Skenario B Sgm Blok 7.docx

  • Uploaded by: Nedya Bellinawati
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skenario B Sgm Blok 7.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,459
  • Pages: 11
SKENARIO B NAMA

:

NIM

:

Fadli , 17 tahun, seorang pelajar SMA di Palembang datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan utama demam tinggi sejak 3 hari. Lima hari sebelumnya, Fadli mengalami demam yang tidak terlalu tinggi. Kesadaran umum : Kesadaran : compos mentis, TD 110/70 mmHg, Nadi 92x/menit, pernafassan 20x/menit, suhu tubuh 39,5 C. Pemeriksaan fisik : Lidah

: kotor, pinggirnya hiperemis.

Thorak

: jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen

: Datar, Lemas, Hepar teraba 1 jari bawah arcus costae, lien teraba Schuffner I

Pemeriksaan penunjang: Laboratorium darah rutin: Hb 12 gr% ; Leukosit 3000/mm3; Trombosit 154.000/mm3; LED: 10 mm/jam; urin rutin: normal Hitung jenis : 0/1/6/58/30/5 I.

IDENTIFIKASI MASALAH 1. Fadli , 17 tahun, seorang pelajar SMA di Palembang datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan utama demam tinggi sejak 3 hari. Lima hari sebelumnya, Fadli mengalami demam yang tidak terlalu tinggi. 2. Pemeriksaan spesifik Lidah

: kotor, pinggirnya hiperemis.

Abdomen

: Datar, Lemas, Hepar teraba 1 jari bawah arcus costae, lien teraba

Schuffner I 3. Pemeriksaan penunjang

SKENARIO B SGM

Page 1

Laboratorium darah rutin: Hb 12 gr% ; Leukosit 3000/mm3; Trombosit 154.000/mm3; LED: 10 mm/jam; urin rutin: normal Hitung jenis : 0/1/6/58/30/5

II. PRIORITAS MASALAH

III.

ANALISIS MASALAH 1. Fadli, 17 tahun, seorang pelajar SMA di Palembang datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan utama demam tinggi sejak 3 hari. Lima hari sebelumnya, Fadli mengalami demam yang tidak terlalu tinggi. a. Apa hubungan umur dan status pasien dengan keluhan utama? Jawab : umur Fadli yang masih 17 tahun dan berstatus sebagai pelajar SMA mungkin sering mengonsumsi jajanan yg kurang higienis (sembarangan). Mungkin di dalam makanan tersebut ada bakteri yang menyebabkan Fadli mengalami keluhan utama seperti ini. b. Bagaimana mekanisme terjadinya demam suhu tubuh 39,5 C? Terjadinya pelepasan pirogen (protein identik dengan Interleukin-1) dari dalam leukosit yang telah terangsang oleh pirogen eksogen dari mikroorganisme. Di hipotalamus, pirogen merangsang pelepasan asam arachidonat sehingga terjadi peningkatan prostaglandin E2 (PGE2) dibantu enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus sehingga hipotalamus meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal) dan terjadilah demam. c. Apa saja tipe-tipe demam? Demam Septik : Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. Demam Remiten : Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat tetapi tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

SKENARIO B SGM

Page 2

Demam Intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. Demam Kontinyu : Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. Demam Siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. d. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan demam? - Infeksi - Toksemia (keganasan atau reaksi terhadap obat) - Gangguan pada pusat regulasi suhu sentral - Perdarahan internal pada saat terjadinya reabsorpsi darah

2. Pemeriksaan spesifik Lidah

: kotor, pinggirnya hiperemis.

Abdomen

: Datar, Lemas, Hepar teraba 1 jari bawah arcus costae, lien teraba

Schuffner I a. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme hasil pemeriksaan spesifik? - Lidah : kotor, pinggirnya hiperemis, tremor halus. Lidah kotor diakibatkan efek endotoksin dari S. typhi yang mengandung H2S berakibat papilla tengah menjadi berselaput, sehingga fungsi papilla tengah menjadi tidak efektif dan fungsinya menjadi dominan yaitu menjadi pahit. Oleh karena itu penderita typhoid terkadang mulut/lidahnya terasa pahit. - Abdomen : Hepar teraba 1 jari bawah arcus costae, lien teraba Schuffner I. Dalam kondisi normal, hepar dan lien tidak dapat diraba. Hepatosplenomegali akibat penumpukan sel polimorfonuklear di organ system retikuluendotelial dan akibat aktifitas replikasi kuman didalam makrofag yang berada di hati dan limpa, serta pada hati kerja sel makrofagnya bekerja lebih berat. Sedangkan limpa sebagai limfonodus membesar akibat peningkatan kerja organ untuk membentuk lebih banyak limfosit.

SKENARIO B SGM

Page 3

b. Bagaimana gambaran anatomi, histologi dan patologi anatomi organ limfoid (plaque payeri dan lien) dan intestinum?

c. Bagaimana menentukan pembesaran hepar dan lien? dengan cara palpasi. - Hepar : 1. Letakkan tangan kiri anda dibawah dan dorong setinggi iga 11 dan 12 pada posisi pasien tidur telentang. Suruh pasien relak. Dengan cara menekan tangan kiri kearah depan maka hepar akan mudah diraba dengan tangan kanan dianterior. 2. Letakkan tangan kanan pada perut sebelah kanan, lateral dari muskulus rektus dengan ujung jari dibawah dari batas pekak hepar. Posisikan jari-jari ke arah cranial atau obliq, tekanlah ke bawah dan ke atas. 3. Suruh pasien mengambil nafas dalam. Usahakan meraba hepar pada ujung jari karena hepar akan bergerak ke caudal. Jika kamu telah merabanya, lepaskan tekanan palpasi sehingga hepar dapat bergeser dibawah jari-jari anda dan anda akan dapat meraba permukaan anterior dari hepar. Pinggir hepar normal teraba lunak, tajam, dan rata. Hitunglah pembesaran hepar dengan menggunakan jari-jari pemeriksa : jarak antara arkus kostarum dengan pinggir hepar terbawah antara prosesus xyphoideus dengan pinggir hepar terbawah - Lien : Dalam menentukan pembesaran limpa secara palpasi, teknik pemeriksaannya tidak banyak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai dengan gerakan pernapasan. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner (disingkat dengan ’S’), yaitu garis yang dimulai SKENARIO B SGM

Page 4

dari titik lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai ke spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama yaitu S1 sampai dengan S8. Palpasi limpa dapat dipermudah dengan cara memiringkan penderita 450 ke arah kanan (ke arah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa teraba, kemudian dilakukan deskripsi pembesarannya. Untuk meyakinkan bahwa yang teraba tersebut adalah limpa, maka harus diusahakan meraba insisuranya. Letakkan tangan kiri anda dibawah dari arkus kostarum kiri pasien, dorong dan tekan kearah depan. Dengan tangan kanan dibawah pinggir costa, tekan kearah limpa. Mulailah palpasi pada posisi limpa yang membesar. Suruh pasien nafas dalam kemudian usahakan meraba puncak atau pinggir dari limpa karena limpa turun mengenai ujung jari. Catatlah adanya nyeri tekan, nilai contour dari limpa dan ukur jarak antara titik terendah dari limpa dengan pinggir costa kiri.

3. Pemeriksaan penunjang Laboratorium darah rutin: Hb 12 gr% ; Leukosit 3000/mm3; Trombosit 154.000/mm3; LED: 10 mm/jam; urin rutin: normal Hitung jenis : 0/1/6/58/30/5 a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan penunjang? 1. Hb 12 gr% -> menurun Normalnya: Pada laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 – 16 g/dl sedangkan pada perempuan dewasa antara 12 – 14 g/dl. Hb menurun disebabkan oleh terjadi gangguan pembentukan sel darah merah karena kemungkinan pada pasien nafsu makannya berkurang sebagai akibat dari lidahnya kotor dan hiperemis. 2. Lekosit 3000/mm3-> menurun Normalnya: Dewasa : 4000-10.000/ µL Bayi / anak : 9000-12.000/ µL Bayi baru lahir : 9000-30.000/ µL SKENARIO B SGM

Page 5

Leukosit menurun pada fase demam, hal ini diakibatkan oleh penghancuran leukosit dan endotokxin 3. Trombosit 154.000 mm3-> normal Normalnya: 150.000-400.000 /µL 4. LED 10 mm/jam -> normal Normalnya: 1. Metode Westergreen: 

Laki-laki : 0 – 15 mm/jam



Perempuan : 0 – 20 mm/jam

2. Metode Wintrobe : 

Laki-laki : 0 – 9 mm/jam



Perempuan 0 – 15 mm/jam

5. Hitung jenis 0/1/6/58/30/5 -> terjadi peningkatan kadar neutrofil batang (shift to the left) jadi tergolong penyakit akut. Normalnya: 

Basofil: 0,4-1%



Eosinofil: 1-3%



Neutrofil Batang: 3-5%



Neutrofil segmen: 55-70%



Limfosit: 20-40%



Monosit:2-8% (patofisiologi)

4. Bila kumpulan gejala ini saling dikaitkan a. Gangguan apa yang mungkin terjadi pada kasus ini? (demam tifoid, malaria, DHF) b. Bagaimana patofisiologi gangguan-gangguan tersebut? (demam tifoid, malaria, DHF) c. Gangguan apa yang paling mungkin terjadi pada kasus ini? (demam tifoid) SKENARIO B SGM

Page 6

d. Apa saja yang mungkin menjadi faktor penyebab dari munculnya kasus ini? e. Bagaimana epidemiologi kasus ini? (demam tifoid) Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dan survei berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35.89% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Insiders demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daeral rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.00 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. f. Data tambahan apa lagi yang harus dibutuhkan untuk memastikan penyebab gangguan ini? i. Gambaran laboratorium klinik? (Widal test, Gall cultur, tubex test) g. Bagaimana

mengatasinya

secara

komprehensif?

(Farmakologi

dan

Nonfarmakologi) Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu : 

Istirahat

dan

Perawatan,

dengan

tujuan

mencegah

komplikasi

dan

mempercepat penyembuhan 

Diet dan Terapi Penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.



Pemberian Antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.

Istirahat dan Perawatan Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur,

SKENARIO B SGM

Page 7

pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. Diet dan Terapi Penunjang Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau, penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau preforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid). Pemberian Antimikroba Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut : Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastic lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke6. Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimethoprim) diberikan selama 2 minggu.

SKENARIO B SGM

Page 8

Ampisilin dan Amoksisilin. Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu. Sefalosporin Generasi Ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc dan diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari. Golongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya : 

Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari



Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari



Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari



Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari



Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailibilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian.

h. Bagaimana farmakologi antipiretik dan antibiotik pada kasus ini?

i. Apa yang akan terjadi bila keadaan ini tidak diatasi secara komprehensif? (patofisiologi komplikasi) Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam : 1. Komplikasi intestinal a.

Perdarahan intestinal

Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menebus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. b. Perforasi usus SKENARIO B SGM

Page 9

Selama gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,tekanan darah turun,dan bahkan dapat syok.Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi. c. Ileus paralitik 2. Komplikasi ekstraintestinal a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopeni dan atau koagulasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik . c. Komplikasi hematologi : berupa trombositopenia,peningkatan prothrombin time, peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskuler diseminata (KID) dapat ditemukan banyak di pasien tifoid. Trombositopenia saja sering di jumpai terjadi karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses inflamasi atau meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. d. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis. e. Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolelitiasis. f. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. g. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. h. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom

Guillain-Barre,

psikosis

dan

sindrom

katatonia.

Pada anak-anak dengan paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sreing terjadi pada keadaaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna. j. Apakah perlu intervensi mendalam untuk menatalaksana gangguan ini? k. Bila ya, bagaimana memberikan penjelasan dan mendapat izin dari pasien untuk tindakan lanjutan? l. Apakah gangguan ini bisa diatasi sampai tuntas, bagaimana peluangnya?

SKENARIO B SGM

Page 10

IV. KESIMPULAN Fadli, 17 tahun mengalami demam tinggi karena demam tifoid V. KERANGKA KONSEP

SKENARIO B SGM

Page 11

Related Documents


More Documents from "Nur akila"