Skipsi Deva.pdf

  • Uploaded by: NormanTWirawan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skipsi Deva.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 11,134
  • Pages: 90
ANALISIS KEKUATAN STRUKTUR SAYAP PESAWAT TANPA AWAK AI-X1 MENGGUNAKAN SOFTWARE PATRAN/NASTRAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Ujian Akhir Program Strata Satu (S-1) Program Studi Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung

Disusun oleh : Deva Ismaya Sadeli 40201113010

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NURTANIO BANDUNG 2017

ABSTRAK Kebutuhan akan alat pemetaan dan foto udara untuk wilayah-wilayah terpencil dan yang sulit dijangkau sangat tinggi. Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan pesawat terbang tanpa awak, dengan resiko yang rendah serta biaya yang relatif murah. Dalam tugas akhir ini, dilakukan analisis kekuatan struktur sayap PTTA AiX1. Langkah pertama, dilakukan pengujian terhadap material yang digunakan pada struktur sayap pesawat untuk menentukan propertinya. Kemudian menentukan harga pembebanan maksimum, yaitu ketika lepas landas menggunakan pelontar. Dimana ketika lepas landas tersebut bekerja gaya inersia dan gaya aerodinamika. Selanjutnya dilakukan pendefinisian lapisan penyusun struktur, kondisi batas, pembebanan maksimum dan uji konvergensi jumlah meshing pada perangkat lunak PATRAN. Kemudian dilakukan analisis menggunakan perangkat lunak NASTRAN untuk mengetahui bagaimana struktur sayap dapat menahan pembebanan maksimum ketika lepas landas dengan kriteria kegagalan Tsai-Hill sebagai batasan masalahnya. Dari hasil analisis didapatkan failure indeks maksimum π›Όπ‘šπ‘Žπ‘₯ bernilai 0.4929 pada layer 2 berlokasi dibagian lower skin antara area 1 dengan area 2. Dapat disimpulkan bahwa struktur sayap PTTA Ai-X1 dapat menahan beban pada saat lepas landas (ketika dilontarkan), hal ini dapat dilihat dari tidak adanya keretakan pada lamina struktur sayap pesawat Ai-X1.

ii

ABSTRACT The need for mapping and aerial photography device to access isolated and inaccesible areas is very high. One of the solution is to use an unmanned aircraft, with low risk and relatively low cost. In this final project, the author do an analisys of the strength of the wing structure of UAV Ai-X1. The first step, testing the material used on the aircraft wing structures to determine its properties. Then determine the maximum amount of loading, that is when take-off using catapult. There are inertia and aerodynamic force working when take-off. Futhermore, defining of structural layers, boundary conditions, maximum loading and convergence test to determine amount of minimal meshing in PATRAN software. Then an analysis was performed using NASTRAN software to find out how the wing structures can withstand maximum loading when taking-off with the Tsai-Hill failure criterion as the limit of the problem. From the analysis results, obtained maximum failure index π›Όπ‘šπ‘Žπ‘₯ worth 0.4929 at layer 2 located at the bottom skin panel between area 1 and 2. Can be concluded that the wing structures of UAV Ai-X1 can withstand the load at take-off (using catapult), this can be seen from the absence of cracks at lamina of the UAV Ai-X1 wing structures.

iii

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis diberikan kesempatan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi di PT.Aero Terra Indonesia dengan judul β€œAnalisis Kekuatan Struktur Sayap Pesawat Tanpa Awak Ai-X1 Menggunakan Software Patran/Nastran.”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan Program Strata Satu (S-1) pada program studi Teknik Penerbangan di Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung. Penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dan bermanfaat bagi penulis. Penulis berharap semoga penelitian yang telah dilakukan dapat berguna demi kemajuan ilmu pengetahuan. Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Marsda (purn) Suparman, S.T, M.M, Rektor Universitas Nurtanio Bandung. 2. Bapak Drs. Mukrodji, M.M, Dekan Fakultas Teknik Penerbangan Universitas Nurtanio Bandung. 3. Ibu Heni Puspita, ST, MT, Ketua BPTA Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung. 4. Bapak Ir. Herry Hartopo, MT, Ketua Program Studi Teknik Penerbangan Universitas Nurtanio Bandung.

iv

5. Ibu Dr. Lenny Iryani, M.T, selaku Pembimbing I yang bersedia memberi banyak sekali ilmu, masukan, dukungan, dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. 6. Bapak Dr. Ir. Eddy Priyono, MSAE, selaku Pembimbing I yang bersedia memberi banyak sekali ilmu, masukan, dukungan, dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. 7. Bapak William, selaku manager PT.Aero Terra Indonesia yang bersedia meluangkan ruang dan waktu untuk peneliti melakukan tugas akhir di tempat tersebut. 8. Ibu Dra. Rita SMD, selaku dosen komposit yang bersedia membantu pengujian tarik di Universitas Nurtanio Bandung. 9. Bapak Kosim, Selaku instruktur yang bersedia membantu pengujian geser di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) 10. Kedua orang tua dan saudara penulis yang selalu senantiasa membantu dalam moral maupun materil. 11. Rekan-rekan di Universitas Nurtanio Bandung khususnya jurusan Teknik Penerbangan. 12. Dan terimakasih kepada seluruh pihak yang membantu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

v

kesempurnaan makalah ini.Semoga apa yang penulis sajikan dapat memberikan manfaat bagi diri penulis, rekan-rekan, dan pihak-pihak yang bersangkutan.

Bandung, 04 September 2017

Deva Ismaya Sadeli

vi

DAFTAR ISI Abstrak ................................................................................................................... ii Kata Pengantar .................................................................................................... iv Daftar Isi .............................................................................................................. vii Daftar Gambar ...................................................................................................... x Daftar Tabel........................................................................................................ xiii Daftar Persamaan .............................................................................................. xiv BAB I Pendahuluan ......................................................................................... I - 1 1.1

Latar Belakang.................................................................................... I - 1

1.2

Rumusan Masalah .............................................................................. I - 3

1.3

Maksud dan Tujuan ............................................................................I - 4

1.4

Batasan dan Asumsi Masalah ............................................................. I - 5

1.5

Waktu dan Tempat Pelaksanaan ......................................................... I - 6

1.6

Metode Pengumpulan Data ................................................................ I - 6

1.7

Sistematika Penulisan .........................................................................I - 7

BAB II Landasan Teori .................................................................................. II - 1 2.1

Pesawat Terbang Tanpa Awak ......................................................... II - 1

2.2

Tipe Pesawat Terbang Tanpa Awak ................................................. II - 1

2.3

Skenario Pembebanan Maksimum Pesawat Ai-X1 .......................... II - 3

2.4

Mekanika Struktur Komposit ........................................................... II - 3

2.4.1

Klasifikasi Bahan Komposit ................................................... II - 4

2.4.1.1

Reinforcement ..................................................................... II - 5

2.4.1.2

Matriks................................................................................ II - 6

2.4.2

Teori Lamina ........................................................................... II - 7

2.4.3

Fraksi Volume ......................................................................... II - 8

2.4.4

Struktur Sandwich ................................................................... II - 9

2.5

Metode Pembuatan Komposit Hand Lay-Up ................................. II - 10

2.6

Metode Pengujian Mekanik ............................................................ II - 12 vii

2.7

Teori Kegagalan Tsai-Hill .............................................................. II - 12

2.8

Metode Elemen Hingga .................................................................. II - 13

BAB III Metodologi Penelitian .................................................................... III - 1 3.1

Diagram Alir .................................................................................... III - 1

3.2

Rancangan Penelitian ...................................................................... III - 2

3.3

Pendefinisian Geometri dan Material Penyusun Sayap PTTA Ai-X1......

......................................................................................................................III - 2 3.3.1

Geometri Airfoil PTTA Ai-X1 ............................................... III - 3

3.3.2

Geometri 3D sayap PTTA Ai-X1 .......................................... III - 3

3.3.3

Material Penyusun Struktur Sayap PTTA Ai-X1................... III - 4

3.4

Pendefinisian Pembebanan Maksimum ........................................... III - 5

3.5

Alat dan Bahan Manufaktur komposit............................................. III - 6

3.6

Proses Manufaktur komposit ......................................................... III - 10

3.7

Prosedur Pengujian Tarik .............................................................. III - 13

3.7.1

Alat Uji Tarik ....................................................................... III - 14

3.7.2

Proses Pengujian Tarik ......................................................... III - 15

3.8 3.8.1

Prosedur Pengujian Geser .............................................................. III - 16 Proses Pengujian Geser ........................................................ III - 16

BAB IV Pengumpulan dan Pengolahan Data ..............................................IV - 1 4.1

Spesifikasi Pesawat Terbang Tanpa Awak Ai-X1 .......................... IV - 1

4.2

Fraksi Volume ................................................................................. IV - 2

4.3

Pengujian Tarik ............................................................................... IV - 3

4.3.1

Dimensi Spesimen Uji ........................................................... IV - 3

4.3.2

Hasil Pengujian ...................................................................... IV - 4

4.4

Pengujian Geser ............................................................................... IV - 8

4.4.1

Dimensi Spesimen Uji ........................................................... IV - 8

4.4.2

Hasil Pengujian ...................................................................... IV - 9

4.5

Properti Material Penyusun sayap PTTA Ai-X1 ........................... IV - 10

BAB V Analisis ................................................................................................ V - 1 5.1

Pendahuluan ......................................................................................V - 1

viii

5.2

Pemodelan Sayap Dengan Menggunakan PATRAN/NASTRAN ....V - 1

5.3

Definisi Kekuatan Material dan Properties .......................................V - 2

5.3.1

Kekuatan Material ....................................................................V - 2

5.3.2

Properties material ...................................................................V - 3

5.4

Penentuan Kondisi Batas dan Beban .................................................V - 4

5.5

Pembuatan Meshing dan Uji Konvergensi ........................................V - 5

5.6

Hasil Analisis Pembebanan Pada Struktur Sayap PTTA AI-X1 .......V - 7

5.7

Failure Index Metode Tsai-Hill .......................................................V - 10

BAB VI Kesimpulan dan Saran ....................................................................VI - 1 6.1

Kesimpulan ...................................................................................... VI - 1

6.2

Saran ................................................................................................ VI - 2

Daftar Pustaka Lampiran

ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Jenis-jenis bahan reinforcement/penguat ..................................... II - 5 Gambar 2. 2 Jenis-jenis bahan matrix ............................................................... II - 6 Gambar 2. 3 Ilustrasi gambar komposit berstruktur sandwich ....................... II - 10 Gambar 2. 4 Metode pembuatan komposit hand lay-up ................................. II - 10 Gambar 2. 5 Proses Vacuum Bagging ............................................................. II - 11 Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian ............................................................... III - 1 Gambar 3. 2 Potongan sayap PTTA Ai-X1 pada bagian sambungan .............. III - 3 Gambar 3. 3 Format digital airfoil Ai-X1 ......................................................... III - 3 Gambar 3. 4 Komposisi struktur sayap PTTA Ai-X1 ...................................... III - 4 Gambar 3. 5 Model Pelontar yang digunakan saat lepas landas ...................... III - 5 Gambar 3. 6 Penggaris ..................................................................................... III - 7 Gambar 3. 7 Gunting ........................................................................................ III - 7 Gambar 3. 8 Gelas plastik ................................................................................ III - 7 Gambar 3. 9 Meja kaca .................................................................................... III - 7 Gambar 3. 10 Neraca digital ............................................................................ III - 8 Gambar 3. 11 Kuas ........................................................................................... III - 8 Gambar 3. 12 Epoxy ......................................................................................... III - 8 Gambar 3. 13 Serat E-glass woven .................................................................. III - 8 Gambar 3. 14 Wax ............................................................................................ III - 8 Gambar 3. 15 Hardener ................................................................................... III - 8 Gambar 3. 16 Peel ply ...................................................................................... III - 9 Gambar 3. 17 Vacuum pump ............................................................................ III - 9

x

Gambar 3. 18 Breather ..................................................................................... III - 9 Gambar 3. 19 Vacuum bag ............................................................................... III - 9 Gambar 3. 20 Selang ........................................................................................ III - 9 Gambar 3. 21 Double tape ............................................................................... III - 9 Gambar 3. 22 Emery cloth ............................................................................. III - 10 Gambar 3. 23 Tape ......................................................................................... III - 10 Gambar 3. 24 Gergaji ..................................................................................... III - 10 Gambar 3. 25 Proses vacuum bagging ........................................................... III - 12 Gambar 3. 26 Prosedur pengujian tarik ......................................................... III - 13 Gambar 3. 27 Alat uji tarik ............................................................................ III - 14 Gambar 3. 28 Prosedur pengujian geser ........................................................ III - 16 Gambar 4. 1 PTTA Ai-X1................................................................................ IV - 1 Gambar 4. 2 Grafik Stress-Strain hasil pengujian komposit berserat WR80 ... IV - 4 Gambar 4. 3 Grafik Stress-Strain hasil pengujian komposit berserat WR100 . IV - 5 Gambar 4. 4 Grafik Stress-Strain hasil pengujian komposit berserat WR200 . IV - 6 Gambar 4. 5 Hasil patahan setelah uji tarik komposit berserat WR80 ............ IV - 7 Gambar 4. 6 Hasil patahan setelah uji tarik komposit berserat WR200 .......... IV - 7 Gambar 4. 7 Hasil patahan setelah uji tarik komposit berserat WR200 .......... IV - 8 Gambar 4. 8 Rekomendasi dimensi spesimen uji geser ................................... IV - 8 Gambar 4. 9 Hasil pergeseran uji tarik komposit berserat WR80.................. IV - 10 Gambar 4. 10 Hasil pergeseran uji tarik komposit berserat WR200 ............. IV - 10 Gambar 5. 1 Geometri sayap berupa surface dengan beberapa referensi kordinat dan bagian sayap ............................................................................................... V - 1

xi

Gambar 5. 2 Material yang digunakan struktur sayap PTTA Ai-X1 ................ V - 2 Gambar 5. 3 Susunan laminasi komposit per bagian struktur ........................... V - 3 Gambar 5. 4 Letak dan jenis kondisi batas sayap PTTA Ai-X1 ....................... V - 4 Gambar 5. 5 Meshing pada sayap pesawat Ai-X1 ............................................ V - 5 Gambar 5. 6 Grafik jumlah element terhadap displacement ............................. V - 6 Gambar 5. 7 Grafik jumlah element terhadap stress ......................................... V - 6 Gambar 5. 8 Tegangan von-mises layer 1 saat lepas landas ............................. V - 7 Gambar 5. 9 Tegangan von-mises layer 2 saat lepas landas ............................. V - 8 Gambar 5. 10 Tegangan von-mises layer 3 saat lepas landas ........................... V - 9 Gambar 5. 11 Failure indeks layer 1 saat lepas landas ................................... V - 11 Gambar 5. 12 Failure indeks layer 2 saat lepas landas ................................... V - 11 Gambar 5. 13 Failure indeks layer 3 saat lepas landas ................................... V - 12

xii

DAFTAR TABEL Table 2. 1 Jenis-jenis pesawat terbang tanpa awak ........................................... II - 2 Tabel 3. 1 Susunan Lapisan Komposit Penyusun Struktur Sayap ................... III - 4 Tabel 3. 2 Besaran dan arah pembebanan ketika lepas landas ......................... III - 5 Tabel 3. 3 Dimensi dan jumlah lapisan spesimen uji ..................................... III - 11 Tabel 3. 4 Spesifikasi alat uji tarik ................................................................. III - 14 Tabel 4. 1 Berat awal spesimen bahan komposit untuk pengujian .................. IV - 2 Tabel 4. 2 Total resin yang digunakan spesimen setelah bahan komposit jadi IV - 3 Tabel 4. 3 Fraksi volume spesimen uji tarik .................................................... IV - 3 Tabel 4. 4 Dimensi spesimen uji tarik.............................................................. IV - 4 Tabel 4. 5 Hasil uji tarik komposit berserat WR80 .......................................... IV - 5 Tabel 4. 6 Hasil uji tarik komposit berserat WR100 ........................................ IV - 6 Tabel 4. 7 Hasil uji tarik komposit berserat WR200 ........................................ IV - 7 Tabel 4. 8 Dimensi spesimen uji geser ............................................................ IV - 9 Tabel 4. 9 Hasil uji geser komposit berserat wr 80 .......................................... IV - 9 Tabel 4. 10 Hasil uji geser komposit berserat wr 200 ...................................... IV - 9 Tabel 4. 11 Properti Material Penyusun sayap PTTA Ai-X1 ........................ IV - 11 Tabel 5. 1 Pembebanan maksimum saat pesawat lepas landas ......................... V - 5 Tabel 5. 2 Hasil uji konvergensi ........................................................................ V - 6 Tabel 5. 3 Tegangan maksimum von-mises setiap layer................................... V - 9 Tabel 5. 4 Failure indeks setiap layer ............................................................. V - 12

xiii

DAFTAR PERSAMAAN Persamaan (2. 1) ................................................................................................ II - 3 Persamaan (2. 2) ................................................................................................ II - 3 Persamaan (2. 3) ................................................................................................ II - 7 Persamaan (2. 4) ................................................................................................ II - 8 Persamaan (2. 5) ................................................................................................ II - 8 Persamaan (2. 6) ................................................................................................ II - 8 Persamaan (2. 7) ................................................................................................ II - 8 Persamaan (2. 8) ................................................................................................ II - 9 Persamaan (2. 9) .............................................................................................. II - 13

xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Alat terbang pertama kali berbentuk layang-layang diciptakan di China

sekitar abad kelima oleh Mozi dan Lu Ban. Berangkat dari layang-layang konsep alat terbang yang dapat mengangkut manusia terus bermunculan. Dimulai dari Leornardo da Vinci yang mempelajari cara terbang burung selama bertahun-tahun, kemudian membuat konsep alat terbang bertenaga manusia (ornithopters dan rotorcraft). Pada abad ke-17 Francesco Lana de Tarzi mengembangkan alat terbang yang lebih ringan dari udara yaitu ballon dan airship. Pada awal abad ke-20 tepatnya 17 desember 1903 pesawat bermesin dan dapat dikendalikan berhasil diterbangkan pertama kali oleh Wright bersaudara. Namun perkembangan pesawat pada masa tersebut belum berkembang pesat dikarenakan risiko yang sangat tinggi. Semejak pecahnya perang dunia ke-1 (PD1) kebutuhan akan pesawat tempur meningkat secara signifikan sehingga perkembangan teknologi dan industri pesawat terbang di seluruh dunia pun ikut melesat naik. Perkembangan yang sangat signifikan antara lain penggunaan mesin yang semakin bertenaga sehingga dimungkinkan pembuatan pesawat yang lebih besar, pencapaian kecepatan pesawat hingga 130 mph bahkan 2 kali lipat dibandingkan kecepatan pesawat sebelum PD-1.

I-1

I-2

Seiring berkembangnya teknologi digital, berkembang pula pesawat terbang tanpa awak (PTTA). Pada tahun 1898 penggagas teknologi nirawak, Nikola Tesla mendapatkan hak paten atas kendaraan tanpa awak (Number 613809) yang menjadi prinsip dasar PTTA. PTTA merupakan pesawat terbang yang dikendalikan alat sistem kendali jarak jauh lewat gelombang radio. Awalnya PTTA digunakan sebagai misi kemiliteran, seiring berkembangnya kebutuhan PTTA juga digunakan untuk berbagai keperluan sipil diantaranya untuk keperluan foto udara, serta pemetaan. PTTA sendiri memiliki berbagai keuntungan jika dibandingkan pesawat berawak antara lain memiliki risiko yang rendah, dapat menjangkau daerah yang sulit diakses dengan biaya operasi lebih yang rendah. Salah satu penggunaan PTTA yang sangat diminati untuk kalangan sipil yaitu bidang pemetaan atau foto udara. PTTA jenis ini dilengkapi berbagai teknologi canggih seperti GPS, autopilot, kamera beresolusi tinggi, dan lain-lain. Ai-X1 merupakan PTTA prototype berjenis RPAS (Remotely Piloted Aircraft System) bertenaga baterai buatan PT. Aero Terra Indonesia yang digunakan untuk keperluan pemetaan. Dengan wingspan seluas 1,1 meter dan cruise speed 80 km/jam pesawat ini mampu terbang selama 15 menit dan memiliki jarak tempuh sejauh 10 km. Untuk lepas landas pesawat ini menggunakan pelontar, dimana ini merupakan pembebanan terbesar yang terjadi pada struktur sayap pesawat ini. Sebagian besar struktur pesawat ini menggunakan material komposit yang dimana material komposit memiliki berbagai keuntungan antara lain dapat dibuat sesusai kriteria dan kebutuhan rancangan yang diinginkan, sebagai upaya optimalisasi fungsi struktur.

I-3

Untuk mengkompensasi kebutuhan pesawat yang semakin canggih diperlukan pengembangan perancangan kekuatan struktur. Perancangan struktur sendiri berfungsi untuk mengetahui dan memastikan suatu desain struktur dan materialnya mampu atau tidak bertahan dalam kondisi pembebanan tertentu. Dalam fase terbang, struktur sayap menerima berbagai jenis pembebanan maka perlu adanya perancangan baik dari segi desain maupun material yang digunakan. Perlu adanya analisis kekuatan struktur sayap pesawat prototype Ai-X1 ketika lepas landas menggunakan pelontar. Hal ini disebabkan pesawat ini mengalami pembebanan yang sangat besar ketika lepas landas menggunakan pelontar yaitu 6.4 G. Berdasarkan uraian pada latar belakang ini, diperlukan kajian khusus tentang kekuatan struktur komposit pada pesawat PTTA ketika lepas landas menggunakan pelontar. Untuk itu pada tugas akhir ini dilakukan analisis failure index struktur sayap Ai-X1 dan mengetahui daerah kritis pada struktur tersebut. Sehingga dapat ditentukan faktor keamanan struktur sayap menahan pembebanan terbesar ketika pesawat lepas landas menggunakan pelontar. Analisis dilakukan dengan menggunakan pemodelan elemen hingga yang disimulasikan dengan perangkat lunak Finite Element Method (FEM) yaitu PATRAN/NASTRAN.

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian ini dirumuskan masalah yang akan

menjadi pokok pembahasan, sebagai berikut : 1. Bagaimana memperoleh properti material struktur sayap PTTA Ai-X1 ?

I-4

2. Bagaimana memodelkan struktur sayap PTTA Ai-X1 pada simulasi perangkat lunak Catia ? 3. Berapa besarnya stress maksimum yang diterima struktur sayap PTTA AiX1 dan lokasinya ketika lepas landas menggunakan pelontar ? 4. Berapa failure indeks struktur sayap PTTA Ai-X1 yang telah dirancang ketika mengalami pembebanan maksimum ? 5. Berapakah defleksi maksimum yang dialami struktur sayap PTTA Ai-X1 ketika mengalami pembebanan maksimum ?

1.3

Maksud dan Tujuan Tujuan yang akan dicapai dari tugas akhir ini dengan judul β€œAnalisis

Kekuatan Struktur Sayap Pesawat Tanpa Awak Ai-X1 Menggunakan perangkat lunak PATRAN/NASTRAN” adalah sebagai berikut : β€’

Mengetahui cara memodelkan struktur sayap Ai-X1 menggunakan perangkat lunak Catia.

β€’

Mengetahui cara menentukan properti material yang digunakan struktur sayap Ai-X1 dengan metode pengujian.

β€’

Mengetahui

cara

menganalisis

kekuatan

struktur

sayap

Ai-X1

menggunakan perangkat lunak PATRAN/NASTRAN. β€’

Menghitung failure indeks dan mengetahui daerah kritis pada struktur sayap Ai-X1 dari hasil analisis.

I-5

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : β€’

Pembelajaran perangkat lunak Catia dan Finite Element Method (FEM) yaitu PATRAN/NASTRAN.

β€’

Pembelajaran metode-metode pengujian struktur untuk menentukan properti material.

1.4

β€’

Dapat mengetahui failure indeks yang digunakan oleh manufaktur.

β€’

Menambah wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Batasan dan Asumsi Masalah Pembatasan masalah diperlukan agar pembahasan tigas akhir ini menjadi

lebih fokus yang diuraikan sebagai berikut : 1. Penelitian hanya akan membahas analisa struktur bukan aerodinamik. 2. Pesawat tanpa awak Ai-X1 dikategorikan bersayap tetap (fixed wing). 3. Struktur yang dianalisis bermayoritas utama jenis komposit. 4. Komposit yang dibahas hanya secara makroskopik. 5. Kegagalan spesimen uji tidak di teliti secara lanjut, melainkan hanya menggunakan data hasil uji saja. 6. Properti material yang belum didapatkan dari hasil uji akan dilakukan pendekatan terhadap material sejenis. 7. Pembebanan pada struktur berbentuk beban statis didapat dari data lepas landas pesawat Ai-X1 menggunakan pelontar.

I-6

8. Simulasi

struktur

menggunakan

perangkat

lunak

Catia

dan

PATRAN/NASTRAN. 9. Analisis kekuatan struktur yang dilakukan berdasarkan data rancangan AiX1 dan data hasil komputasi software PATRAN/NASTRAN.

1.5

Waktu dan Tempat Pelaksanaan β€’

Waktu dalam melakukan penelitian ini adalah 1 juni sampai 23 september 2017.

β€’

Untuk mendukung proses analisis tugas akhir ini, penelitian dilakukan di beberapa tempat yaitu di Universitas Nurtanio Bandung, LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan PT. Aero Terra Indonesia.

1.6

Metode Pengumpulan Data Untuk mempermudah dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa

metode pengumpulan data yaitu : 1. Studi literatur a. Buku Pengumpulan data yang berasal dari literatur buku – buku yang berkaitan dengan judul penelitian ini maupun referensi lainnya. b. Internet Pengumpulan data yang berasal dari program – program yang digunakan, situs – situs yang bermanfaat memberikan data –

I-7

data yang diperlukan maupun dari referensi lainnya di internet dengan tetap memperhatikan keabsahan sumber referensi yang digunakan. c. Jurnal Pengumpulan data yang berasal dari deskripsi dan laporan dengan mempertimbangkan kebenaran, keabsahan dan ketelitian dari data struktur sayap pesawat terbang. 2. Pendekatan diskusi dengan pembimbing Tugas Akhir yang berkaitan dengan topik bahasan penelitian. 3. Wawancara Pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pihak – pihak yang memiliki spesialisasi dalam bidang analisa struktur yang berkaitan dengan judul penelitian. 4. Pengujian Pengumpulan data yang diperoleh dengan cara melakukan pengujian terhadap material yang digunakan pada sayap pesawat Ai-X1. 5. Pemodelan rancangan/simulasi sayap Ai-X1 untuk mengetahui besaran yang diperlukan dalam menganalisis kekuatan struktur.

1.7

Sistematika Penulisan Laporan ini disusun mengikuti sistematika yang telah ditetapkan dalam

pedoman penulisan laporan tugas akhir Universitas Nurtanio Bandung. Adapun sistematika penulisan penyusunan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

I-8

BAB I Pendahuluan Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian, batasan masalah, teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori Bab ini membahas tentang landasan teori yang membahas mengenai teori-teori dasar dan persamaan yang digunakan dalam pembahasan struktur sayap pesawat, komposit, serta teori dalam menganalisa menggunakan metode elemen hingga.

BAB III Metodologi Penelitian Bab ini membahas tentang pendekatan dan tahapan yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian telah ditetapkan sebelumnya.

BAB IV Pengumpulan dan Pengolahan Data Bab ini menjelaskan tentang proses pengumpulan data hasil pengujian dan analisisnya serta pendekatan terhadap material terkait.

BAB V Analisis Bab ini membahas metode pemodelan dan running di perangkat lunak PATRAN/NASTRAN yang selanjutnya dilakukan analisis kegagalan sehingga tujuan dari penelitian ini terjawab.

I-9

BAB VI Kesimpulan dan Saran Bab ini mengemukakan poin-poin penting dari hasil analisis yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini. Serta saran untuk perbaikan kedepannya pun dikemukakan pada bab ini

BAB II LANDASAN TEORI

2.1

Pesawat Terbang Tanpa Awak Pesawat terbang tanpa awak (PTTA) merupakan pesawat terbang yang

dikendalikan alat sistem kendali jarak jauh lewat gelombang radio. Secara umum PTTA memiliki ukuran, bentuk, konfigurasi, dan kemampuan yang berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhannya. Struktur pesawat didesain sehingga seluruh bagian material dapat menggunakan kapabilitasnya secara penuh. Tujuan utama mendesain struktur dan material pesawat adalah untuk mendapatkan berat yang seringan mungkin. Secara umum, material dengan kekakuan tinggi, kekuatan tinggi, dan ringan paling cocok untuk pesawat. Untuk itu digunakan konstruksi jenis struktur cangkang (monoque) dan struktur cangkang yang diberi penguat (semimonoque). Ukuran dan bentuk dari struktur pesawat biasanya ditentukan berdasarkan hal non-struktur. Untuk mudahnya, airfoil didesain berdasarkan karakteristik lift dan drag. Maka solusi untuk masalah struktur secara global sangat terbatas. Seringnya, solusi menggunakan material yang dibuat khusus untuk pesawat terbang. 2.2

Tipe Pesawat Terbang Tanpa Awak Berdasarkan bentuknya PTTA secara garis besar memiliki 3 jenis antara lain,

multi rotor, fixed wing, dan single rotor (helicopter). Ketiganya memiliki II - 1

II - 2

keunggulan dan keterbatasan masing-masing sehingga dapat disesuaikan dengan misi yang akan dilakukan. Dibawah ini merupakan tabel kelebihan serta kekurangan ketiga PTTA tersebut, antara lain : Table 2. 1 Jenis-jenis pesawat terbang tanpa awak Multi Rotor

Single Rotor

Fixed Wing

Tidak membutuhkan runway (VTOL)

Tidak membutuhkan runway (VTOL)

Membutuhkan landasan atau pelontar khusus

Dapat terbang rendah

Dapat terbang rendah

Mampu mengangkut muatan yang lebih besar

Dapat terbang hovering

Dapat terbang hovering

Sistem elektronik yang cukup kompleks

Manueverability yang tinggi

Memiliki jarak tempuh yang paling jauh dengan tenaga yang sama Mampu terbang secara gliding (tanpa mesin)

Kecepatan rendah

Kecepatan rendah dan terbatas

Tidak memiliki kemampuan hovering Dapat terbang dengan stabil Mudah dioperasikan berdasar single rotor

Secara umum PTTA jenis rotary wing (multi or single rotor) lebih cocok digunakan untuk pemeriksaan dan pemantauan yang membutuhkan ketelitian tinggi seperti rel, jaringan listrik, areal tambang yang curam, kawah gunung. Dikarenakan

II - 3

PTTA jenis ini dapat terbang vertikal serta kemampuan hovering. Sedangkan PTTA jenis Fixed Wing lebih cocok digunakan untuk pemetaan daerah dengan areal yang luas seperti hutan, tambang, perkebunan. Dikarenakan jarak tempuh yang panjang serta kemampuan terhadap hembusan angin yang cukup tinggi.

2.3

Skenario Pembebanan Maksimum Pesawat Ai-X1 Kasus pembebanan yang terbesar terjadi ketika lepas landas menggunakan

pelontar. Maka persamaan yang dibutuhkan untuk menentukan besarnya gaya angkat (lift) dan gaya hambat (drag) yang terjadi : 𝐿𝑖𝑓𝑑 = 1⁄2 𝜌 𝑉 2 𝑆 𝐢𝑙

(2. 1)

π·π‘Ÿπ‘Žπ‘” = 1⁄2 𝜌 𝑉 2 𝑆 𝐢𝑑

(2. 2)

Dimana :

2.4

𝜌

=

Densitas udara (kg/m3)

𝑉

=

Kecepatan (m/s)

𝑆

=

Luas area sayap (m2)

𝐢𝑑

=

Koefisien drag

𝐢𝑙

=

Koefisien lift

Mekanika Struktur Komposit Komposit merupakan material multifasa yang terdiri dari campuran dua atau

lebih material secara makroskopis dengan sifat kimia dan fisika yang berbeda,

II - 4

sehingga menghasilkan sebuah material baru yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dari material penyusunnnya (Jones, 1975). Artinya penggabungan sifatsifat unggul dari penyusunnya masih terlihat nyata. Secara umum komposit terdiri dari dua unsur penyusun, yaitu penguat (reinforcement) dan matriks. Dengan pembentukan material komposit maka dapat meningkatkan beberapa properti material seperti: 1. Kekuatan

5. Berat

2. Kekakuan

6. Kekuatan fatigue

3. Resistansi korosi

7. Insulasi termal

4. Resistansi keausan

8. Konduktifitas termal

Secara alami, tidak semua properti diatas dapat ditingkatkan bersamaan atau dibutuhkan kebutuhan tertentu.

2.4.1

Klasifikasi Bahan Komposit Bahan

Komposit

dapat

di

klasifikasikan

berdasarkan dua bahan

pembentuknya yaitu reinforcement dan matriks. Bahan reinforcement dapat berupa partikel, serat, serta komposit struktural (gabungan). Sedangkan Bahan matriks dapat berupa polimer, logam, karbon, dan keramik. reinforcement merupakan unsur utama bahan komposit berfungsi menentukan karakteristik komposit, seperti kekakuan kekuatan dan sifat mekanik yang lain. Sebagian besar gaya-gaya yang bekerja pada bahan komposit ditopang oleh serat. Sedangkan matriks berfungsi melindungi dan mengikat serat sehingga dapat bekerja dengan baik.

II - 5

2.4.1.1 Reinforcement Composite

Particlereinforced

Large-particle

Fiberreinforced

Continuous

Structural

Discontinuous

Laminates

Aligned

Sandwich panel

Dispersionstrengthened

Randomly oriented Gambar 2. 1 Jenis-jenis bahan reinforcement/penguat Berdasarkan gambar 2.1 bahan reinforcement dapat dibagi menjadi : 1. Komposit berpenguat serat (fiber) 2. Komposit berpenguat partikel (particle) 3. Komposit berpenguat struktural Serat biasanya terdiri dari bahan yang kuat, kaku, dan getas. Material berbentuk serat-serat kecil yang panjang lebih kaku dan kuat daripada dalam bentuk bulk. Hal ini dikarenakan struktur serat dapat menghilangkan cacat-cacat dan ketidaksempurnaan kristal yang bisanya terdapat pada material berbentuk padatan besar. Dapat dikatakan serat merupakan kristal tunggal yang tanpa cacat, sehingga kekuatannya sangat besar. Bahan komposit serat sangat efisien dalam menerima beban searah serat, namun sangat lemah bila dibebani arah tegak lurus serat. Terdapat 2 hal yang membuat serat dapan menahan gaya dengan efektif, yaitu :

II - 6

1. Interfacial Bonding yaitu hubungan perekatan antara serat dan matriks yang bagus dan kuat, maka serat tidak mudah lepas dari matriks. 2. Kelangsingan (Aspect Rasio) yaitu perbandingan antara panjang dan diameter serat yang cukup besar, sehingga tegangan geser yang terjadi pada permukan antara serat dan matriks kecil (AR>100).

2.4.1.2 Matriks

Composite

Polymer Matrix Composite (CMC)

Metal Matrix Composite (MMC)

Ceramic Matrix Composite (CMC)

Gambar 2. 2 Jenis-jenis bahan matriks Matriks pada umumnya terbuat dari bahan-bahan yang lunak dan liat, seperti polimer. Sedangkan untuk keperluan suhu tinggi dapat juga digunakan beberapa keramik atau logam, seperti aluminium, tembaga, magnesium dan titanium. Berdasarkan gambar 2.1 jenis matriks bahan komposit dibagi menjadi : 1. Komposit bermatriks polimer (polymer matrix composite/PMC) 2. Komposit bermatriks logam (metal matrix composite/MMC) 3. Komposit bermatriks keramik (Ceramic matrix composite/CMC) Sebagian besar lebih banyak digunakan komposit bermatriks polimer dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dikarenakan Polimer lebih mudah dimanufaktur dan lebih

II - 7

sederhana, serta memiliki sifat mekanik dan membetuk ikatan dengan reinforcement yang baik. Matriks polimer sendiri memiliki 2 jenis, yaitu thermosetting dan thermoplastics. Polimer berjenis thermosetting tidak dapat kembali ke bentuk semula setelah mengalami proses pemadatan. Namun memiliki keuntungan seperti resistansi terhadap suhu tinggi, tahan terhadap beban fatigue, lebih murah. Sedangkan polimer berjenis thermoplastic dapat di cetak dan dilelehkan kembali berulangkali tanpa mengubah propertinya. Thermoplastic lebih tidak getas dibandingkan thermosetting sehingga lebih tahan terhadap beban impact.

2.4.2

Teori Lamina Bahan komposit termasuk dalam kategori anisotropik dan tidak homogen.

Untuk persamaan elastisitas umum bahan anisotropik tiga dimensi adalah sebagai berikut :

𝜎11 𝐢11 𝜎22 𝐢12 𝜎33 𝐢13 = 𝜏23 𝐢14 𝜏31 𝐢15 𝜏 { 12 } [𝐢16

𝐢12 𝐢22 𝐢23 𝐢24 𝐢25 𝐢26

𝐢13 𝐢23 𝐢33 𝐢34 𝐢35 𝐢36

𝐢14 𝐢24 𝐢34 𝐢44 𝐢45 𝐢46

𝐢15 𝐢25 𝐢35 𝐢45 𝐢55 𝐢56

𝐢16 πœ€11 𝐢26 πœ€22 𝐢36 πœ€33 𝐢46 𝛾23 𝐢56 𝛾31 𝐢66 ] {𝛾12 }

(2. 3)

Sedangkan untuk bahan orthotropik, persamaan elastisitas ini dapat dinyatakan :

II - 8

𝜎11 𝐢11 𝜎22 𝐢12 𝜎33 𝐢13 𝜏23 = 0 𝜏31 0 { 𝜏12 } [ 0

πœ€11 𝐢12 𝐢13 0 0 0 πœ€22 𝐢22 𝐢23 0 0 0 πœ€33 0 0 𝐢23 𝐢33 0 𝛾23 0 0 0 𝐢44 0 𝛾31 0 𝐢55 0 0 0 0 𝐢66 ] {𝛾12 } 0 0 0

(2. 4)

Sedangkan untuk bahan orthotropik dua dimensi pers. 2.4 dapat disederhanakan menjadi :

𝜎11 𝐢11 {𝜎22 } = [𝐢12 𝜏12 0

𝐢12 0 πœ€11 𝐢22 0 ] { πœ€22 } 0 𝐢66 𝛾12

(2. 5)

Matriks [C] merupakan matriks kekakuan yang memberikan hubungan tegangan dan regangan setiap lamina pada komposit, dimana : 𝐢11 =

𝐸1 1 βˆ’ 𝜐12 𝜐21

𝐢12 =

𝜐12 𝐸2 1 βˆ’ 𝜐12 𝜐21

𝐢22 =

𝐸2 1 βˆ’ 𝜐12 𝜐21

𝐢66 = 𝐺12

2.4.3

𝜐21 = 𝜐12

(2. 6)

𝐸2 𝐸1

Fraksi Volume Volume dari material komposit (𝑣𝑐 ) setara dengan penjumlahan volume serat

(𝑣𝑓 ) dan matriks (π‘£π‘š ) penyusunnya. maka dari itu,

𝑣𝑐 = 𝑣𝑓 + π‘£π‘š

(2. 7)

II - 9

Maka untuk mendapatkan fraksi volume dari serat (𝑉𝑓 ) dan fraksi volume matriks (π‘‰π‘š ), π‘šπ‘“ β„πœŒπ‘“ 𝑉𝑓 = π‘š π‘š 𝑓 β„πœŒπ‘“ + π‘šβ„πœŒπ‘š π‘šπ‘š β„πœŒπ‘š π‘‰π‘š = π‘š π‘š 𝑓 β„πœŒπ‘“ + π‘šβ„πœŒπ‘š

Dimana :

(2. 8)

π‘šπ‘“ = Massa serat (gram) π‘šπ‘š = Massa matriks (gram) πœŒπ‘“ = Densitas serat (gram/cm3) πœŒπ‘š = Densitas matriks (gram/cm3)

2.4.4

Struktur Sandwich Panel komposit berstruktur sandwich umumnya terdiri dari dua laminate tipis

pada bagian luar disebut face serta bagian tengah yang tebal dan ringan disebut core, ketiganya terhubung dengan perekat yang biasa disebut adhesive. Meskipun bagian core berbentuk tebal namun komposit sandwich memiliki berat yang ringan serta kekakuan lentur yang tinggi. Sehingga dapat dikatakan struktur ini berbentuk seperti makanan sandwich (Gambar 2.5).

II - 10

Gambar 2. 3 Ilustrasi gambar komposit berstruktur sandwich 2.5

Metode Pembuatan Komposit Hand Lay-Up Hand Lay-Up merupakan metode open mould atau cetakan terbuka dan juga

merupakan metode tertua serta paling sederhana dari proses manufaktur komposit. Teknik yang digunakan sangat sederhana yaitu dengan cara mengaplikasikan resin pada lapisan fiber dengan menggunakan kuas ataupun roller pada setiap lapis maka resin akan terserap pada bahan penguat hingga merata serta mengurangi void atau gelembung udara yang dapat terperangkap dalam lapisan komposit. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang hingga ketebalan yang diinginkan tercapai.

Gambar 2. 4 Metode pembuatan komposit hand lay-up

II - 11

Setelah dilakukan metode hand lay-up dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu vacuum bagging. Proses ini berguna untuk menghilangkan void serta menurangi kelebihan resin pada komposit. Proses ini menggunakan pompa vacuum untuk menghisap udara pada komposit yang telah di tutupi lapisan plastik, sehingga lapisan ini akan membuat udara di bagian luar untuk menekan udara di bagian dalam plastik untuk keluar melalui pompa.

Gambar 2. 5 Proses Vacuum Bagging Manufaktur komposit menggunakan metode hand lay-up memiliki beberapa keuntungan antara lain : 1. Proses pengerjaan sederhana. 2. Modal rendah. 3. Dapat digunakan untuk membuat bentuk yang rumit. Disamping itu metode hand lay-up juga memiliki batasan dan beberapa kekurangan, antara lain : 1. Ketebalan sulit dikontrol. 2. Kualitas dari hasil prodak tidak konsisten. 3. Human error, metode ini sangat bergantung pada pengalaman pembuat, sehingga akan terdapat berbagai ketidaksempurnaan, seperti proses yang tidak bersih, kelebihan resin dan ketidak presisian arah serat.

II - 12

4. Boros resin, sehingga tidak dimungkinkan mendapatkan fraksi volume serat yang tinggi dari metode ini.

2.6

Metode Pengujian Mekanik Untuk menentukan data material yang selanjutnya diinputkan ke perangkat

lunak PATRAN/NASTRAN dilakukan pengujian material. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan properti mekanik bahan komposit yang digunakan pada struktur sayap PTTA AI-X2. Pembuatan spesimen uji, serta proses pengujian dilakukan berdasarkan standar intenasional yaitu American Standard Testing and Materials (ASTM). Mengenai proses pengujian akan dijelaskan lebih lanjut pada bab berikutnya.

2.7

Teori Kegagalan Tsai-Hill Secara garis besar teori kegagalan yang digunakan untuk perancangan

struktur komposit dibagi menjadi tiga kelompok besar, antara lain : a. Kondisi independen : tegangan maksimum, Regangan maksimum. b. Gabungan kondisi independen dan interaktif : Grant-sanders, Puck c. Kondisi interaktif sepenuhnya : Tsai-Hill, Tsai-Wu Yang paling sering digunakan dalam material orthotropik adalah teori kegagalan Tsai-Hill, dimana merupakan pengembangan dari kriteria umum luluh Hill pada bahan anisotropik.

II - 13

𝜎1 2 𝜎1 𝜎2 𝜎2 2 𝜏12 2 ( ) βˆ’ ( 2 ) + ( ) + ( ) = 𝛼2 𝑋 𝑋 π‘Œ 𝑆

Dimana :

X = (𝜎1 𝑇 )𝑒𝑙𝑑

jika

𝜎1 > 0

= (𝜎1 𝐢 )𝑒𝑙𝑑

jika

𝜎1 < 0

Y = (𝜎2 𝑇 )𝑒𝑙𝑑

jika

𝜎2 > 0

= (𝜎2 𝐢 )𝑒𝑙𝑑

jika

𝜎2 < 0

(2. 9)

S = (𝜏12 𝑇 )𝑒𝑙𝑑 Pada persamaan 2.10, sumbu suatu lamina dinotasikan dengan 1 untuk searah serat, 2 untuk tegak lurus arah serat. Maka untuk kriteria kegagalan Tsai-Hill : a. Jika 𝛼 β‰₯ 1 menunjukkan adanya keretakan pada laminat. b. Jika 𝛼 < 1 menunjukkan tidak adanya keretakan pada laminat. Keuntungan menggunakan teori ini antara lain : 1. Mempertimbangkan interaksi antara 3 parameter kekuatan unidirectional lamina (𝜎11 , 𝜎22 , 𝜏12 ). 2. Dapat dilakukan pada tiap laminat, sehingga dapat diketahui laminat dalam arah orientasi mana yang mengalami kegagalan terlebih dahulu

2.8

Metode Elemen Hingga Metode elemen hingga (MEH) merupakan metode numerik dan merupakan

cabang dari ilmu Solid Mechanics, yang biasanya digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah engineering meliputi analisa struktur, perpindahan panas, aliran fluida, perpindahan massa, elektromagnetik, dan sebagainya. Dikarenakan metode

II - 14

elemen hingga menggunakan teknik komputasi, sehingga solusi yang didapat merupakan hasil pendekatan. Metode elemen hingga memodelkan struktur dengan membaginya menjadi elemen-elemen kecil (diskritisasi) yang terhubung oleh titiktitik (nodes). Dalam masalah struktur penyelesaian yang didapat berupa deformasi pada setiap nodes yang selanjutnya digunakan untuk mendapatkan besaran-besaran seperti tegangan (stress) dan regangan (strain). Metode ini memiliki berbagai keuntungan antara lain : 1.

Dapat memodelkan bentuk yang rumit secara geometri

2.

Dapat memodelkan struktur dengan material yang berbeda-beda

3.

Menghemat waktu dan uang bila dibandingkan dengan metode eksperimental.

4.

Mudah dimodifikasi untuk keperluan optimasi

5.

Dapat digunakan untuk menganalisis linear maupun non-linear. Terdapat berbagai jenis perangkat lunak untuk MEH antara lain

PATRAN/NASTRAN, ABAQUS, ANSY dan LSDYNA. Penulis disini menggunakan perangkat lunak PATRAN/NASTRAN, dimana PATRAN bertindak sebagai modeler, sedangkan NASTRAN bertindak sebagai solver. Secara umum terdapat 3 langkah dalam analisis menggunakan metode elemen hingga berbasis perangkat lunak PATRAN/NASTRAN antara lain : 1.

Pre-Processing Merupakan langkah yang meliputi pembuatan geometri model, pendefinisian sifat material, diskritisasi (membagi struktur menjadi elemen-elemen kecil) , pendefinisan kondisi batas, pendefinisian pembebanan.

II - 15

2.

Analisis Meliputi pemilihan metode analisis yang akan digunakan dan penghitungan secara komputasi dengan menggunakan perangkat lunak NASTRAN.

3.

Post-Processing Menginterpretasikan hasil analisis berupa data seperti tegangan, deformasi, regangan dan sebagainya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1

Diagram Alir Pada Penelitian ini beberapa tahap penelitian dilakukan sesuai dengan

langkah-langkah yang digambarkan oleh diagram alir berikut ini :

Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian

III - 1

III - 2

3.2

Rancangan Penelitian Bab ini dibuat untuk merancang penelitian dengan lebih terarah dan

sistematis. Model rancangan penelitian ini digambarkan dalam bentuk diagram alir metodologi penelitian (Gambar 3.1) untuk menjelaskan urutan penelitian seluruh rangkaian kegiatan. Penelitian ini dimulai dengan pengamatan di PT.Aero Terra Indonesia, Bandung. Didapatkan data berupa geometri sayap pesawat Ai-X1, kasus pembebanan maksimum, serta material penyusunnya mulai dari skin, ribs, dan spar. Dilakukan pembuatan serta pengujian spesimen untuk mendapatkan properti material yang digunakan sesuai dengan ASTM yang berlaku. Pengujian yang dilakukan berupa uji tarik, uji tekan dan uji geser, dimana properti material yang didapat selanjutnya akan digunakan untuk mendapatkan properti material yang dibutuhkan untuk digunakan di analisis dari material sejenis. Setelah mendapatkan seluruh properti material struktur pesawat Ai-X1 dilakukan analisa struktur menggunakan perangkat lunak PATRAN/NASTRAN sampai mendapatkan nilai yang konvergen. Hasilnya akan di intrepretasikan menggunakan kriteria kegagalan Tsai-Hill.

3.3

Pendefinisian Geometri dan Material Penyusun Sayap PTTA Ai-X1 Penentuan geometri sayap PTTA Ai-X1 dilakukan dengan metode observasi

dengan pengukuran geometri secara langsung di lapangan serta metode wawancara untuk mengetahui bagian dalam struktur sayap serta material penyusunnya.

III - 3

3.3.1

Geometri Airfoil PTTA Ai-X1 Pendefinisian geometri airfoil dilakukan guna mendapatkan bentuk ribs,

bagian skin dan gaya aerodinamika yang terjadi pada sayap. Geometri sayap Ai-X1 didapatkan dengan langkah sebagai berikut : 1.

Dilakukan penjiplakan bagian sambungan sayap Ai-X1 ke atas kertas guna mendapatkan geometri yang sesuai (Gambar 3.2).

Gambar 3. 2 Potongan sayap PTTA Ai-X1 pada bagian sambungan 2.

Dilakukan scan pada kertas hasil jiplakan airfoil menggunakan Scanner guna mendapatkan format gambar digital airfoil (Gambar 3.3).

Gambar 3. 3 Format digital airfoil Ai-X1 3.

Menggunakan perangkat lunak Web Plot Digitizer guna mengubah bentuk gambar digital airfoil kedalam bentuk koordinat sehingga dapat dengan mudah di import ke dalam Nastran dan JavaFoils.

3.3.2

Geometri 3D sayap PTTA Ai-X1 Pendefinisian geometri 3 dimensi sayap dilakukan guna mendapatkan bentuk,

jumlah, posisi, serta ukuran komponen pengusun sayap seperti ribs, spar, skin. Hasilnya di buat dalam bentuk 3 dimensi pada perangkat lunak Catia.

III - 4

Spar Ribs Skin Panel

Gambar 3. 4 Komposisi struktur sayap PTTA Ai-X1 Berdasarkan gambar diatas struktur pengusun sayap memiliki 2 buah spar yang salah satunya berbentuk pipa serta yang lainnya berbentuk plat datar. Ditunjang pula oleh 4 buah ribs berbentuk airfoil serta seluruhnya dilingkupi oleh skin panel.

3.3.3

Material Penyusun Struktur Sayap PTTA Ai-X1 Bagian penyusun Struktur Sayap terdiri dari material komposit, antara lain : Tabel 3. 1 Susunan Lapisan Komposit Penyusun Struktur Sayap

Upper Skin Panel Lower Skin Panel Ribs Pipe Spar Flat Spar

Layer 1 WR 100 (0Β°) WR80 (0Β°) WR 100 (0Β°) WR 200 (0Β°) WR 100 (0Β°)

Layer 2 Styrofoam EPS 22 Styrofoam EPS 22 Multiplex Plywood WR 200 (0Β°) Styrofoam EPS 22

Layer 3 WR 80 (0Β°) WR 100 (0Β°) WR 100 (0Β°) WR 200 (0Β°) WR 100 (0Β°)

III - 5

3.4

Pendefinisian Pembebanan Maksimum Pesawat Ai-X1 menggunakan pelontar untuk membantu saat melakukan

lepas landas. Pelontar ini memiliki panjang 3m dengan kecepatan yang dihasilkan berkisar 70 km/jam. Dengan konfogurasi tersebut pesawat ini mengalami gaya G

Gambar 3. 5 Model Pelontar yang digunakan saat lepas landas Sebesar 6.45 kali massanya. Selain g-force ketika lepas landas pesawat ini pun mengalami gaya aerodinamika yang besarnya bergantung dari cl dan cd konfigurasi airfoil-nya. Cl dan cd ini didapatkan secara 2 dimensi dengan me-running pada perangkat lunak JavaFoil. Maka seluruh pembebanan yang dialami pesawat ketika lepas landas antara lain : Tabel 3. 2 Besaran dan arah pembebanan ketika lepas landas Besaran

Arah

G-Force

V=70 km/h bernilai 6.423

Berlawanan arah gerak pesawat

Lift

Cl (11Β°) = 1.632

Tegak lurus arah gerak pesawat

Drag

Cd (11Β°) = 0.022

Berlawanan arah gerak pesawat

III - 6

3.5

Alat dan Bahan Manufaktur komposit Metode manufaktur dilakukan dengan hand lay-up, setelah itu dilakukan

proses vacuum bagging yang berfungsi untuk menekan komposit hasil hand layup, sehingga resin akan lebih merata serta membuang sisa-sisa atau kelebihan resin. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pembuatan spesimen komposit dengan metode tersebut antara lain : a.

Metode hand lay-up Alat : 1. Penggaris 2. Gunting 3. Meja Kaca datar 4. Gelas plastik 5. Neraca digital (ketelitian 1 gram) 6. Kuas 7. Emery cloth / amplas 8. Gergaji Bahan : 1. Serat E-glass woven 2. Resin (Epoxy,Hardener) 3. Wax

b.

Proses vacuum bagging Alat : 1. Vacuum pump

III - 7

2. Peel ply 3. Breather/flow medium 4. Vacuum Bag 5. Selang 6. Double Tape 7. Tape

Gambar 3. 6 Penggaris

Gambar 3. 7 Gunting

Gambar 3. 9 Meja kaca

Gambar 3. 8 Gelas plastik

III - 8

Gambar 3. 10 Neraca digital

Gambar 3. 11 Kuas

Gambar 3. 13 Serat E-glass

Gambar 3. 12 Epoxy

woven

Gambar 3. 15 Hardener

Gambar 3. 14 Wax

III - 9

Gambar 3. 17 Vacuum pump

Gambar 3. 16 Peel ply

Gambar 3. 18 Breather

Gambar 3. 19 Vacuum bag

Gambar 3. 20 Selang

Gambar 3. 21 Double tape

III - 10

Gambar 3. 23 Tape

Gambar 3. 22 Emery cloth

Gambar 3. 24 Gergaji

3.6

Proses Manufaktur komposit Langkah-langkah pembuatan material komposit epoxy berserat E-glass

dengan metode Hand Lay-up serta Vacuum Bagging adalah sebagai berikut : 1.

Memotong serat E-glass WR80, WR100, WR200 dengan ukuran sesuai dengan pengujian yang dilakukan, dimana :

III - 11

Tabel 3. 3 Dimensi dan jumlah lapisan spesimen uji Pengujian

Serat

Ukuran

Layer

WR 80 Uji Tarik

WR 100

30x20 cm

WR 200 Uji Geser

2.

WR 80 WR 200

15x10 cm

Arah Serat

12

Seluruhnya 0Β°

12

Seluruhnya 0Β°

12

Seluruhnya 0Β°

48

Seluruhnya 0Β°

18

Seluruhnya 0Β°

Fraksi volume tidak ditentukan pada awal pembuatan, melainkan setelah bahan komposit jadi. Hal ini dilakukan untuk mencapai pendekatan metode manufaktur yang dilakukan oleh pabrik. Resin yang digunakan dihitung dari berat awal resin dikurangi sisa resin yang tak terpakai.

3.

Membersihkan meja kaca lalu Memberikan wax secara merata pada permukaannya dan diamkan selama 3 menit. Hal ini bertujuan agar ketika spesimen kering dapat dengan mudah dilepas.

4.

Persiapkan breather, peel ply, serta vacuum bag yang telah direkatkan dengan double tape disekelilingnya. Buat lubang pada vacuum bag dan pasang vacuum connector.

5.

Mencampurkan Epoxy dengan hardener pada gelas plastik dengan perbandingan 5:1, campuran ini disebut resin. Kemudian campuran tersebut diaduk secara perlahan sampai tercampur seluruhnya.

6.

Mengoleskan resin pada meja kaca kemudian diratakan dengan kuas. Meletakan serat E-glass woven di atas meja kaca yang telah diolesi wax dan resin lalu tambahkan resin dengan kuas dan ratakan agar seluruh

III - 12

permukaan E-glass woven tertutupi oleh resin. Mengulangi langkah ini secara berulang hingga layer yang ditentukan tercapai. 7.

Meletakan peel ply pada permukaan spesimen secara merata, diusahakan tanpa kerutan. Diatasnya diletakan breather, lalu lapisi seluruhnya dengan vacuum bag yang telah direkatkan double tape dan vacuum connector. Kemudian sambungkan selang yang berasal dari vacuum pump ke vacuum connector. Lapisi seluruh pinggiran vacuum bag dengan tape untuk mengurangi terjadinya kebocoran.

Gambar 3. 25 Proses vacuum bagging 8.

Membiarkan proses vacuum selama 5 jam, agar gelembung-gelembung udara yang terperangkap didalam lapisan komposit dapat dikeluarkan dan meratakan permukaan komposit (Gambar 3.25).

9.

Setelah proses vacuum, lepaskan selang vacuum kemudian dibiarkan pada suhu ruangan selama 7 hari hingga mengeras (curing).

10. Spesimen yang telah jadi kemudian dilepaskan dari meja kaca dan peel ply kemudian potong kelebihan resin pada sisi-sisinya. Selanjutnya ditimbang

III - 13

serta diukur ketebalannya, setelah itu di potong menggunakan gergaji dan dihaluskan dengan emery cloth.

3.7

Prosedur Pengujian Tarik

Gambar 3. 26 Prosedur pengujian tarik Pengujian ini dilakukan berdasarkan acuan standar internasional ASTM D3039 standard test method for tensile properties of polymer matrix composite materials. Metoda pengujian ini dilakukan dengan menjepit kedua sisi atas dan bawah spesimen dengan alat uji, kemudian diberikan beban tarik statik keatas dan kebawah yang akan terus meningkat dengan kecepatan tertentu sampai spesimen mengalami kegagalan struktur. Properti material yang didapat dari hasil pengujian ini antara lain :

III - 14

1. Ultimate Tensile Stress (πœŽπ‘’ ) 2. Ultimate Tensile Strain (πœ€π‘’ ) 3. Modulus of Elasticity (𝐸) 3.7.1

Alat Uji Tarik Pengujian tarik dilakukan menggunakan alat uji tarik milik Universitas

Nurtanio Bandung berjenis Computerized Electronic Universal Testing Machine.

Gambar 3. 27 Alat uji tarik Alat ini dapat digunakan untuk pengujian tarik, tekan, bending dan properti mekanik lainnya pada metal maupun non-metal. Alat ini memiliki spesifikasi sebagai berikut : Tabel 3. 4 Spesifikasi alat uji tarik Load Capacity

100 KN

Load Accuracy

Β± 1%

III - 15

Stroke Resolution

0.002 mm

Speed Range

0.05 – 500 mm/min

Stroke [without grip]

600 mm

Tensile Grip

Specimen Thickness 1 – 14 mm Rod Specimen : Ø 9 – 14 mm

Diameter of Compression Platen

Ø 100 mm

Motor

Servo Motor

Overall Dimension

Β± 91.6 x 65 x 194 cm

Weight

Β± 800 kg

Power Supply

1-phase ; 220 V ; 1.5 KW

Alat uji tarik ini sudah dikendalikan menggunakan komputer yang dimana berfungsi juga untuk akuisisi data yang kemudian dapat diexport menjadi excel.

3.7.2

Proses Pengujian Tarik

Dibawah ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan pengujian tarik : 1.

Ukur geometri spesimen (panjang, lebar, tebal).

2.

Input besaran panjang, lebar, tebal pada komputer sebagai data awal.

3.

Pasang spesimen pada penjepit bagian atas terlebih dahulu dengan panjang melebihi 2/3 panjang penjepit.

4.

Pengujian dimulai sampai spesimen mengalami kerusakan atau patah.

5.

Matikan mesin dan lepaskan spesimen yang telah patah.

III - 16

3.8

Prosedur Pengujian Geser

Gambar 3. 28 Prosedur pengujian geser Pengujian ini dilakukan berdasarkan acuan standar internasional ASTM D5379 standard test method for shear properties of composite materials by the vnotched beam method. Metoda pengujian ini dilakukan dengan meletakan spesimen uji berbentuk persegi panjang dengan v-notched pada bagian tengah ke alat uji dengan notch berada tepat segaris dengan pembebanan. Kemudian akan diberikan beban statik tekan sehingga material akan mengalami kegagalan struktur. Properti material yang didapat dari hasil pengujian ini antara lain : 1. Ultimate Shear Stress (πœπ‘’ )

3.8.1

Proses Pengujian Geser

Dibawah ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan pengujian tarik : 1.

Ukur geometri spesimen (panjang, lebar, tebal, ukuran nocth).

III - 17

2.

Input besaran panjang, lebar, tebal, ukuran nocth pada komputer sebagai data awal.

3.

Pasang spesimen pada penjepit seperti pada gambar, kemudian atur posisi nocth tepat berada segaris dengan arah pembebanan.

4.

Pengujian dimulai sampai spesimen mengalami kerusakan atau patah.

5.

Matikan mesin dan lepaskan spesimen yang telah patah.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1

Spesifikasi Pesawat Terbang Tanpa Awak Ai-X1 Pesawat Ai-X1 merupakan pesawat yang dikembangkan oleh PT. Aeroterra

Indonesia. Pesawat ini memiliki misi utama untuk pemetaan. Dengan bertenaga mesin bertenaga baterai pesawat ini mampu terbang selama 15 menit. Sistem lepas landas yang digunakan adalah peluncur, sedangkan untuk pendaratan dengan jaring atau belly-landing. Struktur pada pesawat ini sebagian besar terdiri dari komposit serta konfigurasi sandwich.

Gambar 4. 1 PTTA Ai-X1 Berikut ini adalah spesifikasi dari pesawat Ai-X1 yang penulis lakukan analisis : a.

Wing Span

:

1.1 meter

b.

MTOW

:

2.5 kilogram

c.

Payload

:

100 gram

d.

Endurance

:

15 menit

IV - 1

IV - 2

4.2

e.

Operation Altitude

:

400 meter

f.

Cruise Speed

:

80 km/jam

g.

Populsion

:

Electric Brushless Motor

h.

Flight Path Distance

:

10 kilometer

i.

Communication Range

:

2 kilometer

j.

Take-off

:

Single Bunge Catapult

k.

Landing

:

Parachute Landing

Fraksi Volume Fraksi volume yang digunakan tidak ditentukan saat pembuatan bahan

komposit namun dihitung setelah menjadi bahan komposit. Metode ini digunakan sehingga didapatkan pendekatan terhadap hasil di lapangan. Dengan berat awal sebagai berikut : Tabel 4. 1 Berat awal spesimen bahan komposit untuk pengujian Pengujian Komposit Serat Resin Hardener Total (gram) (gram) (gram) (gram) Uji Tarik WR 80 59 50 10 119 WR 100 76 55 11 142 WR 200 152 95 19 266 Uji Geser WR 80 59 45 9 113 WR 200 57 35 7 99 Setelah melewati tahap manufaktur hand lay-up serta vacuum bagging terdapat sebagian resin yang menempel pada kain dan disekitar meja kaca sehingga berat resin yang membentuk komposit menjadi :

IV - 3

Tabel 4. 2 Total resin yang digunakan spesimen setelah bahan komposit jadi Pengujian Komposit Uji Tarik

Uji Geser

WR 80 WR 100 WR 200 WR 80 WR 200

Komposit (gram) 95 118 232 96 86

Resin terbuang (gram) 24 24 34 17 13

Resin digunakan (gram) 36 42 80 37 29

Dengan data densitas masing-masing serat, resin serta hardener yang digunakan maka didapat fraksi volume masing-masing spesimen sebesar : Tabel 4. 3 Fraksi volume spesimen uji tarik Pengujian Komposit Fraksi Volume Fraksi Volume Serat Resin Uji tarik WR 80 39.94 % 60.06 % WR 100 42.37 % 57.63 % WR 200 44.09 % 55.91 % Uji Geser WR 80 39.28 % 60.72 % WR 200 44.93 % 55.07 %

4.3

Pengujian Tarik

4.3.1

Dimensi Spesimen Uji Ukuran strandar spesimen mengacu pada ASTM D3039 standard test

method for tensile properties of polymer matrix composite materials dengan menggunakan 12 layer serat. Dengan rekomendasi seperti ditunjukan pada tabel 4.4: Tabel 4. 4 Rekomendasi ukuran spesimen uji tarik sesuai dengan arah serat

IV - 4

Dari data rekomendasi maka digunakan konfigurasi untuk balanced and symmetric dengan 12 layer serat. setiap jenis komposit dibuat 5 spesimen sehingga spesimen komposit dibuat persegi panjang dengan ukuran : Tabel 4. 5 Dimensi spesimen uji tarik Komposit Panjang Lebar Tebal (mm) (mm) (mm) WR 80 300 25 0.75 WR 100 310 25 0.8 WR 200 298 25 2.1

4.3.2

Hasil Pengujian Dari pengujian tarik yang di lakukan terhadap 3 jenis komposit dengan

masing-masing 5 buah spesimen uji didapatkan hasil untuk setiap masing-masing jenis : 300

Stress (MPa)

250 200 spesimen 1

150

spesimen 2 100

spesimen 3 spesimen 4

50

spesimen 5 0 0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

Strain (%)

Gambar 4. 2 Grafik Stress-Strain hasil pengujian komposit berserat WR80

IV - 5

Tabel 4. 6 Hasil uji tarik komposit berserat WR80 Spesimen

1 2 3 4 5 Rata-rata STD CV

Ultimate tensile stress (πˆπ’– ) (MPa) 213 236 253 248 236 237.2 15.45 6.51%

Modulus of elasticity (E) (GPa) 11.527 11.769 11.517 11.656 11.419 11.578 0.136 1.18%

Strain at Break Point ( πœΊπ’– ) (%) 2.175 2.536 2.768 2.656 2.520 2.531 0.223 8.80%

500 450 400

Stress (MPa)

350 300 250

spesimen 1

200

spesimen 2

150

spesimen 3

100

spesimen 4

50

spesimen 5

0 0

0,5

1

1,5

2 Strain (%)

2,5

3

3,5

4

Gambar 4. 3 Grafik Stress-Strain hasil pengujian komposit berserat WR100

IV - 6

Tabel 4. 7 Hasil uji tarik komposit berserat WR100 Spesimen

1 2 3 4 5 Rata-rata STD CV

Ultimate tensile stress (πˆπ’– ) (MPa) 417 464 476 449 428 446.8 24.47 5.48%

Modulus of elasticity (E) (GPa) 13.608 15.232 14.191 14.54 13.949 14.304 0.62 4.55%

Strain at Break Point ( πœΊπ’– ) (%) 3.108 3.259 3.374 3.113 3.077 3.186 0.126 3.969%

300

Stress (MPa)

250 200 spesimen 1

150

spesimen 2 100

spesimen 3

50

spesimen 4 spesimen 5

0 0

0,5

1

1,5

2 Strain (%)

2,5

3

3,5

4

Gambar 4. 4 Grafik Stress-Strain hasil pengujian komposit berserat WR200

IV - 7

Tabel 4. 8 Hasil uji tarik komposit berserat WR200 Spesimen

1 2 3 4 5 Rata-rata STD CV

Ultimate tensile stress (πˆπ’– ) (MPa) 245 247 245 230 226 238.6 9.813 4.11%

Modulus of elasticity (E) (GPa) 10 10.88 10.71 9.75 10.53 10.38 0.477 4.6%

Strain at Break Point ( πœΊπ’– ) (%) 3.047 3.210 3.199 3.373 2.962 3.158 0.159 5.04%

Gambar 4. 5 Hasil patahan setelah uji tarik komposit berserat WR80

Gambar 4. 6 Hasil patahan setelah uji tarik komposit berserat WR200

IV - 8

Gambar 4. 7 Hasil patahan setelah uji tarik komposit berserat WR200

4.4

Pengujian Geser

4.4.1

Dimensi Spesimen Uji Ukuran spesimen mengacu pada ASTM D5379 standard test method for

shear properties of composite materials by the v-notched beam method. Berdasarkan rekomendasi diatas ketebalan material dibuat lebih dari 2.5mm agar tidak perlu menggunakan tabs.

Gambar 4. 8 Rekomendasi dimensi spesimen uji geser Dari rekomendasi diatas maka setiap jenis komposit dibuat 5 spesimen sehingga spesimen komposit dibuat persegi panjang dengan ukuran :

IV - 9

Tabel 4. 9 Dimensi spesimen uji geser Komposit

4.4.2

Panjang

Lebar

Tebal

(mm)

(mm)

(mm)

WR 80

200

20

3.75

WR 200

200

20

3.25

Hasil Pengujian Dari pengujian tarik yang di lakukan terhadap 10 buah spesimen uji

didapatkan hasil untuk setiap masing-masing jenis : Tabel 4. 10 Hasil uji geser komposit berserat wr 80 Spesimen 1 2 3 4 5 Rata-rata STD CV

Ultimate Shear stress (πˆπ’– ) (MPa) 52.3 55.4 60.23 56.53 55.72 56 2.84 5.07%

Tabel 4. 11 Hasil uji geser komposit berserat wr 200 Spesimen 1 2 3 4 5 Rata-rata STD CV

Ultimate Shear stress (πˆπ’– ) (MPa) 39.6 39.94 44.08 36.88 43.73 40.85 3.04 7.44%

IV - 10

Gambar 4. 9 Hasil pergeseran uji tarik komposit berserat WR80

Gambar 4. 10 Hasil pergeseran uji tarik komposit berserat WR200

4.5

Properti Material Penyusun sayap PTTA Ai-X1 Untuk mendapatkan properti material yang spesifik maka dari hasil pengujian

terhadap komposit berserat WR 80, WR 100 dan WR 200 dilakukan pendekatan terhadap material yang sejenis. Sehingga didapatkan seperti yang ditunjukan pada tabel 4.12 :

IV - 11

Tabel 4. 12 Properti Material Penyusun sayap PTTA Ai-X1 WR 80

Tensile

WR 100

WR 200

Styrofoam

Multiplex

EPS 22

Plywood

237

446.8

238.6

0.2445

27.6

190

276.5

190

0.1105

31

11.578

14.304

10.38

5.527

8.2

56

56

40.847

0.1216

1.72

5

5

5

-

0.138

0.24

0.24

0.24

0.123

0.3

1718

1746

1755

21.6

-

Strength (MPa) Compressive Strength (MPa) Modulus of Elasticity E1 & E2 (GPa) In-Plane Shear Strength (MPa) Shear Modulus G12 (Gpa) Poisson’s Rasio (%) Density (Kg/m3)

BAB V ANALISIS 5.1

Pendahuluan Pada bab ini dibahas metode pemodelan struktur sayap pesawat Ai-X1

dengan menggunakan perangkat lunak

PATRAN/NASTRAN. Berdasarkan

pemodelan tersebut dilakukan analisis sehingga failure indeks struktur sayap pesawat Ai-X1 dapat ditententukan. 5.2

Pemodelan Sayap Dengan Menggunakan PATRAN/NASTRAN Pembuatan geometri sayap pesawat pada perangkat lunak Catia, dilakukan

hanya untuk geometri sayap kanan saja. Hal ini dikarenakan struktur pesawat ini memiliki bentuk yang simetris. Untuk bagian aileron dan sambungan pada pemodelan disatukan dengan struktur sayap, sehingga analisis yang dilakukan diasumsikan tanpa defleksi aileron.

2 1 1 = Area 1 sayap 2 = Area 2 sayap Gambar 5. 1 Geometri sayap berupa surface dengan beberapa referensi kordinat dan bagian sayap

V-1

V-2

Geometri sayap Ai-X1 yang telah dibuat di perangkat lunak Catia selanjutnya di-import kedalam perangkat lunak PATRAN. Bagian yang digunakan hanya curve saja, kemudian dibuat surface di PATRAN untuk memudahkan proses meshing dari model tersebut. Dikarenakan arah serat antara ribs, spar dan skin memiliki acuan yang berbeda maka dibuat referensi kordinat untuk masing-masing bagian tersebut, seperti ditunjukan pada gambar 5.1. 5.3 5.3.1

Definisi Kekuatan Material dan Properties Kekuatan Material Struktur sayap pesawat Ai-X1 terdiri dari 2 jenis material yaitu 2 dimensi

orthotropik dan isotropik. Orthotropic yaitu multiplex plywood dan komposit polymer berserat e-glass wr80, wr100, wr200. Sedangkan isotropic yaitu Geofoam EPS 22. Maka di-input-kan data material berdasarkan tabel 4.11 berupa linear elastic dan failure metode Tsai-Hill.

Gambar 5. 2 Material yang digunakan struktur sayap PTTA Ai-X1

V-3

Setelah tahap pendefinisian material, proses selanjutnya adalah pembuatan laminasi komposit untuk masing-masing bagian struktur antara lain upper skin, lower skin, ribs, pipe spar dan flat spar berdasarkan konfigurasi lapisan komposit yang tercantum pada tabel 3.1.

Gambar 5. 3 Susunan laminasi komposit per bagian struktur 5.3.2

Properties material Selanjutanya dilakukan definisi properties material untuk menentukan

metode analisis yang digunakan. Analisis yang dilakukan menggunakan properties berjenis 2 dimensi yaitu shell. Dengan input masing-masing laminasi komposit

V-4

pada setiap komponen struktur yaitu ribs, upper surface, lower surface, pipe spar, flat spar beserta kordinat referensi arah seratnya.

5.4

Penentuan Kondisi Batas dan Beban Kondisi batas pada pemodelan dibuat pada sambungan antara fuselage

dengan sayap. Kondisi batas yang digunakan berupa fix pada bagian skin dan pipe spar. Kondisi ini artinya bagian struktur yang di kenakan kondisi batas tidak bisa bertlanslasi maupun berotasi pada sumbu x, y dan z.

Fix displacement

Gambar 5. 4 Letak dan jenis kondisi batas sayap PTTA Ai-X1 Nilai Pembebanan maksimum ketika lepas landas pada bab 3 digunakan sebagai acuan. Dengan referensi kordinat sumbu –Y merupakan arah gerak pesawat dan sumbu Z merupakan arah gaya angkat pesawat. Beban yang digunakan berupa total load. maka besarnya beban yang diterima sayap pesawat dan letak pembebanan (mengacu pada gambar 5.1) yaitu :

V-5

Tabel 5. 1 Pembebanan maksimum saat pesawat lepas landas

Inertia Load

Nilai (N)

Arah

Lokasi

157.536

Berlawanan arah gerak

Seluruh

permukaan

sayap Area 1 Lift

27.519

Tegak lurus permukaan

Bagian bawah sayap

Area 1 Drag

0.365

Berlawanan arah gerak

Seluruh

permukaan

sayap Area 2 Lift

26.387

Tegak lurus permukaan

Bagian bawah sayap

Area 2 Drag

0.345

Berlawanan arah gerak

Seluruh

permukaan

sayap Winglet Lift

6.8

Tegak lurus permukaan

Bagian bawah winglet

Winglet Drag

0.09

Berlawanan arah gerak

Seluruh

permukaan

winglet

5.5

Pembuatan Meshing dan Uji Konvergensi Pembuatan meshing dilakukan guna membagi/mengdiskritisasi bagian

struktur menjadi element-element kecil. Semakin banyak jumlah element-nya semakin akurat pula hasil analisisnya. Namun pada suatu titik nilai perubahan dari displacement atau stress akan konvergen, artinya menuju satu nilai yang tetap.

Gambar 5. 5 Meshing pada sayap pesawat Ai-X1

V-6

Tabel 5. 2 Hasil uji konvergensi Element

Stress

Displacement

285

19.9

19.8

1109

21.7

18.8

1801

21.7

18.8

4647

21.7

18.7

9291

21.7

18.7

18826

21.7

18.5

35853

22.4

18.5

117502

24.5

18.5

20

Displacement (mm)

19,8

285; 19,8

19,6 19,4 19,2

1109; 18,8 1801; 18,8

19

4647; 18,7 9291; 18,7 18826; 18,5 35853; 18,5

18,8 18,6 18,4 0E+0

2E+4

4E+4

117502; 18,5

6E+4

8E+4

1E+5

1E+5

Jumlah Element

Gambar 5. 6 Grafik jumlah element terhadap displacement 30

Stress (MPa)

25 20 15 10

18826; 21,7

35853; 22,4 117502; 24,5

9291; 21,7 4647; 21,7 1801; 21,7 1109; 21,7 285; 19,9

5 0 0E+0

2E+4

4E+4

6E+4

8E+4

1E+5

1E+5

Jumlah Element

Gambar 5. 7 Grafik jumlah element terhadap stress

V-7

Dari hasil uji konvergensi diatas dapat dinyatakan bahwa pemodelan struktur sayap Ai-X1 membutuhkan minimal 18826 element. Hasil ini didapat dengan melihat dari nilai displacement yang sudah tidak berkurang lagi seiring bertambahnya element. Sedangkan untuk nilai stress masih terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah element, namun setelah dicoba analisis diatas 117502 element, perangkat lunak NASTRAN mengalami error. Sehingga dapat disimpulkan penulis hanya menggunakan 18826 element dikarenakan nilai displacement-nya sudah tidak berkurang lagi.

5.6

Hasil Analisis Pembebanan Pada Struktur Sayap PTTA AI-X1 Hasil dari analisis Pembebanan pada struktur sayap AI-X1 menggunakan

perangkat lunak PATRAN/NASTRAN berupa beberapa parameter, yaitu besarnya stress dan displacement. Stress maksimum ditunjukan oleh warna merah, sedangkan stress minimum ditunjukan oleh warna biru tua. Berikut ini merupakan besarnya stress per layer :

Gambar 5. 8 Tegangan von-mises layer 1 saat lepas landas

V-8

Gambar 5.8 hanya menujukan bagian upper skin dikarenakan stress maksimum di layer 1 terjadi pada lokasi tersebut. Stress maksimum terjadi pada upper skin berlokasi di tengah sayap yaitu diantara area 1 dan area 2 sayap. Besarnya stress maksimum yang terjadi pada layer 1 adalah 21.7 MPa. Berdasarkan susunan layer pada tabel 3.1 maka layer 1 pada bagian upper skin tersusun oleh EGFRP wr 100.

Gambar 5. 9 Tegangan von-mises layer 2 saat lepas landas

Gambar 5.9 menunjukan bagian sayap tanpa upper skin dikarenakan stress maksimum di layer 2 terjadi pada lokasi pipe spar. Stress maksimum pada pipe spar berlokasi di dekat sambungan dengan fuselage. Besarnya stress maksimum yang terjadi di layer 2 adalah 15.3 MPa. Berdasarkan susunan layer pada tabel 3.1 maka layer 2 pada bagian pipe spar tersusun oleh E-GFRP wr 200.

V-9

Gambar 5. 10 Tegangan von-mises layer 3 saat lepas landas Gambar 5.10 menunjukan bagian sayap tanpa upper skin dikarenakan stress maksimum di layer 3 terjadi pada lokasi lower skin. Stress maksimum pada lower skin berlokasi di tengah sayap yaitu diantara area 1 dan area 2 sayap, serta bagian sambungan sayap dengan fuselage. Besarnya stress maksimum yang terjadi pada layer 3 adalah 25.2 MPa. Berdasarkan susunan layer pada tabel 3..1 maka bagian lower skin tersusun oleh E-GFRP wr 100. Tabel 5. 3 Tegangan maksimum von-mises setiap layer Layer

Max Stress (Mpa)

Node

Location

von mises Layer 1

21.7

1199618

Upper Skin

Layer 2

15.3

1203683

Pipe Spar

Layer 3

25.2

1202415

Lower Skin

Dapat disimpulkan jika stress maksimum dari masing-masing layer di bandingkan, maka stress tertinggi terjadi pada layer 3 pada bagian lower skin. Meskipun stress maksimum terjadi pada lokasi tersebut, namun belum tentu daerah

V - 10

atau layer tersebut mengalami kerusakan duluan ketika diberikan beban pada kasus ini. Hal ini dikarenakan setiap bagian struktur pada pesawat Ai-X1 tersusun oleh material yang berbeda. Sedangkan untuk defleksi maksimumnya terjadi pada bagian tip/ujung sayap dimana nilainya 18.5 mm.

5.7

Failure Index Metode Tsai-Hill Meskipun lokasi dan besaran stress maksimum telah didapatkan dari analsis

pada sub bab sebelumnya, namun belum tentu material yang mengalami kerusakan duluan terjadi pada bagian tersebut. Maka perlu adanya analisis lanjutan yaitu kriteria kegagalan Tsai-Hill. Seperti yang sebelumnya dijelaskan pada bab 2, untuk mendapatkan nilai failure indeks digunakan teori kegagalan Tsai-Hill. Teori ini sangat populer digunakan untuk material orthotropic. Jika nilai 𝛼 dibawah 1 maka tidak terjadi keretakan pada layer tersebut, namun jika nilai 𝛼 sama dengan atau diatas 1 maka dapat dipastikan pada layer tersebut terjadi keretakan atau kerusakan. Setelah mengisi material allowable strength yaitu tensile stress maksimum, compressive stress maksimum dan shear stress maksimum pada properti material, maka failure indeks dapat dimunculkan menggunakan laminate modeler. dimana hasilnya adalah sebagai berikut :

V - 11

Gambar 5. 11 Failure indeks layer 1 saat lepas landas Gambar 5.11 menunjukan bagian sayap tanpa upper skin dikarekanan failure index maksimum di layer 1 terjadi pada lokasi lower skin. Failure index yang terbesar pada layer 1 belokasi di tengah sayap yaitu diantara area 1 dan 2 sayap. Besarnya failure index maksimum pada layer 1 adalah 0.0236. dapat dikatakan layer 1 sangat aman menerima pembebanan ketika lepas landas.

Gambar 5. 12 Failure indeks layer 2 saat lepas landas

V - 12

Gambar 5.12 menunjukan bagian sayap tanpa upper skin dikarenakan failure index maksimum di layer 2 terjadi pada lokasi lower skin. Failure index yang terbesar pada layer 2 berlokasi di belokasi di tengah sayap yaitu diantara area 1 dan 2 sayap. Besarnya failure index maksimum pada layer 2 adalah 0.243. dapat dikatakan layer 2 cukup aman menerima pembebanan ketika lepas landas.

Gambar 5. 13 Failure indeks layer 3 saat lepas landas Gambar 5.12 menunjukan bagian sayap tanpa upper skin dikarenakan failure index maksimum di layer 3 terjadi pada lokasi lower skin. Failure index yang terbesar pada layer 3 berlokasi di belokasi di tengah sayap yaitu diantara area 1 dan 2 sayap. Besarnya failure index maksimum pada layer 3 adalah 0.0247. dapat dikatakan layer 3 sangat aman menrima pembebanan ketika lepas landas.

V - 13

Tabel 5. 4 Failure indeks setiap layer

70 km/h

Layer

Failure index maks

𝜢

1

0.0236

0.1536

2

0.243

0.4929

3

0.0247

0.1572

Failure index yang dihasilkan perangkat lunak PATRAN/NASTRAN belum di akarkan untuk menghasilkan 𝛼. Setelah mengakarkan nilai faiure index didapatlah nilai failure index (𝛼) sebenarnya. Dari hasil 𝛼 yang didapat, seluruh lapisan komposit memiliki nilai dibawah 1 artinya tidak ada keretakan pada lamina. Namun failure index terbesar terjadi pada layer 2 yaitu 0.4929, maka daerah tersebut merupakan daerah yang paling kritis. Dimana material penyusun pada layer 2 lower skin berupa geofoam eps 22 . Sehingga dapat disimpulkan gambar dan tabel sebelumnya, bahwa struktur sayap pesawat Ai-X1 dapat dengan aman menahan pembebanan ketika lepas landas di kecepatan 70 km/h. Daerah yang paling kritis terletak di bagian tengah lower wing pada layer 2.

BAB VI KESIMPULAN & SARAN 6.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Pengujian tarik yang telah dilakukan terhadap material penyusun struktur sayap Ai-X1 menghasilkan data yang cukup akurat. Untuk komposit berserat WR80 didapatkan tegangan maksimum sebesar 237.2 MPa dan modulus elastisitas sebesar 11.578 Gpa. Untuk komposit berserat WR100 didapatkan tengan maksimum sebesar 446.8 MPa dan modulus elastisitas sebesar 14.304 GPa, sedangkan untuk komposit berserat WR200 didapatkan tegangan maksimum sebesar 238.6 MPa dan modulus elastisitas sebesar 10.38 GPa. 2. Pengujian geser yang telah dilakukan terhadap material penyusun struktur sayap Ai-X1 menghasilkan data yang cukup akurat. Untuk komposit berserat WR80 didapatkan tegangan maksimum sebesar 56 MPa, sedangkan untuk komposit berserat WR200 didapatkan tegangan maksimum sebesar 40.847 MPa. 3. Pemodelan 3 dimensi yang telah dilakukan dengan input pembebanan ketika lepas landas, besar tegangan yang terjadi adalah 21.7 Mpa di layer 1 pada lokasi upper skin, 15.3 Mpa di layer 2 pada lokasi pipe spar dan 25.2 Mpa di layer 3 pada lokasi lower skin.

VI - 1

VI - 2

4. Dari hasil pemodelan 3 dimensi didapatkan failure indeks maksimum π›Όπ‘šπ‘Žπ‘₯ bernilai 0.4929 pada layer 2 berlokasi di bagian lower skin antara area 1 dengan area 2. Dapat disimpulkan bahwa struktur sayap PTTA AiX1 dapat menahan beban pada saat lepas landas (ketika dilontarkan), hal ini dapat dilihat dari tidak adanya keretakan pada lamina struktur sayap pesawat Ai-X1 ketika mengalami pembebanan lepas landas. 5. Berdasarkan hasil analisis struktur akibat pembebanan maksimum didapatkan defleksi maksimum sebesar 18.5 mm.

6.2

Saran 1. Pengujian dengan metoda lain perlu dilakukan guna menentukan properti material lainya seperti poisson’s rasio, ultimate compressive dan shear modulus. Sehingga hasil analisis yang didapat akan lebih akurat atau mendekati kondisi nyatanya. 2. Hal lain yang perlu diperhatikan antara lain berbagai parameter input, seperti beban, dan kondisi batas. Beban aerodinamika dapat dihitung menggunakan

Computional

Fluid

Dynamic

(CFD)

sehingga

menghasilkan nilai cl dan cd yang lebih akurat atau mendekati kondisi nyatanya. 3. Studi lebih lanjut perlu dilakukan guna mengoptimisasikan bagian-bagian yang tergolong sangat aman. 4. Penentuan failure index dengan metode lain selain metode numerik untuk dapat menjadi pembanding dalam menentukan failure index-nya

DAFTAR PUSTAKA

Andhanari, D. (2010). Analisis Distribusi Tegangan Pada Bilah Turbin Angin Berbahan Komposit Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga Untuk Memperoleh Konfigurasi Struktur Komposit Yang Optimum. Tugas Sarjana. ASTM D 3039/D 3039M - 00 Standard Test Method for Tensile Properties of Polymer Matrix Composite Materials. (2002). Annual Book of ASTM Standards. ASTM International, United States. ASTM D 5379/D 5379M - 98 Standard Test Method for Shear Properties of Composite Materials by the V-Notched Beam Method. (1999). Annual Book of ASTM Standards. ASTM International, United States. B.K, D. I. (2000). Mekanika Strktur Komposit. ITB. Bartlett, S. F. (2017). Seismic Evaluation of Expanded Polystyrene (EPS) Geofoam Bridge Support System for Overpass Structures. Gunawan, M. (2010). Analisis Kekuatan Statik Struktur Komposit Bilah Turbin Angin Skala Kecil Pada Kecepatan Angin 5-12m/s Menggunakan Perangkat Lunak MSC Patran/Nastran. Tugas Sarjana. Harrison, S. K. (2006). Comparison of Shear Modulus Test Methods. Blacksburg: Thesis. Hibbeler, R. C. (2011). Mechanics of Materials Eight Edition. New York: Pearson Prentice Hall.

Matweb. (2017, 9-5). Diambil kembali dari http://matweb.com/search/DataSheet.aspx?MatGUID=bd6620450973496e a2578c283e9fb807&ckck=1 Meriam, J. L., & Kraige, L. (2008). Engineering Mechanics Statics Sixth Edition. John Wiley & Sons, Inc. Naser, N. F. (2009). Analisis Kekuatan Tarik Komposit Serat Sutera Hand Lay-Up dan Vacuum Assisted Resin Transfer Molding (VaRTM). Tugas Sarjana. Qodrattullah, A. (2008). Analisis Tegangan pada Sambungan Komposit Model Piano dengan Menggunakan MSC Patran/Nastran. Tugas Sarjana. Subianto, N. (2009). Analisis Kekuatan Tarik Komposit Serat Bambu Yang Dibuat dengan Metode Manufaktur Hand Lay Up. Tugas Sarjana. Sun, C. T. (1998). Mechanics of Aircraft Structures. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

LAMPIRAN A

SPESIFIKASI AIRFOIL PTTA AI-X1

alpha 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Cl 0,645 0,762 0,878 0,992 1,106 1,216 1,322 1,425 1,522 1,583 1,632 1,655 1,565 1,518 1,449 1,359

Cd 0,0095 0,0094 0,01 0,0097 0,012 0,0132 0,01349 0,01453 0,01596 0,01251 0,01344 0,022 0,0382 0,04722 0,06024 0,07945

L/D 67,89474 81,06383 87,8 102,268 92,16667 92,12121 97,99852 98,07295 95,36341 126,5388 121,4286 75,22727 40,96859 32,1474 24,05378 17,1051

Koefisien Lift terhadap sudut serang 1,8 1,6

Koefisien lift

1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0

5

10

Sudut serang (AOA)

15

20

Koefisien Drag terhadap sudut serang 0,09 0,08

Koefisien lift

0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 0

2

4

6

8

10

12

14

16

14

16

Sudut serang (Β°)

Lift/Drag terhadap sudut serang 140 120

Koefisien lift

100 80 60 40 20 0 0

2

4

6

8

10

Sudut serang (Β°)

12

LAMPIRAN B

Geometri Sayap PTTA Ai-X1

Tampak Depan Pesawat Terbang Tanpa Awak AI-X1

Tampak Atas Pesawat Terbang Tanpa Awak AI-X1

Ukuran geometri Pesawat Terbang Tanpa Awak AI-X1

LAMPIRAN C

SPESIFIKASI FIBER DAN RESIN

Related Documents

Skipsi Deva.pdf
May 2020 2
Contoh Skipsi 1
June 2020 16

More Documents from "Saepudin"