Skenario Distosia Revisi B5

  • Uploaded by: Syukri La Ranti
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skenario Distosia Revisi B5 as PDF for free.

More details

  • Words: 7,764
  • Pages: 38
LAPORAN KELOMPOK PBL SISTEM REPRODUKSI DISTOSIA

OLEH: KELOMPOK B-5 TUTOR: ...........................

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2009

1

ANGGOTA KELOMPOK B-5 NAMA

NIM

NURHANIS BT MALEEK

C 111 05

CLAUDIA MAGDALENA

C 111 07 012

ASTRINA NUR BAHRUN

C 111 07 049

ANDI UMMUWASIAT

C 111 07 100

RIZKI AMELIA

C 111 07 116

M. FAWZI MOCHTAR

C 111 07 132

ISWINA RENIARTI

C 111 07 148

GABRIELA ANGEL MUSTAKIM

C 111 07 164

SYUKRI LA RANTI

C 111 07 180

JULCRITHNO

C 111 07 196

IRMA RAHAYU

C 111 07 212

WA ODE SITTI FATMA ZAHRA

C 111 07 228

CHATRINE MERIANI W.

C 111 07 244

NURUL AIN

C 111 07

2

I.

Skenario

Wanita 35 tahun, hamil anak ketiga dan persalinan tidak maju. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tanda vital batas normal, tinggi fundus 3 jari bawah processus xyphoideus, punggung di kanan ibu, bagian terendah kepala, perlimaan 2/5. jarak antara simfisis pubistinggi fundus uteri 37 cm, lingkar perut ibu 95cm. Denyut jantung janin 130x/menit dengan durasi 30-35 detik. Pembukaan serviks 4cm, ketuban utuh, penurunan sesuai bidang Hodge 2 dengan kondisi panggul dalam cukup. II. •

Kata Sulit

His. Adalah kontraksi otot polos dari dinding uterus yang dirasakan nyeri yang dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba masuk ke dinding uterus yang di sebut sebagai pace maker tempat his berasalan kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan sifatnya involunter, intermitten, terasa sakit, terkoordinasi dan simetris, kadang-kadang dapat dipengaruhi dari luar secara kimia dan psikis. Pada

seluruh

trimester kehamilan, dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHg. His sesudah 30 minggu terasa lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36 minngu aktivitas uterus lebih meningkat lagi sampai perrsalinan mulai, yakni pada permulaan kala I. Amplitudo his meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2-4 kontraksi tiap 10 menit. Juga durasi his meningkat dari 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I. His yang sempurna dan efektif 3

bila ada koordinasi dari gelombang kontrakasi simetris dengan dominasi di fundus uteri dan mempunyai ampitudo 40-60 mmHg yang berdursi 60-90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2-4 menit dan pada relaksasi, tonus otot kurang dari 12 mmHg.(1,2) •

Bidang Hodge adalah suatu bagian panggul yang berada pada rongga panggul yang sifatnya antara satu dengan yang lainnya sejajar, ditentukan pada pinggir atas simfisis, pada pemeriksaan dalam untuk menentukan sejauh mana turunnya bagian terendah janin. Bidang Hodge 2 berarti bagian terendah janin di pinggir bawah simfis. (3)

III.

Kata Kunci



Wanita 35 tahun, hamil anak ke tiga



Persalinan tidak maju



Tanda vital batas normal



Tinggi fundus tiga jari di bawah processus xiphoideus : umur kandungan 32-36 minngu



Punggung di kanan ibu



Bagian terendah kepala



Perlimaan 2/5 : 2 dari 5 jari yang dapat meraba kepala janin



Jarak antara SOP-TFU adalah 37 cm



Lingkar perut 95 cm



DJJ 135 kali/ menit



His 2x dalam 10 menit, durasi 30-35 detik



Pembukaan serviks 4 cm



Ketuban utuh



Penurunan sesuai bidang hodge II 4



IV.

Kondisi panggul cukup

Pertanyaan

1. Apa

saja hal yang dibutuhkan untuk persalinan normal dan bagaimana

mekanismenya? 2. Bagaimana mekanisme persalinan macet? 3. Bagaimana interpretasi dari kata kunci diatas?

4. Bagaimanakah penatalaksanaannya? 5. Apa saja komplikasi yang dapat ditemukan pada persalinan macet?

V.

Jawaban

1. Persalinan normal a. Anatomi 3,4,5

Panggul normal Mekanisme persalinan pada dasarnya merupakan proses akomodasi janin terhadap passage tulang yang harus dilewati janin tersebut. Oleh karena itu, ukuran dan bentuk panggul sangat penting dalam obstetri. Baik pada wanita maupun laki – laki, panggul membentuk cincin tulang yang dipakai untuk memindahkan berat badan ke ekstremitas bawah, tetapi pada wanita, panggul mempunyai bentuk khusus yang beradaptasi untuk melahirkan anak. Panggul dewasa terdiri dari empat tulang: sakrum, koksigeus dan dua tulang inominata. Masing – masing tulang innominata terbentuk dari fusi ilium, iskium dan pubis. Tulang – tulang innominata itu bersendi secara kuat dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan dengan tulang innominata lainnya di simfisis pubis. Anatomi panggul: pertimbangan – pertimbangan obstetri 5

Linea terminalis memisahkan panggul palsu dari

panggul sejati. Panggul palsu

terletak di atas linea terminalis dan panggul sejati di bawah batas anatomik ini. Panggul palsu di bagian belakang dibatasi oelh vertebra lumbalis dan di lateral oleh fosa iliaka, dan di depan batas – batasnya dibentuk oleh bagian bawah dinding abdomen anterior. Ukuran panggul palsu berbeda – beda di antara para wanita sesuai dengan pelebaran tulang – tulang iliaka, tetapi bagian ini tidak memiliki kepentingan obstetri. Panggul sejati terletak di bawah linea terminalis dan merupakan bagian yang penting dalam persalinan. Panggul sejati dibatasi di atas oleh promontorium dan ala sakrum, linea terminalis, dan tepi – tepi atas tulang pubis, dan di bawah oleh pintu bawah panggul. Rongga panggul sejati dapat digambarkan sebagai silinder bengkok yang terpotong secara oblik dengan tinggi terbesar di bagian posterior, karena dinding anteriornya di simfisis pubis berukuran sekitar 5 cm dan dinding posteriornya sekitar 10 cm. Dinding samping panggul sejati normalnya agak cekung. Terdapat spina iskiadikus menonjol dari pertengahan margo posterior masing – masing iskium. Tonjolan ini mempunyai arti obstetri yang penting, karena jarak antara mereka biasanya menyatakan diameter laterla terpendek rongga panggul. Lagipula karena spina iskiadika dapat diraba dengan mudah pemeriksaan vaginal atau rektal, tonjol – tonjol ini berfungsi sebagai tanda yang besar nilainya dalam menentukan seberapa jauh bagian presentasi janin telah turun ke panggul sejati.

6

Gambar 1: Potongan sagital panggul Sakrum membentuk dinding posterior rongga panggul. Tepi anterior atas, yang berhubungan dengan korpus vertebra sakralis pertama, promontorium, dapat diraba pada pemeriksaan vagina dan dapat memberikan titik tanda untuk pelvimetri klinis. Normalnya sakrum mempunyai kecekungan vertikal yang jelas dan kecekungan horizontal yang kurang mencolok, yang pada panggul abnormal, dapat mengalami variasi penting. Sebuah garis lurus yang ditarik dari promontorium ke ujung sakrum biasanya berukuran 10 cm, sementara jarak sepanjang lengkungan itu rata – rata 12 cm. Bidang dan diameter panggul Ada 4 bidang imajiner utama untuk dapat menerangkan bentuk panggul yakni: a. Bidang atas panggul (pintu superior)] b. Bidang bawah panggul (pintu inferior) c. Bidang panggul tengah (dimensi panggul terkecil)

7

d. Bidang panggul terbesar a. Pintu atas panggul Pintu atas panggul di belakang dibatasi oleh promontorium dan ala sakrum, di lateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh rami horizontal tulang – tulang pubis dan simfisis pubis. Empat diameter pintu atas panggul biasanya disebutkan: anteroposterior, transversal, dan dua oblik. Diameter anteroposterior yang penting secara obstetrik adalah jarak terpendek antara promontorium sakrum dan simfisis pubis yang disebut konjugata obstetrik. Diameter anteroposterior pintu atas panggul yang diidentifikasi sebagai konjugata vera, tidak mewakili

jarak terpendek promontorium sakrum dan simfisis pubis. Jarak

terpendeknya adalah konjugata obstetrik yang merupakan diameter anteroposterior terpendek yang harus dilewati kepala untuk turun melalui pintu panggul.

Gambar 2: Tiga diameter anteroposterior pintu atas panggul Konjugata obstetrik tidak dapat dikur secara langsung oleh karena itu cara menentukannya adalah dengan pengukuran secara tidak langsung dengan mengukur dari tepi bawah simfisis ke promotorium sakrum yakni konjugata diagonalis, dan mengurangi 1,5 – 2 cm dari hasil ini. b. Panggul Tengah Panggul tengah di tingkat spina iskiadika (bidang tengah atau dimensi terkecil panggul) mempunyai kepetingan kuhus dalam obstetri setelah kepala janin engage di dalam 8

persalinan yang terhalang. Diameter interspinosa, 10 cm atau agak lebih, biasanya merupakan diameter terkecil panggul. Diameter anteroposterior, sampai tinggi spina iskiadika, normalnya berukuran sekurang – kurangnya 11, 5 cm. Komponen posterior antara sakrum dan perpotongan dengan diameter interspinosa biasanya sekurang – kurangnya 4,5 cm. c. Pintu bawah panggul Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang kira – kira berbentuk segitiga tidak pada bidang yang sama, yang merupakan satu garis yang ditarik di antara dua tuberositas iskium. Tiga diameter pintu bawah panggul biasanya disebut: anteroposterior, transvrsal dan sagital posterior. Diameter anteroposterior (9,5 sampai 11, 5 cm) berjalan dari tepi bawah simfisis pubis ke ujung sakrum. Diameter transversal (11 cm) adalah jarak antara tepi – tepi dalam tuberositas iskium. Diameter sagital posterior berjalan dari ujung sakrum ke perpotongan tegak lurus dengan suatu garis antara kedua tuberositas iskium. Normalnya, diameter sagital posterior berukuran 7,5 cm. Pada partus macet yang disebabkan oleh sempitnya panggul tengah dan/atau pintu bawah panggul, prognosis untuk persalinan pervaginam sering tergantung pada panjang diameter sagital posterior pintu bawah panggul. d. Bidang dimensi panggul terbesar Bidang dimensi panggul terbesar tidak mempunyai kepentingan obstetrik. Sebagai yang dikesankan oleh namanya, bagian ini sangat lapang. Bidang ini membentang dari pertengahan permukaan posterior simfisis pubis ke persambungan vertebra sakral kedua dan ketiga dan berjalan ke lateral melewati tulang – tulang iskium di atas permukaan asetabulum. Diameter rata – rata anteroposterior dan transversalnya adalah 12,5 cm. Karena diameter obliknya berujug pada foramina obturatoria dan takik sakroskiatika, panjangnya tidak dapat dipastikan. Bentuk – bentuk panggul Di masa lalu, pelvimetri x-ray sering digunakan pada wanita yang dicurigai mengalami disproposrsi sefalopelvik atau malpresentasi janin. Caldwell dan Moloy (1933, 1934) mengembangkan sebuah klasifikasi pelvis yang hingga saat ini masih digunakan, dan kekhususan yang dimiliki oleh masing – masing – masing panggul sangat membantu dalam memberikan pemahaman kepada obstetris mengenai mekanisme persalinan. 9

Klasifikasi Caldwell-Moloy didasrkan pada pengukuran diameter transversal terbesar pintu dalam panggul dan divisi anterior dan posterior. Berdasrkan pengukuran ini, dibagi 4 macam panggul yakni gynecoid, antrhopoid, android dan platypelloid. Karkater segmen posterior sangat menentukan tipe pelvis, dan karater segmen anterior menentukan kepentingannya. Berdasarkan bentuk panggul, maka konfigurasi yang pailing sesuai untuk persalinan semua fetus seharusnya yang berbentuk gynecoid. Bentuk yang menyulitkan dalam persalinan adalah yang berbentuk android karena diameter sagital posterior yang sempit dapat membatasi masuknya bagian posterior kepala bayi. Apalagi kalau penyempitannya ekstrem. Prognosis persalinan pervaginam sangat buruk. Hal – hal yang berkaitan dengan mekanisme persalinan Pada saat persalinan posisi janin yang tepat pada saluran kelahiran sangat penting dalam mendukung proses persalinan. Letak, presentasi, sikap dan posisi Letak janin: Faktor letak berhubungan dengan aksis panjang janin terhadap ibu, apakah janin terletak transversal atau longitudinal. Kadang, aksis janin terhadap ibu menyilang dengan sudut 45 derajat, membentuk letak oblik, yang dengan mudah dapat berubah menjadi letak longitudidal atau transversal selama persalinan. Posisi longitudinal dapat ditemukan pada 99% proses persalinan cukup waktu. Faktor predisposisi letak transversal adalah multiparitas, plasenta previa, hidramnion, dan anomali uterus. Presentasi janin: merupakan bagian janin yang terdekat dengan saluran kelahiran. Untuk mengetahui ini dapat diketahui dengan menyentuh serviks saat pemeriksaan dalam vagina. Berdasarkan letak longitudinal, bagian yang dapat menjadi presentasi bayi adalah kepala janin atau breech/sungsang/terbalik. Presentasi kepala. Presentasi seperti ini diklasifikasikan berdasarkan hubungan antara kepala dan badan janin.

10

Gambar 3: Variasi presentasi longitudinal pada janin. (A) vertex, (B) sinciput, (C) kening, (D) wajah

Biasanya, kepala akan tertekuk dalam sehingga dagu janin dapat menyentuh dadanya. Fontanela oksipital menjadi presentasi terbawah janin, presentasi seperti ini disebut presentasi vertex atau oksiput. Yang paling jarang ditemui adalah leher janin terekstensi kuat sehingga okspit dan belakang berdekatan dan wajah bayi menjadi bagian terdekat dengan jalan lahir-presentasi wajah. Pada beberapa kasus, dapat ditemui presentasi fontanela besar atau bregma yang disebut dengan presentasi sinsiput. Ada dapat pula presentasi yang menggambarkan leher bayi sedikit ekstensi atau persentasi kening. Dua presentasi terkahir ini, biasanya bersifat sementara. Seiring dengan perkembangan persalinan, kedua presentasi ini dapat berkonversi menjadi presnetasi vertex ataupun wajah melalui proses ekstensi dan fleksi leher. Kegagalan melakukan proses konversi ini dapat menghantarkan pada macet persalinan. Presentasi bokong. Ketika janin berpresentasi sungsang, ada tiga konfigurasi yang umum ditemukan yakni, frank, complete, dan presentasi kaki. Sikap janin atau postur. Pada beberapa bulan setelah kehamilan, janin diasumsikan memiliki sikap atau perilaku tertentu. Sebagai aturan, janin membentuk massa ovoid yang sesuai dengan bentuk ruang uterus. Janin menjadi terlipat dengan sendirinya secara konveks; kepala menekuk hingga dagu menyentuh dada; paha terlipat pada perut; kaki terlipat pada lutut. Pada semua presentasi kepala, lengan biasanya bersilangan di atas dada atau sejajar pada kedua sisi, dan tali pusar terletak di ruang antara kedua lengan dan ekstremitas bawah. Karakteristik sikap ini dikarenakan oleh pertumbuhan janin yang diakomodasi oleh ruang uterus.

Posisi

janin.

Posisi

menyatakan

hubungan antara porsi

yang

dipresentasikan

janin terhadap jalan

oleh

lahir pada ibu. Terdapat

dua posisi

utama

yakni kiri dan kanan.

Oksiput janin, dagu 11

dan sakrum menentukan posisi pada presentasi verteks, wajah dan kaki. Karena presentasi posisi ada dua macam maka terdapat pembagian oksiput kanan atau kiri (RO/LO), dagu kanan atau kiri (RM/LM) dan sakral kanan atau kiri (RS/LS).

Gambar 4: Posisi oksiput. Presentasi, posisi dan variasi ditentukan berdasarkan arah jarum jam Sekitar 2/3 presentasi vertex berada pada posisi oksiput kiri dan 1/3-nya oksiput kanan. Diagnosis Presentasi Janin dan Posisi. Beberapa metode dapat digunakan untuk memdiagnosis presentasi janin dan posisinya. Beberapa diantaranya adalah palpasi abdominal, pemeriksaan dalam vagina, auskultasi dan pada beberapa kasus yang meragukan dapat digunakan USG dan MRI. Palpasi abdominal-Manuver Leopold. Pemeriksaan abdominal terdiri dari 4 manuver yang sangat mudah aplikasikan. Namun manuver – manuver ini sulit dilakukan pada kasus ibu yang obes, kelebihan cairan amnion atau plasenta yang terimplantasi di anterior. Manuver pertama. Manuver ini dapat mengidentifikasi bagian teratas janin yang terdekat dengan fundus uterus. Pada organ teratas bukan kepala, akan memberikan sensasi luas, masa nodular, sedangkan pada presentasi kepala terdapat sensai keras dan bulat serta lebih mudah digerakkan dan mudah dipungut. Manuver kedua. Setelah menentukan letak janin, telapak tangan diletakkan pada kedua sisi perut ibu dan secara lembut telapak tangan menekan abdomen. Pada satu sisi, jika dirasakan ada bagian keras-belakang- dan pada sisi lain dapat dirasakan sejumlah organ – organ kecil, tidak beraturan, dan bagian – bagian yang dapat digerakkan-ekstremitas janin. Manuver ketiga. Menggunakan ibu jari pada satu tangan, porsi terbawah perut ibu digenggam di atas simfisis pubis. Jika yang ditemukan adalah bagian yang tidak terkunci , dapat digerakkan, biasanya menandakan kepala. Perbedaan antara kepala dengan letak sungsang ditentukan pada manuver pertama. Jika yang dirasakan pada manuver ini adalah bagian yang terkunci, bagiamanapun, secara sederhana dapat dianggap bahwa bagian terbawah ini adalah pelvis. Namun untuk detailnya dapat ditentukan pada manuver keempat.

12

Manuver keempat. Pada manuver ini, wajah pemeriksa mengarah pada kaki ibu dan dengan ujung tiga jarinya pada masing – masing tangan menekan pada arah aksis pintu masuk panggul. Pada nyak kejadian,ketika kepala sudah turun ke pelvis, bahu anterior dapa dibedakan dengan baik pada manuver ketiga. Pemeriksaan dalam vagina. Sebelum persalinan, diagnosis presentasi

dan posisi janin

dengan pemeriksaan dalam vagina sering tidak dapat disimpulkan karena pemeriksaan harus dilakukan melalui serviks yang tertutup dan segmen bawah uterus. Sedangkan saat persalinan terjadi, presentasi vertex dan posisinya dapat dikenali saat mempalpasi sutura dan fontanela. Presentasi wajah dan bokong juga dapat dibedakan dengan cara ini. Saat mencoba menentukan presentasi dan posisi janin dengan pemeriksaan dalam vagina, disarankan melakukan 4 gerakan utama yakni: 1. Dua jari yang bersarung tangan dimasukkan ke dalam vagina hingga ditemukan bagian terbawah janin. Perbedaan antara vertex, wajah dan bokong dapat ditentukan dengan ini. 2. Jika vertex yang berada pada bagian terbawah, jari langsung diarahkan pada aspek posterior vagina. Jari kemudian merambat ke depan melalui kepala janin hingga mencapai simfisis os pubis. Selama pergerakan ini, sebaiknya dilewatkan sutura sagitalis janin. 3. Posisi kedua fontanela kemudian ditentukan. Jari dilewatkan pada bagian paling anterior sutura sagitalis, dan fontanela yang ditemukan kemudian diidentifikasi; kemudian dengan gerakan menyapu, jari dilewatkan di sepanjang sutura hingga sampai pada bagian ujung fontanela kepala yang lain. 4. Stasiun atau daerah pelvis yang menjadi daerah perhentian janin sementara saat menuruni pelvis, juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan ini. Auskultasi. Meskipun auskultasi dengan fetoskop monoaural tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan presentasi dan posisi janin, temuan auskultasi kadang dapat memperkuat temuan yang didapatkan dari auskultasi. Daerah abdomen ibu yang dapat membuat kita mendengar suara denyut jantung janin paling jelas bervariasi tergantung presentasi janin. Karakteristik Persalinan Normal 13

Cara untuk menangani persalinan akan lebih dimudah diketahui jika kita dapat mengenali permulaannya. Defenisi terbatas dari persalinan-kontraksi uterin yang menyebabkan dilatasi dan pembukaan serviks-tidak banyak membantu klinisi dalam menentukan apakah persalinan sudah dimulai atau tidak, karena diagnosis seperti ini hanya dapat dibuat secara retrospektif. Beberapa metode digunakan untuk menentukan kapan seseorang dikatakan mulai bersalin. Salah satu caranya adalah dengan menentukan saat pertama kontraksi menyakitkan mulai bersifat teratur. Sayangnya, aktifitas uterin yang menyebabkan ketidaknyamanan, tapi tidak menandakan persalinan, sering juga terjadi saat kehamilan sedang berlangsung. His palsu sering berhenti secara spontan atau tiba – tiba dengan cepat menjadi kontraksi yang efektif memicu persalinan. Metode kedua yang digunakan untuk mendefenisikan saat pertama kali persalinan adalah dengan menggunakan kodefikasi yang dibuat oleh O’Driscoll dkk (1984). Kodefikasi ini memuat kriteria yakni kontraksi uterus yang menyakitkan disertai salah satu dari tanda berikut: 1) pecahnya selaput, 2) adanya bercak dara, 3) pembukaan serviks lengkap. Di AS, penentuan persalinan sering didasarkan pada perluasan dilatasi serviks yang disertai oleh kontraksi yang menyakitkan. Ketika seorang wanita datang dengan membran yang masih intak, diltasi serviks 3-4 cm atau lebih maka sudah bisa dianggap bahwa wanita ini telah berada diambang batas untuk diagnosis persalinan.

Kala I Persalinan Friedman mengembangkan konsep tiga divisi persalinan untuk menguraikan tujuan fisiologis dari setiap divisi. Meskipun serviks berdilatasi selama divisi persiapan, komponen jaringan ikat serviks ikut mengalami perubahan. Sedasi dan induksi analgesia mampu menghentikan divisi persalinan ini. Divisi dilatasi, masa ketika dilatasi berlangsung dengan sangat cepat, tidak dapat lagi dipengaruhi oleh sedasi ataupun induksi analgesia. Divisi pelvik ditandai dengan fase perlambatan dilatasi serviks. Mekanisme klasik dari persalinan yang melibatkan presentasi kepala-engagement, fleksi, descent, internal rotation, ekstensi dan external rotation- berpersan sangat penting dalam masa divisi pelvik. Pada praktek nyata, divisi pelvik sangat sulit untuk diidentifikasi.

14

Ada dua fase utama dalam proses dilatasi serviks. Fase laten yang berhubungan dengan divisi persiapan dan fase aktif yang berhubungan dengan divisi dilatasi. Friedman membagi fase aktif menjadi 3 yakni fase akselerasi, fase maksimum, dan fase deselerasi. Fase laten. Fase ini, menurut Friedman, dimulai saaat ibu mulai menerima kontraksi reguler. Fase laten pada wanita biasanya berakhir pada dilatasi antara 3 hingga 5 cm. Batasan ini secara klinik sangat penting untuk mendefenisikan batasan dilatasi serviks sebelum fase aktif yang dapatdiperkirakan. Friedman dan Sachtleben mendefenisikan pemanjangan fase laten jika fase ini berlangsung lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara. Faktor – faktor yang mempengaruhi perlamaan fase ini antara lain sedasi berlebihan, kondisi serviks yang sejak awal sudah tidak memadai seperti tebal, tidak bisa membuka atau berdilatasi, dan his plasu. Pada kondisi ini amniotomi tidak dianjurkan karena 10 persen insidens adalah his palsu. Konsep fase laten ini memiliki sangat penting untuk memahami persalinan normal manusia karena persalinan dianggap lebih lama jika fase laten dimasukan. Fase aktif. Dilatasi serviks 3 hingga 5 cm atau lebih, disertai adanya kontraksi uterin, dapat dianggap sebagai ambang batas untuk fase aktif. Friedman menemukan bhawa rata – rata lama fase aktif pada wanita nulipara adalah 4,9 jam. Dengan standar deviasi 3,4 jam. Karena, fase aktif yang pernah dilaporkan secara statistik bisa mencapai 11,7 jam. Memang, kecepatan dilatasi memiliki jangakaun 1,2 hingga 6,8 cm/jam. Friedman juga menemukan kemajuan wanita multipara lebih cepat difase aktif meskipun kecepatan normal minimum dilatasi adalah 1,5 cm/jam. Descent dimulai pada fase lanjut dilatasi aktif, ditandai dengan pembukaan 7 hingga 8 cm pada nulipara dan menjadi sangat cepat setelah lebih dari 8 cm. Abnormalitas pada fase aktif persalinan cukup sering ditemukan. Sokol dkk. (1977) melaporkan 25 persen nulipara mengalaminya dan 15 persen dialami oleh wanita multigravida. Friedman membagi abnormalitas fase aktif menjadi kelainan protraction dan arrest. Dia mendefeinisikan protraction sebagai lambatnya dilatasi atau descent, yang untuk nulipara kecepatan dilatasi kurang dari 1,2 cm per jam atau descent kurang dari 1 cm per jam. Sedangkan untuk multipara proctation terjadi bila kecepatan dilatasi kurang dari 1,5 cm/jam atau descent kurang dari 2 cm/jam. Dia mendefenisikan arrest sebagai terhentinya dilatasi

15

atau descent secara total. Henti dilatasi didefinisikan jika tidak ada perubahan dilatasi serviks selama lebih dari 2 jam, dan henti descent bila selama 1 jam janin tidak juga turun. Friedman menemukan, 30 persen wanita yang mengalami kelainan proctation memiliki masalah disproporsi fetopelvik, kelainan yang sama terjadi pada 45 persen kasus henti persalinan. Kala II persalinan Kala ini dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika janin berhasil dikeluarkan. Durasi median untuk nulipara adalah 50 menit sedangkan untuk multipara adalah 20 menit, tapi ini dapat berubah – ubah. Wanita dengan tingkat paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah terdilatasi mungkin saja durasinya lebih singkat. Sedangkan apabila wanita dengan rongga pelvis kecil atau janin yang besar, maka durasinya dapat lebih lama lagi. b. Fisiologi Persalinan3

Kehamilan normal manusia lamanya kira – kira 40 minggu, dihitung sejak hari pertama haid terakhir, atau mendekati 38 minggu sejak masa ovulasi dan konsepsi. Selama beberapa minggu terakhir masa kehamilan, sejumlah peristiwa berbeda terjadi, yang kulminasinya terjadi saat persalinan terjadi.

Semua peristiwa ini,

termasuk saat

keluarnya janin dari rahim disebut dengan parturition. Pada hampir semua kehamilan, terjadi pemisahan relatif otot – otot polos myometrium satu sama lain, dan uterus tersegel pada pintu masuknya,oleh serat kolagen tidak fleksibel. Semua peristiwa ini dipicu dan diatur oleh progesteron. Selama beberapa minggu terakhir masa kehamilan, sebagai akibat meningkatnya estrogen, sel otot polos membentuk connexin, protein yang membentuk gap junction antara sel, yang dapat menyebabkan terjadinya kontraksi myometrium secara terkoordinasi. Secara simultan, leher serviks menjadi lunak dan flkesibel akibat perstiwa enzimatik yang memecahkan serat kolagen yang menyegelnya. Pembentukan enzim ini dimediasi oleh sejumlah mediator, termasuk estrogen dan prsotaglandin, yang proses pembentukannya dipicu oleh estrogen. Hormon peptida relaksin yang disekresi oleh ovarium juga terlibat. Estrogen juga memiliki fungsi penting lain terhadap myometrium selama proses persalinan terjadi yakni hormon ini menginduksi pembentukan reseptor hormon oksitosin, yang merupakan stimulator paling kuat untuk kontraksi otot polos uterus.

16

Persalinan terjadi karena kontraksi kuat berirama otot – otot polos myometrium. Meskipun sebenarnya kontraksi uterine yang lemah dan jarang sudah terjadi sejak masa 30 minggu kehamilan yang kemudian meningkat baik secara bertahap dalam hal kekuatan dan frekuensi seiring dengan tuanya masa kehamilan. Selama beberapa bulan terakhir, keseluruhan isi uterine bergeser ke bawah sehingga membawa janin lebih dekata dengan serviks. Pada 90 persen kelahiran, kepala bayi berada pada bagian bawah rahim dan berfungsi sebagai pengungkit untuk mendilatasi serviks ketika persalinan dimulai. Beberapa kasus ditemukan posisi bayi yang berorientasi kaki pada bagian bawah rahim (breech presentation), yang membutuhkan persalinan melalui jalan operasi. Baik sebelum ataupun saat persalinan terjadi, selaput ketuban dapat pecah sehingga cairan amnion mengalir melalui vagina dan membantu proses kelahiran. Ketika persalinan mendekati puncaknya, kontraksi uterin menjadi lebih kuat dan terjadi dalam interval 10 hingga 15 menit. Kontraksi dimulai dari daerah fundus lalu menjalar ke segemen bawah uterus. Begitu kontraksi rahim meningkat dalam hal intensitas dan frekuensi, serviks secara bertahap mulai berdilatasi hingga mencapai diameter maksimum 10 cm. Hingga pada titik ini, kontraksi belum menggerakkan bayi keluar dari uterus. Pada saat seperti ini, kontraksi menggerakkan bayi dari serviks menuju vagina. Jika sudah sampai keadaan ini, ibu dapat mulai mengedan untuk membantu pengeluaran bayi dengan kekuatan otot – otot perut. Plasenta dan tali pusar masih berfungsi hingga keduanya benar – benar tertekan lalu terjadi penghentian aliran darah menuju plasenta. Setelah bayi keluar biasanya ini terjadi lalu pada saat inilah plasnetaterlepas dari dinding rahim. Biasanya, proses kelahiran yang normal terjadi tanpa harus ada bantuan medis. Namun pada beberapa persen kasus, terjadi malposisi bayi dan komplikasi pada ibu sehingga mengganggu proses persalinan. Posisi bayi dengan presentasi kepala sangatlah penting karena beberapa alasan: a. Jika bagian tubuh lain yang berada pada bagian bawah rahim, maka biasanya kurang efektif menjadi pengungkit untuk mendilatasi serviks b. Kepala bayi merupakan bagian yang tubuh yang diameternya lebih besar

dibanding bagian tubuh lain sehingga jika persalinan berlangsung terjadi macet

17

dengan bagian kepala sudah berada di luar rahim, maka bayi dapat secara otomatis berusaha bernapas Adapun mekanisme yang berperan dalam proses persalinan adalah: a. Saraf autonom uterus menjadi tidak terlalu berperan ketika persalinan terjadi sehingga dapat dilakukan anestesi untuk mengurangi rasa nyeri saat melahirkan yang tidak mengganggu proses persalinan b. Sel otot polos myometrium memiliki irama yang beraturan dan dapat melakukan

kontraksi yang otonom sehingga dapat melar dengan sendirinya ketika proses kehamilan terjadi c. Uterus yang sudah cukup bulan dapat mensekresi sejumlah prostaglandin (PGE2 dan PGF2α) yang merupakan stimulator poten untuk kontraksi otot polos uterus. d. Oksitosin, salah satu hormon yang disekresikan oleh lobus posterior kelenjar hipofisis

adalah stimulator paling kuat dalam menrangsang kontraksi rahim. Hormon ini tidak saja berperan langusung dalam menstimulasi kontraksi tapi juga menstimulasi pembentukan prostaglandin. Oksitosin secara refleks disekresi dari lobus posterior hipofisis setelah mendapat masukan impuls dari hipotalamus yang berasal dari reseptor di daerah serviks. Perlu juga diketahui bahwa, selama masa kahir kehamilan, jumlah reseptor osktosin mengalami peningkatan. e. Selama masa kehamilan, pengaruh hormon progesteron sangat besar dalam memberikan efek penghambatan terhadap kontraksi uterus melalui proses penurunan sensitifitas reseptor estrogen, oksitosin dan prostaglandin.

Hipofisis Posterior Oksitosin

Kontraksi Uterus

Dilatasi serviks

Prostaglandi n

18

c. Mekanisme His Beberapa faktor yang berperan dalam persalinan adalah :his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligament. His adalah kontraksi otot-otot polos dari dinding uterus yang dirasakan nyeri pada perut bagian samping tembus ke belakang, datangnya berulang-ulang, sifatnya teratur atau tidak teratur. Ferkwensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu. Amplitudo x frekwensi dalam 10 menit menggambarkan keaktifan uterus, dan ini diukur dengan unit montevideo. Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba masuk ke dinding uterus yang disebut sebagai pace maker tempat gelombang berasal. Gelombang bergerak kedalam dan kebawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik sampai keseluruh uterus.

Kontraksi otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna dengan sifat-sifat : o Kontrasksi simetris o Fundus dominan o Diikuti relaksasi his paling tinngi di fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal dan puncak kontraksi terjadi simultan di seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot –otot korpus uteri menjadi lebih pendek dari sebelumnya yang disebut sebagai retraksi. Pada seluruh trimester kehamilan, dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHg. His sesudah 30 minggu terasa lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36 minngu aktivitas uterus lebih meningkat lagi sampai perrsalinan mulai, yakni pada permulaan kala I. 19

Amplitudo his meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2-4 kontraksi tiap 10 menit. Juga durasi his meningkat dari 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I. His yang sempurna dan efektif bila ada koordinasi dari gelombang kontrakasi simetris dengan dominasi di fundus uteri dan mempunyai ampitudo 40-60 mmHg yang berdursi 60-90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2-4 menit dan pada relaksasi, tonus otot kurang dari 12 mmHg. Pada waktu kontraksi, otot-otot rahim menguncup sehingga tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amnion ke arah segmen bawah rahim dan serviks.sifat-sifat lain his adalah involuntir, intermitten, terasa sakit, terkoordinasi dan simetris, serta dapat dipengaruhi dari lua secara fisik, kimia dan psikis. d. Mekanisme nyeri persalinan Belum ada kesesuaian pendapat mengenai mekanisme nyeri dalam persalinan. Teori mekanisme yang sering dikemukakan adalah : 1. membukanya mulut rahim atau serviks uteri 2. kontraksi dan peregangan otot rahim pada lapisan miometrium pada segmen atas rahim 3. peregangan jalan lahir bagian bawah (perineum) 4. pengaruh faktor fisik 5. pengaruh psikologis

Penyebab rasa nyeri persalinan : 1. ketegangan emosi yang disebabkan oleh kecemasan dan ketakutan 2. tarikan peritonium dan serviks uteri selama kontraksi atau usaha mengedan 3. penekanan oleh bagian terendah janin pada vesica urinaria, colon dan organ sensitif lain dalam struktur panggul 4. hipoksia disebabkan oleh terganggunya sirkulasi miometrium dan jaringan

sekitarnya akibat adanya kontraksi uterus Apa yang menyebabkan uterus mulai berkontraksi (inpartu) sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan adanya sinyal biomolekuler dari janin yang diterima otak ibu akan memulai kaskade penurunan progesteron , estrogen dan peningkatan prostaglanding dan oksitosin sehingga terjadilah tanda-tanda persalinan.

20

Perasaan sakit pada waktu his amat subyektif, tidak hanya bergantung pada intensitas his, tapi juga pada keadaan mental orangnya. Nyeri pada waktu melahirkan dianggap nyeri yang fisiologis sehingga ada pendapat yang menyatakan tidak perlu dikurangi intensitasnya. Perasaan sakit pada his mungkin juga disebabkan oleh iskemia dalam korpus uteri tempat terdapat banyak serabut saraf dan diteruskan melaului saraf sensorik di pleksus hipogastrik ke sistem saraf pusat.

2. Persalinan Macet Distosia (secara harfiah persalinan sulit) ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat. Keadaan ini terjadi karena emapt macam abnormalitas, yang dapat ditemukan secara tunggal maupun kombinasi. 1. Abnormalitas pada tenaga ekspulsi, yaitu tenaga uterus yang tidak cukup kua atau yang tidak terkoordinasi dengan tepat untuk menghasilkan penipisan dan dilatasi serviks (disfungsi uterus) atau upaya otot volunter yang tidak memadai pada persalinan kala dua 2. Abnormalitas pada presentasi, posisi atau perkembangan janin 3. Abnormalitas tulang panggul ibu 4. Abnormalitas pada jalan lahir yang bukan tulang panggul sehingga menghambat proses turunnya janin Untuk lebih sederhanya abnormalitas ini dibagi menjadi 3 kategori yakni: 1. Abnormalitas kekuatan – kontraktilitas uterus dan usaha ekspulsif ibu 2. Abnormalitas yang melibatkan janin 3. Abnormalitas jalan lahir Mekanisme Distosia Pada akhir masa kehamilan, kepala janin melintasi jalan lahir, berhadapan dengan segmen bawah rahim yang menebal dan serviks yang tidak berdilatasi. Otot fundus uterus 21

tidak terlalu berkembang dan kurang bertenaga. Kontraksi uterin, resistensi serviks dan tekanan ke depan oleh kepala janin merupakan faktor yang sangat berperan dalam kala satu persalinan. Setelah dilatasi serviks lengkap, bagaimanapun juga, hubungan mekanik antara kepala janin, posisi dan kapasitas pelvis, yang disebut dengan proporsi fetopelvik, menjadi lebih jelas ketika bayi mulai mengalami penurunan. Otot – otot uterin menjadi lebih tebal dan kekuatannya bertambah. Jadi abnormalitas fetopelvik menjadi lebih jelas terlihat ketika persalinan kala dua sudah tercapai. Malfungsi otot uterus dapat berasal dari kelebihan distensi uterin atau his yang macet atau keduanya. Dengan demikian, his yang tidak efektif secara umum dapat diterima sebagai salah satu kemungkinan tanda peringatan disproporsi fetopelvik. Secara sederhana, pembagian abnormalitas persalinan menjadi disfungsi uterus dan disproporsi fetopelvik tidaklah tepat, karena keduanya sangat berkaitan erat. Tentu saja, menurut ACOG, tonjolan tulang – tulang pelvik bukanlah faktor, dengan sejumlah pengecualian yang jarang terjadi, yang membatasi persalinan lewat vagina. Abnormalitas tenaga pendorong Dilatasi serviks dan pendorongan dan pengeluaran janin disebabkan oleh kontraksi uterus, dibantu oleh aksi otot dinding perut yang disadari maupun tidak. Kedua faktor ini mungkin saja kurang intens dan berakibat pada tertundanya atau terganggunya persalinan. Diagnosis disfungsi uterus pada fase laten sangat sulit dilakukan dan terkadang hanya dapat dilakukan dengan metode retrospektif. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah melakukan penatalaksanaan disfungsi uterus pada wanita yang belum berada pada fase persalinan aktif. Ada tiga hal yang penting diperhatikan dalam penanganan disfungsi uterus, yakni: a. Semakin lama persalinan terjadi maka semakin besar tingkat mortalitas dan morbiditas pada masa perinatal b. Penggunaan infus intravena dilusi oksitosin dapat dilakukan pada sejumlah tipe disfungsi uterus c. Lebih baik menggunakan metode cesar ketika penggunaan forceps yang dibantu dengan oksitoksin gagal memberikan hasil yang lebih baik. 22

Tipe – tipe disfungsi uterus. Reynolds dkk. (1948) menemukan bahwa kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai oleh adanya gradien aktifitas myometrial, yang terasa kuat dan lama pada fundus lalu kemudian hilang secara bertahap di daerah serviks. Caldeyro-Barcia dkk. (1950) pernah memasukan balon kecil dalam myometrium pada berbagai kedalaman. Mereka melaporkan selain adanya gradien aktivitas, terdapat pula waktu diferensial pada onset kontraksi di fundus, zona tengah, dan segmen bawah rahim. Larks (1960) menguraikan bahwa stimulus diawali pada sebuah cornu dan kemudian beberapa milidetik kemudian terjadi pada kornu yang lain, proses ini kemudian bergerak dari daerah fundus hingga segmen bawah rahim seperti gelombang. Grup Montevideo juga memastikan bahwa batas terendah tekanan kontraksi yang dibutuhkan untuk mendilatasi serviks adalah 15 mmHg. Namun ada juga temuan lain oleh Hendricks dkk. (1959), yang melaporkan bahwa kontraksi normal yang spontan sering mengeluarkan tekanan kira – kira 60 mmHg. Dari dua penemuan ini, sangat mungkin untuk mendefenisikan 2 tipe disfungsi uteri, yakni disfungsi uteri hipotonik dan disfungsi uteri hipertonik. Pada Hypotonic uterine dysfunction, tidak terdapat hipertonus basal dan kontraksi uterine memiliki pola gradien yang normal (sinkron), tapi kenaikan tekanan selama kontraksi tidak cukup untuk mendilatasi serviks. Sedangkan pada hypertonic dysfunction uterine atau inkoordinate uterine dysfunction, disebabkan oleh peningkatan cukup besar hipertonik basal atau karena gradien tekanan yang berubah – ubah dan tidak sinkron. Kacaunya gradien tekanan dapat disebabkan oleh kontraksi yang lebih kuat pada segmen bawah uterus dibanding fundus atau asinkronisme sempurna impuls yang bermula dari tiap kornu ataupun kombinasi keduanya. KelainanKala I. Abnormalitas persalinan secara klinik dibagi menjadi 2 yakni, progres yang lebih lambat dari normal atau persalinan yang memanjang dan henti persalinan. Seorang wanita harus berada di fase aktif persalinan dengan dilatasi serviks minimal 3 sampai 4 cm agar dapat didiagnosa pada dua kategori kelainan persalinan. Handa dan Laros (1993) mendiagnosa terhentinya fase aktif , jika tidak terjadi dilatasi serviks selama 2 jam atau lebih. Protraction disoorder tidak terlalu banyak ditemukan sebab interval waktu yang dibutuhkan untuk diagnosis belum dapat didefenisikan. WHO mengajukan penanganan persalinan

23

dengan partograf yang mana protaction didefenisikan sebagai dilatasi serviks yang kurang dari 1 cm/jam selama minimal 4 jam. Kriteria yang diajukan oleh ACOG untuk diagnosis proctation dan henti persalinan adalah sebagai berikut: Pola Persalinan

Nullipara

Multipara

a. Dilatasi

< 1,2 cm/h

< 1,5 cm/h

b. Descent

< 1,0 cm/h

< 2,0 cm/h

a. No dilatation

>2 h

>2 h

b. No descent

>1 h

>1 h

Proctation Disorder

Arrest disorder

Hauth dkk. (1986, 1991) melaporkan bahwa ketika persalinan diinduksi secara efektif atau dipicu oleh oksitosin, 90% wanita dapat mencapai 200 hingga 250 Montevideo unit. Hasil ini memberikan referensi mengenai aktivitas uterine minimum yang harus dicapai sebelum melakukan operasi caesar pada kasus distosia. Menurut ACOG, sebelum diagnosis henti persalinan dibuat selama fase pertama, maka ada 2 kriterai yang harus dipenuhi yakni: a. Fase laten sudah dilewati, dengan dilatasi cervix mencapai 4 cm atau lebih b. Pola kontraksi uterin adalah 200 unit Montevideo atau lebih dalam periode 10 menit selama 2 jam tanpa adanya perubahan serviks. Namun Rouse dkk. (1999) menantang aturan 2 jam ini dengan mengajukan waktu yang lebih lama yakni diperlukan waktu 4 jam untuk dapat menganggap fase aktif persalinan telah gagal. Beberapa faktor yang berperan dalam menyebabkan disfungsi uterus adalah: 1. Penggunaan analgesia epideural. Dilaporkan oleh Sharma dan Leveno (2000) Analgesik epidural dapat memperlambat proses persalinan terutama pada kala I dan kala II persalinan.

24

2. Korioamnionitis. Karena adanya hubungan antara persalinan yang lama dengan infeksi intrapartum, beberapa klinisi menganggap infeksi memegang peranan penting dalam menyebabkan disfungsi uterus. Namun tampaknya, beberapa klinisi menganggap bahwa infeksi hanyalah salah satu efek dari macetnya persalinan. 3. Posisi ibu saat bersalin. Sejumlah laporan terbaru mengatakan bahwa berjalan selama persalinan dapat membantu mempercepat proses persalinan, mengurangi penggunaan oksitosin dan menurunkan frekuensi operasi bantu persalinan lewat vagina. Sebab saat berbaring terlentang, penggunaan otot – otot untuk mendorong janin tidak maksimal sehingga dapat menjadi resiko macet persalinan. Namun ACOG menyimpulkan bahwa berjalan tidak terlalu berperan dalam membantu proses persalinan namun dapat memberi kenyamanan bagi ibu. Kelainan Kala II. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya diatas, beberapa kelainan yang sering terjadi pada persalinan kala II paling sering disebabkan oleh disproporsi janin terhadap pelvik. Entah itu karena kapasitas pelvis yang terlampu kecil, ukuran janin yang terlampau besar atau kombinasi keduanya. Kapasitas Pelvis. Segala hal yang dapat mengurangi kapasitas pelvis dapat menyebabkan distosia. Baik itu karena hambatan di pintu masuk panggul, panggul tengah, pintu keluar panggul ataupun kombinasi ketiganya. Biasanya Dimensi janin pada Disproporsi fetopelvik. Pada masa lalu ukuran janin raksasa yang menyebabkan distosia pada jalan lahir adalah 5000 gram (1903) lalu akhirnya mengalami perubahan hingga saat ini ukuran raksasa janin jika beratnya lebih dari 4500 gram. Namun hingga saat ini masih sering terjadi macet kelahiran meskipun ukuran janin masih berada dalam ambang batas normal. Bahkan Rumah Sakit Parkland melaporkan bahwa sejak tahun 1989-1999 kebanyakan kasus macet persalinan yang dibantu dengan operasi caesar merupakan bayi – bayi yang beratnya kurang dari 3700 gram. Dengan demikian, disproporsi fetopelvik tidak saja disebabkan oleh ukuran janin raksasa. Faktor – faktor lain seperti malposisi kepala janin-contohnya posisi oksiput, wajah dan dahi-dapat menyumbat jalan lahir. Banyak yang menganggap ukuran kepala janin juga berperan dalam proses macet persalinan namun hingga saat ini belum ada cara pasti untuk mengukur besarnya kepala janin. 25

Pada tahun 1993, Thorp dkk. Melakukan evaluasi dengan manuver Mueller-Hillis untuk memantau proses persalinan. Dan mereka menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara distosia dengan kegagalan turunnya kepala.

3. Interpretasi Adapun interpretasi kasus di atas adalah sebagai berikut: Wanita 35 tahun, multigravida , persalinan tidak maju dengan usia kehamilan berdasarkan TFU adalah antara ± 36 minggu. Sikap janin : punggung di kanan ibu, presentasi janin adalah presentase kepala (macam presentase kepala tidak diketahui, apakah bagian terbawahnya belakang-kepala (vertex), presentasi muka, presentasi sinsiput ataukah presentasi dahi. Pada presentasi sinsiput dan dahi akan beralih sesuai majunya persalinan), dengan perlimaan 2/5 : 2 jari yang dapat teraba, dan 3 jari bagian kepala telah masuk PAP. Jarak antara simfisis os pubis-tinggi fundus uteri 37 cm, linkar perut 95 cm. Mengetahui jarak antara simfisis os pubis (SOP-TFU) dan lingkar perut ibu (LPI) membantu kita menafsirkan berat janin dengan cara : Berat janin = SOP-TFU x LPI Jadi tafsiran berat janin = 37 x 95 = 3515 gram ( untuk ukuran indonesia, berat janin lumayan besar) Denyut jantung janin, normal. His 2 x dalam 10 menit dengan durasi 30-35 detik menunjukkan bahwa his belum sempurna dan efektif. Pembukaan serviks belum sempurna,yaitu 4 cm. Ketuban masih utuh, penurunan sesuai bidang Hodge II ( bagian terendah janin di pinggir bawah simfisis), keadaan pangul cukup yang tidak terdeskripsikan dengan jelas.

4. Penatalaksanaan 26

Penanganan Inersia Uteri Dahulu selalu diajarkan bahwa mennggu merupakan sikap terbaik dalam menghadapi inersia uteri selama ketuban masih utuh. Pendapat ini dianut terutama karena bahaya besar yang menyertai tindakan pembedahan pada waktu itu. Sekarang kebenaran menunggu itu ada batasnya, karena disadari bahwa menunggu terlampau lama dapat menambah bahaya kematian janin, dan karena risiko tindakan pembedahan kini sudah lebih kecil daripada dahulu. Setelah diagnosis Inersia Uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi persalinan yang lambat ini. Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan seksio sesarea. Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki, dan kandung kemih serta rectum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita disuruh berjalanjalan. Tindakan ini kadang-kadang menyebabkan his menjadi kuat, dan selanjutnya persalinan berjalan lancer. Pada waktu pemeriksaan dalam, ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung terlalu lama, namun hal tersebut dapat dibenarkan oleh karena dapat merangsang his, dan dengan demikian mempercepat jalannya persalinan. Kalau diobati dengan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukkan ke dalam larutan glukosa 5% da diberikan secara infuse intravena dngan kecepatan kira-kira 12 tetes/menit, yang perlahan-lahan data dinaikkan sampaikkan sampai kira-kira 50 tetes, tergantung pada hasilnya. Kalau 50 tetes tidak membawa hasil yang diharapkan, maka tidak banyak gunanya untuk memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Bila infuse oksitosin diberikan, penderita harus diawasi dngan ketat dan tidak bleh ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan denyut jantung janin, harus diperhatikan dengan teliti. Infus harus dihentikan kalu kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik, atau kalau denyut jantung janin menjadi lebih cepat atau menjadi lambat. Menghentikan infuse umumnya akan segera memperbaiki keadaan. Sangat berbahaya untuk memberikan oksitosin pada panggul sempit dan pada adanya regangan segmen bawah uterus. Dmikian pula oksitosin jangan diberikan pada grande multipara dan kepada penderita yang telah megalami seksio sesarea atau mimektomi, karena memudahan terjadinya rupture uteri. Pada penderita dengan partus lama dan gejala-gejala dehidrasi dan asidosis, di samping pemberian oksitosin dengan jalan infuse intravena gejalagejala tersebut perlu diatasi. 27

Maksud pemberian ksitosin ialah memperbaiki his, sehingga serviks dapat membuka. Satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak alam waktu singkat oleh karena itu tak ada gunanya untuk memberikan oksitosin berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja; kalau ternyata tidak ada kemajuan, pemberiannya dihentikan, supaya penderita dapat beristirahat. Kemudia dicoba lagi untuk beberapa jam; kalau masih tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesarea. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan intramuskuler dapat menimbulkan incoordinate uterine action. Tetapi ada kalanya terutama dalam kala II, hanya diperlukan sedikit penambahan kekuatan his supaya persalinan dapat diselesaikan. Di sini seringkali 0.5 satuan oksitosin intramuskulus sudah cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan pemberian sekaligus dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena kontraksi uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula timbulnya ruptur uteri. Pemberian intrvena dengan jalan infuse (intravenous drip) yang memugkinkan masuknya dosis sedikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini, dan sudah pula dibuktikan bahwa dengan jalan ini dapat diberikan dengan aman apabila penentuan indikasi, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan dengan baik.

28



Partograf 29



Informasi klinik tentang kemajuan persalinan, asuhan, pengenalan penyulit dan membuat keputusan klinik



Data dalam Partograf



Informasi tentang ibu dan riwayat kehamilan/persalinan



Kondisi janin



Kemajuan persalinan



Jam dan waktu



Kontraksi uterus



Obat-obatan dan cairan yang diberikan



Kondisi ibu



Asuhan, tatalaksana dan keputusan klinik



Air Ketuban Catat warna air ketuban setiap kali memeriksa vagina:



U : selaput ketuban utuh



J : selaput sudah pecah, cairannya jernih



M : selaput pecah, cairan dgn mekonium



D : selaput pecah, cairan dgn darah



K : selaput pecah, cairan tdk ada (kering)



Kompresi kepala (molding/molase) : Perubahan bentuk kepala janin



1: sutura (pertemuan dua tulang tengkorak yg tepat/bersesuaian);



2: sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki;



3: sutura tumpang tindih & tidak bisa diperbaiki.



Pembukaan Servik: Dinilai saat melakukan pemeriksaan vagina dan ditandai dengan huruf (X). Mulailah pengisiannya di partograf pada saat pembukaan 4 cm.



Garis Waspada: Garis yang dimulai saat pembukaan servik 4 cm hingga

titik

pembukaan penuh yg diperkirakan 1 cm per jam. •

Garis Tindakan: Paralel dan 4 jam kesebelah kanan dari garis waspada



Lamanya(Jam) Lihat lamanya waktu yang telah berlalu sejak permulaan fase aktif persalinan (yang

diamati atau diekstrapolasi) •

Waktunya (pkl) Catat waktu yang sebenarnya.

30



Oksitosin: Catat banyaknya oksitosin per volume cairan IV dalam hitungan tetes per menit setiap 30 menit bila dipakai.



Obat yang diberikan: Catat semua obat tambahan yang diberikan.



Nadi: Catat setiap 30 menit dan tandai dgn titik (!).



Tekanan Darah : Catat setiap 4 jam dan tandai dengan panah.



Suhu: Catat setiap 2 jam.



Protein, acetone dan volumenya: Catat setiap kali berkemih.



Partograf WHO yang sudah dimodifikasi



Contoh partograf untuk persalinan normal



kontraksi yang kurang baik dikoreksi dengan pemberian oksitosin

31



Fase aktif persalinan yang lama

32



Persalinan yang macet/terhalang

33

34

5. Komplikasi Efek distosia terhadap ibu dan janin. Efek terhadap ibu. 1. Infeksi intrapartum. Infeksi dapat menjadi komplikasi yang memperlama proses persalinan dan dapat memberikan efek serius terhadap janin dan ibu. Setelah membran ruptur, bakteri dapat memasuki cairan amnion, melewati amnion, dan menginvasi pembuluh darah desidua dan plasenta, sehingga dapat menyebabkan bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Selain itu pemeriksaan serviks menggunakan jari harus dikurangi saat terjadi distosia karena dapat menjadi salah satu jalan masuknya infeksi. 2. Ruptur uterin. Penipisan abnormal pada segmen bawah rahim dapat membahayakan selama proses persalinan terutama pada wanita dengan tingkat paritas tinggi. Ketika terjadi disproporsi antara kepala janin dengan pelvis sehingga tidak terjadi penguncian atau penurunan, segmen bawah uterin mengalami pemelaran yang dapat diikuti terjadinya robekan. 3. Pembentukan fistul. Ketika bagian tebawah janin mengungkit bagian bawah pelvis namun tidak terjadi kemajuan persalinan seiring berjalannya waktu, jaringan pada jalan lahir mengalami penekanan yang luar biasa. Karena sirkulasi yang terganggu, nekrosis dapat terjadi dan beberapa hari setelah melahirkan, akan timbul fistula vesikovaginal, vesikorektal, dan vesikoserviks. 4. Cedera panggul. Selama proses kelahiran bayi, lantai panggul terekspos oleh penekanan kepala janin yang diperkuat oleh usaha mengedan ibu. Tekanan yang kuat ini dapat menggeser otot, saraf dan jaringan ikat. Pergeseran ini dapat menimbulkan tanda – tanda inflamasi.

Efek terhadap janin. 1. Caput succedaneum. Jika pelvis mengalami kontraktur, selama persalinan terjadi perubahan bentuk kepala janin yang luar biasa. Yang apabila berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan otak pada janin. 2. Kepala janin menyusut (molding). Jika terlalu lama molding terjadi pada janin maka dapat menyebabkan fraktur tulang kepala bahkan dapat merusak otak.

35

Sintesis Masalah dan Kesimpulan Bersadarkan kasus di atas, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk dapat memberikan penanganan yang sesuai antara lain: a. Usia ibu 35 tahun yang berada pada border-line usia kehamilan aman (17-35 tahun). Bisa jadi merupakan salah satu faktor yang bisa menjadi faktor resiko macetnya persalinan akibat tenaga yang sudah berkurang, kontraktilitas otot yang melemah dan jaringan ikat yang sudah mengalami degenerasi. b. Kehamilan anak ketiga di sini tidak diberikan defenisi yang jelas apakah kedua anak

sebelumnya lahir dengan selamat dan tanpa masalah. Jika berasumsi kedua anak sebelumnya lahir dengan normal tanpa masalah maka yang dapat menjadi sumber masalah macetnya persalinan kali ini adalah adanya kemungkinan rusaknya jaringan lunak pada jalan lahir entah itu otot, jaringan ikat atau syaraf yang dapat mengganggu lewatnya janin. Jaringan – jaringan itu bisa jadi mengalami inflamasi lalu setelah masa resolusi mengalami hipertrofi dan fibrosis sehingga jalan lahir tidak lagi elastis dan menyempit secara relatif. Selain itu, riwayat pernah hamil beberapa kali sebelumnya dapat menyebabkan otot – otot dinding uterus mengalami pelebaran yang dapat berakibat pada kelemahan kontraktilitas ataupun asinkronisasi kontraksi rahim. c. Tinggi fundus dan lingkar perut ibu dapat digunakan untuk memperkirakan berat janin.

Pada kasus ini berat janin yang dikandung oleh ibu adalah 3515 gram. Menurut beberapa sumber, berat janin ini masih berada dalam batas normal. Namum beberapa laporan menyebutkan bahwa di rumah sakit Parkland, banyak kasus persalinan yang berakhir pada operasi caesar meskipun berat janin masih dalam batas normal. d. Janin pada kasus ini memiliki presentasi kepala. Sayangnya, tidak dijelaskan lebih jauh,

presentasi kepalanya seperti apa. Sebab presentasi kepala memiliki 4 variasi yakni vertex, sinsiput, dahi/bregma dan presentasi wajah. Di antara keempat presentasi ini, yang prognosisnya baik adalah presentasi vertex. Sedangkan yang paling buruk presentasinya adalah presentasi wajah. Dua presentasi yang di tengah hanya sementara terjadi karena masih dapat mengalami konversi menjadi presentasi vertex atau wajah selama proses persalinan. Kelainan presentasi dapat menjadi pemicu sulitnya persalinan akibat disproporsi fetopelvik.

36

Meskipun pada kasus ini dikatakan bahwa kondisi panggul dalam cukup, tapi hal itu bersifat relatif jika pada akhirnya janin menampilkan presentasi wajah. e. Denyut jantung janin pada kasus ini masih berada dalam batas normal. Dengan demikian,

kondisi janin masih baik. f. His pada persalinan ini belum adekuat. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan persalinan macet. Kesimpulan Kemungkinan besar, persalinan yang tidak mengalami kemajuan pada pasien ini disebabkan oleh salah satu atau kombinasi dari faktor disproporsi fetopelvik dan inersia uteri. Faktor yang mendukung disproporsi fetopelvik antara lain letak presentasi kepala janin yang kemungkinan besar berpresentasi wajah, dengan asumsi panggul dalam cukup. Faktor inersia uteri juga dapat dicurigai karena hingga bukaan serviks 4 cm, his persalinan tidak juga adekuat. Selain itu faktor multipara juga ikut mendukung kemungkinan ini. Penanganan pada kasus seperti ini harus didasarkan pada kausa penyebab kemacetan. Entah itu melalui induksi kehamilan ataupun operasi caesar.

37

Daftar Pustaka 1. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP 2. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fiologi/Obstetri Patologi Edisi 2.

Jakarta: ECG 3. Vander, Sherman, Luciano. Parturition: Human Physiology, Ed. 9, McGraw-Hill,

New York: 677-678. 2005 4. Cuningham dkk. Normal Labor and Delivery: William’s Obstetrics. 22nd Ed. USA. McGrawHill: 410-440, 2005 5. Lukas, Efendi. 2009. Bahan kuliah: Fisiologi Kehamilan. Makassar: Universitas

Hasanuddin

38

Related Documents

B5
May 2020 17
B5
June 2020 19
B5
November 2019 21

More Documents from ""

Draft Wawancara Bhp
December 2019 38
Diktat Urogenitalia
May 2020 29
Skenario Keputihan
May 2020 29
Perikarditis Akut
November 2019 60