Skenario 4 Bbdm 1.1.docx

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skenario 4 Bbdm 1.1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,734
  • Pages: 20
LAPORAN HASIL DISKUSI BBDM SKENARIO 4 KOMPETENSI DOKTER INDONESIA

BELAJAR BERTOLAK DARI MASALAH

DIAJUKAN SEBAGAI PEMENUHAN TUGAS PADA MODUL 1.1

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PROFESIONAL

BBDM KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONERGORO 2016

SKENARIO 4 KOMPETENSI DOKTER INDONESIA Seorang dokter umum merawat seorang pasien laki-laki 60 tahun di sebuah rumah sakit umum daerah. Pasien tersebut terdiagnosis Stroke Non Hemoragik dengan komorbid Hipertensi, Infark miokard, dan Diabetes Mellitus. Dokter tersebut merawat sendiri pasien tersebut tanpa konsul maupun merujuk ke dokter Spesialis Saraf dan Penyakit Dalam untuk penanganannya. Selama 4 hari perawatan dokter tersebut baru 1 kali melakukan visite ke pasien. Referensi : 1. UU No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit 2. UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan 3. UU No. 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran 4. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran – Pusat Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia.2012.Jakarta. 5. MKEK IDI, 2012. Cahaya Etika dalam Memahami dan Menindaklanjuti Sangsi Disiplin Profesional dalam Praktik Kedokteran. Jawa Tengah 6. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. 7. Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012

A. Klarifikasi konsep dan term 1. Stroke : penyakit penyumbatan aliran darah di otak sehingga terjadi kematian di sebagian area otak 2. Hemoragik : pendarahan yang terjadi karena pecah pembuluh darah di otak 3. Komorbid : kondisi dimana terjadi beberapa penyakit secara bersamaan, dimana penyakit-penyakit tersebut memiliki keterkaitan antara satu sama lain 4. Hipertensi : kondisi kronis dimana tekanan darah pada arteri meningkat

5. Infark miokard : kondisi terhentinya aliran darah dari arteri koroner pada area yang terkena menyebabkan kekurangan O2 lalu sel-sel jantung menjadi mati. 6. Diabetes mellitus : penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin atau gangguan kerja insulin atau keduanya. 7. Visite : aktivitas seorang dokter yang memeriksa dan mengevaluasi perkembangan pasien yang dirawat inap.

B. Rumusan masalah 1. Apa jenis pelanggaran yang dilakukan oleh dokter pada kasus tersebut? 2. Bagaimana cara melakukan konsul dan rujukan yang baik dan benar? 3. Apakah dokter telah melakukan pelanggaran bila ia tidak melakukan visite? 4. Mengapa rumah sakit memperbolehkan dokter umum menangani pasien stroke? Apakah rumah sakit melanggar aturan? 5. Apa standar praktik dokter umum? Apakah dalam kasus tersebut termasuk jenis malpraktik? 6. Kasus apa sajakah dapat diterapkan rujukan? 7. Sampai seberapa jauh seorang dokter umum dapat melakukan perawatan bagi penderita stroke? Dimanakah batasan-batasan yang mengatur hal tersebut?

C. Analisis masalah 1. Pada kasus tersebut dokter umum telah melakukan pelanggaran terhadap : - Hukum, karena dokter secara sengaja tidak memenuhi kewajiban UUPK Pasal 51 dan dikenakan sanksi administratif - Etika, karena pada pasal 14 KODEKI tertulis bahwa salah satu kewajiban seorang dokter adalah melakukan konsul dan rujukan

- Disiplin, karena pada peraturan Konsil Kedokteran Indonesia, bila seorang dokter melaksanakan praktik tidak sesuai kompetensi, tidak melakukan tanggung jawab profesi, atau merusak martabat akan dikenai sanksi pelanggaran disiplin. 2. Pada KODEKI pasal 14, tertulis cara-cara untuk melakukan rujukan seperti dokter perujuk wajib menuliskan resume medis pasien dalam amplop tertutup agar teman sejawat tersebut mendapat info yang memadai. Adapun isi resume medis tersebut adalah : - identitas pasien - anamnesis - diagnosis sementara - pemeriksaan fisik - terapi/pengobatan yang telah diberikan 3. Hal tersebut merupakan pelanggaran karena pasien rawat inap seharusnya mendapatkan visite dokter setiap hari selama masa perawatannya, untuk memantau perkembangan pasien. Dalam SKDI, disebutkan area kompetensi seorang dokter untuk menjalin komunikasi efektif dengan pasien. Komunikasi yang efektif hanya bisa didapat jika dilakukan dengan durasi dan frekuensi yang cukup dan sesuai kebutuhan. Visite yang terlalu jarang akan menimbulkan inefektivitas komunikasi antar dokter-pasien. 4. Menurut UU No. 44 tahun 2009 Pasal 13 ayat 3, disebutkan bahwa tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak-hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Dari sini, telah diketahui bahwa dokter tadi telah melanggar standar profesinya sebagai dokter umum dan kode etik karena tidak melakukan rujukan. Jadi, sudah jelas dalam kasus ini, entah ada unsur kelalaian atau kesengajaan, rumah sakit telah melanggar aturan. Untuk alasan mengapa rumah sakit tidak menghentikan dokter umum untuk tindakan yang melanggar aturan

tadi, bisa saja karena rumah sakit tidak mengetahui tindakan ini, akibat kurangnya komunikasi interprofesional rumah sakit. Kemungkinan lainnya adalah tidak ada dokter yang available pada saat pasien tersebut dirawat, terutama pada bagian spesialis saraf. 5. Standar praktik dokter umum : - Mendiagnosis penyakit, melakukan perawatan terhadap penyakit yang bersifat umum (flu, demam) - Melakukan praktik medisnya dengan profesionalisme sehingga dokter memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku (KODEKI pasal 8) Dokter terebut telah melakukan malpraktik karena tidak melakukan tugasnya sesuai standar kompetensi. 6. Rujukan dilakukan saat penyakit pasien diluar kompetensi. Tetapi hal ini tidak selalu terjadi bila: - Pasien tidak mau dirujuk - Pasien dalam keadaan darurat - Kekurangan tenaga medis yang lebih kompeten 7. UU NO. 29 tahun 2009 pasal 50 menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi mempunyai hak dan kewajiban melakukan profesi sesuai kompetensinya pada SKDI lampiran 3 terdapat lampiran daftar penyakit yang dapat diatasi dokter sesuai dengan tingkatan kemampuannya 1. Mengenali, menjelaskan 2. Merujuk dan mendiagnosis 3. Diagnosis melakukan piñatalaksanaan awal 4. Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan mandiri dan tuntas Stroke non hemogragik termasuk tingkat kemampuan dalam kategori 3B sehingga dokter umum dapat melakukan diagnosis klinik, terapi pendahuluan pada keadaan darurat.

D. Skema

KOMPETENSI DOKTER INDONESIA

Definisi

Fungsi

Landasan

Sanksi

Etika

Hukum

Disiplin

E. Sasaran belajar 1. Mengetahui makna Kompetensi Dokter Indonesia dan batasanbatasannya 2. Memahami landasan Kompetensi Dokter Indonesia 3. Mengetahui fungsi Kompetensi Dokter Indonesia 4. Mengetahui sanksi pelanggaran Kompetensi Dokter Indonesia 5. Mengetahui lembaga pengawas Kompetensi Dokter Indonesia F. Resume 1. Makna Kompetensi Dokter Indonesia Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002 kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu’ Elemen-elemen kompetensi terdiri dari : a. Landasan kepribadian b. Penguasaan ilmu dan keterampilan c. Kemampuan berkarya d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai

e. Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai dengan keahliandalam berkarya.

Pengertian Standar Kompetensi Indonesia Dengan dikuasainya standar kompetensi oleh seorang profesi dokter, maka yang bersangkutan akan mampu :  Mengerjakan tugas atau pekerjaan profesinya  Mengorganisasikan tugasnya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan  Segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula  Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang profesinya Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda

Ada 4 tingkatan kemampuan :  Tingkat Kemampuan 1 Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk.  Tingkat Kemampuan 2 Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya

 Tingkat Kemampuan 3 3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat). 3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).  Tingkat Kemampuan 4 Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas

2. Landasan Kompetensi Dokter Indonesia a. LANDASAN ETIKA diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia KEWAJIBAN UMUM DOKTER 

Pasal 2 Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi.



Pasal 3 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.



Pasal 8 Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.



Pasal 12 Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif ), baik sik maupun psiko-sosialkultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.



Pasal 13 Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN 

Pasal 14 Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.



Pasal 15 Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya,

termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya. 

Pasal 21 Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.

b. LANDASAN HUKUM 

UU NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN



UU NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT



UU NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KESEHATAN

c. LANDASAN DISIPLIN Landasan disiplin kompetensi dokter indonesia diatur dalam Konsil Kedokteran Indonesia No. 4 tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi.

3. Fungsi Kompetensi Dokter Indonesia Berdasarkan area kompetensi dokter indonesia 

Profesionalitas yang Luhur Agar dokter mampu melaksanakan praktik kedokteran yang profesional sesuai dengan nilai dan prinsip ketuhanan, moral luhur, etika, dispilin, hukum dan social budaya.



Mawas Diri dan Pengembangan Diri Agar dokter mampu melakukan praktik kedokteran dengan menyadari keterbatasan, mengatasi masalah personal, mengembangkan diri, mengikuti penyegaran dan peningkatan pengetahuan secara berkesinambungan serta mengembangkan pengetahuan demi keselamatan pasien



Komunikasi Efektif Agar dokter mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan non verbal dengan pasien pada semua usia, anggota keluarga, masyarakat, teman sejawat, dan pofesi lain



Pengelolaan Informasi Agar dokter mampu memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik kedokteran



Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Agar dokter mampu menyelesaikan masalah kesehatan berdasarkan landasan ilmiah ilmu kedokteran dan kesehatan yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang optimal



Keterampilan Klinis Agar dokter mampu melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah kesehatan dengan menerapkan prinsip

keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain. 

Pengelolaan Masalah Kesehatan Agar dokter mampu mengelola masalah kesehatan individu, maupun masyarakat secara komprehensif, holistik, dan berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer

Manfaat Standar Kompetensi untuk berbagai pihak 

Kolegium Dokter Spesialis Sebagai acuan merumuskan kompetensi dokter spesialis



Program Adaptasi bagi Lulusan Luar Negeri Sebagai acuan menilai kompetensi dokter lulusan luar negeri



Institusi Pendidikan Menghasilkan dokter dengan kesetaraan penguasaan kompetensi



Orang tua Murid dan Penyandang Dana Mengetahui secara jelas kompetensi yang akan dikuasai mahasiswa



Mahasiswa Sebagai arahan proses belajar



Depdiknas dan BAN PT Dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi kriteria pada akreditasi prodi



Kolegium Dokter Indonesia Acuan penyelenggaraan program pengembangan profesi secara berkelanjutan

4. Sanksi pelanggaran Kompetensi Dokter Indonesia a. Dalam Bidang Etika Apa saja pelanggaran kompetensi dokter Indonesia yang termasuk pelanggaran etika?

o Menarik imbalan jasa yang tidak wajar dari klien / pasien atau menarik imbalan jasa dari sejawat dokter dan dokter gigi beserta keluarga kandungnya. o Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya. o Memuji diri sendiri di depan pasien, keluarga atau masyarakat. o Pelayanan kedokteran yang diskriminatif. o Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotik. o Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan (P2KB) o Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri. o Perilaku dokter tersebut di atas tidak dapat dituntut secara hukum tetapi perlu mendapat nasihat / teguran dari organisasi profesi atau atasannya.

Apa itu pelanggaran etikolegal? Pelanggaran di mana tidak hanya bertentangan dengan butir-butir LSDI dan/atau KODEKI, tetapi juga berhadapan dengan undangundang hukum pidana atau perdata (KUHP/KUHAP). o Pelayanan kedokteran di bawah standar (malpraktek) o Menerbitkan surat keterangan palsu. o Membocorkan rahasia pekerjaan / jabatan dokter. o Pelecehan seksual.

Apa saja sanksinya? Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi: a. Sanksi moral b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi MKDKI merupakan lembaga yang akan memeriksa pelanggaran etik atau disiplin. Jika merupakan pelanggaran etik, akan diserahkan kepada MKEK atau MKEKG

b. Dalam Bidang Hukum Menurut UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan diatur mengenai sanksi terhadap pelanggaran kompetensi kedokteran Indonesia yang terdapat dalam pasal 54 yang berbunyi demikian : •

Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.



Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan oleh Majlis disiplin tenaga kesehatan

Dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran terdapat pasal yang mengatur mengenai kompetensi dokter Indonesia, yaitu pasal 51 huruf a yang berbunyi : “Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien”

Sanksi terhadap pelanggaran kompetensi dokter Indonesia yang terdapat dalam pasal 51 huruf a, diatur dalam pasal 79 huruf c yang berbunyi : Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang : dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

c. Dalam Bidang Disiplin Menurut Undang-undang nomor 29 tahun 2004 pasal 69 ayat 3 yang tertera di dalam keputusan KKI mengenai tata kerja MKDKI dan MKDKI-P: 

Pemberian peringatan tertulis



Rekomendasi pencabutan STR dan SIP



Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi

5. Lembaga pengawas Kompetensi Dokter Indonesia a. MKDKI Menurut Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No.15/KKI/PER/VIII/2006 pasal 1 ayat (4) dan ayat (5) : •

MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapkan sanksi



Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di tingkat provinsi disebut MKDKI-P



MKDKI-P adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam

penerapan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi di wilayah provinsi dan menetapkan sanksi

Tugas MKDKI: •

menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan



menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi



Tugas MKDKI-P adalah menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan ada tidaknya kasus pelanggaran disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan menentukan sanksi yang diajukan di provinsi.

Wewenang MKDKI pada pasal 5 ayat 1:

Kepengurusan dan Keanggotaan MKDKI : •

Pasal 11 (1) Pimpinan MKDKI terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua dan seorang sekretaris (2) Pimpinan MKDKI dipilih dan ditetapkan rapat pleno anggota dan ditetapkan oleh ketua KKI



Pasal 13 ayat (1)



Keanggotaan MKDKI terdiri atas:



3 orang dokter dan 3 orang dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing



seorang dokter dan dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan



3 orang sarjana hukum

b. MKEK (MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN) Menurut Pedoman Tata Laksana Kerja Majelis Kehormatan Etik Kedokteran

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) ialah salah satu badan otonom Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang dibentuk secara khusus di tingkat Pusat, Wilayah dan Cabang untuk menjalankan tugas kemahkamahan profesi, pembinaan etika profesi dan atau tugas kelembagaan dan ad hoc lainnya dalam tingkatannya masingmasing.

Yurisdiksi MKEK adalah kewenangan MKEK untuk meneliti, menyidangkan pengaduan dan menjatuhkan sanksi etik bagi dokter yang diadukan sesuai dengan lokasi/tempat terjadinya kasus atau wilayah terdekat terjadinya kasus.

TUGAS DAN WEWENANG MKEK •

Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan yang ditetapkan muktamar.



Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.



Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia.



Memberikan usul dan saran yang diminta atau tidak diminta kepada pengurus besar, pengurus wilayah, pengurus cabang, serta kepada Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia.



Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan etik profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain.



Bertanggung jawab kepada muktamar, musyawarah wilayah dan musyawarah cabang.

Daftar Pustaka  Mendiknas No. 045/U/2002  Standar Kompetensi Dokter Indonesia  Kode Etik Kedokteran Indonesia  UU NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN  UU NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT  UU NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KESEHATAN  konsil kedokteran indonesia nomor 4 tahun 2011 tentang disiplin professional dokter dan dokter gigi  UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan  Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No.15/KKI/PER/VIII/2006

Related Documents