Skenario A Blok 10 Tahun 2013 Tn. Hasan, 35 tahun, tiga minggu yang lalu berwisata ke Kepulauan Bangka Belitung sela ma tiga hari. Satu mminggu yang lalu Tn. Hasan mengeluh demam yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi , rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan. Tn. Hasan dibawa ke IGD Rumah Sakit karena mengalami kejang sekitar 10 menit dan di ikuti dengan penurunan kesadaran sejak empat jam yang lalu. BAK berwarna seperti kopi. Bicar a tidak pelo dan tidak ada anggota gerak lemah seisi. Pemeriksaan Fisik: Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N, konjuctiva palpebra anemis, sclera ikterik, ka ku kuduk (-), Thorax dalam batas normal, Abdomen: hepar tidak teraba, lien Schuffner 1. Pemeriksaan Laboratorium Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosi t berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/uL dan preparat darah tipis didapatkan hasil P. Falc iparum (+). Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.
A. Klarifikasi Istilah 1. Demam = peningkatan temperature tubuh di atas normal (> 37oC) 2. Menggigil = gemetar karena kedinginan, demam, ketakutan (tentang sikap tubuh atau suara) 3. Lesu = berasa lemah dan lelah 4. Nyeri = rasa tidak nyaman atau menderita yang disebabkan oleh rangsangan pada ujungujung saraf tertentu 5. Diare = pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak normal. 6. Kejang = kaku dan menegang 7. BAK seperti kopi = Buang Air Kecil berwarna kopi yang menunjukkan adanya hemoglobin pada urin/hemoglobunuria biasa pada pemecahan sel darah merah yang berlebih 8. Pelo = cadel; lidah tidak mampu mengucapkan huruf tertentu 9. Lemah sesisi = atau hemiparesis = paralisis ringan atau gangguan fungsi motorik dan sensorik pada bagian tubuh akibat lesi pada mekanisme saraf atau otot
1
10. Kesadaran GCS = Glassgow coma scale, skala yang digunakan untuk menentukan derajat kesadaran seseorang, < 9 = parah ; 9-12 = sedang ; 13-14 = tidak ada gangguan yang berarti ; 15 = normal (skor tertinggi) 11. Pupil isokor RC = keadaan dimana ukuran pupil kanan dan kiri sama; reflek cahaya normal 12. Konjuctiva palpebra anemis = keadaan pucat pada konjuctiva dan palpebra ketika dilakukan inspeksi mata 13. Sklera ikterik = keadaan yang menguning pada lapisan luar bola mata yang diakibatakan oleh meningkatnya kadar bilirubin indirek dalam darah 14. Kaku kuduk = kaku pada bagian belakang leher 15. Lien Schuffner 1 = keadaan dimana lien dapat dipalpasi pada area Schuffner 1; Schuffner adalah garis hayal dari arcus costae kiri yang melewati umbilicus sampai SIAS kanan. 16. Hb = pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh eritrosi yang sedang berkembang di dalam sumsum tulang 17. GDS = Gula Darah Sewaktu; pengukuran yang dilakukan seketika tanpa ada puasa 18. Delicate ring = bentuk stadium tropozoit, menempel pada tepi eritrosit 19. Preparat darah tebal = untuk menemukan parasit malaria, karena tetesan darahnya lebih banyak (ada atau tidak dan bentuk secara umum) 20. Gametosit berbentuk pisang = merupakan bentuk dari stadium makrogametosit pada P. falciparum 21. Kepadatan parasit = atau hitung parasit adalah jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah, jika jumlah parasit lebih besar dari 100.000/mikroliter darah maka menandakan infeksi 22. Preparat darah tipis = untuk menentukan spesies plasmodium secara spesifik 23. P. falciparum = genus sporozoa yang bersifat parasit pada sel darah merah hewan dan manusia yang menyebabkan malaria subtertiana atau tropica maligna
B. Identifikasi Masalah
2
No. Fakta 1.
E-O
Tn. Hasan mengalami kejang sekitar 10 menit dan diikuti dengan +
Concern vvv
penurunan kesadaran sejak empat jam yang lalu. 2.
Satu minggu yang lalu, Tn. Hasan mengeluh demam yang dii +
vv
kuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. 3.
Tn. Hasan mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang da +
vv
n sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan. 4.
BAK Tn. Hasan berwarna seperti kopi
+
5.
Tn. Hasan, 35 tahun, berwisata tiga minggu yang lalu ke Kep +
vv v
ulauan Bangka Belitung 6.
Pemeriksaan fisik = Kesadaran GCS 9, konjunctiva palpebra
+
v
Pemeriksaan laboratorium = Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, p +
v
anemis, sclera ikterik, lien schuffner 1. 7.
reparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit be rbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/uL dan preparat dar ah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+).
C. Analisis Masalah 1. Tn. Hasan mengalami kejang sekitar 10 menit dan diikuti dengan penurunan kesadaran sejak empat jam yang lalu 1. Bagaimana tingkat keparahan kejang berdasarkan durasinya?
Awal (< 15 menit)
Lanjut (15-30 menit)
Berkepanjangan (>1 jam)
Meningkatnya kecepatan
Menurunnya tekanan dar Hipotensi disertai berkura
jantung,tekanan darah,ka ah
ngnya aliran darah serebr
dar glukosa,suhu pusat tu disritmia
um sehingga terjadi hipot
buh
ensi serebrum Gangguan sawar otak yan g menyebabkan edema se rebrum
3
2. Mengapa bisa terjadi penurunan kesadaran? Bagaimana hubungannya dengan
kejang? Parasit yang sedang tumbuh mengonsumsi dan menghancurkan protein sel dengan hebatnya terutama hemoglobin yang menyebabkan terbentuknya pigmen malaria dan hemolisis dari sel darah merah yang terinfeksi. Ruptur dari sel ini akan menge luarkan factor-faktor penting dan toksin seperti glikosifosfotidilnositol dari protei n membran parasit, fosfoliopprotein, produk membran sel darah merah, dan toksin malaria . Toksin yang keluar ini akan menginduksi terlepasnya sitokin seperti TN F dan IL 1 dari makrofag sehingga terjadi demam. Selain itu sitokin pro inflamasi juga keluar seperti TNF alpha dan Interferon alpha. Dilain pihak sitokin mempuny ai efek patologis apabila berada dalam kadar yang berlebihan. Penelitian Dobbie d kk menunjukkan bahwa rangsangan sitokin bisa menghasilkan peningkatan kadar asam quinolinik yang merupakan eksitotoksin endogen (toksik yang bersifat eksita si/merangsang) yang dihasilkan oleh microglia. Toksin ini merupakan agonis rese ptor glutamat NMDA, perangsangan reseptor berlebihan dapat menyebabkan keja ng. Selain itu, sitokin juga dapat menginduksi penambahan dan produksi yang tida k terkontrol dari nitrit oksida. Nitrit Oksida dapat berdifusi kedalam sawar darah o tak dan mengganggu fungsi sinaps yang mirip anastesi umum dan konsentrasi etan ol yang tinggi yang menurunkan kesadaran.
2. Satu minggu yang lalu, Tn. Hasan mengeluh demam yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat 3. Mengapa keluhan baru timbul dua minggu setelah Tn. Hasan berwisata ke
Kepulauan Bangka Belitung? Plasmodium penyebab malaria memiliki masa inkubasi. Masa inkubasi adalah ren tang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai de ngan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies Plasmodium. P. Falciparum : 9 – 14 (12) hari P. Vivax
: 12 - 17 (15) hari
P. Ovale
: 16 - 18 (17) hari
4
P. Malariae
: 18 - 40 (28) hari
4. Bagaimana mekanisme demam yang diikut menggigil dan berkeringat?
i. Menggigil
Plasmodium melepaskan belasan merozoit kedalam sirkulasi darah. Merozoit ya ng dilepaskan akan masuk ke dalam sel res di limpa, lalu akan mengalami fagosi tosis dan filtrasi. Merozoit yang lolos akan menginvasi eritrosit yang selanjutnya parasit akan berkembang biak secara seksual didalam eritrosit. Parasit didalam s el darah merah akan mengalami stadium matur. Eritrosit parasit stadium matur a kan mengalami penonjolan membentuk knob dengan hrp1, sebagai komponen ut ama bila eritrosit parasit mengalami merogoni akan merangsang TNF alfa dan IL 1. Akan terbawa aliran darah sampai ke endotel hypothalamus. Sehingga keluara lah prostaglandin yang akan memicu aktivasi siklik AMP hipotalamus yang men yebabkan peningkatan set point hipotalamus sehingga menghasilkan demam atau panas. Perbedaan suhu luar dengan dalam tubuh menyebabkan tubuh beradaptas i dengan cara menggerakkan otot tubuh dan terjadilah menggigil. ii. Berkeringat
Ketika faktor-faktor yang menyebabkan suhu tubuh meninggi (demam) yang dia 5
kibatkan infeksi eritrosit oleh plasmodium berhasil dihilangkan, set point hipotal amus akan langsung menurunkan levelnya sehingga suhu di hipotalamus lebih re ndah dari suhu tubuh. Saat itu terjadi, tubuh akan terasa panas, sehingga bagian h ipotalamus yang aktif pada suhu panas yaitu hipotalamus anterior akan mengura ngi produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka dan mendorong pe ngeluaran panas dengan menumbulkan vasodilatasi kulit. Vasodilatasi terjadi me mbuat tubuh akan memerah, sehingga fase ini disebut fase “merah merona”. Apa bila vasodilatasi kulit sudah maksimum tetapi gagal untuk mengurangi kelebihan panas tubuh, maka kelenjar keringat akan aktif sehingga mekanisme berkeringat terjadi. Hal ini membuat panas tubuh keluar dengan cara evaporasi. iii.
Demam
Demam terjadi karena penglepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumny a telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infe ksi. Dewasa ini, diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin-1. Di dalam hipotalamus, zat ini merangsang penglepasan asam araki donat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2, atau zat yang mirip, untuk membangkitkan reaksi demam.
3. Tn. Hasan mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan 5. Bagaimana mekanisme terjadi lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi,
rasa tidak nyaman perut serta diare ringan? Dolor atau nyeri, pada suatu reaksi peradangan tampaknya ditimbulkan dal am berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu tert entu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat-zat kimi a tertentu seperti histamin atau zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang sara f. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang tidak diragukan lagi dapat menimbulkan nyeri (pada kasus in i karena pembengkakan lien) a. Nyeri kepala (intrakranial) 6
1. Nyeri kepala pada meningitis Menyebabkan peradangan pada semua selaput otak, termasuk daerah dura dan daerah sensitif di sekeliling sinus venosus. Kerusakan yang parah akan meni mbulkan nyeri kepala yang hebat 2. Nyeri kepala akibat rendahnya tekanan intrakranial serebrospinal Pembuangan cairan kanalis spinal sebanyak 20 ml, khususnya bila pasien teta p dalam posisi berdiri, seringkali akan menyebabkan nyeri. Pembuangan caira n serebrospinal ini akan menghilangkan sebagian kemampuan mengambang o tak yang dalam keadaan normal dapat dilaksanakan oleh adanya cairan serebr ospinal. Otak yang berat ini akan meregangkan bermacam-macam permukaan duramater sehingga timbul nyeri kepala 3. Nyeri kepala migren Nyeri kepala yang diduga akibat fenomena vaskular yang abnormal, walaupu n mekanisme yang belum diketahui. Salah satu teori penyebab nyeri kepala m igren ini adalah emosi atau ketegangan yang berlangsung lama akan menimbu lkan refleks vasospasme beberapa arteri kepala 4. Nyeri kepala alkoholik Nyeri kepala akan timbul setelah minum alkohol berlebihan, karena alkohol t oksik terhadap jaringan, langsung merangsang selaput otak dan menyebabkan nyeri 5. Nyeri kepala akibat konstipasi Dapat terjadi karena terabsorbsinya bahan toksik yang dihasilkan atau berasal dari perubahan yang timbul pada sistem sirkulasi akibat hilangnya cairan yan g masuk ke dalam usus ekstrakranial 1. Nyeri kepala akibat spasme otot Ketegangan emosi sering kali dapat menyebabkan spasme otot, khususnya otot-o tot yang melekat pada kulit kepala dan otot-otot leher yang melekat pada oksiput
7
. 2. Nyeri kepala akibat iritasi hidung dan struktur sekitar hidung 3. Nyeri kepala akibat kelainan mata Kesulitan seseorang untuk memfokuskan mata agar timbul penglihatan yang jela s akan menimbulkan kontraksi yang berlebihan pada otot siliaris. Dan dapat men yebabkan nyeri kepala di daerah retro-orbital b. Nyeri tulang dan sendi Nyeri pada tulang dan sendi merupakan salah satu gejala klinis dari infeksi malar ia falsiparum. Infeksi ini menyebabkan inflamasi yang dapat menyebabkan nyeri c. Rasa tidak nyaman pada perut Rasa tidak nyaman pada perut atau nyeri pada perut dapat disebabkan karena pe mbesaran limpa (splenomegali). Limpa merupakan organ retikulosit, dimana par asit malaria dieliminasi oleh sistem kekebalan tubuh hospes. Pada keadaan akut l impa membesar dan tegang, penderita merasa nyeri di perut kwadran kiri atas. P ada perabaan konsistensinya lunak. d. Diare ringan Diare terjadi akibat pergerakan cepat dari materi tinja sepanjang usus besar. Pen yebab : 1. Enteritis Enteritis berarti peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh virus maupun b akteri pada traktus intestiinalis 2. Diare psikogenik Diare ini menyertai ketegangan syaraf, disebabkan oleh oleh stimulasi berlebiha n dari sistem saraf parasimpatis yang mencetuskan motilitas maupun sekresi mu kus berlebihan pada kolon distal 3. Kolitis ulserativa Merupakan penyakit peradangan dan ulserasi daerah yang luas dari usus besar.
8
6. Bagaimana hubungan keluhan yang dialami Tn. Hasan dengan malaria?
a. Lesu: Badan terasa lesu karena kekurangan darah (anemia) dan berkeringat, serta bisa j uga karena diare. Penyebab utama anemia adalah adanya hemolysis dari erytrocy t yang mengandung parasit dan yang tidak, sedangkan tubuh tidak mampu untuk merecycle ikatan Fe dalam hemozoin yang tidak larut dalam perusakan retyculoc yt oleh parasit. Terjadinya hemolysis erytrocyt menyebabkan peningkatan biliru bin dalam darah, dimana bilirubin adalah produk dari haemoglobin yang pecah. Hemozoin terbawa oleh sirkulasi leucocyt dan terdeposit dalam sistem reticuloen dothelial. Selain itu, mekanisme terjadinya lesu yang lain yaitu adanya gangguan yang dise babkan pembentukan rosette, gumpalan, dan adhesi endotel terhadap eritrosit ya ng terinfeksi parasit, pelepasan sitokin local dan respons imun semuanya berpera n dalam menyebabkan peripheral pooling dan hambatan oksigenasi jaringan. Ak ibatnya terjadi peningkatan asam laktat yang diikuti peningkatan rasio laktat/ pir uvat, depresi respirasi mitokondria dan peningkatan molekul oksigen yang bersif at reaktif. Selain itu eritrosit yang mengalami lisis akibat adanya parasit Plasmod ium falciparum mengakibatkan penurunan Hb yang mengangkut O2, sehingga, j aringan mengalami hipoksia ini juga berperan dalam menghasilkan asam laktat d an penurunan fungsional sel. Menumpuknya asam laktat ini menyebabkan terjadi nya lesu baik akibat hambatan maupun ganggunan eritrosit itu sendiri. b. Nyeri kepala: Nyeri kepala pada penderita malaria biasanya akut dan disertai dengan na usea dan muntah. Nyeri kepala biasanya akan berlangsung selama sakit. Cytokin e dipercaya sebagai faktor penting yang dapat menyebabkan nyeri kepala pada p enderita malaria. Patogenesis malaria dikaitkan dengan produksi berlebih dari pr o-inflammatory cytokines, seperti TNF (Tumor Necrosis Factor) atau Interleukin -1, yang dapat menimbulkan sakit kepala. Beberapa mekanisme terjadinya nyeri kepala pada penderita mala ria :
9
Invasi parasit à vasodilatasi pembuluh otak à pasokan darah ke otak berkurang à kompensasi à vasokonstriksi agar pasokan darah tercukupi à parasit masih ada à vasodilatasi dan vasikonstriksi terjadi berulang-ulang à sakit kepala
Infeksi plasmodium à melepaskan toksin malaria GPI à mengaktivasi makrofag à mensekresikan IL 1&2 à mengaktivasi sel Th à mengsekresikan IL 3 à mengaktivasi sel mast à mensekresikan PAF à mengaktivasi faktor Hagemann à sintesis bradikinin à merangsang serabut saraf (di otak) à nyeri à sakit kepala
Infeksi plasmodium à melepaskan toksin malaria (GPI) à mengaktivasi makrofag à TNF a >> à stimulasi sel-sel otak à mensintesis NO (Nitrit Oksida) à sakit kepala c. Nyeri pada tulang dan sendi: Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen eksoge n yang telah mengenali bakteri maupun jamur yang masuk ke dalam tubuh. Viru s pun dapat menginduksi pirogen endogen melalui sel yang terinfeksi. Tidak han ya mikroorganisme; inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, dan kompleks antigenantibodi pun mampu menginduksi pirogen endogen. Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan endotel dari kapiler-ka piler di circumventricular vascular organ sehingga meembuat konsentrasi prosta glandin-E2 (PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat, tetapi juga PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus un tuk meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa n yeri di tubuh (Kasper, 2005). Arthralgia/nyeri sendi dapat terjadi akibat invasi parasit ke dalam joint space ya ng mengakibatkan inflamasi cairan sinovial.
4. BAK Tn. Hasan berwarna seperti kopi 7. Apa saja sistem organ yang terlibat dalam kasus ini?
Sistem urinarius, sistem sirklasi darah
8. Bagaimana anatomi sistem organ yang terlibat dalam kasus ini?
10
Dalam kasus ini, organ yang terlibat adalah organ-organ yang termasuk dalam tra ktus urinarius. Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih te rdiri dari dua buah ginjal, dua buah ureter, satu buah
kandung kemih ( ves
ika urinaria ) dan satu buah uretra. 1. Ginjal Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak dipinggang, sedikit dibawah tulang rus uk bagian belakang. ( Daniel S, Wibowo, 2005 ). Ginjal kanan sedikit lebih ren dah dibanding ginjal kiri. Mempunyai ukuran panjang 7 cm dan tebal 3 cm. Terbungkus dalam kapsul yang terbuka kebawah. Diantara ginjal dan kapsu l terdapat jaringan lemak yang membantu melindungi ginjal terhadap goncan gan. (Daniel S Wibowo, 2005). Ginjal mempunyai nefron yang tiap – tiap tubulus dan glomerulusnya adalah satu unit. Ukuran ginjal ditentukan oleh sejumlah nefron yang dimilikinya. Kira – kira terdapat 1,3 juta nefron dalam tiap – tiap ginjal manusia. (Gano ng, 2001 ) Fungsi Ginjal : a. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh. b. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan c. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian
tubulus ginjal d. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh e. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel
darah merah (SDM) di sumsum tulang f.
Hemostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah. (Guyton, 1996 ).
2. Ureter Ureter merupakan dua saluran dengan panjang sekitar 25 sampai 30 cm, ter bentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu – satunya adalah men yalurkan urin ke vesika urinaria. ( Roger Watson, 2002 )
11
3. Vesika Urinaria Vesika urinaria adalah kantong berotot yang dapat mengempis, terletak 3 sampai 4 cm dibelakang simpisis pubis (tulang kemaluan). Vesika urinaria mempuny ai dua fungsi yaitu: a. Sebagai tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh. b. Dibantu uretra vesika urinaria berfungsi mendorong urin keluar tubuh.
(RogerWatson, 2002 ). Didalam vesika urinaria mampu menampung urin antara 170 - 230 ml. (Evelyn, 2 002 )
4. Uretra Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung k emih sampai keluar tubuh. Pada wanita uretra pendek dan terletak didekat va gina. Pada uretra laki – laki mempunyai panjang 15 – 20 cm. ( Daniel S, Wibowo, 2005 )
Pembentukan Urin Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air ( 96%) air dan sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimp an sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui proses mikturisi. (Evely n C. Pearce, 2002). Proses pembentukan urin, yaitu : a. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring da rah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat berm olekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (u rin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa, asam amino dan garam-garam. b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filt rat tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
12
c. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah me nambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis. ( Roger Watson, 2002 )
9. Mengapa BAK berwarna seperti kopi pada pasien malaria?
Komplikasi malaria di mana sel-sel darah merah pecah dalam aliran darah (hemoli sis), melepaskan hemoglobin secara langsung ke dalam pembuluh dan ke dalam ur in. Penyebabnya ada kerusakan yang cepat dan besar pada sel darah merah dengan produksi hemoglobinemia (hemoglobin dalam darah, tetapi di luar sel-sel darah merah), hemoglobinuria (hemoglobin di dalam urin), ikterus intens, anuria (melew ati kurang dari 50 mililiter urin per hari). BAK berwarna kopi menunjukkan bahwa terjadi hemoglobinuria. Hemoglobinuri a terjadi ketika membran eritrosit pecah. Membran eritrosit ini akan melepaskan h emoglobin ke dalam plasma. Hemoglobin (tetramer) terurai menjadi hemoglobin dimer di dalam plasma. Jika hemolisis intravaskular berlanjut, jumlah hemoglobin dimer akan berlebih di dalam plasma dan masuk ke glomerulus ginjal dan melew ati system urogenital. Hal ini akan menyebabkan hemoglobinuria.
Terdapat parasit dalam RBC Rangsang imun tubuh Rusak RBC yang mengandung parasit atau bukan Hb pecah RBC lisis intravaskul er Masuk ke sirkulasi sistemik Masuk ke ginjal Black water fever 5. Tn. Hasan, 35 tahun, berwisata tiga minggu yang lalu ke Kepulauan Bangka Belitung 10. Dimana saja wilayah yang termasuk endemis terhadap malaria di Indonesia?
Di Indonesia parasit Plasmodium falciparum tersebar hampir di seluruh kepulauan
13
. Di Indonesia kawasan Timur mulai dari Kalimantan,Sulawesi Tengah sampai ke Utara, Maluku,Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusa Tenggara Timur serta Ti mor Timur merupakan daerah yang endemis malaria Plasmodium falciparum. Beb erapa daerah di Sumatera mulai dari Lampung, Riau, Jambi dan Batam cenderung meningkat.
6. Pemeriksaan fisik = Kesadaran GCS 9, konjunctiva palpebra anemis, sclera ikterik, lien schuffner 1 11. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi lien?
Anatomi
14
Lien berwarna kemerahan dan merupakan sebuah massa limfoid terbesar di dalam tub uh. Lien berbentuk lonjong dan mempunyai incisura di extremitas anteriornya, terletak tepat di bawah pertengahan kiri diaphragma, dekat dengan costae IX, X, dan XI. Sum bu panjangnya terletak sepanjang corpus costalis X. Kutub bawahnya membentang ke depan hanya sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada keadaan normal. Lien diselubungi oleh peritoneum, yang berjalan dari hilum lienale sebagai ligamentu m gastrolienale ke curvatura gastrica major (membawa arteria dan vena gastrica brevis serta arteria dan vena gastroepiploica sinistra). Peritoneum juga berjalan menuju ren si nistra sebagai ligamentum leinorenale (membawa arteria, vena lienalis dan cauda panc reatis). Arteria lienalis adalah arteria yang besar dan merupakan cabang terbesar truncus coeli acus. Jalan arteria splenica berkelok-kelok di sepanjang margo superior pancreas. Arte ria lienalis kemudian bercabang menjadi enam pembuluh arteria yang masuk ke lien m elalui hilum lienale. Vena lienalis keluar dari hilum lienale dan berjalan di belakang cauda dan corpus panc reatis. Di belakang collum pancreatis, vena lienalis bergabung dengan vena mesenteric a superior membentuk vena portae hepatis. Histologi Lien I. Gambaran Histologis Lien dibungkus oleh jaringan padat sebagai capsula yang melanjutkan diri sebagai trab
15
ecula. Capsula akan menebal di daerah hilus yang berhubungan dengan peritoneum. D ari capsula melanjutkan serabut retikuler halus ke tengah organ yang akan membentuk anyaman. Pada sediaan terlihat adanya daerah bulat keabu-abuan sebesar 0,2-0,7 mm, daerah tersebut dinamakan pulpa alba yang tersebar pada daerah yang berwarna merah tua yang dinamakan pulpa ruba.
Silver-stained photomicrograph of the reticular fiber architecture of the spleen (×132). Note t he capsule (Ca) and lymphoid nodule (Ln).
16
The spleen is supplied by the splenic artery and is drained by the splenic vein; both vessels ent er and leave the spleen at the hilum.
a) Pulpa alba Pulpa alba sering disebut pula sebagai corpusculum malphigi terdiri atas jaringan limf oid difus dan noduler.Pulpa alba membentuk selubung limfoid periarterial (periarterial limfoid sheats/PALS) di sekitar arteri yang baru meninggalkan trabecula, selubung ters ebut mengikuti arteri sampai bercabang-cabang menjadi kapiler. Sepanjang perjalanan nya pada beberapa tempat selubung tersebut mengandung germinal center. PALS dan germinal center merupakan jaringan limfoid, tetapi PALS sebagian besar mengandung limfosit dan germinal center mengandung limfosit B. Struktur PALS terdiri dari anya man longgar serabut retkuler dan sel retikuler. Di tengah pulpa alba terdapat arteri sent ralis . dalam celah-celah anyaman terdapat limfosit kecil dan sedang, kadang ditemuka n plasmasit. Pada waktu adanya rangsangan antigen di daerah PALS banyak terdapat li mfosit besar, limfoblas dan plasmasit muda banyak sekali.
17
b) Pulpa rubra Pulpa rubra terdiri atas pembuluh-pembuluh darah besar yang tidak teratur sebagai sin us renosus dan jaringan yang mengisi diantaranya sebagai splendic cords of Billroth. Warna merah pulpa rubra disebabkan karena eritrosit yang mengisi sinus venosus dan jaringan diantaranya.Di dalam celah pulpa terdapat sel-sel bebas seperti makrfag, sem ua jenis sel dalam darah dengan beberapa plasmasit. Dengan M.E. makrofag dapat den gan mudah ditemukan sebagai sel besar dengan sitoplasma yag kadang-kadang menga ndung eritrosit, netrofil dan trombosit atau pigmen. Bagian tepi pulpa alba terdapat dae rah peralihan dengan pulpa rubra sebesar 80-100 mikron, daerah ini dinamakan zona marginalis yang mengandung sinus venosus kecil. Zona marginais merupakan pulpa ru bra yang menerima darah arterial sehingga merupakan tempat hubungan pertama antar a sel-sel darah dan partikel dengan parenkim lien.
18
Note the periarterial flat reticular cells (arrows). A, central artery; BC, marginal zone bridging channel; MZ, margin al zone; PA, penicillar artery; RP, red pulp; S, venous sinus
Capsula dan Trabecula Capsula dan trabecula terdiri atas jaringan pengikat padat dengan sel otot polos dan an yaman serabut elastis. Permukaan luar terdiri dari sel mesotil sebagai bagian peritoneu m. Trabecula merupakan lanjutan kapsula yang membawa arteri, vena dan pembuluh li mfe. Trabecua mengandung lebih banyak serabut elastis dan beberapa serabut sel otot polos.
Fisiologi Lien Lien merupakan organ penyaring yang kompleks yaitu dengan membersihkan darah te rhadap bahan-bahan asing dan sel-sel mati disamping sebagai pertahanan imunologis t erhadap antigen. Lien berfungsi pula untuk degradasi hemoglobin, metabolisme Fe, te mpat persediaan trombosit, dan tempat limfosit T dan B. Pada beberapa binatang, lien berfungsi pula untuk pembentukan eritrosit, granulosit dan trombosit.
19
12. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi mata?
Anatomi Mata
Mata suatu organ fotosensitif yang berfungsi untuk menimbulkan sensai pe nglihatan dari bentuk, intensitas, cahaya, dan warna yang dipantulkan lewat cahay a. Mata terletak di orbita cavity, yang mengandung bantalan jaringan adipose. Seti ap bola mata teriri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahanka n bentuknya, sistem jaringan transparan untuk membiasakan cahaya untuk memof kuskan cahaya, dan satu sistem neuron yang mengumpulkan, memproses dan men eruskan informasi visual ke otak. Tiga lapisan utama pada mata adalah tunica fibrosa, yang kuat, yang teriri atas skelera dan kornea, sebuah lapisan tunica vascular yang terdiri atas koroid, ba dan siliar, dan iris, dan sebuah tunica nervosa yang terdiri atas retina. Sklera adalah lapisan fibrosa luar bola mata yang melindungi struktur internal dan untuk tempat insersi otot. Lapisan luar berwarna opak di lima perenema lapisan p osterior bola mata adalah sclera, berdiameter 22mm. Sklera memiliki ketebalan 0, 5 mm, avaskular, dan terdiri atas berkas kolagen tipe I pipih yang bersealgn seling dalam berbagai arah tetapi tetap sejajar dengan permukaan organ. Kornea, seperenam bagian anterior mata, tiak berwarna dan transparan, da n sepenuhnya avaskular. Terdiri atas epitel skuamosa berlapis, sejumlah besar ga
20
mbaran mitosis terdapat di lapisan basal, terutama dekat tepi kornea. Choroid lapisan yang sangat vascular padad dua pertiga posterior mata den gan jaringan ikat longgar bervaskular yang menganeung serat kolagen, dan elastin , fibroblast, melanosit, makrofag, limfosit, sel mast, sel plasma. Badan siliar suatu pelebaran anterior choroid di tingkat lensa merupakan s uatu cincin tebal jaringan yang terdapat tepat di bagian anterior sclera. Banyak dik elilingi otot polos, berperan dalam respon akomodasi lensa. Iris adalah perluasan uvea yang menyisakan lubang bundar di pusat yang d isebut pupil. Tidak dilapisi epitel, tetapi teriri dari lapisan discontinue fibroblast d an melanosit yang irregular. Banyak sel mioepitel yang membentuk m dilator papi llae dan m. sphincter papillae. Banyak melanosit paa lapisan vakskular mata menj aga berkas cahaya agar tidak mengganggu pembentukan bayangan. Lensa merupakan struktur bikonkaf yang transparan yang tertletak I bawah iris, yang digunakan untuk memfokuskan cahaya pada retina, bersifat elastic, ava skular, epitel kuboid. Retina terdiri atas lapisan pigmen dan lapisan neural, berasal dari mangkuk optic e mbrionik. Banyak sel-sel fotoreseptor yang berfungsi sebagai menghantarkan imp uls. Konjungtiva adalah membrane mukoa tipis an transparan yang menutupi b agian anterior sclera dan berlanjut sebagai lapisan permukaan dalam kelopak mata , konjungtiva terdiri ddari epitel berlapis kolumnar ddengan banyak sel kecil yang menyerupai sel goblet, yang ditunjang lapisan lamina propria dengan ikat longgar. Sekresi mucus dari epitel konjungtiva ditambahkan ke lapisan air mata yang mela pisi epitel ini dan kornea.
Fisiologi Mata
Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang m emungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipan tulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, y aitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat unt
21
uk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf ya ng berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke ota k (Junqueira, 2007). Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka ca haya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktu r seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris te mpat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontrak si yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk k e mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pad a cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 20 01). Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus di pergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaika n kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokusk an di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentukny a, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suat u spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris me lemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk pengliha tan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk pengl ihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untu k penglihatan dekat (Sherwood, 2001).
13. Bagaimana interpretasi dan mekanisme hasil pemeriksaan fisik:
22
1. Kesadaran GCS 9
Glasgow Coma Scale terdiri dari nilai dengan kisaran 3-15, yang merupakan tingk at ketidaksadaran pasien trauma atau kritis. Skala dihitung dengan cara penjumlah an semua nilai respon. E + M + V = 3 sampai 15 Penjumlahan nilai respons meruapakan asesmen tingkat kategori ketidaksadaran p asien, yang terbagi menjadi:
Ringan: 13-15 poin
Moderat: 9-12 poin
Berat: 3-8 poin
Koma: <8 poin
23
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kes adaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai res pon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi memb uka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score ) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya. Berdasarkan kasus, dapat disi mpulkan bahwa tingkat kesadaran Tn. Hasan cukup rendah. 1. Kompos mentis. Sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik. GCS = 15 2. Apatis. Pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya. GCS = 14 3. Delirium. Penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidurbangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi, dan meronta-ronta. GCS = 13 4. Somnolen (letargie). Keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, 24
tapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali. GCS = 11 5. Sopor (Stupor). Keadaan mengantuk yang dalam. Bisa dibangunkan dengan rangsang kuat (rangsang nyeri), tapi pasien tidak bangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawabab verbal dengan baik. GCS = 9 6. Semi Koma. Penurunan kesadaran yang tidak memberikan respon terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tapi reflex (kornea, pupil) masih baik. Respon nyeri tidak adekuat. GCS = 6 7. Koma. Penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak daa respon terhadap rangsang nyeri. GCS = 3 Mekanisme penurunan tingkat kesadaran pada Tn. Hasan terjadi karena eri trosit yang terinfeksi parasit membentuk knop sehingga menyebabkan terjadinya s ekuestrasi. Sekuestrasi paling sering terjadi di otak sehingga menyebabkan kesada ran menurun.
2. Konjunctiva palpebra anemis
Konjungtiva palpebra yang pucat menunjukkan gejala anemia pada penderita mala ria. Anemia dapat disebabkan oleh dekstruksi masif eritrosit yang terinfeksi, penur unan produksi eritrosit oleh sumsum tulang (diseritropoesis dimana terjadi depresi eritropoesis dalam sumsung tulang dan retikulosit tidak dilepaskan dalam peredar ah perifer). Selain itu, umur eritrosit yang tidak terinfeksipun memendek karena p ada permukaan eritrosit ini dapat ditemukan immunoglobulin dan/atau kompleme n.
3. Sclera ikterik
Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning dan disebut sebagai ikterus. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada s klera, kulit, atau urine yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2-3 mg/dl. Bilirubin serum normal adalah 0,3 sampai 1,0 mg/dl. Jaringan permukaan yang kay a elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning. Normalnya,sekitar 80%-85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem monosit-makrofag. Setiap hari dihancurkan 50ml darah dan menghasilkan 2
25
50-350 mg bilirubin. Kini diketahui 15-20% pigmen empedu total berasal dari destr uksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang dan hemoprotein lain, terutama dari h ati. Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus: 1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan 2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati 3. Gangguan konjugasi bilirubin 4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis.
4. Lien schuffner 1
Pada keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengku ng iga kiri, melewati umbilicus sampari region illiaca kanan. Agar mempermudah p erabaan diperlukan: a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut 450650. b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang. Palpasi dimulai pada saat ekspirasi maksimal, dimulai dari region iliaka kanan, mel ewati umbilicus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis yang dimulai dari ti tik di lengkung iga kiri menuju ke umbilicus dan diteruskan sampai di spina iliaka a nterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama. P alapasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45 derajat kea rah kanan ( kearah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sebagai berikut: a. Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I sampai dengan S-VIII)? b. Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena hipertensi portal)? Atau keras seperti pada malaria? Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, diusahakan meraba insisura nya
26
7. Pemeriksaan laboratorium = Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/uL dan preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+) 1. Bagaimana siklus pembentukkan dan perombakkan eritrosit secara normal?
Proses pembentukan eritrosit dimulai dari sel induk p luripoten. Sel induk pluripoten ini berdiferensiasi jadi proeritroblas. Proeritroblas memiliki kromatin yang ja rang, satu atau dua nucleolus dan sitoplasma basofilik. Lalu proeritroblas akan membelah menjadi sel yang le bih kecil lagi yaitu eritroblas basofilik dengan cincin si toplasma basofilik dan inti yang lebih padat tanpa nucl eolus yang jelas. Pada tahap selanjutnya, sel yang lebih kecil disebut eritroblas polikromatofilik terbentuk. Sel ini memperlihatkan berkurangnya ribosom basofilik d an peningkatan kadar hemoglobin asidofilik di sitoplas manya. Seiring dengan berlanjutnya diferensiasi, ukura n sel semakin mengecil, terjadi pemadatan material inti , dan sitoplasma eusinofilik yang lebih seragam. Pada t ahap ini, sel disebut eritroblas ortokromatofilik (norm oblas). Setelah mengeluarkan intinya, normofilik beru bah menjadi retikulosit. Selanjutnya, setelah kehilanga n ribosom, retikulosit berubah menjadi eritrosit matang. Rentang usia eritrosit mencapai 120 hari, sehingga sel yang sudah tua akan dising kirkan oleh hati. Sel-sel hati yang bertugas merombak eritrosit disebut sel histiosit. Penghancuran sel darah merah dilakukan dengan jalan hemolisa dan fragmentasi. M elalui sel histiosit, hemoglobin akan diuraikan menjadi senyawa hemin, zat besi (Fe ), dan globin. Dalam hati, senyawa hemin diubah menjadi zat warna (bilirubin dan biliverdin) lalu dikirim ke usus dan setelah melalui proses tertentu dibuang ke luar t ubuh bersama feses. Dalam usus, zat warna empedu(berwarna hijau biru) dioksidasi menjadi urobilin (berwarna kuning coklat) yang berfungsi memberi warna pada fes
27
es dan urine. Sementara itu, zat besi tertahan dan disimpan dalam hati atau dikemba likan ke sumsum tulang sedangkan globin digunakan lagi untuk pembentukan eritro sit baru dan metabolisme protein.
14. Bagaimana siklus hidup P. falciparum?
Saat nyamuk anopheles betina menghisap darah manusia, nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah yang dalam 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perk embangan aseksual (intrahepatic schizogony atau pre-erythrocytes schizogony). Per kembangan ini membutuhkan waktu 5,5 hari untuk P. falciparum. Setelah sel paren kim hati terinfeksi, terbentuk skizon hati yang apabila pecah akan mengeluarkan 18 -24 merozoit ke sirkulasi darah. Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Reseptor untuk P. falciparum diduga suatu gl
28
ycophorins. Dalam waktu 12 jam parasite berubah bentuk menjadi bentuk ring, yan g pada P. falciparum menjadi bentuk stereo – headphones yang mengandung krom atin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglo bin dan dalam metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang da pat dilihat seacara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit ini menjadi lebih elastic d an dinding berubah lonjong, pada P. falciparum dinding eritrosit membentuk knob yang natinya penting dalam proses cytoadherence dan resetting. Setelah 36 jam inv asi ke dalam eritrosit, parasite berubah menjadi skizon, dan bila pecah akan mengel uarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini b erlangsung selama 48 jam pada P. falciparum. Di dalam darah sebagian parasite akan membentuk gametosit. Gametosit muda me mpunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elip s, akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosit matan g. Gametosit betina/makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang den gan sitoplasma berwarna biru dengan pulasan Romanowsky/Giemsa. Mikrogametos it berbentuk lebih lebar seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerahmerahan. Bila nyamuk menghisap darfah manusia yang sakit, akan terjadi siklus se ksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zigot dan me njadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan ak hirnya menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi matang dan mengeluarkan sporoz oit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia. 15. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan laboratorium: 1. Hb 4,6 mg/dl
Normalnya 14-18 gr/dl. Hal ini dikarenakan, pada kasus malaria falciparu m terdapat hemolisis eritrosit secara berlebihan akibat adanya parasit P. F alciparum.
5. GDS 145 mg%
Kadar darah sewaktu (kadar gula darah sewaktu) adalah hasil pengukuran yang dilakukan seketika waktu itu, tanpa ada puasa. Jadi biasanya kadar gu la akan lebih tinggi. Normalnya, kadar gula sewaktu adalah 140 mg/dl Na
29
mun, pada penderita DM, kadar gula darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl.
6. Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk
pisang, kepadatan parasit 13.800/uL Sediaan darah dengan pulasan Giemsa merupakan dasar untuk pemeriksaa n dengan mikroskop dan sampai sekarang masih digunakan sebagai baku e mas untuk diagnosis rutin. Pemeriksaaan sediaan darah tebal di lakukan dengan memeriksa 100 lapan gan pandang mikroskop dengan pembesaran 500-600/1000 yang setara den gan 0,20 μl darah. Jumlah parasit dapat dihitung per lapang pandang mikro skop. +
= 1-10 parasit perlapangan pandang
++
= 1-100 parasit per 100 lapanan pandang
+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan panjang ++++ = >10 per satu lapangan pandang Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P.falciparum sangat ke cil dan halus dengan ukuran seperenam eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole ser ing ditemukan. Walaupun bentuk marginal, accola, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang terin feksi Plasmodium lain tetapi sifat ini sering ditemukan pada P.falciparum. Gametosit muda mempunyai bentuk lonjong, kemudian menjadi lebih panj ang dan elips dan akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosit matang. Pada kasus, kepadatan parasit 13.800/uL menunjukkan jumlah gametosit p ada infeksi P. Falciparum
30
Ring shaped Gametocytes (banana shaped)
7. preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+)
Pemeriksaan tetesan darah tipis digunakan untuk identifikasi jenis plasmod ium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit di nyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila j umlah parasit >100.000/µL darah menandakan infeksi yang berat. Pada sk enario ini, kepadatan parasit yang ditemukandalam pemeriksaan preparat d arah tipis adalah 13.800/ Hitung parasit penting untuk menentukan progno
31
sa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumla h parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau Lei shman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang um um dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.
16. Apa saja diagnosis banding?
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat, t erutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini : Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain seba gai berikut: Demam tifoid : Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit peru t (diare, obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji Widal positif bermakna, biakan empedu positif. Demam dengue : Demam tinggi terus menerus selama 2 – 7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penur unan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam b erdarah dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue posi tif. Leptospirosis ringan : Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, mu ntah, conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri be tis yang menyolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes Leptodipstik positif. Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut : Radang otak (meningitis/ensefalitis): Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis la innya. Stroke (gangguan serebrovaskuler): Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, g ejala neurologik lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada pe nyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain). Tifoid ensefalopati: Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran da
32
n tanda-tanda demam tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal seperti nyeri perut,diare). Hepatitis: Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 2 x. Leptospirosis berat: Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih got, sampa h dan lain lain), leukositosis, gagal ginjal dan sembuh dengan pemberian antibioti ka (penisilin). Glomerulonefritis akut atau kronik: Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya me mberikan respon terhadap pengobatan malaria secara dini dan adekuat. Sepsis: Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan s irkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan mikrobiol ogi. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome: Demam tinggi terus men erus selama 2 – 7 hari, disertai syok atau tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purp ura, hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, uji torniquet positif, pen urunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.
17. Bagaimana cara menegakkan diagnosis?
Diagnosis pasti dari penyakit malaria adalah dengan menemukan parasit dalam da rah yang diperiksa menggunakan mikroskop. Diagnosis labolatorium dilakukan de ngan cara: 1. Diagnosis menggunakan mikroskop cahaya, sediaan darah diwarnai dengan giemsa. Bila pemeriksaan pertama negatip,diperiksa ulang setiap 6 jam selama 3 hr berturut-turut. bial dalam 3hari didapat hasil yang teteap negatif maka akan dapat menyingkirkan diagnosis malaria. Jumlah parasit dalam pemeriksaan dapat dihitung perlapangan pandang. +
= 1-10 parasit perlapangan pandang
33
++
= 1-100 parasit per 100 lapangna pandang
+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan panjang ++++ = >10 per satu lapangan pandang
Teknik mikroskopis yang lain adalah. Teknik ini contohnya adalah teknik quantiti ve buffy coat (QBC) berdasarkan kemampuan akridin (acridine orange) memulas asam nukleat yang berada dalam sel. Darah dari unjung penderita dikumpulakan d alam tabung mikrohematokrit yang berisi zat warna jingga akridin dan anti koagul an. Kemudian tabung tersebut disentrifugasi pada 12.000 x g selama 5 menit. Para sit yang berfluoresensi dengan pemeriksaan mikroskop fluoresen merupakan hasil dari salah satu usaha ini, tetapi cara ini tak dapat digunakan secara luas seperti sed iaan darah tebal dan sediaan darah tipis. Selain iti terdapat juga teknik Kwatomo y ang merupakan modifikasi dari teknik QBC
2. Metode Tanpa Menggunakan mikroskop 1.
rapid antigen detection test (RDT), dasarnya adalah immunochomatography pada kertas nitro cellulose. Dengan cara ini berbagai protein parasit yang spesifik dapat dideteksi dalam darah dari ujung jari penderita.
2.
Metode yang mengguakan deteksi berdasarkan asam nukleat dapat dibag ke dalam dua golongan, ysitu hibridasi DNA atau RNA berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan menggunakan PCR.
3.
Tes serologi Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap mala ria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang ber manfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah beb erapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan te s >1:20 dinyatakan positif.
18. Apa diagnosis kerja?
Diagnosis kerja merupakan diagnosis sementara yang ditentukan seorang dokter d
34
imana diagnosis diambil hanya berdasarkan gejala dan belum ada bukti pasti. Kar ena belum ada bukti, diagnosis masih bisa salah, yang artinya masih ada kemungk inan penyakit lain seperti: deman tifoid, infeksi bakteri biasa atau sepsis.
19. Apa saja anamnesis dan pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan?
Pada anamnesis dapat ditanyakan : 1. Bagaimana frekuensi demam yang dialami? 2. Apakah masih ada keluhan yang dirasakan selain yang telah disebutkan? Pemeriksaan tambahan :
Teknik mikroskopis yang lain adalah. Teknik ini contohnya adalah teknik quantitive buffy coat (QBC) berdasarkan kemampuan akridin (acridine orange) memulas asam nukleat yang berada dalam sel. Darah dari unjung penderita dikumpulakan dalam tabung mikrohematokrit yang berisi zat warna jingga akridin dan anti koagulan. Kemudian tabung tersebut disentrifugasi pada 12.000 x g selama 5 menit. Parasit yang berfluoresensi dengan pemeriksaan mikroskop fluoresen merupakan hasil dari salah satu usaha ini, tetapi cara ini tak dapat digunakan secara luas seperti sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis. Selain iti terdapat juga teknik Kwatomo yang merupakan modifikasi dari teknik QBC
Metode Tanpa Menggunakan mikroskop rapid antigen detection test (RDT), dasarnya adalah immunochomatography pada kertas nitro cellulose. Dengan cara ini berbagai protein parasit yang spesifik dapat di deteksi dalam darah dari ujung jari penderita. Metode yang mengguakan deteksi berdasarkan asam nukleat dapat dibagi ke dala m dua golongan, yaitu hibridasi DNA atau RNA berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan menggunakan PCR. Tes serologi Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pad
35
a keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat dia gnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.
20. Apa diagnosis pasti dari kasus ini?
Malaria tropika atau tersiana malignant. Hal ini didasari dengan ditemukannya Pla smodium falciparum pada sediaan preparat darah tipis.
21. Bagaimana tatalaksana preventif, promotif, kuratif [non bedah (farmakologi dan
non farmakologi) dan bedah], rehabilitatif? preventif 1. Pemberian obat kausal profilaksis/supresif Obat ini diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya geja la. Obat profilaksis tidak membunuh stadium sporozoit yang masuk melalui gigita n nyamuk melainkan membunuh parasit stadium dini dalam hati,sebelum merozoi t dilepaskan ke dalam peredaran darah perifer. Obat ini harus diminum dengan dosis adekuat sehingga jumlah parasit malaria dal am darah berkurang hingga tidak menimbulkan gejala klinis Bila obat ini berhenti diminum maka parasit dalam darah berkembang biak lagi. Contoh : Primakuin (masih dalam penelitian) 2. Penggunaan repellent sebagai anti gigitan nyamuk 3. Pemasangan kawat kasa pada rumah 4. Pemakaian kelambu saat tidur untuk menghindari kemungkinan gigitan nyamuk 5. Penggunaan bahan kimia (insektisida) untuk membunuh nyamuk 6. Pemberantasan vektor malaria yakni secara kimiawi maupun biologic
a. Secara Kimiawi. Pemberantasan nyamuk anopheles secara kimiawi dapat dilakukan dengan me nggunakan larvasida yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk, yang te rmasuk dalam kelompok ini adalah solar/minyak tanah, parisgreen, temephos, fent
36
ion, altosid dll. Selain zat-zat kimia yang disebutkan di atas dapat juga digunakan herbisida yaitu zat kimia yang mematikan tumbuh–tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat berlindung larva nyamuk.
b. Secara Hayati. Pemberantasan larva nyamuk anopheles secara hayati dilakukan dengan meng unakan beberapa agent biologis seperti predator misalnya pemakan jentik (clarviy orous fish) seperti gambusia, guppy dan panchax (ikan kepala timah). Berikut ini langka-langkah pencegahan menurut Depkes
1. PENCEGAHAN DARI GIGITAN NYAMUK DENGAN LONG LASTING INSECTICIDE TREATED NET (LLITN) ATAU INSECTICIDE TREATED NET (ITN). 2. PENCEGAHAN DENGAN MEMBUNUH JENTIK DISARANG SARANG NYAMUK DENGAN LARVASIDA : BTI , ALTOSID DLL. 3. PENCEGAHAN DENGAN PENYEMPROTAN DINDING RUMAH ATAU TENDA DENGAN INSEKTISIDA ETOFENPROX , LAMDASIHALOTRINE, BENDIOCARB, DLL 4. PENCEGAHAN DENGAN MINUM OBAT PROFILAKSIS YAITU DOXYCICLINE UNTUK PENDATANG BERUSIA > 8 TAHUN (1 TABLET 100 MG) UNTUK PENDATANG DEWASA TIAP HARI 1 TABLET SEJAK 1 MINGGU SEBELUM MASUK SAMPAI 1 BULAN SETELAH KEMBALI. 5. PEMETAAN GENANGAN AIR DENGAN JARAK SAMPAI 2 KM DEKAT PEMUKIMAN PENDUDUK/PENGUNGSI.
2. Promotif Mengajak masyarakat banyak mengenali gejala malaria sejak dini. Memberikan pengetahuan bagi masyarakat cara memberantas lingkungan anophel es yakni dengan mengubah lingkungan lingkungan hidup (environmental modification) sehingga larva nyamuk anophele 37
s tidak mungkin hidup. Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan tempat perindukan nyamuk, pengeringan dan pembuatan dam, selain itu kegiatan lain me ncakup pengubahan kadar garam, pembersihan tanaman air atau lumut dan lain-la in. 3. Kuratif 1.farmakologi Obat digunakan untuk penyembuhan infeksi,penanggulan serangan akut antara lain : Golongan 4-aminokuinolin Klorokuin Mempunyai aktivitas terhadap skizontosida. Penggunaan klorokuin saat ini di kombinasi dengan sulfadoksin-pirimetamin(SP) karena adanya efek antipiretik dan antiinflamasi. Penggunaan kombinasi obat ini sebagai pilihan utama terha dap Plasmodium falciparum di Timor Timur Obat ini cukup aman untuk ibu hamil karena tidak mempunyai efek teratogeni k dan tidak menyebabkan abortus. Klorokuin tidak berbahaya bila sesuai deng an dosis yang dianjurkan yakni 25 mg/kg berat badan diberikan dalam 3 hari Amodiakuin Merupakan obat yang mempunyai struktur dan aktivitas yang menyerupai klor okuin,termasuk efek antipiretik dan antiinflamasi Dosis amodiakuin basa adalah 10 mg/kgBB selama 3 hari Golongan obat Antifolat Sulfadoksin-pirimetamin
merupakan
obat
yang
memiliki
aktivitas
skizontosida darah hanya terhadap P.falciparum tetapi tidak memiliki efek gametosida Golongan 4 quinoline-methanol Kina Merupakan obat malaria yang efektif terhadap P.falciparum yang resisten terh adap klorokuin dan sulfodoksin-pirimetamin. Pada penderita malaria falsiparu m tanpa komplikasi,biasanya kina diberikan dalam kombinasi tetrasiklin dan k
38
lindamisin Artemisinin dan derivatnya Merupakan obat yang diisolasi dari tumbuhan Artemisia annua. Obat ini mem punyai efek skizontisida darah yang paling cepat dibandingkan obat malaria la innya. Obat ini dapat dipakai pada malaria tanpa komplikasi maupun malaria berat. Primakuin Merupakan obat yang memiliki aktivitas gametositosida dan merupakan satu-s atunya obat yang digunakan untuk mencegah relaps
4. Rehabilitatif
22. Bagaimana prognosisnya (vitam dan functionam)?
Penderita malaria falciparum berat prognosisnya buruk,sedangkan penderita malar ia falciparum tanpa komplikasi prognosis cukup baik bila dilakukan pengobatan d engan segera dan dilakukan observasi hasil pengobatan
23. Bagaimana kompetensi dokter umum? Jelaskan!
Menurut SKDI tahun 2011, halaman 70, malaria merupakan penyakit dalam syste m hematologi dan imunologi, dengan standar kompetensi (tingkat kemampuan) do kter umum yaitu 4A, yang artinya lulusan dokter umum harus mampu membuat di agnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri d an tuntas. Adapun tingkatan kemampuan yang harus dicapai lulusan dokter umum pada pen yakit tertentu antara lain : 1.
Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan
Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, da n mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut me ngenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi
39
pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan . 2.
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulus an dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. 3.
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal,
dan merujuk 3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahu luan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter ju ga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. 3B. Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahu luan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah kep arahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pa sien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali da ri rujukan. 4.
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara
mandiri dan tuntas Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. 4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter 4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendid ikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)
24. Bagaimana etika dokter-pasien?
Hubungan dokter pasien merupakan azas yang melandari semua aspek prakterk ke dokteran untuk menetapkan diagnosis dan pengelolaan pasien. Hubungan dokter p
40
asien pada dasarnya merupakan hubungan professional (dokter) dengan klien (pasi en). Bila pasien telah menetapkan untuk memilih seorang dokter guna menangani masalah kesehatan dirinya, maka ia menyerahkan sepenuhnya pengelolaan penyak itnya dan memiliki keyakinan pada dokter tersebut. Keyakinan dan kepercayaan s eorang pasien merupakan amanah yang harus dipikul dan dilaksanakan dokter ses uai dengan moral dan etika yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas, seorang dokter harus berlandaskan sepuluh asas etis y ang melandasi HDP seperti diusulkan oleh Kimball. 1. Dokter sadar akan motivasi, kebiasaan, dan kemampuannya. 2. Kebiasaan dokter mengetahui sebanyak-banyaknya tentang keluhan maupun
kepribadian pasien. 3. Adanya kemampuan empati untuk memperlancar butir 2 di atas. 4. Kebiasaan menjamin kerahasiaan hubungan dokter pasien. 5. Kewajiban berlaku sebagai guru pasien. 6. Kewajiban memberitahu kepada pasien segala tindakan dan rencananya. 7. Kewajiban memberikan pelayanan yang berkesinambungan. 8. Kewajiban menggunakan cara pendekatan ilmiah (atau medis) dalam pemecahan
masalah pasien. 9. Kemampuan menolong pasien untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk
keadaannya atau keselamatannya. 10. Dokter sadar akan sifatnya sebagai manusia dan keterbatasannya.
D. Keterkaitan Antar Masalah
Berwisata tiga minggu yang lalu ke Kepulauan Bangka Belitung
Dua minggu kemudian, demam yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat, lesu, ny eri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan, BAK ber warna kopi
41
Terinfeksi P. falciparum
E. Hipotesis Tn. Hasan kejang akibat terinfeksi P. falciparum sehingga terjadi penurunan kesadaran, lesu, nye ri, demam, BAK berwarna kopi.
F. Sintesis a. Malaria a. Definisi dan etiologi
Definisi Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyera ng eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi m alaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegaly. Dapat b erlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi atau pun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Etiologi Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodiu m vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Malaria juga melibatkan hospes perantara, yaitu manusia maupun vertebra lainnya, dan hospes de finitive, yaitu nyamuk Anopheles.
b. Patogenesis
Mengenai patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pe mbuluh darah daripada koagulasi intravaskular. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusak an eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak sebanding dengan parasite mia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit, pada percobaan binatang dibuktikan adanya gangguan transportasi natrium sehingga keluar dari eritrosit yang mengandung parasit dan tanpa parasit malaria. Diduga terdapat toksin malaria yang menyeb
42
abkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya anti bodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black wat er fever, yaitu bentuk malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, ditandai o leh hemolosis intravaskular berat, hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubu lus, disertai angka kematian yang tinggi. Telah lama dicurigai bahwa kini dapat memprovoka si terjadinya black water fever. Sebagai tambahan, kasus meninggal yang disebabkan malaria selalu menunjukkan adanya perubahan yang menonjol dari sistem retikuloendotelial dan mu ngkin juga melibatkan berbagai sistem organ.
Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi sehin gga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi f agisitosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terj adi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom pembesaran limpa di daerah tropis atau penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis biasanya dijumpai bers ama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi terhadap malaria ini mungkin men imbulkan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis. Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kupffer – seperti sel dalam sistem retikuloen dotelial – terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi berwarna kecokla tan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltrasi difus oleh sel mononukl eus pada periportal yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatome gali dengan infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran hati di da erah tropis. Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok. Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria serebral, ot ak berwarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai edema dan hiperemis. Perdarahan berbentuk petekie tersebar pada substansi putih otak dan dapat menyebar sampai ke sumsum tulang belakang. Pada pemeriksaan mikroskopik, sebagian besar dari pembuluh darah kecil d an menengah dapat terisi eritrosit yang telah mengandung parasit dan dapat dijumpai bekuan fibrin, dan terdapat reaksi selular pada ruang perivaskular yang luas. Terserangnya pembuluh darah oleh malaria tidak saja terbatas pada otak tetapi juga dapat dijumpai pada jantung atau
43
saluran cerna atau di tempat lain dari tubuh, yang berakibat pada berbagai manifestasi klinik. Pada ginjal selain terjadi pewarnaan oleh pigmen malaria juga dijumpai salah satu atau dua p roses patologis yaitu nekrosis tubulus akut dan atau membranoproliverative glomerulonephri tis. Nekrosis tubulus akut dapat terjadi bersama dengan hemolisis masif dan hemoglobinuria pada black water fever tetapi dapat juga tanpa hemolisis, akibat berkurangnya aliran darah ka rena hipovolemia dan hiperviskositas darah Plasmodium falciparum menyebabkan nefritis se dangkan Plasmodium malariae menyebabkan glomerulonefritis kronik dan sindrom nefrotik. a. Patogenesis, patologi dan temuan klinis
Plasmodium vivax Masa tunas intrinsic biasanya berlangsung 12-17 hari, tetapi pada beberapa strain P.vivax dapat sampai 6-9 bulan atau mungkin lebih lama. Serangan pertama dimul ai dengan sindroma podromal: sakit kepala, nyeri punggung, mual dan malaise um um. Pada relaps sindrom podromal ringan atau tidak ada. Demam tidak teratur pad a 2-4 hari pertama, kemudian menjadi intermitten dengan perbedaan yang nyata p ada pagi dan sore hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva de mam pada permulaa penyakit tidak teratur, disebabkan beberapa kelompok parasit yang masing-masing mempunyai saat sporulasi sendiri, sehingga demam tidak ter atur. Kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu periodisitas 48 jam. Serangan demam terjadi pada siang atau sore hari dan mulai jelas dengan stadium menggigi l, panas, berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai 40,60C atau lebih. Mual dan muntah, pusing, mengantuk atau gejala lain akibat iritasi serebral dapat t erjadi tetapi hanya berlangsung sementara. Anemia pada serangan pertama biasan ya belum jelas atau tidak berat, tetapi pada malaria menahun menjadi lebih jelas. Trombositopenia sering ditemukan dan jumlah trombosit meningkat setelah pemb erian obat antimalaria. Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan m ulai teraba pada minggu kedua.pada malaria menahunlimpa menjadi sangat besar, keras dan kenyal. Trauma kecil dapat menyebabkan rupture limpa, tetapi hal ini ja rang terjadi. Pada permulaan serangan pertama, jumlah parasit P.vivax sedikit dalam peredaran
44
darah tepi, tetapi bila demam tersian telah berlangsung, jumlahnya bertambah ban yak. Suatu serangan tunggal yang tidak diberi pengobatan, dapat berlangsung beb erapa minggu dengan serangan demam berulang. Demam lama kelamaan berkura ng dan dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan karena system imun penderita. Selanjutnya, setelah periode tertentu, dapat terjadi relaps yang disebabkan oleh hi pnozoit yang aktif kembali. Berdasarkan periode terjadinya relaps, P. vivax dibagi atas tropical strain dan temperate strain. Plasmodium vivax tropical strain akan re laps dalam jangka waktu yang pendek dan frekuensi terjadinya relaps lebih sering dibandingkan temperate strain. Sebaliknya, pada temperate strain, relaps terjadi 610 bulan setelah permulaan infeksi. Plasmodium malariae Masa inkubasi pada infeksi P.malariae berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sa mpai 30-40 hari. Gambaran klinis pada sserangan pertama mirip dengan P.vivax. serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Parasit P.malariae cender ung menghinggapi eritrosit yang lebih tua yang jumlahnya hanya 1% dari total eri trosit. Akibatnya, anemia kurang jelas dibandingkan malaria vivax dan penyulit lain aga k jarang. Splenomegali dapat mencapai ukuran besar. Parasitemia asimtomatik tid ak jarang dan menjadi masalah pada donor darah untuk transfuse. P.malariae merupakan salah satu Plasmodium yang dapat menyebabkan kelainan ginjal, selain P.falciparum. kelainan ginjal yang disebabkan oleh P.malariae biasa nya hany abersifat menahun dan progresif dengan gejala lebih berat dan prognosis buruk. Nefrosis pada malaria kuartana sering terdapat pada anak di afrika dan san gat jarang terjadi pada orang non-imun yang terinfeksi P.malariae. gejala klinis be rsifat non spesifik, biasanya ditemukan pada anak berumur ± 5 tahun. Proteinuria dapat ditemukan pada 46% penderita. Semua stadium parasit aseksual terdapat dal am peredaran darah tepi pada waktu yang bersamaan, tetapi parasitemia tidak ting gi, kira-kira 1% sel darah merah yang diinfeksi. Mekanisme rekurens pada malari ae disebabkan oleh parasit dari daur eritrosit yang menjadi banyak; stadium aseks ual daur eritrosit dapat bertahan didalam badan. Parasit ini dilindungi oleh system pertahanan kekebalan seluler dan humoral manusia. Factor evasi yaitu parasit dap 45
at menghindarkan diri dari pengaruh zat anti dan fagositosis, disamping itu bertah anyya parasit ini tergantung pada variasi antigen yang terus menerus berubah dan menyebabkan rekurens. Plasmodium ovale Gejala klinis malariae ovale mirip dengan malariae vivax. Serangannya sama heba t tetapi penyembuhan sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang. Parasit ser ing tetap berada dalam darah (periode latent) dan mudah ditekan oleh spesies lain yang lebih virulen. P.ovale baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap. Infe ksi campur P.ovale sering terdapat pada orang yang tinggal di daerah tropic afrika endemic malaria. Plasmodium falciparum Masa tunas intrinsic malaria falsiparum berlangsung 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan nyeri kepala, punggung dan ekstrimitas, perasaan dingin , mual, muntah at au diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampa k sakit. Diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamnesis riwayat bepergian k e daerah endemic malaria. Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat d an keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau m ental (mental confusion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisita s yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan nafas menjadi cepat. Mual, muntah dan diare menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Ha ti membesar dan tampak ikterus ringan. Kadang-kadang urin ditemukan albumin d an thorak hialin atau thorak granular. Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis serta trombositopenia. Bila pada stadium dini penyakit dapat didiagn osis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Sebaliknya bila ti dak segera ditangani, penderita dapat jatuh ke malaria berat. Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainnya adalah bahwa P.falcipar um dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga stadium asek sual dan gametosit dapat melekat ke endotel kapiler dalam alat dalam dan plasenta . Akibatnya hanya bentuk cincin P.falcifarum yang dapat ditemukan dalam sirkula 46
si darah tepi. Permukaan eritrosit yang terinfeksi trofozoit dan skizon P.falcifarum akan diliputi dengan tonjolan yang merupakan tempat parasit melekat dengan sel hospes. Bila parasit melekat pada sel endotel, maka parasit tersebut tidak akan dib awa aliran darah ke limpa yang merupakan tempat eliminasi parasit. Reseptor end otel pada hospes sangat bervariasi dan parasit yang berbeda dapat melekat pada be rbagai kombinasi reseptor tersebut. Suatu protein yang dikenal sebagai P.falcifaru m erythrocyte membrane protein-1 (PfEMP-1) diekspresikan pada permukaan erit rosit yang terinfeksi dikode oleh family gen var yang cukup besar dan sangat berv ariasi. Gen ini dikatakan memegang peranan penting dalam pathogenesis P.falcifa rum. Pada sebagian besar kasus malaria falsifarum, ikatan antara knob dengan endotel hospes tidak selalu menyebabkan malaria berat. Penyebab infeksi P.falcifarum tan pa komplikasi menjadi malaria berat seperti malaria otak, sampai saat ini belum di ketahui secara pasti. Kemungkinan adalah ekspresi reseptor endotel hospes yang b erbeda pada sekuestrasi akan mempengaruhi terjadinya pathogenesis tertentu. Mis alnya sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi dalam kapiler plasenta (reseptor CSA= c hondroitin sulphate) dapat menyebabkan kelahiran premature, bayi berat badan la hir rendah, bayi lahir mati dan anemia pada ibu hamil. Dalam kapiler otak mungki n yang berperan adalah reseptor ICAM-1 (intercelluller adhesion molecule-1). Ap a dan bagaimana perlekatan antara antigen parasit dan reseptor endotel hospes me nyebabkan kelainan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa meka nisme yang diduga berperan adalah obstruksi aliran darah. Produksi sitokin baik si stemik maupun local. Salah satu antigen malaria yang berasal dari stadium meroz oit (MSP-1 dan MSP-2) yaitu GPI (glycosilphosphatidyl inositol) diduga dapat m enginduksi sitokin TNF-alfa yang dihasilkan makrofag. Selanjutnya TNF-alfa aka n meningkatkan ekspresi ICAM-1 pada endotel kapiler otak dan diduga peningkat an produksi nitrit oksida secara local dapat menyebabkan malaria otak. Secara garis besar eritrosit yang terinfeksi dapat menimbulkan 3 jenis gangguan y aitu hemodinamik, imunologik, dan metabolic. Gejala klinis malaria yang komple ks merupakan keseluruhan interaksi ketiga gangguan tersebut.
47
1. perubahan hemodinamik Eritrosit yang terinfeksi parasit akan bersifat mudah melekat. Eritrosit cenderung melekat pada eritrosit di sekitarnya yang tidak terinfeksi, sel trombosit dan endote l kapiler. Hal tersebut akan menyebabkan pembentukan roset dan gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya secara klin is dapat terjadi gangguan fungsi ginjal, otak dan syok. Tempat melekat pada perm ukaan eritrosit yang terinfeksi dikenal sebagai knob yang terdiri atas protein yang dikode oleh genom parasit. Protein ini disebut PfEMP yang sangat bervariasi. Res eptor pada trombosit dan endotel adalah CR1 dan glikosaminoglikan, CD36, PEC AM-1/CD31, E-selectin, P-selectin, ICAM-1 dan VCAM-1. Akibatnya pada pend erita dapat juga terjadi disseminated intravascular koagulation dan trombositopeni a 2. perubahan imunologik Antigen parasit lain yaitu ring infected erythrocyte surface antigen (RESA), protei n heat shock dan lainnya akan mengaktifkan sel mononukleus dalam darah yang dapat menimbulkan berbagai respons imun yang berbeda. Misalnya rangkaian gly cosylphosphatidylinositol yang bersifat seperti endotoksin akan meningkatkan akt ivitas respon Th1 yang berhubungan dengan gagal ginjal akut. Sebaliknya antigen pf332 yang berinteraksi dengan reseptor lain dari monosit akan meningkatkan res pons th2 yang berperan dalam pembentukan imunitas terhadap reinfeksi. Hal yang paling penting dari aktivasi monosit adalah pelepasan tumor necrosis factor-alfa ( TNF-alfa) yang mempunyai peran dalam pathogenesis malaria akut. Aktivitas Th1 juga akan meningkatkan proliferasi sel B limfosit yang mensintesis IgG2. Hal ini akan mengakibatkan pembentukan autoantibody seperti anticardiolipin, antiphosp olipid dan antisitoplasma neutropjil yang berperan dalam komplikasi mikrovaskul er. Pada aktivasi Th2 terjadi pengeluaran IL-4 yang akan menginduksi proliferasi sel limfosit B untuk menghasilkan IgE dan IgG4. Hal ini terutama bermanifestasi pada malaria selebral dimana terjadi peningkatan IgE. P.falcifarum dapat juga me ngaktifkan factor C3 secara langsung melalui jalur alternative pathway yang berpe ran dalam pathogenesis komplikasi yang berhubungan dengan thrombosis. 3. perubahan metabolic 48
Kelainan metabolic yang berhubungan dengan infeksi plasmodium merupakan ko nsekuensi dari gangguan pada membrane eritrosit kebutuhan nutrisi parasit peningkatan gangguan hemodinamik dan imunologik efek pengobatan
c. Manifestasi klinik
Perjalanan penyakit malaria terdiri atas serangan demam yang disertai oleh gejala lain da n diselingi oleh periode bebas penyakit. Ciri khas demam malaria adalah periodisitasnya.
PERIODISITAS
MASA TUNAS EKSTRINSIK
KETERANGAN
Parasit malaria yang ditularkan melalui n yamuk kepada manusia adalah 12 hari un tuk plasmodium falciparum, 13-17 hari u ntuk plasmodium ovale dan vivax, dan 2 8-30 hari untuk plasmodium malariae (m alaria kuartana).
PLASMODIUM
MANIFESTASI KLINIS
Plasmoduim Malariae
Berlangsung ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali ringa n. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada so
(Malaria Kwartana)
re hari dan parasitemia sangat rendah <1%.
49
Plasmodium Ovale
Gejala klinis hampir sama dengan Malaria Vivax, lebih ringan, puncak panas, lebih rendah, dan perlangsungan lebih pendek,
(Malaria Ovale)
dan dapat sembuh spontan. Serangan menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai dapat teraba.
Plasmodium Vivax (Malaria Tertiana)
o Pada hari pertama panas ireguler, kadang-kadang remitten atau intermitten, pada saat tersebut perasaan dingin atau m enggigil jarang terjadi. o Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermitten da perio dik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. o Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari.
d. Diagnosis
Diagnosis pasti dari penyakit malaria adalah dengan menemukan parasit dalam darah y ang diperiksa menggunakan mikroskop. Diagnosis labolatorium dilakukan dengan cara :
Diagnosis menggunakan mikroskop cahaya, sediaan darah diwarnai dengan giemsa. Bila pemeriksaan pertama negatip,diperiksa ulang setiap 6 jam selama 3 hr berturut-turut. bila dalam 3hari didapat hasil yang teteap negatif maka akan dapat menyingkirkan diagnosis malaria. Jumlah parasit dalam pemeriksaan dapat dihitung perlapangan pandang. +
= 1-10 parasit perlapangan pandang
++
= 1-100 parasit per 100 lapangna pandang
+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan panjang ++++ = >10 per satu lapangan pandang
Teknik mikroskopis yang lain adalah. Teknik ini contohnya adalah teknik quantitive buffy coat (QBC) berdasarkan kemampuan akridin (acridine orange) memulas asam nukleat yang berada dalam sel. Darah dari unjung penderita dikumpulakan dalam tabung mikrohematokrit yang berisi zat 50
warna jingga akridin dan anti koagulan. Kemudian tabung tersebut disentrifugasi pada 12.000 x g selama 5 menit. Parasit yang berfluoresensi dengan pemeriksaan mikroskop fluoresen merupakan hasil dari salah satu usaha ini, tetapi cara ini tak dapat digunakan secara luas seperti sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis. Selain iti terdapat juga teknik Kwatomo yang merupakan modifikasi dari teknik QBC
Metode Tanpa Menggunakan mikroskop
4. rapid antigen detection test (RDT), dasarnya adalah
immunochomatography pada kertas nitro cellulose. Dengan cara ini berbagai protein parasit yang spesifik dapat dideteksi dalam darah dari ujung jari penderita. 5. Metode yang mengguakan deteksi berdasarkan asam nukleat dapat
dibag ke dalam dua golongan, ysitu hibridasi DNA atau RNA berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan menggunakan PCR. 6. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhada p malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terb entuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap seb agai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.
e. Tata Laksana
1. Preventif Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting pada penderita non-imun, khususnya pada turis nasional maupun internasional. Tindakan pencegahan untuk menghindarkan di
51
ri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara: 1. Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup pestisida) 2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk 3. Mencegah berada dialam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus memakai infeksi. Nyamuk akan menggigit diantara jam 18.00-06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian 2.000m 4. Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti-nyamuk. 2. Promotif Memalui penyuluhan kepada masyarakat. 3. Kuratif Adalah suatu kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengura ngan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan ag ar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
Farmakologi WHO melalui RBM (Roll Back Malaria) telah mecanangkan perubahan pemakaian o bat baru yaitu kombinasi artemisinin (ACT) untuk mengatasi masalah resistensi peng obatan dan menurunkan morbiditas dan mortalitas. 1. Golongan 4-aminokuinolin 1.1.
Klorokuin
1.2.
Amodiakuin
2. Golongan obat Antifolat 3. Golongan 4 quinoline-methanol 1.3.
Kina
4. Artemisin dan Derivatnya 5. Primakuin 6. Antibiotik 1.4.
Doksisiklin
1.5.
Tetrasiklin
1.6.
Klindamisin
7. Atovakuon-proguanil
Non-farmakologi
52
f. Resistensi
Resistensi adalah kemampuan strain parasite untuk tetap hidup dan/atau berkemba ngbiak walaupun pemberian dan absorpsi obat sesuai dosis standar atau lebih tinggi dari dosis yang direkomendasikan tetapi masih bias ditoleransi hospes. Proses evolusi P. falciparum menjadi resisten terhadap obat belum dimengerti sel uruhnya. Perkembangan P. falciparum yang resisten terhadap kloroquin mungkin memer lukan mutasi beberapa gen secara berurutan dan hal ini berlangsung lamban. Ada indikasi bahwa pada P. falciparum terjadi mutasi pada gen transporter-like pada permukaan vak uol makanan P. falciparum dan melibatkan gen Plasmodium falciparum chroquine resist ence transporter (Pfcrt), selain gen Plasmodium falciparum multidrug resistence (Pfmdr) . Dasar molecular resistensi P. falciparum terhadap obat golongan antifolat sudah diketah ui yaitu melibatkan beberapa mutasi titik pada enzim dhfr (dihydrofolate reductase) dan d hps (dihydropteroate synthase) yang berperan dalam pembentukan asam folat plasmodiu m. Di Indonesia mutasi gen P. falciparum baik Pfcrt maupun dhfr dan dhps sudah dilapor kan dari berbagai daerah endemis malaria. Berbagai factor yaitu obat, parasite, dan manusia sebagai hospes saling berinterak si yang menyebabkan perkembangan dan penyebaran resistensi plasmodium terhadap oba t. Mekanisme molekuler cara kerja obat merupakan factor yang penting dalam menentuka n cepatnya suatu obat menjadi resisten. Sebagai contoh, obat dengan waktu paruh termina l yang panjang akan mempercepat terjadinya resistensi. Peningkatan penggunaan obat ju ga akan memepercepat resistensi. Semakin sering obat digunakan, semakin tinggi kemung kinan parasite akan terpapar kadar obat yang tidak adekuat, selanjutnya parasite akan ters eleksi untuk bermutasi. Faktor parasite yang berhubungan dengan resistensi adalah spesie s Plasmodium dan intensitas transmisi. Faktor hospes termasuk pemakaian obat besar-bes aran dan/atau penggunaan obat yang tidak rasional. Resistensi P. falciparum di Indonesia ditemukan pertama kali di Kalimantan Tim ur (1974), kemudian di Irian Jaya (1976), Sumatra Selatan (1978), Timor Timur (1981), J awa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981). Pada tahun 1991 seluruh propinsi di I nsonesia sudah melaporkan P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Amodiakuin
53
seara umum lebih efektif dibandingkan klorokuin dalam hal mengeliminasi strain P. falci parum yang resisten klorokuin. Golongan obat artemisin yang sekarang sudah banyak dip akai sebagai pilihan utama, secara in vitro mulai terlihat penurunan efektivitasnya. Walau pun demikian, secara in vivo sampai saat ini hal itu belum dilaporkan. Dalam Harisson's Priciples of Internal Medicine dinyatakan bahwa resistensi terha dap malaria terjadi pada penderita penyakit sickle cell, ovalocytosis, thallasemia, dan defi siensi glucosa-6-phosphate dehydrogenase (G6PD). Penyakit-penyakit ini melindungi pe nderitanya dari kematian karena malaria falciparum. Sebagai contoh, HbA/S heterozigot ( sifat sickle cell) memiliki penurunan resiko kematian sebesar 6 kali lipat akibat malaria fa lciparum berat. Penurunan resiko ini kemungkinan memiliki hubungan dengan pertumbu han parasit yang tidak baik akibat rendahnya tekanan oksigen. Pembelahan parasit pada HbA/E heterozigot berkurang pada kepadatan parasit yang tinggi. Di melanesia, anak-ana k dengan thalasseia alfa tampaknya lebih sering mengalami malaria (baik vivax maupun f alciparum) pada awal kehidupan, dan pola infeksi ini sepertinya melindungi penderita dar i penyakit yang berat. Di ovalocytosis melanesian, eritrosit yang kaku menghambat invasi merozoit, dan menciptakan lingkungan intraeritrositik yang buruk. Mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik menghentikan perkembangan infeksi d an respons imun spesifik yang mengikutinya mengendalikan infeksi. Lama-kelamaan, pe maparan terhadap jenis parasit dalam jumlah yang cukup, mengatur perlindungan terhada p parasitemia tingkat tinggi dan penyakit tetapi tidak terhadap infeksi. Sebgai hasilnya, te rjadi infeksi tanpa penyakit (premunition), asimtomatik parasitemia umum terjadi pada or ang dewasa maupun anak-anak yang tinggal di wilayah dengan transmisi yang sering dan stabil. Individu yang telah kebal terhadap malaria mengalami peningkatan polyclonal di l evel serum IgM, IgG, dan IgA. Pertahan tubuh seperti ini akan menurun ketika orang ters ebut keluar dari daerah endemik selama beberapa bulan atau lebih lama .
54
g. Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernici ous manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya, dan sering terjadi p ada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5 -10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya merupakan kasus yang fa tal. Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi seb agai berikut : 1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous. 2. Acidemia/acidosis ; PH darah <>respiratory distress. 3. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya. 4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl. 5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome). 6. Hipoglikemi : gula darah < 40 mg/dl. 7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <70 mmHg, disertai keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >10oC. 8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna, dan disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. 9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam. 10. Makroskopik hemoglobinuria oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD). 11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak
55
h. Prognosis
Penderita malaria falciparum berat prognosisnya buruk, sedangkan penderita malaria falci parum tanpa komplikasi prognosisnya cukup baik bila dilakukan pengobatan dengan segera dan dilakukan observasi hasil pengobatan.
Prognosa penderita malaria berat tergantung pada: 1. Prognosis malaria berat tergangtung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anakanak 15%, dewasa 20%, dan pada kehamilan meningkat samai 50% 3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ. a. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah >50% b. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah >75% c. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1% Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1% Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >50% Malaria Vivaks Prognosis malaria vivaks biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi pen gobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria vivaks tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung lebih lama , terutama karena relapsnya. Malaria Malariae Tanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens pernah ter catat 30-50 tahun sesudah infeksi. Malaria ovale Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendriri tanpa pengobatan. Malaria falsiparum Penderita malaria falsiparum berat prognosisnya buruk, sedangkan penderita malaria falsiparum t anpa komplikasinprognosisnya cukup baik bila dilakukan pengobatan dengan segera dan dilakuk
56
an observasi hasil pengobatan.
b. Plasmodium i. Sejarah dan hospes
Sejarah Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Gejala klinis penyakit mala ria khas dan mudah dikenal, karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil . Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu ditemukan ke lainan limpa, yaitu splenomegali: limpa membesar dan menjadi keras, sehingga dahulu pe nyakit malaria disebut juga sebagai demam kura. Malaria diduga disebabkan oleh hukuman dewa, karena pada waktu itu ada wabah di sekitar kota Roma. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah rawa yang mengeluarkan bau busuk ke sekitarnya, sehingga disebut “malaria” (mal area= udara buruk = bad air). P. falciparum pertama kali dilihat oleh Alfonse Laveran yang memeriksa mayatmayat mereka yang meninggal akibat malaria ganas di Afrika Utara pada akhir 1800-an. Dengan mempelajari sampel darah segar dari seorang tentara dengan malaria kronis, Lav eran menemukan stadium gametosit berbentuk pisang dalam darah seorang penderita mal aria. Saat ini, Plasmodium falciparum termasuk kingdom Protista, phylum Apicomplexa, class Sporozoea, subclass Coccidia, order Ercoccidiida, suborder Haemosporina, genus Pl asmodium, genus Plasmodium and species falciparum (Karapelou, 1987). Sementara itu, Ross (1897) menemukan bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk yang banyak terdapat di sekitar rawa.
Hospes Parasit malaria termasuk genus Plasmodium dan pada manusia ditemukan 4 spesies: Plas modium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Pada kera ditemukan spesies parasit malaria yang menyerupai Plasmodium manusia, anta ra lain: Plasmodium cynomologi menyerupai Plasmodium vivax, Plasmodium knowlesi m enyerupai Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae, Plasmodium rodhaini pada
57
simpanse di Afrika dan Plasmodium brasilianum pada kera di Amerika Selatan yang me nyerupai Plasmodium malariae. Salah satu Plasmodium primata, yaitu P.knowlesi dilaporkan pertama kali di Malaysia (1 965) dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan gejala klinis, kemudian ditemukan di Muangthai. Walaupunbelum dilaporkan, hal ini kemungkinan dapat ditemukan di Indone sia mengingat geografinya yang serupa dengan negara tersebut.
j. Morfologi dan identifikasi
A. PLASMODIUM 2. Morfologi dan Identifikasi
58
Morfologi Plasmodium berbeda-beda tiap spesies. Sitoplasmanya mempunyai bentuk yang tak teratur pada berbagai stadium pertumbuhan dan mengandung kromatin, pigmen serta granula. Pigmen malaria terdiri dari protein yang telah didenaturasi, yaitu hemozoin atau hematin yang merupakan hasil metabolisme antara parasit dengan bahan-bahan dari eritrosit. 1. Plasmodium vivax
59
- Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit ini mengalami pembesaran dan pucat karena kek urangan hemoglobin. - Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik Schuffner pada eritrosit yang terinfek si parasit ini. - Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu sisi. - Tropozoit tua tampak sebagai cincin ameboid akibat penebalan sitoplasma yang tidak merata. - Dalam waktu 36 jam parasit akan mengisi lebih dari setengah sel eritrosit yang mem besar. - Proses selanjutnya inti sel parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi bentuk s chizont yang berisi merozoit berjumlah antara 12 sampai 24 buah. - Gametosit mengisi hampir seluruh eritrosit. Mikrogametosit berinti besar dalam pew arnaan Giemsa akan berwarna merah muda sedangkan sitoplasma berwarna biru. Makrog ametosit berinti padat berwarna merah letaknya biasanya di pinggir. 2. Plasmodium falciparum
60
- Eritrosit yang terinfeksi tidak mengalami pembesaran. - bentuk acolle (inti menempel dinding eritrosit) dan spliting (inti parasit terpecah dua) . - Bisa terjadi multiple infeksi dalam eritrosit (ada lebih dari satu parasit dalam eritrosit ) - Schizont berisi merozoit berjumlah 8-24 buah. - pigmen berwarna hitam - Makrogametosit berbentuk pisang dengan plasma yang biru, inti padat dan kecil, sert a pigmen di sekitar inti. - Mikrogametosit berbentuk sosis dengan plasma berwarna merah muda, inti tidak pad at dan pigmen tersebar.
61
3. Plasmodium ovale
Morfologinya sama seperti Plasmodium vivax namun pada stadium tropozoid, bentuknya oval, ujungnya bergerigi dan ditemukan titik James.
62
Morfologi Plasmodium malariae, pada eritrosit yang diinfeksinya tidak mengalami pemb esaran dan ditemukan titik Ziemann. Pada stadium tropozoidnya terdapat pigmen berwarna kunin g tengguli tua dan kasar. Sedangkan pada stadium skizon nya memiliki inti 8 sampai 12 buah ber bentuk seperti bunga serunai dan pigmen berkumpul di tengah.
k. Diagnosis 1. Thick film (DDR)
Diwarnai dengan meggunakan pewarnaan Giemsa atau Field’stain. Preparat ini digun akan untuk melihat ada/ tidaknya gametosit,mengidentifikasi ada tidaknya parasit seperti malaria, tripanosoma, microfilaria, dan lain-lain. Ciri-ciri sediaan apus darah tebal yaitu l ebih banyak membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tipis, jumlah selnya lebih banyak dalam satu lapang pandang, dan bentuknya tidak sama seperti dalam sediaan apus darah tipis. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 men it (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan ne gative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan perbesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.
2. Thin film
63
Diwarnai dengan menggunaka pewarnaan Wright atau Giemsa. Preparat ini digunaka n untuk melihat perubahan bentuk eritrosit dan identifikasi spesies plasmodium. Ciri-ciri sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk pemeriksaan diban dingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya akan terlihat lebih jelas dan peru bahan pada eritrosit juga dapat terlihat lebih jelas.
3. Q.B.C. (Quantitative Buffy Coat)
Darah diambil ke dalam tabung kapiler QBC yang dilapisi dengan acridine orange (pewar na fluorescent) dan disentrifugasi, parasit fluorescent kemudian dapat diamati di bawah si nar ultraviolet
4. I.R.M.A. (Immunoradiometric assay) 5. Elisa for Ag p. falcliparum
6. PCR
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukupcepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun ju mlah parasitsangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sa rana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin
7. Rapid Manuel test (P.falciparum)
Tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria secara imunokromatografi dalam bent uk dipstik. Tes ini bermanfaat pada unit gawat darurat dan di daerah terpencil yang tidak t ersedia fasilitas serta untuk keperluan survei. Tes yang tersedia di pasaran pada saat ini mengandung : 1.
HRP-2 (histidine rich protein -2) yang diproduksi tropozoit, skizon dan gametosit muda P. falciparum.
1.
Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit dalam bentuk aseksual atau seksual P. falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae.
Kemampuan tes rapid pada umumnya ada 2 jenis yakni :
64
1.
Single yang mampu mendiagnosis hanya P. falciparum.
2.
Combo yang mampu mendiagnosis infeksi baik P. falciparum maupun non- P. falciparum.
G. Kerangka Konsep
Tn. Hasan (35 tahun) berwisata ke Bangka Belitung (daerah rentan malaria)
Infeksi P. falciparum
Eritrosit lisis
Glukosa dia mbil oleh p arasit
Parasitemia d i daerah gastr ointestinal
Sindroma nef rotik dan hem olisis intravas kuler
Sitokin meni ngkat
Anemia berat
Hb bany ak pecah
Sekuestrasi d an sitoadhere ns
Inflamasi Penumpukan laktat
Penekanan e pigastrium da n kolon
Lesu Dyspepsia da n diare ringa n
Hemoglobinu ria dan lien te raba schuffne r1
BAK seperti k opi (warna hita m)
Nyeri kepala, sendi, dan tu lang
Hepar tida k mampu mengelola bilirubin in direk
Jaringan elas tin mengikat bilirubin
Mikrosirku lasi pada p embuluh da rah otak
Anoksia jaringan
Kejang
Sklera ikt erik
Preparat darah tebal (++++)
Malaria Serebral (Malaria Berat)
65
H. Kesimpulan Tn. Hassan (35 tahun) terinfeksi P. falciparum sehingga menderita malaria cerebral. Pena talaksanaan yang bisa diterapkan ialah dengan transfusi darah serta pemberian ACT. Pem eriksaan lanjut yang dilakukan ialah pemeriksaan urea dan kreatinin serum, foto thorax, j umlah urin, pemeriksaan plasma bikarbonat serta menganjurkan keluarga untuk melakuka n pemeriksaan malaria. Kompetensi dokter umum menurut SKDI 2011, untuk kasus ini a dalah 3B dimana dokter harus bisa mendiagnosis, memberikan penatalaksanaan gawat da rurat, merujuk dan menindaklanjuti setelah rujukan.
66
Daftar Pustaka Anonym. 2013. Dengue and Severe Dengue. Jenewa :WHO Balai Penerbit FKUI. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Ed.4. Jakarta : Penerbitan Departemen Parasitologi FKUI. 2008 : 189-220 Burnside-McGlynn. Diagnosis Fisik Adams. Ed.17. Jakarta: EGC. 1995: 11-30 Laihad, Ferdinand. Penanggulangan/Penanganan Malaria di Daerah Bencana. Kepala Subdirek torat P2Malaria, Ditjen P2M – PL, Depkes R.I. H.M. S Markum. 2011. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Interna Publishing Harijanto, P.N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.4. Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Depart emen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 : 1732-41 Mansjoer, Arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1. Jakarta: Media Aes culapius. Markum, H.M.S. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: InternaPublishing
Martyarini, Shazita Adiba. 2012. “Malaria”. http://id.pdfcoke.com/doc/152182468/Malaria. Diakse s 17 September 2013, pukul 21.12 WIB McGlynn-Burnside. Diagnosis Fisik Adams. Jakarta: EGC PB PAPDI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009: 2 818-2835 Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi 5, Jilid I. Jakarta: Internal Publish ing. Sudoyo,Aru.2006.Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III.Jakarta: FKUI Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi 5, Jilid III. Jakarta: Internal Publis
67
hing. Sutanto, Inge. 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi Ke Empat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FK UI. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: FK UI Stefan Silbernagl & Florian Lang (Color Atlas of Pathophysiology) text book Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC http://bertousman.blogspot.com/2009/02/malaria.html http://www.who.int/topics/malaria/en/ https://ahdc.vet.cornell.edu/clinpath/modules/chem/intravasc%20hem.html digilib.unimus.ac.id/download.php?id=5790 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27832/4/Chapter%20II.pdf
68