. Analisa Univariat Analisa ini dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian, yang disajikan dalam bentuk
statistik deskriptif meliputi mean, minimal-maksimal dan standar deviasi (Notoatmodjo 2010, p.182). b. Analisa Bivariat Sebelumnya dilakukan uji normalitas menggunakan uji shapiro wilk, karena sampelnya 16 orang (< 50). Jika hasil uji normalitas diperoleh p < 0,05 artinya data tidak terdistribusi normal, maka untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan digunakan uji willcoxon, dan untuk melihat efektifitas pendidikan kesehatan terhadap deteksi dini TB digunakan uji mann withney. Sebaliknya jika hasil uji normalitas diperoleh p > 0,05 artinya data terdistribusi normal, sehingga analisis bivariat menggunakan t-test dependent dan t-test independent. Untuk mengetahui diterima dan ditolaknya hipotesa sesuai dengan signifikansi yang ditetapkan yaitu menggunakan interval kepercayaan 0.05. Hipotesa diterima jika probabilitas < 0,05 dan Hipotesa ditolak jika nilai probabilitas
>
0,05
(Hastono
dan
Sabri
2006,
p.122).
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisa Univariat Analisa
ini
dilakukan
untuk
menjelaskan
atau
mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian, yang disajikan dalam bentuk statistik deskriptif meliputi mean, minimal-maksimal dan standar deviasi. Adapun hasil analisa univariat adalah : 1. Deteksi Dini TB Sebelum Pendidikan Kesehatan Tabel 5.1 Deteksi Dini TB Paru Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan pada Masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 Standar MinDeteksi Dini TB N Mean 95 % CI Deviasi Max Pre-test 8 0,25 0,463 0–1 -0,14 - 0,64 Berdasarkan tabel 5.1 diatas diketahui rata-rata deteksi dini TB sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah 0,25 dengan standar deviasi 0,463. Deteksi dini TB minimum adalah 0 kali dan maximum 1 kali. Hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa 95 % CI (Confident Interval) diyakini rata-rata deteksi dini TB sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah
-0,14
-
0,64.
2. Deteksi Dini TB Sesudah Pendidikan Kesehatan Tabel 5.2 Deteksi Dini TB Paru Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan pada Masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 Standar MinDeteksi Dini TB N Mean 95 % CI Deviasi Max Post-test 8 2,75 0,463 2–3 2,36 - 3,14 Berdasarkan tabel 5.2 diatas diketahui rata-rata deteksi dini TB sesudah diberikan pendidikan kesehatan adalah 2,75 dengan standar deviasi 0,463. Deteksi dini TB minimum adalah 2 kali dan maximum 3 kali. Hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa 95 % CI (Confident Interval) diyakini rata-rata deteksi dini TB sesudah diberikan pendidikan kesehatan adalah 2,36 - 3,14. 3. Deteksi Dini TB Sebelum Intervensi (Kelompok Kontrol) Tabel 5.3 Deteksi Dini TB Paru Sebelum Intervensi pada Masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 Standar MinDeteksi Dini TB N Mean 95 % CI Deviasi Max 0,518 0–1 -0,06 – 0,81 Pre-test 8 0,38 Berdasarkan tabel 5.3 diatas diketahui rata-rata deteksi dini TB sebelum intervensi adalah 0,38 dengan standar deviasi 0,518. Deteksi dini TB minimum adalah 0 kali dan maximum 1 kali. Hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa 95 % CI (Confident Interval) diyakini rata-rata deteksi dini
TB
sebelum
intervensi
adalah
-0,06
–
0,81.
4. Deteksi Dini TB Sesudah Intervensi (Kelompok Kontrol) Tabel 5.4 Deteksi Dini TB Paru Sesudah Intervensi pada Masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 Standar Min95 % CI Deteksi Dini TB N Mean Deviasi Max 0,535 1–3 1,55 – 2,45 Post-test 8 2,00 Berdasarkan tabel 5.4 diatas diketahui rata-rata deteksi dini TB sesudah intervensi adalah 2 dengan standar deviasi 0,535. Deteksi dini TB minimum adalah 1 kali dan maximum 3 kali. Hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa 95 % CI (Confident Interval) diyakini rata-rata deteksi dini TB sesudah intervensi adalah 1,55 – 2,45.
B. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk melihat efektifitas pendidikan kesehatan terhadap deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017. Sebelumnya dilakukan uji normalitas menggunakan uji shapiro wilk karena jumlah sampel < 50. Hasil uji normalitas diperoleh bahwa terdapat data yang tidak normal (p < 0,05) pada hasil pengukuran pre-test dan post-test. Oleh sebab analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji wilcoxon dan uji mann withney.
Hasil
analisa
bivariat
pada
penelitian
ini
adalah
:
1. Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Deteksi Dini TB Paru Tabel 5.5 Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Deteksi Dini TB Paru pada Masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 Z Score Mean Max p value Pengukuran SD Min Different - Pre-test 0,463 0 1 2,585 0,010 2,5 - Post-test 0,463 2 3 Berdasarkan tabel 5.5 diatas diketahui perbedaan rata-rata deteksi dini TB paru sebelum dan sesudah diberiken pendidikan kesehatan adalah 2,5 (2,75 – 0,25), dengan nilai pvalue 0,010 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak
Situak Wilayah Kerja
Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017. 2. Pengaruh Intervensi (Kelompok Kontrol) terhadap Deteksi Dini TB Paru Tabel 5.6 Pengaruh Intervensi terhadap Deteksi Dini TB Paru pada Masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 Pengukuran
-
Pre-test Post-test
Mean Different
SD
Min
Max
1,62
0,518 0,535
0 1
1 3
Z Score
2,530
pvalue
0,011
Berdasarkan tabel 5.5 diatas diketahui perbedaan rata-rata deteksi dini TB paru sebelum dan sesudah intervensi adalah 1,62 (2,00 – 0,38), dengan nilai pvalue 0,011 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh intervensi terhadap deteksi dini TB Paru pada masyarakat di
Jorong Bukit Gombak
Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo
Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 3. Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Deteksi Dini TB Paru Tabel 5.7 Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Deteksi Dini TB Paru pada Masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 Peningkatan Deteksi Dini N pvalue Mean SD TB -
Eksperimen Kontrol
16 16
2,06 1,50
0,772 0,516
0,015
Berdasarkan tabel 5.7 diatas diketahui rata-rata peningkatan deteksi dni TB paru pada kelompok eksperimen adalah 2,06 dengan standar deviasi 0,772. Rata-rata peningkatan deteksi dini TB pada kelompok kontrol adalah 1,50 dengan standar deviasi 0,516. Hasil uji statistik menggunakan uji mann withney diperoleh pvalue 0,015 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan kesehatan efektif dalam deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak
Situak Wilayah Kerja
Puskesmas
Kota
Mungo
Kabupaten
Lima
Puluh
Tahun
2017.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat 1. Deteksi Dini TB Sebelum Pendidikan Kesehatan Berdasarkan tabel 5.1 diketahui rata-rata deteksi dini TB sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah 0,25 dengan standar deviasi 0,463. Deteksi dini TB minimum adalah 0 kali dan maximum 1 kali. Hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa 95 % CI (Confident Interval) diyakini rata-rata deteksi dini TB sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah 0,14 - 0,64. Penemuan kasus bertujuan untuk mendapakan kasus TB melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap suspek TB, pemeriksaan fisik dan laboratories, menentukan diagnosis dan menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan tatalaksana pasien TB (Kemenkes RI 2011, p.11). Menurut teori L. Green dalam Notoatmodjo (2010) terdapat 3 faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi terwujud dalam pendidikan, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dsb. Faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik, dan tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan. Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan
53
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain serta dukungan dari keluarga (Notoatmodjo 2010, p.76). Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian Agung (2013) tentang Rendahnya Proporsi Kontak yang Melakukan Deteksi Dini Tuberkulosis Paru di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun 2012, bahwa proporsi kontak serumah yang melakukan deteksi dini hanya sebesar 22,55%. Menurut asumsi peneliti, perilaku masyarakat untuk melakukan deteksi dini TB paru masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa diantara 8 orang kelompok eksperimen, hanya terdapat 2 orang (25 %) responden yang melakukan deteksi dini melalui pemeriksaan dahak sewaktu. Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali karena adanya keluhan batuk yang tidak kunjung sembuh lebih dari 2 minggu. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua, namuan responden ini tidak mengembalikan pot dahak pada pagi hari ke dua. responden ini mau melakukan pemeriksaan dahak karena mereka termotivasi dengan anjuran petugas untuk melakukan pemeriksaan dahak, agar diketahui penyakit yang diderita. Responden yang tidak mau memeriksakan dahaknya kembali ke puskesmas bisa disebabkan karena mereka mengganggap batuk yang dialami adalah batuk biasa, dan merasa enggan untuk menampung dahak dalam pot tersebut. Anggapan tersebut timbul karena kurangnya pengetahuan mereka tentang penyakit TB paru dan deteksi dni TB paru,
sehingga akhirnya melahirkan sikap yang kurang mendukung terhadap deteksi dini TB paru.
2. Deteksi Dini TB Sesudah Pendidikan Kesehatan Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata deteksi dini TB sesudah diberikan pendidikan kesehatan adalah 2,75 dengan standar deviasi 0,463. Deteksi dini TB minimum adalah 2 kali dan maximum 3 kali. Hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa 95 % CI (Confident Interval) diyakini rata-rata deteksi dini TB sesudah diberikan pendidikan kesehatan adalah 2,36 - 3,14. Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar akan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang kompeten yang mampu melakukan pemeriksan terhadap gejala dan keluhan tersebut. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Kemenkes RI 2011, p.11). Sejalan dengan penelitian Handayani (2011) tentang Pengaruh Pendidikan
Kesehatan
terhadap
Tingkat
Pengetahuan
dan
Sikap
Masyarakat tentang Pencegahan Tuberkulosis Paru di Dusun Kayangan Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat setelah diberikan pendidikan kesehatan, dimana 91,4 %
responden memiliki pengetahuan cukup dan baik, serta 74,3 % responden memiliki sikap positif . Dimana peningkatan pengetahuan dan sikap ini sangat berpeluang untuk terjadinya peningkatan perilaku untuk melakukan deteksi dini TB paru. Menurut asumsi peneliti, perilaku masyarakat untuk melakukan deteksi dini TB paru mengalami peningkatan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit TB paru.
Hal ini dapat dilihat dari hasil
pengumpulan data, bahwa sebanyak 6 orang (75 %) kelompok eksperimen mengumpulkan dahak sesuai standar SPS. Namun masih ditemukan 2 orang responden yang tidak mengumpulkan dahak I (Sewaktu), hal ini bisa disebabkan karena pada saat pemeriksaan tersebut mereka tidak bisa mengeluarkan dahak, namun mereka tetap mengumpulkan dahak selanjutnya (pagi dan sewaktu). Terjadinya peningkatan perilaku tersebut karena melalui pendidikan kesehatan yang telah diberikan, responden dapat menyadari bahwa batuk yang mereka alami kemungkinan merupakan gejala TB paru, karena mereka beresiko untuk menderita TB paru. Resiko ini disebabkan adanya keluarga atau tetangga yang menderita TB paru. Setelah mendengarkan pendidikan kesehatan tersebut, maka responden termotivasi untuk melakukan pemeriksaan dahak SPS.
3. Deteksi Dini TB Sebelum Intervensi (Kelompok Kontrol) Berdasarkan tabel 5.3 diketahui rata-rata deteksi dini TB sebelum intervensi adalah 0,38 dengan standar deviasi 0,518. Deteksi dini TB minimum adalah 0 kali dan maximum 1 kali. Hasil estimasi dapat
disimpulkan bahwa 95 % CI (Confident Interval) diyakini rata-rata deteksi dini TB sebelum intervensi adalah -0,06 – 0,81. Standar untuk diagnosis TB paru terdiri dari Standar 1: Penemuan gejala batuk produktif selama 2 – 3 minggu atau lebih, yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk Tuberkulosis. Standar 2: semua pasien diduga menderita TB paru dan mengeluarkan dahak harus dilakukan pemeriksaan mikroskopik dahak minimal 2 kali dan sebaiknya 3 kali (Sundari, dkk 2011, p.14). Sejalan dengan penelitian Multieles dan Laborin (2013) tentang Penemuan kasus Tuberkulosis Paru melalui Screening of Respiratory Symptomatics Menggunakan sputum Mikroskop di Mexico. Hasil penelitian diketahui bahwa dari 122 subyek yang setuju untuk memiliki sputum mereka dianalisis untuk TB, hanya 57 (46,7%) membawa sampel ke laboratorium TB. Menurut asumsi peneliti, sedikitnya responden yang melakukan pemeriksaan dahak sesuai standar sebelum intervensi disebabkan kurangnya kesadaran mereka bahwa mereka beresiko terhadap penyakit TB paru. Pada umumnya responden beranggapan bahwa batuk yang dialami adalah batuk biasa, bahkan ada yang berpendapat bahwa batuk tersebut ada kaitannya dengan mistik, sehingga lama untuk sembuh. Bagi responden yang merasa tidak nyaman dengan batuk ini, maka mereka memeriksakan kesehatan ke puskesmas dan di Puskesmas diminta sampel dahaknya. Namun karena adanya keyakinan bahwa batuk yang dialami
tidak berkaitan dengan penyakit TB paru, maka responden tersebut tidak kembali untuk mengumpulkan dahaknya.
4. Deteksi Dini TB Sesudah Intervensi (Kelompok Kontrol) Berdasarkan tabel 5.4 diketahui rata-rata deteksi dini TB sesudah intervensi adalah 2 dengan standar deviasi 0,535. Deteksi dini TB minimum adalah 1 kali dan maximum 3 kali. Hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa 95 % CI (Confident Interval) diyakini rata-rata deteksi dini TB sesudah intervensi adalah 1,55 – 2,45. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasilitas pelayanan kesehaan. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasilitas pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium (Kemenkes RI 2011, p.11). Sejalan dengan penelitian Handayani (2011) tentang Pengaruh Pendidikan
Kesehatan
terhadap
Tingkat
Pengetahuan
dan
Sikap
Masyarakat tentang Pencegahan Tuberkulosis Paru di Dusun Kayangan
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa tidak terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap responden tentang pencegahan penyakit tuberkolusis paru pada kelompok kontrol, yaitu masih terdapat 57,1 % kelompok kontrol yang memiliki sikap negatif. Sikap yang negatif ini bisa diartikan bahwa kecendrungan mereka untuk bertindak melakukan deteksi dini TB paru masih rendah. Menurut asumsi peneliti, responden yang pergi memeriksakan kesehatan ke Puskesmas dengan keluhan batuk sudah lebih dari 2 minggu akan diminta sampel dahaknya oleh petugas. Sebelumnya petugas memberikan penjelasan bahwa sampel dahak tersebut perlu dikumpulkan untuk mengetahui kemungkinan penyakit yang diderita, seperti TB paru. Responden diminta untuk mengumpulkan dahak pada 3 waktu, namun tidak semuanya yang mengumpulkan dahak tersebut. Bagi responden yang patuh dan yakin dengan pemeriksaan petugas, maka mereka akan mengumpulkan dahak tersebut. Namun bagi responden yang tidak yakin dengan penjelasan petugas, maka mereka tidak mengumpulkan dahak sesuai dengan permintaan petugas.
B. Analisa Bivariat 1. Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Deteksi Dini TB Paru Berdasarkan tabel 5.5 diketahui perbedaan rata-rata deteksi dini TB paru sebelum dan sesudah diberiken pendidikan kesehatan adalah 2,5 (2,75 – 0,25), dengan nilai pvalue 0,010 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap deteksi dini TB Paru
pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak
Situak Wilayah Kerja
Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017. Pendidikan kesehatan yaitu upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran dan sebagainya. Pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo 2003, p.12). Sejalan dengan penelitian penelitian Ummami (2016) tentang Pengaruh
Pendidikan
Kesehatan
Tentang
Tuberkulosis
Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Penderita Dalam Pencegahan Penularan Tuberkulosis Di Puskesmas Simo, bahwa terdapat pengaruh yang signifikan mengenai pendidikan kesehatan tentang tuberculosis terhadap
peningkatan
pengetahuan
dan
sikap
penderita terhadap
pencegahan penularan tuberculosis di Puskesmas Simo, Kabupaten Boyolali (p = 0,000). Menurut asumsi peneliti, adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap deteksi dini TB paru disebabkan melalui pemberian pendidikan kesehatan tersebut, responden dapat memahami dan sadar bahwa batuk yang dialami adalah gejala TB. Melalui materi tentang TB dan deteksi TB paru yang diberikan pada pendidikan kesehatan tersebut, responden bisa tahu bahwa batuk yang mereka alami tersebut merupakan gejala TB paru. Mereka juga menyadari bahwa mereka beresiko menderita TB paru karena adanya tetangga atau keluarga yang menderita TB paru tersebut. Adanya
pemahaman dan kesadaran tentang resiko TB paru dan pentingnya deteksi dini TB paru, maka responden termotivasi dan mau melakukan pemeriksaan dahak SPS.
2. Pengaruh Intervensi (Kelompok Kontrol) terhadap Deteksi Dini TB Paru Berdasarkan tabel 5.5 diketahui perbedaan rata-rata deteksi dini TB paru sebelum dan sesudah intervensi adalah 1,62 (2,00 – 0,38), dengan nilai pvalue 0,011 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh intervensi terhadap deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017. Berdasarkan Permenkes RI No 565/Menkes/PER/III/2011 tentang Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2011-2014, maka pemerintah daerah, masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan/penelitian, serta lembaga swadaya masyarakat dituntut untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan program pengendalian tuberculosis. Pendidikan kesehatan tentang penyakit TB merupakan salah satu upaya untuk pengendalian tuberculosis. Penelitian yang dilakukan oleh Malaseme (2010) tentang Pengaruh Pemberian Penyuluhan Pada Penderita Suspek Tuberkulosis Paru terhadap Hasil Pemeriksaan Sputum Basil Tahan Asam (BTA) di RSUD. Sele Be Solu Kota Sorong Provinsi Papua Barat, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna hasil BTA positif kelompok kontrol dan kelompok intervensi (penyuluhan) (p = 0,093). Perbedaan ini disebabkan karena pada
penelitian Malasemen, yang diteliti adalah perbedaan hasil pemeriksaan sputum, bukan perilaku untuk melakukan pemeriksaan sputum. Menurut asumsi peneliti, adanya pengaruh intervensi dari petugas terhadap deteksi dini TB paru karena responden yakin dan percaya dengan pemeriksaan yang dilakukan petugas di Puskesmas. Namun, intervensi dari petugas di Puskesmas yang menganjurkan responden untuk memeriksakan dahaknya, tidak sepenuhnya diikuti oleh responden. Hal ini tergantung pada keyakinan mereka terhadap hasil pemeriksaan petugas. Bagi responden yang memiliki keyakinan bahwa penyakit mereka tidak ada kaitannya dengan TB paru, maka mereka tidak mengembalikan pot dahak tersebut.
3. Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Deteksi Dini TB Paru Berdasarkan tabel 5.7 diketahui rata-rata peningkatan deteksi dni TB paru pada kelompok eksperimen adalah 2,06 dengan standar deviasi 0,772. Rata-rata peningkatan deteksi dini TB pada kelompok kontrol adalah 1,50 dengan standar deviasi 0,516. Hasil uji statistik menggunakan uji mann withney diperoleh pvalue 0,015 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan kesehatan efektif dalam deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak
Situak Wilayah Kerja Puskesmas
Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017. Hasil yang diharapkan dari suatu pendidikan kesehatan adalah perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif, yang mengandung dimensi berikut : Perubahan perilaku, yaitu perubahan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan menjadi perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan; Pembinaan perilaku, agar masyarakat yang sudah mempunyai perilaku hidup sehat tetap dilanjutkan atau dipertahankan; Pengembangan perilaku, terutama ditujukan untuk membiasakan hidup sehat bagi anak-anak (Notoatmodjo 2003, p.16). Sesuai dengan penelitian Sriyono (2013)
tentang Pengaruh
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Terhadap Perilaku Keluarga Dalam Deteksi Dini Tuberkulosis Di Desa Ngadirejo Temanggung. Hasil penelitian diketahui bahwa ada pengaruh pengaruh komunikasi, informasi, edukasi (KIE) terhadap perilaku keluarga dalam deteksi dini tuberkulosis di Desa Ngadirejo Temanggung dengan nilai p-value sebesar 0,000 (α=0,05). Menurut asumsi peneliti, pendidikan kesehatan yang telah dilakukan sangat efektif terhadap deteksi dini TB paru, karena melalui pendidikan kesehatan tersebut suspek TB akan memperoleh informasi yang berhubungan dengan penyakit TB paru dan deteksi dini TB paru yang harus dilakukan. Pada pendidikan kesehatan ini, responden juga dapat melakukan tanya jawab mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyakit TB paru. Disamping itu peneliti bisa menggali pemahaman dan persepsi responden tentang penyakit yang dialami, sehingga persepsi-persepsi yang salah bisa diluruskan. Pada akhirnya, dengan adanya pendidikan kesehatan dan tanya jawab mengenai penyakit TB paru tersebut, responden dapat menyadari tentang pentingnya pemeriksaan dahak bagi suspek TB paru, sehingga mereka termotivasi dan mau melakukan pemeriksaan dahak ke Puskesmas.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Hasil pengumpulan data terhadap 16 orang suspek TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mungo, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Rata-rata deteksi dini TB sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah 0,25 dengan standar deviasi 0,463 2.
Rata-rata deteksi dini TB sesudah diberikan pendidikan kesehatan adalah 2,75 dengan standar deviasi 0,463
3. Rata-rata deteksi dini TB sebelum intervensi adalah 0,38 dengan standar deviasi 0,518 4. Rata-rata deteksi dini TB sesudah intervensi adalah 2 dengan standar deviasi 0,535 5. Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak
Situak Wilayah Kerja Puskesmas
Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 (p = 0,010) 6. Ada pengaruh intervensi terhadap deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak
Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo
Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 (p = 0,011) 7. Pendidikan kesehatan efektif dalam deteksi dini TB Paru pada masyarakat di Jorong Bukit Gombak
Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo
Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 (p = 0,015).
64
B. Saran 1. Bagi Masyarakat Agar dapat meningkatkan pengetahuannya tentang penyakit TB paru dan deteksi dini TB paru, serta mau memeriksakan dahaknya ke puskesmas jika sudah mengalami batuk selama lebih dari 2 minggu. 2. Bagi Instansi Kesehatan a. Diharapkan pada petugas kesehatan (perawat) agar memberikan pendidikan kesehatan pada suspek TB paru melalui kunjungan rumah (ketuk pintu), dan melakukan penjemputan dahak bagi suspek yang tidak mau mengantarkan dahaknya ke Puskesmas b. Diharapkan pada pimpinan Puskesmas untuk membuat kebijakan (SK) tentang pelaksanaan pendidikan kesehatan pada suspek TB paru, dengan jadwal rutin setiap 6 bulan sekali 3. Bagi Institusi Pendidikan Agar hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk pengembangan kurikulum, pendidikan keperawatan khususnya dalam upaya pencegahan penularan TB paru dan pemberian asuhan keperawatan komunitas dalam melakukan intervensi terhadap pasien TB paru di masyarakat. 4. Bagi Peneliti Agar peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan intervensi yang berbeda, seperti sweeping terhadap suspek
TB
paru.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U.F. 2005. Manejemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta. Kompas Media Nusantara Agung, A.A. 2013. Rendahnya Proporsi Kontak yang Melakukan Deteksi Dini Tuberkulosis Paru di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun 2012. Public Health and Preventive Medicine Archive, Volume 1, Nomor 1, Juli 2013 Budijanto. 2010. Populasi, Sampling dan Besar Sampel. Pusdatin- Kemenkes RI Bustami. 2011. Penjamin Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akseptabilitasnya. Jakarta. Erlanga Chen, W. 2013. Pulmonary Tuberculosis Incidence and Risk Factors in Rural Areas of China: A Cohort Study. Journal.pone.0058171 Depkes RI. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes --------. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Depkes RI -------. 2009. Buku Saku Kader Penanggulangan TB. Jakarta. Dirjen P3L Depkes RI Dinkes Kab. Lima Puluh Kota. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2014. Dinkes Sumbar. 2015. Profil Kesehatan Sumatera Barat Tahun 2014. Padang. Dinkes Sumbar Handayani, T.E. 2011. Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Pencegahan Tuberkulosis Paru di Dusun Kayangan Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Naskah Publikasi. FIK- Universitas Muhammadiyah Surakarta. Akses dari http://eprints.ums.ac.id/2013) Hernawati. 2014. Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Melalui Pelatihan Kader Kesehatan Tentang Deteksi Dini Tuberkulosis Paru Di Desa Jayamukti Dan Desa Cigadog Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat ISSN 1410 – 5675 Vol. 3, No. 2, Nopember 2014: 47 - 50 Islam, et.al. 2013. Yield of Two Consecutive Sputum Specimens for the Effective Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis. PLOS ON. July 2013 | Volume 8 | Issue 7 | e67678
Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia. Jakarta. Dirjen PP dan PL Kemenkes RI ---------. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta. Kemenkes RI ---------. 2015. Profil Kesehatan Indonesi Tahun 2014 Jakarta. Kemenkes RI Leshinsky. 2016. Pulmonary tuberculosis: Improving diagnosis and management. Journal of the American Academy of Physician Assistants: February 2016 - Volume 29 - Issue 2 - p 20–25 Malaseme, E. 2010. Pengaruh Pemberian Penyuluhan Pada Penderita Suspek Tuberkulosis Paru terhadap Hasil Pemeriksaan Sputum Basil Tahan Asam (BTA) di RSUD. Sele Be Solu Kota Sorong Provinsi Papua Barat. Akses dari fkm.unsrat.ac.id/w Media, Y. 2011. Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Masyarakat Yang Berkaitan Dengan Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru Di Puskesmas Koto Katik Kota Padang Panjang (Sumatera Barat). Jurnal Pembangunan Manusia Vol.5 No.3 Tahun 2011 Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta
. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta . 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta . 2011. Kesehatan Masyarakat. Ilmu dan Seni. Jakarta. Rineka Cipta Portillo dan Laniado. 2013. Active Case Finding of Pulmonary Tuberculosis through Screening of Respiratory Symptomatics Using Sputum Microscopy: Is It Time to Change the Paradigm. Tuberculosis Research and Treatment. Volume 2013, Article ID 312824, 4 pages PPTI (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosa Indonesia). 2011. Penemuan Dini Pasien TB. Akses dari http://pptiklungkung. wordpress.com/2011/01/30/penemuan-dini-pasien-tb/ Puskesmas Mungo. 2016. Laporan TB Paru Puskesmas Mungo. Rye, A. 2009. Faktor-Aktor Yang Mempengaruhi Penemuan Penderita TB Paru Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009
Sriyono. 2013. Pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Terhadap Perilaku Keluarga Dalam Deteksi Dini Tuberkulosis Di Desa Ngadirejo Temanggung. Karya Ilmiah. Akses dari http://perpusnwu.web.id/ Sukamti, dkk. 2013. Pendidikan Kesehatan Dan Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Inspeksi Visual Asam Asetat. Jurnal Ilmu & Teknologi Ilmu Kesehatan, Jilid 1, Nomor 1, September 2013, hlm : 18-23 Suradi, dkk. 2011. Keterampilan Penanggulangan Tuberkulosis. Field Lab FKUNS. Akses dari Trihendradi. C, 2009, 7 Langkah Mudah melakukan Analisa Statistik Menggunakan SPSS, Yogyakarta. Andi Offset Ummami, Y. 2016. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Tuberkulosis Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Penderita Dalam Pencegahan Penularan Tuberkulosis Di Puskesmas Simo. Naskah Publikasi. FIK. Universitas Muhammadiyah Surakarta WHO. 2016. Tuberculosis. Akses dari http://www.who.int/mediacentre
Lampiran 2 PROTOKOL PENELITIAN
1. Mencari suspek TB paru dengan merujuk kepada kriteria inklusi yang telah ditetapkan. 2. Responden yang memenuhi kriteria inklusi diberi penjelasan tentang prosedur penelitian, jika responden bersedia langkah selanjutnya yaitu responden diberi lembar persetujuan untuk ditandatangani. Setelah responden menyetujui dan menandatangani informed consent barulah peneliti mengumpulkan data pretest dengan menanyakan deteksi dini TB paru yang sudah dilakukan suspek TB 3. Melakukan sosialisasi tentang penyakit TB paru pada seluruh masyarakat, dan meminta responden untuk mengikuti sosialisasi tersebut 4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit TB paru pada kelompok eksperimen 5. Mengumpulkan data post-test dalam jangka waktu 1 minggu setelah sosialisasi
dan
penkes
dilakukan
Lampiran 3
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Novlita
BP
: 1514201103
Pekerjaan : Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittinggi Sedang melakukan penelitian yang berjudul “Efektifitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Deteksi Dini TB Paru pada Masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017”. Untuk keperluan tersebut saya membutuhkan beberapa data yang diharapkan dapat didapatkan melalui pengisian kuesioner. Penelitian ini tidak akan merugikan Bapak/Ibu sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Oleh sebab itu, saya harap Bapak/ibu dapat bersedia untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Demikian saya sampaikan, atas kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Novlita
Lampiran 4
PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
:
Alamat
:
Dengan ini menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian saudari Novlita, yang berjudul “Efektifitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Deteksi Dini TB Paru pada Masyarakat di Jorong Bukit Gombak Situak Wilayah Kerja Puskesmas Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017”. Saya akan berusaha menjawab pertanyaan yang saudari berikan dan memberikan informasi yang sebenarnya.
Responden,
(....................)
Lampiran 5 LEMBAR CHEKLIS EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP DETEKSI DINI TB PARU PADA MASYARAKAT DI JORONG BUKIT GOMBAK SITUAK WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUNGO KABUPATEN LIMA PULUH KOTA TAHUN 2017 A. Karakteristik Responden Inisal : .......................................... No. Responden
: ..........................................
Umur
: ..........................................
Pendidikan
: ..........................................
Pekerjaan
: ..........................................
B. Deteksi Dini TB Paru Sewaktu
Pre-test Pagi
Sewaktu
Sewaktu
Post-test Pagi
Sewaktu
Lampiran 6
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP) TB PARU
Oleh : NOVLITA NIM : 1514201103
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FORT DE KOCK BUKITTINGGI 2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Pokok Bahasan
: TB Paru
Sasaran
: Suspek TB
Hari / tanggal
: 30 Januari 2017
Waktu
: 30 menit
Tempat
: Mesjid Nurul Yakin Jorong BGS
Penyuluh
: Novlita
A. Tujuan Umum Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang TB paru diharapkan peserta mengetahui, memahami tentang TB paru
B. Tujuan Khusus Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang TB paru diharapkan peserta mampu : 1. Menyebutkan pengertian TB paru 2. Menyebutkan gejala-gejala TB paru 3. Menyebutkan Cara penularan TB paru 4. Menyebutkan Deteksi Dini TB paru 5. Menyebutkan Pemeriksaan dahak TB paru
C. Pelaksanaan 1. Metode
: Ceramah dan diskusi
2. Media dan alat : a. Lembar balik b. Infokus dan Laptop c. Leaflet
3. Setting tempat
Keterangan : Peneliti/ penyuluh Responden/ peserta
D. Kegiatan No 1
2.
3.
Kegiatan Pendahuluan : Memberi salam pembuka dan perkenalan diri Menjelaskan tujuan Kontrak waktu Penjelasan : a. Pengertian TB paru b. Gejala-gejala TB paru c. Cara penularan TB paru d. Deteksi Dini TB paru e. Pemeriksaan dahak TB paru Penutup : Tanya jawab
Menyimpulkan hasil penyuluhan Memberikan salam penutup
Respon
Waktu 5 menit
Membalas salam
Mendengarkan Memberi respon 20 menit
Mendengarkan dengan penuh perhatian
5 menit
Menanyakan hal yang belum jelas Aktif bersama menyimpulkan Membalas salam
E. Evaluasi 1. Evaluasi Struktur a. Peserta menghadiri penyuluhan sebanyak 18 orang suspek TB di Jorong BGS b. Peserta mengikuti dari awal sampai akhir penyuluhan c. Tersedianya alat media untuk melakukan penyuluhan berupa leaflet dan lembar balik
d. Setting tempat sesuai dengan perencanaan yaitu menggunakan metode konvensional, penyuluh di depan dan peserta duduk berbaris di depan penyuluh e. Peserta memberikan respon terhadap pelaksanaan dengan menjawab pertanyaan dan mengajukan pendapat f. Tugas-tugas organisasi berjalan sesuai rencana 2. Evaluasi Proses a. Peserta
berpartisipasi
selama
kegiatan
penyuluhan,
dengan
mendengarkan, menjawab pertanyaan dan mengajukan pendapat b. Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan sejak awal sampai akhir penyuluhan c. Pelaksanaan sesuai rencana d. Peserta menyampaikan perasaan senang dan puas setelah penyuluhan e. Peserta ikut serta dalam penyimpulan pertemuan 3. Evaluasi Hasil a. Peserta termotivasi untuk melakukan deteksi dini TB paru ke Puskesmas b. Peserta mampu menyebutkan: 1) Pengertian TB paru dengan bahasa sendiri 2) Gejala-gejala TB paru 3) Cara penularan TB paru 4) Deteksi Dini TB paru 5) Pemeriksaan dahak TB paru
Lampiran 7
MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN TB PARU A. Pengertian TB Paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycrobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Suradi, dkk 2011, p.8). Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda sugestif TB. Gejala umum TB adalah batuk produktif lebih dari dua minggu yang disertai gejala pernapasan seperti sesak napas, nyeri dada, batuk darah dan / atau gejala tambahan seperti menurunnya nafsu makan, menurun berat badan, keringat malam dan mudah lelah (Kemenkes RI 2013, p.22).
B. Gejala-gejala TB Paru a. Gejala utama Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. b. Gejala tambahan, yang sering dijumpai : 1) Dahak bercampur darah 2) Batuk darah 3) Sesak nafas dan rasa nyeri dada 4) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan (Depkes RI 2007, p.13). Batuk berdahak merupakan gejala utama dari seorang suspek TB Paru dan dapat dijumpai pada 95% dari semua pasien TB Paru BTA positif. Namun demikian, sebagian besar orang dengan batuk tidak selalu menderita TB. Banyak penyakit saluran nafas bagian bawah mempunyai gejala batuk yang lama. Sebab itu, pemeriksaan dahak pada semua orang dengan batuk tidaklah dianjurkan, karena hal ini dapat menyebabkan biaya yang sangat mahal dan membuang waktu. Hasil BTA positif sangatlah
jarang pada anak dan orang dewasa dengan batuk kurang dari 2 minggu (PPTI 2011, p.1).
C. Cara Penularan TB Paru 1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA Positif 2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan darah (Droplet nuclei) 3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan darah berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab 4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut 5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
D. Deteksi Dini TB Paru Penemuan kasus bertujuan untuk mendapakan kasus TB melalui serangkaian
kegiatan
mulai
dari
penjaringan
terhadap
suspek
TB,
pemeriksaan fisik dan laboratories, menentukan diagnosis dan menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan tatalaksana pasien TB. Strategi penemuan a. Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, Penemuan secara aktif pada masyarakat umum, dinilai tidak cost efektif.
b. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap :
a) Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien dengan HIV (orang dengan HIV AIDS) b) Kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA positif. c) Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB d) Kontak dengan pasien TB resistan obat c. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 23 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
E. Pemeriksaan Dahak TB Paru Pemeriksaan
dahak
untuk
penegakan
diagnosis
dilakukan
dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.
Pengertian penyakit TB Paru Tuberculosis Paru (TB Paru) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Bagian tubuh yang paling umum diserang adalah paru-paru.
Penyebab TB Paru
Tanda dan gejala penyakit TB Paru Batuk berdahak lebih dari 3 minggu Batuk darah/dahak bercampur darah Rasa sakit di dada dan sesak nafas Nafsu makan menurun, badan lemas Berat badan menurun Demam lebih dari 1 bulan Berkeringat di malam hari, meskipun tidak melakukan kegiatan
Cara pencegahan penyakit TB Paru
Disebabkan oleh kuman yang dinamakan Mycobacterium tuberculosis.
Cara penularan TB Paru Penularan penyakit TB Paru adalah melalui percikan dahak (droplet) yang berasal dari penderita TB saat batuk dan bersin. Bila penderita batuk atau bersin tanpa menutup mulut, maka kuman mycobacterium tuberculosis akan tersebar diudara. Apabila ada orang yang berada di sekitar penderita bisa tertular kuman mycobacterium tuberculosis hanya dengan menghirup udara yang mengandung kuman tersebut.
Menutup mulut saat batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissue. Tidak meludah disembarang tempat, tetapi di wadah yang berisi air sabun atau lysol, kemudian dibuang pada lubang dan ditimbun dengan tanah. Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari. Membuka jendela pada pagi hari agar rumah dapat udara bersih dan cahaya matahari yang cukup. Dan diberikan imunisasi BCG.
Deteksi Dini TB Paru dilakukan terhadap Kelompok khusus
yang rentan
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. atau
beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien dengan HIV (orang dengan HIV
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada
AIDS) Kelompok yang rentan tertular TB seperti di
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
rumah
pemasyarakatan
tahanan, (para
lembaga narapidana),
mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA positif. Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima Kontak dengan pasien TB resistan obat
dapat dicegah
pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes. S
(sewaktu):
Fasyankes
dahak
pada
dikumpulkan
hari
kedua,
di saat
menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen
dahak
masih
dibanding
dengan
2
diutamakan
spesimen
dahak
mengingat masih belum optimalnya fungsi
tahun pada keluarga TB
TBC…
sistem dan hasil jaminan mutu eksternal
OLEH :
NOVLITA NIM : 1514201103
pemeriksaan laboratorium.
.
Pemeriksaan Dahak Suspek TB Pemeriksaan
dahak
untuk
penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FORT DE KOCK BUKITTINGGI 2017
Lampiran MASTER TABEL
Kelompok Eksperimen Pre-test
No. Resp
Inisial
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
1
O
50
TANI
2
Y
23
3
D
4
Post-test
S
P
S
Jml
SD
0
0
0
IRT
SMA
1
0
35
IRT
SMP
0
I
58
PENSIUNAN
SMA
5
M
39
TANI
6
S
42
7
S
8
J
Ratarata
Ratarata
Peningkatan RataJml rata 3
S
P
S
Jml
0
1
1
1
3
0
1
1
1
1
3
2
0
0
0
0
1
1
2
2
0
0
0
0
0
1
1
2
SD
1
0
0
1
1
1
1
3
IRT
SMP
0
0
0
0
1
1
1
3
3
56
TANI
SD
0
0
0
0
1
1
1
3
3
29
IRT
SMA
0
0
0
0
1
1
1
3
3
0,25
2,75
2 2
2,5
Kelompok Kontrol Pre-test
No. Resp
Inisial
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
1 2 3 4 5 16 17 18
D A J J R Z F M
54 52 60 42 19 60 20 64
IRT TANI TANI IRT SWASTA TANI IRT IRT
SMP SD SD SMP SMA SD SMA SD
Post-test
S
P
S
Jml
0 1 1 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 1 0 0 1 0 0
Ratarata
S
P
S
Jml
Ratarata
0,38
0 1 1 0 0 1 0 0
1 1 0 1 1 0 1 1
1 1 0 1 1 1 1 1
2 3 1 2 2 2 2 2
2
Peningkatan RataJml rata 2 2 0 2 1,63 2 1 2 2
Lampiran HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA ANALISA UNIVARIAT
Descrip tives
Pre-test eksperimen
Stat istic ,25
Mean 95% Conf idence Interv al f or Mean
Lower Bound
-,14
Upper Bound
,64
5% Trimmed Mean
,22
Median
,00
Variance
,214
Std. Dev iat ion
,463
Minimum
0
Maximum
1
Range
1
Interquart ile Range
,75
Skewness
1,440
,752
,000
1,481 ,164
Kurt osis Post-test eksperimen
Std. Error ,164
Mean
2,75
95% Conf idence Interv al f or Mean
Lower Bound Upper Bound
2,36 3,14
5% Trimmed Mean
2,78
Median
3,00
Variance
,214
Std. Dev iat ion
,463
Minimum
2
Maximum
3
Range
1
Interquart ile Range
,75
Skewness
-1,440
,752
,000
1,481
Kurt osis Tests of Normality a
Pre-test eksperimen Post-test eksperimen
Kolmogorov -Smirnov St at ist ic df Sig. ,455 8 ,000 ,455
a. Lillief ors Signif icance Correction
8
,000
St at ist ic ,566 ,566
Shapiro-W ilk df 8 8
Sig. ,000 ,000
Explore Case Pr ocessing Summary Cases Valid N Pre-test kontrol
8
Percent 100,0%
Post-test kontrol
8
100,0%
N
Missing Percent 0 ,0% 0
Total N
,0%
8
Percent 100,0%
8
100,0%
Descrip tives
Pre-test kontrol
St at ist ic ,38
Mean 95% Conf idence Interv al f or Mean
Lower Bound
-,06
Upper Bound
,81
5% Trimmed Mean
,36
Median
,00
Variance
,268
St d. Dev iation
,518
Minimum
0
Maxim um
1
Range
1
Interquart ile Range
1,00
Skewness Kurt osis Post-test kontrol
St d. Error ,183
,644
,752
-2,240
1,481 ,189
Mean
2,00
95% Conf idence Interv al f or Mean
Lower Bound Upper Bound
1,55 2,45
5% Trimmed Mean
2,00
Median
2,00
Variance
,286
St d. Dev iation
,535
Minimum
1
Maxim um
3
Range
2
Interquart ile Range
,00
Skewness Kurt osis
,000
,752
3,500
1,481
Tests of Normal ity a
Pre-test kontrol Post-test kontrol
Kolmogorov -Smirnov St at ist ic df Sig. ,391 8 ,001 ,375
a. Lillief ors Signif icance Correction
8
,001
St at ist ic ,641 ,732
Shapiro-W ilk df 8 8
Sig. ,000 ,005
Explore Case Pr ocessing Summar y Cases Valid N Peningkatan eksperimen
8
Percent 100,0%
Peningkatan kontrol
8
100,0%
N
Missing Percent 0 ,0% 0
Total N
,0%
8
Percent 100,0%
8
100,0%
Descrip tives
Peningkatan eksperimen
St at ist ic 2,50
Mean 95% Conf idence Interv al f or Mean
Lower Bound
2,05
Upper Bound
2,95
5% Trimmed Mean
2,50
Median
2,50
Variance
,286
St d. Dev iation
,535
Minimum
2
Maxim um
3
Range
1
Interquart ile Range
1,00
Skewness Kurt osis Peningkatan kontrol
St d. Error ,189
,000
,752
-2,800
1,481 ,263
Mean
1,63
95% Conf idence Interv al f or Mean
Lower Bound Upper Bound
1,00 2,25
5% Trimmed Mean
1,69
Median
2,00
Variance
,554
St d. Dev iation
,744
Minimum
0
Maxim um
2
Range
2
Interquart ile Range
,75
Skewness Kurt osis
-1,951
,752
3,205
1,481
Tests of No rmal ity a
Peningkatan eksperimen Peningkatan kontrol
Kolmogorov -Smirnov Stat istic df Sig. ,325 8 ,013 ,443
a. Lillief ors Signif icance Correction
8
,000
Stat istic ,665 ,601
Shapiro-Wilk df 8 8
Sig. ,001 ,000
ANALISA BIVARIAT 1. Pengaruh Penkes terhadap Deteksi Dini TB NPar Tests Descrip tive Stati stics
Pre-test eksperimen
N 8
Mean ,25
Std. Dev iat ion ,463
Minimum 0
Maximum 1
Post-test eksperim en
8
2,75
,463
2
3
Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N Post-test eksperimen - Pre-test eksperimen
Positiv e Ranks
0a 8b
Ties
0c
Total
8
Negativ e Ranks
a. Post-test eksperimen < Pre-test eksperimen b. Post-test eksperimen > Pre-test eksperimen c. Post-test eksperimen = Pre-test eksperimen Test Statisticsb
Z Asy mp. Sig. (2-tailed)
Post-test eksperimen Pre-test eksperimen -2,585a ,010
a. Based on negativ e ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Mean Rank ,00
Sum of Ranks ,00
4,50
36,00
2. Pengaruh Intervensi terhadap Deteksi Dini TB NPar Tests Descrip tive Statistics
Pre-test kontrol
N 8
Mean ,38
Std. Dev iat ion ,518
Minimum 0
Maximum 1
Post-test kontrol
8
2,00
,535
1
3
Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N Post-test kontrol - Pre-test kontrol
Positiv e Ranks
0a 7b
Ties
1c
Total
8
Negativ e Ranks
a. Post-test kontrol < Pre-test kontrol b. Post-test kontrol > Pre-test kontrol c. Post-test kontrol = Pre-test kontrol Test Statisticsb
Z Asy mp. Sig. (2-tailed)
Post-test kontrol Pre-test kontrol -2,530a ,011
a. Based on negat iv e ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Mean Rank ,00
Sum of Ranks ,00
4,00
28,00
3. Efektifitas Penkes terhadap Deteksi Dini TB NPar Tests Descrip tive Statistics
Peningkatan
N 16
Mean 2,06
Std. Dev iat ion ,772
Minimum 0
Maximum 3
Kelompok
16
1,50
,516
1
2
Kruskal-Wallis Test Ranks
Peningkatan
Kelompok Eksperimen Kontrol Total
Peningkatan 5,941
df
1
Asy mp. Sig.
,015
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok
Dokumentasi
8
Mean Rank 11,00
8
6,00
16
Test Statisticsa,b
Chi-Square
N
1
1
2
1
DAFT
AR HADIR
SOSIALISASI
Nama I
J.
D
('S"f'I
TB PARU
Ttd
°' r .
6'*
Ar1r~
?. ~
t: b
~,..~ {%
Y)"I>
1
-
.
2
3
r
J?!<M 1· KEl}:ftANGA,' N.-bor:
•
Tt l,,t\J\ 1\lELAKUKt\N ~ENELITIA!j 800: U;j- I :P-usk.MG!1Gl"i
a.pg benl:'l.ll& tang.an dibawah irni . drg. Erm~Risydianr
ams.
~p
. t975 l l0;2 20050 l 2009
P~Gol
Pena.ta Tk t /trt d
Jabatlm
Kepala Pu kesma:
· 1' ovlita
al tahir
18 f\ioveniber 1978
·Pl\ . J514:!0tl03 . Efektifitas pendidikan kesehatan terhadap deteksi dini TB
Paru t ada ma yarakat di Jorong Bukit Gombak Situak wilayah kerja Puskesrna Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2017 Puskesmas Mungo
••tasi
--~
me.lakubn penetitian pada tanggal 20 februari 2017 s/d 3 maret 2017. im kami keluarkan untuk dapat diper~unakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di . Pakan Sabtu tanggal
. ) Maret 2017
Kepala Puskesmas Mungo
·sydia:nri Ol 100501 2009
4
:. NOVLITA ':. ~614'2,0t 103
'
: Yetmi~ M..~.Ns.Sp.~.KO$
: ~~an Kesebatan T~ De1dqi Dini - TB f>w pad&\ Masyarb di }(m)tl8. dukit Gomtiak Siutak Wilayab lCelja Puskamas Mungo ~ Lima Puluh K.-ota Tahu.o.'2017
Tanaa Tangaa
Pembinl . . 1 (: 'C\~"'.
•~I ) It t .
'
5