Skenario 3 D5.docx

  • Uploaded by: Mrs Geek
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skenario 3 D5.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,231
  • Pages: 20
Kelainan Kulit Dermatitis Atopik pada Anak Erika Sthefanny Adam, Abi Mayu, Thya Fitriani, Ryan Ivan Maihulu, Fendy, Lydia Natasha, Rezki Natalina Triputri, Venny Debora Yolanda, Retno Wulandari D5 (Skenario 3) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat Email:[email protected]

Pendahuluan Latar Belakang Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering dan kemerahan. Dermatitis didefinisikan sebagai peradangan kulit pada epidermis dan dermsi sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik

seperti eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi dan

keluhan gatal. Dermatitis sebagai peradangan kulit baik karena kontak langsung dengan zat kimia yang mengakibatkan irirtasi atau reaksi alergi. Selain penyebab bahan-bahan kimia, sering kali dermatitis terjadi ketika kulit sensitif kontak langsung dengan perhiasan logam biasanya emas dengan kadar rendah atau perhiasan perak dan kuningan, sinar, suhu, dan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Hal ini merupakan penyebabnya dermatitis oleh faktor luar (eksogen). Ada pula penyebab dermatitis oleh faktor endogen yaitu dermatitis atopik.1 Dermatitis Atopik adalah merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan karena faktor alergen dengan ditandai adanya erupsi pada kulit makulo papuler dengan kemerahan, gatal, lesi, kulit kering, dan adanya eksudasi. Penyakit kulit ini ditandai dengan erupsi eksematosa yang kronis dan residif disertai gatal yang sering berhubungan dengan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Dermatitis Atopik ini biasanya pada anak-anak. yang meruapakan suatu gejala eksim terutama timbul pada masa kanak-kanak. Gejaala ini biasanya timbul pada usia sekitar 2 bulan sampai 1 tahun den sekitar 85% pada usia kurang dari 5 tahun. Pada keadaan akut, gejalanya berupa kulit kemerahan, kulit melenting berisi cairan, basah dan sangat gatal. Kadang-kadang disertai infeksi sekunder yang menimbulkan nanah.

1

Sesuai dengan skenario, seorang seoranglaki-laki 10 tahundatang ke poliklinik dengan beruntus bersisik kemerahan yang terasa gatal pada badan serta kedua tungkai atas dan bawah sejak 2 minggu lalu, kulit juga terlihat sangat kering dan kelainan sudah timbul sejak bayi. Maka dari itu, untuk mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan membahas tentangdermatitis mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain sebagainya.2 Isi Anamnesis Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat strok dan lain sebagainya.Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).2 Temuan Klinis Diagnosis dermatitis atopik didasarkan pada konstelasi ciri-ciri klinis yang diringkas pada Tabel 14-1. Dermatitis atopik biasanya dimulai pada masa bayi. Sekitar 50 persen pasien, penyakit ini berkembang pad tahun pertama kehidupan dan 30 persen tambahan antara usia 1 dan 5 tahun. Antara 50 persen dan 80 persen pasien dengan dermatitis atopik, rhinitis alergi atau asma berkembang kemudian pada masa kanak-kanak. Banyak dari pasien mengatasi dermatitis atopik mereka sedang mereka mengembangkan alergi pernafasan Lesi Kutaneus Pruritus yang intens dan reaktifitas kulit merupakan tanda kardinal dermatitis atopik. Pruritus mungkin sebentar-sebentar sepanjang hari tetapi biasanya lebih buruk pada sore dan malam hari. Konsekuensinya adalah menggaruk, papula prurigo (Gambar 1), likenifikasi (Gambar 2), dan lesi kulit eksematous. Lesi kulit akut yang ditandai dengan sangat pruritik, papula eritematosa yang terkait dengan ekskoriasi, vesikel di atas kulit yang eritem, dan eksudat serosa (Gambar 3). Dermatitis subakut ditandai dengan eritema, ekskoriasi, scaling papules (Gambar 4).3

2

Gambar 1.Prurigo dermatitis atopik

papula

pada

pasien

dengan

Gambar 2.Likenifikasi pada leher dan bahu pada pasien dermatitis atopi dewasa

Gambar 3. A.Weep yang menonjol dan krusta dari kesi eksema pada dermatitis atopi anak-anak. B. Papul ekskoriasi dan krusta pada dermatitis atopi serangan akut.

3

Gambar 5.Likenifikasi berat dan papul prurigo Gambar 4.Papul eritematosa pada pasien hiperpigmentasi terlihat pada pasien dengan dengan dermatitis atopi subakut dermatitis atopiDermatitis kronis atopi kronis ditandai dengan plak tebal pada kulit, kulit yang ditonjolkan

(likenifikasi) dan papul fibrotik (prurigo nodularis); Gambar 5. Pada dermatitis atopi kronis, ketiga stadium dari reaksi kulit seringkali berdampingan pada individu yang sama. Pada semua stasium dermatitis atopi, pasien biasanya memiliki kulit yang kering (Gambar 6).3 Penyebaran dan pola reaksi kulit bervariasi tergantung dari usia pasien dan aktivitas penyakitnya. Selama masa bayi, dermatitis atopi umumnya lebih akut dan terutama meliputi wajah, kulit kepala, dan permukaan ekstensor ekstremitas (Gambar 7). Daerah popok biasanya terhindar. Pada anak yang lebih tua usianya, dan pada mereka yang memiliki penyakit kulit yang lama, pasien mengembangkan bentuk kronik dermatitis atopi dengan likenifikasi dan lokalisasi ruam pada lipatan fleksura ekstremitas (Gambar 8). Dermatitis atopi sering mereda karena pasien semakin tua, membuat seseorang yang dewasa dengan kulit yang rentan terhadap gatal-gatal dan meradang jika terkena iritan dari luar. Eksema tangan yang kronis dapat menjadi menifestasi utama pada sebagian orang dewasa dengan dermatitis atopi (Gambar 9). Ciri lain yang berhubungan dengan dermatitis atopi.4

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan pada evaluasi rutin dan penatalaksanaan dermatitis atopi tanpa komplikasi. Serum Ig E meningkat sekitar 70-80% pada pasien dermatitis atopi. Hal ini dihubungkan dengan sensitisasi terhadap alergen inhalansi dan makanan dan atau rinitis alergika dan asma yang seiring. Sebaliknya, 20-30% pasien dermatitis atopi memiliki serum Ig E yang normal. Dermatitis atopi subtipe ini memiliki sensitisasi IgE terhadap allergen inhalansi atau makanan yang kurang. Namun demikian, 4

beberapa dari pasien ini dapat memiliki sensitisasi IgE terhadap antigen mikrobia seperti toksin S. aureus, dan Candida albicans atau Malassezia sympodialis dapat diketahui. Juga, sebagian pasien menunjukkan reaksi positif menggunakan atopy patch test walaupun skin test negatif.5 Sebagian besar pasien dengan dermatitis atopi juga memiliki eosinofilia. Pasien dengan dermatitis atopi memiliki peningkatan pelepasan histamin dari basofil.Itu merupakan reflek sitemik dari sistem imun (Th2) pada dermatitis atopi khususnya pada pasien dengan peningkatan level serum IgE. Lebih penting, pada darah perifer terdapat CLA+ sel T pada dermatitis atopi yang mengekpresikan salah satu antara CD4 atau CD8 yang secara spontan mengeluarkan IL-5 dan IL-13, yang berfungsi untuk memperpanjang masa hidup eosinofil dan menginduksi produksi IgE.5,6

Gambar 6.Infiltrasi, kulit wajah tampak eritem dengan sisik pada seorang pemuda dengan dermatitis atopi. Catatan tampak lipatan kulit yang tipis di lateral alis dan intra okuler (Dennie-Morgan)

Epidemiologi Sejak 1960, telah terjadilebih besardarikenaikantiga kali lipat pada prevalensi dermatitis atopic.

Sesungguhnya,

atopikmerupakanmasalahkesehatanmasyarakat

perkiraanterbarumenunjukkanbahwadermatitis yang

utamadi

seluruh

dunia,

dengan

prevalensi pada anak 10-20 % di Amerika, Eropa Selatan dan Barat, perkotaan Afrika, Jepang, Australia dan negara-negara industri3. Prevalensi terjadinya dermatitis atopik pada orang dewasa kira-kira 1-3%. Menariknya, prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di negara-negara pertanian seperti China, Eropa Timur, pedesaan Afrika, dan Asia Tengah. Wanita juga memiliki jumlah yang lebih besar pada dermatitis atopik, dengan perbandingan wanita/pria yaitu 1,3:1,0.4 Dasar untuk peningkatan prevalensi pada dermatitis atopik belum diketahui dengan pasti. Bagaimanapun, variasi luas pada prevalensi telah dilakukan observasi di negara dengan etnik yang sama, memperlihatkan bahwa faktor lingkungan penting dalam menentukan ekspresi penyakit.Beberapa faktor risiko potensial yang telah mendapat perhatian yaitu 5

berhubungan dengan munculnya penyakit atopik termasuk jumlah keluarga kecil, peningkatan pendapatan dan pendidikan baikdalamputihdanhitam, migrasi dari lingkungan desa ke kota serta peningkatan penggunaan antibiotik yang disebut sebagai gaya hidup barat.5,6Hasil pada “hipotesis higienis” menyatakan bahwa penyakit alergi dapat dicegah dengan “infeksi pada awal masa anak-anak karena kontak dengan saudara kandung yang lebih tua yang tidak higienis.7

Etiologi dan Patogenesis Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit inflamasi pruritus yang berasal dari interaksi kompleks antaragenkerentanangenetikyang mengakibatkan pada sebuah kerusakan barier kulit, kerusakan sistem imun bawaan, tingginya respon imunologi terhadap alergen dan antigen mikrobia.8

Penurunan fungsi dari barier kulit Dermatitis atopik berhubungan dengan penurunan fungsi dari skin barrier karena adanya penurunan regulasi gen dalam proses kornifikasi (flaggrin dan locicin), menurunkan tingkat seramid, meningkatkan proteolitik enzim endogen dan mengatur penguapan air pada transepidermal.9,10 Penggunaan sabun dan deterjen pada kulit meningkatkan pH dari kulit itu sendiri, dengan meningkatnya aktivitas dari protease endogen, dan akhirnya dapat merusak fungsi barrier dari epidermis. Barrier epidermis dapat rusak karena paparan protease exogen dari debu rumah tangga dan Staphylococcus aureus. Ini dapat menjadi lebih buruk dengan terbatasnya inhibitor protease endogen pada kulit yang atopi. Perubahan epidermis behubungan dengan peningkatan absorbsi alergen pada kulit dan kolonisasi mikroba. Karena epikutaneus, sensitisasi pada alergen pada tingkat yang lebih tinggi menghasilkan respon alergi, menurunkan fungsi skin barier dapat terjadi karena senstisasi alergen dan selanjutnya menjadi predisposisi pada anak-anak untuk menderita alergi pernafasan pada usia selanjutnya.11

Imunopatologi pada Dermatitis Atopik Secara klinis pasien dermatitis atopik bermanifestasi hiperplasia epidermal ringan dan tampak adanya infiltrat sel T.8 Eksematus akut pada lesi kulit secara khas tampak adanya edema interseluler dari epidermis. Dendritic presentic antigen cell (seperti sel Langerhans, dan makrofag) pada kulit yang tidak berlesi dermatitis atopi menghasilkan molekul IgE. Infiltrat 6

epidermis terdiri dari sel limfosit T seringkali ditemukan. Pada dermis pada lesi yang akut, terdapat influks dari sel T dengan disertai monosit-makrofag. Infiltrat limfosit terdiri dari aktivasi memori sel T melalui CD3, CD4, dan CD45RO. Eosinofil jarang nampak pada Dermatitis atopik yang akut. Sel mast ditemukan normal pada degranulasi yang berbedabeda. Lesi likenifikasi kronis ditemukan secara khas dengan hiperplasia epidemis dengan elongasi dari rete ridges, hiperkeratosis yang mencolok, dan spongiosis minimal. Terdapat peningkatan dari IgE pada epidermis dan dominasi makrofag pada infiltrat mononuklear. Sel mast meningkat tetapi masih tergranulasi. Netrofil menghilang pada lesi Dermatitis atopik walaupun infeksi dan kolonisasi dari S. aureus.

Peningkatan dari eosinophil kadang

ditemukan pada Dermatitis Atopi lesi yang kronis. Eosinofil ini mengalami sitolisis dengan menghasilkan granul protein. Eosinofil yang berkontribusi pada inflamasi alergi dengan sekresi sitokin dan mempengaruhi kerusakan jaringan pada dermatitis atopik dengan produksi reaktif oksigen intermediat dan melepaskan toksik granul protein.9

Sitokin danChemokines Inflamasi kulit atopi diatur dari ekspresi local dari sitokin dan chemokinesproinflamasi. Sitokin seperti TNF-α dan IL-1 dari sel tersebut (keratinosit, sel mast, sel dendrit). Yang bekerja pada reseptor vaskuler endotelium, mengaktivasi jalur signal vaskuler, yang menyebabkan induksi adhesi molekul vaskuler endotelial. Kejadian ini mengawali proses aktivasi dan adhesi pada vaskuler endothelium dengan diikuti ekstravasasi sel-sel inflamasi pada kulit. Dermatitis atopik akut berhubungan dengan produksi sitokin Th-2, yaitu IL-4 dan IL-13, yang bertidak sebagai mediator isotopimunoglobulin mengubah sintesa IgE, dan meningkatkan pengaturan ekspresi adhesi molekul pada sel endotel. Sebaliknya, IL-5, juga terlibat dalam perkembangan dan kelangsungan hidup eosinofil, dan berperan besar dalam dermatitis atopik kronis.9,12 Peranan pentingnya adalah sitokin Th-2 juga bermain/berperan dalam respon inflamasi kulit yang di dukung oleh penelitian, dimana tikus transgenik terlatih secara genetik untuk terlalu banyak mengeluarkan IL-4 pada perkembangan pruritus kulit inflamasi mereka yang mirip dengan lesi/kelainan pada dermatitis atopik, menyarankan bahwa ekspresi kulit lokal sitokin Th-3, berperan kritis dalam aturan di dermatitis atopik.14 Kulit tikus yang kurang tersensitisasi IL-5, tidak ditemukan eosinofil dan memperlihatkan penurunan pengentalan (melentur), padahal kulit tikus yang kekurangan IL-4 menunjukan kelenturan yang normal, namun

mempunyai penurunan eosinofil.Kenaikan produksi koloni granulosit makrofag, 7

yang menjadi faktor stimulan dermatitis atopik, dilaporkan mencegah kematian sel (apoptosis) monosit,yang juga berkontribusi atas kegigihan dermatitis atopik.Pertahanan dermatitis atopik kronik, termasuk juga memproduksi Th-1 serupa dengan sitoin IL-2 dan IL8, di samping beberapa remodeling gabungan sitokin, termasuk IL-11 dan transformasi faktor pertumbuhan β1.13 Chemokines spesifik kulit, sel T kulit-menarik kemokin [CTACK; kemokin CC ligan 27 (CCL27)], sangat diregulasi di DA dan sangat menarik antigen limfoid cutanous (PKB) kulit + CC kemokin reseptor 10 + (CCR10 +) Sel T ke ckin tersebut.CCR4 di tunjukan pada kulit homing sel PKB + T juga dapat mengikat untuk CCL 17 pada endotelium vaskular dari venula kulit. Perekrutan Selektif f CCR4 mengekspresikan sel Th-2 dimediasi oleh kemokin makrofag sehingga diperoleh dan timus dan aktivasi sitokin yang teratur, yang keduanya meningkat pada dermatitis atopik. Keparahan pada dermatitis atopik,berhubungan dengan ukuran thymus dan tingkat regulasi sitokin yang teraktivasi. disampig itu, pembongkran kemokin fractalkine , interferon-ϒ yang di induksi protein 10,dan monokin yang diinduksi oleh IFN-ϒ,juga mengontrol keratonisit dan hasil migrasi Th-1 ke epidermis terlebih pada kronik dermatitis atopik. Peningkatan pengeluaran kemokin CC, chemoattractant protein 4 makrofag,eotaksin,

dan

RANTES

(pengaturan

aktivitas

normal,

pengeluaran

dan

penyimpanan sel T) berperan pada infiltrasi makrofag, eosinofil, dan sel T pada lesi dermatitis atopik akut maupun kronik.Lihat bab 11 dan 12 untuk detail lebih lanjut mengenai pembahasan sitokin dan chemokines pada inflamasi kulit. Tipe Sel Penunjuk Pada Kulit Dermatitis Atopik APC Kulit dermatitis atopik mengandung dua jenis afinitas yang tinggi, IgE-reseptor-bearing myeloid DC: (1) LC dan (2) inflamasi epidermis sel dendritik (IDECs), LC bantalan IgE yang tampaknya memainkan peran penting dalam mempresentasikan alergen kulit kepada IL-4 yang memproduksi produksi sel Th2.18 Dalam hal ini, LC IgE-bearing dari lesi kulit DA, tetapi bukan permukaan LC yang kekurangan IgE, mampu menyajikan alergen inhalan ke sel T. Hasil ini menunjukkan bahwa IgE sel-terikat pada fasilitas penangkapan LC dan internasionalisasi alergen ke LC sebelum memproses mereka dan antigen yang mempresentasikan ke sel T. IgE yang mendasari LC, yang telah menangkap alergen mungkin mengaktifkan sel-sel memori Th-2 di kulit atopik, tetapi mereka juga dapat bermigrasi ke kelenjar getah bening untuk merangsang sel T untuk lebih memperluas daerah sel Th-2 sistemik. Stimulasi FcϵRI pada permukaan LC oleh alergen menginduksi pelepasan sinyal 8

chemotactic dan rekrutmen sel prekursor dari IDECs dan sel T in vitro. Stimulasi Fcϵri di IDECs mengarah ke rilis dalam jumlah yang tinggi sinyal proinflamasi, yang memberikan kontribusi amplifikasi pada respon kekebalan alergi. Berbeda dengan penyakit inflamasi kulit lainnya, seperti dermatitis kontak alergi, psoriasis vulgaris, jumlah DC plasmacytoid (pDCs) yang sangat rendah, yang memainkan peranan penting dalam pertahanan host terhadap infeksi virus, dapat dideteksi dalam lesi kulit dermatitis atopik. pDCs dalam darah perifer pasien dengan dermatitis atopik telah ditunjuk untuk menanggung varian trimerik dari Fcϵri di permukaan sel mereka, yang ditempati oleh molekul IgE. Fungsi kekebalan tubuh diubah dari pDCs pasien dengan dermatitis atopik setelah stimulasi alergen FcERI-dimediasi mungkin berkontribusi terhadap kekurangan tipe 1 IFNs lokal, sehingga berkontribusi untuk meningkatan kerentanan pasien dermatitis atopik terhadap infeksi virus kulit seperti eksema herpetikum.

Sel T Sel T kulit yang berkemampuan untuk mengingat memainkan peran penting dalam patogenesis dermatitis atopik, terutama selama fase akut penyakit. Konsep ini ditunjang dengan pengamatan bahwa gangguan imunodefisiensi sel T utama ini sering berhubungan dengan lesi kulit eksema yang jelas, setelah transplantasi sumsum tulang berhasil. Selanjutnya, pada hewan percobaan dermatitis atopik, ruam eczematous tidak terjadi dalam ketiadaan sel T. Selain itu, pengobatan dengan penghambat kalsineurin topikal, dengan aktivasi target sel T khusus, secara signifikan mengurangi ruam kulit pada dermatitis atopik.13

Keratinosit Kertinosit memainkan peran kritis dalam augmentasi peradangan kulit atopik. Dermatitis atopik keratinosit mengeluarkan profil kemokin dan sitokin setelah terpapar sitokin pro inflamasi. Hal ini mencakup RANTES tingkat tinggi setelah stimulasi dengan TNF-α dan IFN-. Mereka juga merupakan sumber penting limfopoietin stroma thymus (TSLP), yang mengaktifkan DC untuk sel T awal untuk menghasilkan IL-4 dan IL-13 (yaitu, diferensiasi sel Th2). Pentingnya TSLP dalam patogenesis dermatitis atopik didukung oleh pengamatan

9

bahwa tikus yang secara genetik dimanipulasi untuk overekspresi TSLP di kulit mengembangkan dermatitis atopikseperti peradangan kulit.11

Genetik Dermatitis atopik secara familial ditransmisikan dengan pengaruh maternal yang kuat. Layar genom keluarga dengan dermatitis atopik telah melibatkan regio kromosom yang overlap dengan penyakit kulit inflamasi lainnya seperti psoriasis. Bersama dengan studi gen kandidat, hal ini telah memberikan wawasan yang menarik ke dalam patogenesis dermatitis atopik. Meskipun banyak gen yang mungkin terlibat dalam perkembangan dermatitis atopik, telah dermatitis atopik bagian tertentu yang menjadi perhatian dalam peran potensial barier kulit / gen diferensiasi epidermal dan respon imun / pertahanan gen host. 9

Peran Pruritus pada Dermatitis Atopik Pruritus adalah fitur yang menonjol dari dermatitis atopik, dinyatakan sebagai hiperreaktivitas kulit dan penggarukan alergen yang terpapar, perubahan kelembaban, keringat berlebihan, dan konsentrasi iritant yang rendah. Pengendalian pruritus penting karena cedera mekanik dari menggaruk dapat menginduksi sitokin pro-inflamasi dan pelepasan kemokin, mengarah ke siklus setan scratch-itch yang mengabadikan ruam kulit pada dermatitis atopik. Mekanisme pruritus pada dermatitis atopik kurang dipahami. Pelepasan histamin yang diinduksi alergen dari sel mast kulit bukanlah penyebab eksklusif pruritus pada dermatitis atopik, karena antihistamin tidak efektif dalam mengendalikan gatal pada dermatitis atopik. Observasi pengobatan dengan kortikosteroid topikal dan inhibitor kalsineurin efektif untuk mengurangi pruritus menunjukkan bahwa sel-sel inflamasi memainkan peranan penting dalam pruritus. Molekul yang telah terlibat dalam pruritus termasuk sitokin sel-T yang diturunkan seperti IL-31, stress-inducedneuropeptides, protease seperti protease yang dapat bertindak pada protease-activated receptors, eikosanoid, dan eosinophil-derived proteins.8

Diagnosis Kerja Tanda mayor dari dermatitis atopik adalah adanya pruritus dan kronik atau dermatitis eksematous dengan morfologi yang dapat dianggap sebagai ciri khasnya dan distribusi yang dapat digunakan untuk mendiagnosik. Tanda lainnya adalah, masuknya alergen dari luar atau peningkatan serum IgE, yang bervariasi.

10

Gambar 7.Gatal pada bayi dengan dermatitis atopi (digunakan dengan ijin dari Oholm Larsen, MD)

Gambar 8.Dermatitis atopi pada anak kecil dengan likenifikasi fosa antecubiti dan generalisata pruritus yang parah disertai palk yang ezematous

Anak kecil akan tampak pada tahun pertama kehidupannya dengan kegagalan pertumbuhan, eritematous rash pada seluruh tubuh dengan sisik, dan penyakit kulit yang kambuh dan atau infeksi sistemik yang dapat dievaluasi untuk

dikombinasi dengan

keparahan sindrom imunodefisiensi. Sindrom Wiskott-Aldrich adalah kesalahan gen resesif X-linked dengan karakteristik ditemukannya kulit yang mirip yang tidak bisa dibeda-bedakan dari dermatitis atopik. Itu dapat diasosiasikan dengan trombositopenia, variasi abnormalitas pada humoral dan seluler imunitas, dan rekuren infeksi bakteri. Sindrom IgE dikarakteristikan dengan peningkatan level serum IgE, tidak sempurnanya fungsi sel T, rekuren infeksi bakteri, adanya abses kulit yang disebakan oleh Staphylococcus aureus dan atau rasa gatal di kulit yang disebabkan karena adanya pustulosis Staphylococcus aureus, atau oleh dermatofitosis. Erupsi papulopustular pada wajah dan scalp mungkin terlihat diawal kehidupanMeskipun Staphylococcus aureus merupakan patogen terpenting pada kelainan ini, namun infeksi oleh bakteri lain, virus, dan jamur mungkin terjadi, terutama ketika pasien mengkonsumsi profilaksis antibiotik antistaphylococcal dalam jangka lama. 10

11

Gambar 9.Papul tipikal, vesikel, dan erosi seperti dermatitis atopi pada tangan

Penting untuk mengetahui pada manusia dewasa dengan tanda adanya eksematous dermatitis dengan atau tanpa riwayat penyakit eksema pada saat kecil, alergi pada pernapasan, atau adanya riwayat atopi dermatitis kontak pada keluarga. Kontak dengan alergen dapat difikirkan pada sebagian pasien dengan dermatitis atopi yang tidak berespon terhadap terapi. Sebagai catatan, kontak alergi untuk glukokortikoid topikal dan penghambat calcineurin topikal telah dilaporkan terjadi pada pasen dengan dermatitis kronik. Sebagai tambahan limfoma sel T kulit harus dipresentasikan keluar pada orang dewasa dengan dermatitis kronik yang lemah responnya dengan terapi glukokortikoid topikal. Idealnya, pemeriksaan biopsi diperoleh dari tiga lokasi terpisah, karena pemeriksaan histologi mungkin menampilkan spongiosis dan infiltrasi sel yang menyerupai dermatitis atopi. 10

Diagnosis Banding Diagnosis bandingatau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien, pasien bias dicurigai menderita beberapa penyakit seperti: 1. Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit terjadi kerusakan kulit langsung tanpa didahului proses sensitisasi.Dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Penyebab dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat iritan atau bahan yang secara fisik merusak kulit seperti asam basa,detergen, serbuk kayu dan produk – produk minyak bumi. Beberapa iritan kuat dengan cepat menimbulkan efek sedangkan iritan yang lebih lemah menimbulkan efek kumulatif. Faktor lain juga berpengaruhi 12

seperti lama kontak, terus menerus atau berselang, adanya oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel

demikian juga gesekan atau trauma fisis, serta suhu dan

kelembaban lingkungan. Seseorang yang terkena dermatitis atopik akan lebih mudah terkena dermatitis kontak iritan. Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritasi yang merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air liur.10-11 Dermatitis kontak iritan dibagi menjadi dermatitis kontak iritan akut, akut lambat, kronik, reaksi iritan, traumatik dan noneritematosa, sebagai berikut:

- Dermatitis kontak iritan akute akibat iritan kuat (larutan asam/basa kuat) akibat kecelakaan dan reaksi segera timbul dan terbatas pada tempat kontak. Ditandai dengan kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, terlihat adanya edema, bula dan bisa nekrosis, pinggiran kulit berbatas tegas dan asimetris.1,10

- Dermatitis kontak iritan akut lambat ( podofilin, antralin,tertinion,klorida, asam hidrofluorat)gejalanya sama dengan DKI akut tetapi tidak segera muncul. Baru muncul sekitar 8-24 jam dengan bahan penyebab iritannya adalah lambat. Awalnya muncul eritema.1,11

- Dermatitis kontak iritan kronik disebabkan oleh kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (

gesekan trauma mikro, kelembaban rendah, panas/dingin

juga

detergen,sabun,pelarut,tanah bahkan air). Kelainan baru nyata setelah kontak seminggu atau lebih . gejala klasik berupa kulit kering , eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan likenifikasi. Biasanya berhubungan dengan pekerjaan seperti tukang cuci, kuli bangunan, juru masak, montir, tukang kebun dan penata rambut.1,6

- Reaksi iritan biasanya pada pekerjaan basah yang dalam awal bulan pelatihan, gejala berupa skuama, eritema, vesikel,pustul, dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri dan kadang berlanjut ke dermatitis kontak irirtan kronik.1

- Dermatitis kontak iritan traumatik berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi.

- Dermatitis kontak iritan noneritematosa perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.

- Dermatitis kontak iritan subyektif,kelainan sensoris dimana tidak tampak pada kulit. Pada penderita merasa seperti tersengat(panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu seperti asam laktat. 13

2. Dermatitis Kontak Alergi Ditimbulkan akibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap suati alergen eksternal. Jumlah penderita DKA lebih sedikit dibandingkan DKI karena hanya mengenai keadaan kulit yang sangat peka. Penyebabnya adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah < 1000 dalton. Merupakan alerge yang belum diproses, bersifat lipofilik, sangat rektif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya. Faktor tambahan seperti potensi sensitisasi,alergen, dosis, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembababn lingkungan. Mekanisme kelainan kulit ini mengikuti respons imun yang diperantai oleh sel (ceel mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Gejala dengan mengeluh gatal dimulai dengan eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti papulovesikel, vesikel atau bula. Jika vesikel atau bula pecah menimbulkan erosidan eksudasi (basah). Lokasinya biasa di kelopak mata, skrotum, penis, dilaukan uji tempel.1,10-11 3. Dermatitis Numularis

Dermatitis numularis atau ekzem numular; ekzem discoid; neurodermatitis numular. Ditandai oleh lesi yang berbentuk koin,agak lonjong,berbatas tegas, simetris, gatal pada permukaan ekstensor tungkai dan kaki dengan efloresensi berupa papulovesikel

yang

biasanya mudah pecah sehingga basah. Dermatitis numularis pada orang dewasa lebih sering pria daripada wanita. Tidak biasa ditemukan pada usia anak. Penyebabnya diketahui multifaktor oleh karena staphylococcus melewati mekanisme hipersensitivitas, adanya alergi pada nikel, krom, kobl, iritasi dengan wol dan sabun, trauma fisis dan kimiawi. Gejalanya biasanya mengeluh sangat gatal, adanya lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm) , kemudian membesar dengan cara berkofluensi atau meluas ke samping, membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam, eritematosa, sedikit edematosa. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudat kemudian mengering menjadi krusta kekuningan. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar dengan ukuran yang bervariasi mulai dari miliar sampai numular.1,10-11 4. Dermatosis Seboroik

Merupakam penyakit inflamasi kulit kronis dengan predileksi untuk area yang disuplai dengan baik oleh kelenjar sebasea. Ditandai ruam merah yang bersisik dengan rasa gatal ringan. Biasanya sering ditemukan pada masa kanak-kanank sebagaimana ketombe pada anak yang lebih besar. Dermatosis seboroik timbul berupa krusta tebal berwarna cokelat terang melapisi kulit kepala dan sulit dilepaskan. Beberapa anak mengalami reaksi peradangan kulit yang lebih luas terutama mengenai daerah pangkal paha , aksila dan leher. Meski kulit terlihat 14

sangat merah dan mengalami meserasi dengan sisik berminyak, sisik tersebut bukan iritan dan biasanya keadaan ini akan membaik dalam beberapa minggu. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri atau Candida.10-11 Dermatosis seboroik terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk berminyak tampak basah dengan serpihan pucat, kulit tampak keabu-abuan, dengan atau tanpa pengelupasan (seperti ketombe0 dan agak eritema; pustula kecil atau papulopustula. Bentuk lainnya kering terdiri dari deskuamasi pada kepala (ketombe). Bentuk gabungan keduanya biasanya asimptomatik dan jika terdapat pengelupasan seringkali disertai dengan pruritus.1,10 Komplikasi Masalah mata Komplikasi mata yang terkait dengan dermatitis atopik dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan. Dermatitis pada kelopak mata dan blefaritis kronis umumnya berkaitan dengan dermatitis atopik dan dapat menyebab gangguan penglihatan dari skar kornea. Keratokonjungtivitis atopik biasanya bilateral dan dapat memiliki gejala yang mencacatkan termasuk gatal, terbakar, sobek dan discharge mukoid berlebihan. konjungtivitis vernal adalah proses inflamasi bilateral berat berulang kronis yang berhubungan dengan hipertrofi papiler, atau cobblestone dari konjungtiva kelopak mata atas. Biasanya terjadi pada pasien yang lebih muda dan memiliki kejadian musiman, sering pada musim semi. Keterkaitan gatal tersebut diperburuk oleh paparan iritan, cahaya atau keringat. keratokonus adalah deformitas kerucut dari kornea diyakini hasil dari gosokan kronis mata pada pasien dengan dermatitis atopik dan rinitis alergi. 12

Infeksi Dermatitis

atopikdapatmenjadi

rumitdenganberulangnyainfeksikulit

mungkinmencerminkancacatlokaldalam

fungsiT-sel.

karena

virusyang

Infeksivirusyang

palingseriusadalahherpessimplexyangdapatmempengaruhipasiendarisegalausia, dihasilkanerupsi

Kaposivaricelliformatauherpeticumaczema.

waktuinkubasidari

5

sampai12

hari,

Setelahjangka multipel,

gatal,

lesivesiculopustularmeletusdalampolayang tersebar luas; lesivesikuler ,cenderung muncul, danseringmenjadihemoragikdanberkrustaMenekankeluardanhasilerosi menyakitkan.

Lesiinidapatmenyatusampai

besar,

gundul,

dan

yang perpanjangan

sangat area

pendarahandi seluruh tubuh.

15

Infeksijamursuperfisialjugalebih

sering

terjadi

padaindividuatopikdanmungkindapatberkontribusipadaeksaserbasidermatitis Pasiendengandermatitis

atopikmemilikipeningkatan

atopik.

prevalensiinfeksiTrichophyton

rubrumdibandingkan dengan kontrolnonatopik. adakekhususanpadaperanPityrosporumovale, M.furfuratauP.orbicularedidermatitis

atopik.

S.

aureusditemukandilebihdari90persendarilesikulitdermatitis atopik. Pengerasan kulitberwarna madu,

folikulitis,

danpiodermamerupakanindikatorinfeksi

bakteri

kulitsekunder,

biasanyakarenaS. aureus, yangmembutuhkanterapiantibiotik. 8

Dermatitis Tangan Pasien dengan dermatitis atopik seringkali berkembang menjadi non spesifik, dermatitis iritan pada tangan. Hal ini seringkali diperburuk dengan pembasahan dan melalui pencucian tangan dengan sabun kasar, deterjen, dan disinfektan. Individual atopi yang berhubungan dengan okupasi termasuk pekerjaan basah memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi dermatitis pada tangan yang membandel pada bidang okupasi. Hal ini sering terjadi pada ketidakmampuan pada okupasi.9

Dermatitis Eksfoliatif Pasien dengan keterlibatan yang meluas dapat berkembang menjadi dermatitis exfoliative. Hal ini dihubungkan dengan kemerahan yang meluas, scaling, weeping, krusta, toksisitas sistemik, limfadenopati dan demam. Meskipun komplikasinya jarang, hal ini berpotensi terhadap ancaman kehidupan. Hal ini biasanya disebabkan super infeksi misalnya, dengan toksin yang diproduksi staphylococcus aureus dan herpes simplex virus, berlanjut mengiritasi kulit, atau terapi yang tidak sesuai. Dalam beberapa kasus, penghentian glukokortikoid sistemik yang digunakan untuk mengkontrol dermatitis atopik yang parah mungkin menjadi faktor pengendapan untuk eksfoliatif eritroderma.

Prognosis Perkembangan penyakit dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti karena beberapa penelitian memiliki kekurangan dalam hal ukuran sampel dan definisi yang tidak jelas mengenai remisi, follow up yang tidak adekuat, bias seleksi pada kohort, dan kehilangan banyak pasien yang harus di follow up. Meskipun demikian kesembuhan dermatitis atopi sulit diperkirakan secara individual, dan penyakit secara umum berkembang menjadi parah dan menetap pada anak-anak. Periode remisi seringkali nampak pada pasien yang telah 16

bertumbuh kembang. Resolusi spontan dari dermatitis atopik telah dilaporkan terjadi pada usia setelah lima tahun dalam 40 hingga 60 persen dari pasien yang menderita ketika bayi, umumnya hal ini terjadi jika penyakitnya ringan. Meskipun penelitian terakhir menyarankan bahwa hampir 84 persen dari anak-anak teratasi penyakit dermatitis atopik ketika remaja, lebih banyak penelitian terakhir telah dilaporkan bahwa dermatitis atopi akan menghilang pada hampir 20 persen anak-anak yang diikuti perkembangannya mulai dari bayi hingga remaja, tetapi beberapa menjadi parah pada jumlah 65 persen. Sebagai tambahan, Lebih dari setengah remaja yang telah ditangani, akan kambuh lagi ketika dewasa.14

Penatalaksanaan 

Non medikamentosa Perlu dilakukan identifikasi untuk menyingkirkan faktor yang memperberat dan

memicu siklus gatal-garuk misalnya sabun atau detergen, kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar atau pajanan terhadap panas atau dingin. Bila memakai sabun yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan memiliki pH netral, pakaian baru sebaiknya dicuci terlbih dahulu sebelum dipakai untuk mebersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan. Jika mencuci dengan detrgen harus dibilas dengan baik. Jika selesai berenang harus segere mandi untuk membersihkan klorin. Hindari stres dan menggunakan pakaian yang bersifat irirtan seperti terbuat dari wol atau sintetik. Pada bayi diperhatikan kebersihan daerang bokong dan genitalia , popok harus diganti bila bsah atau kotor. Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab dengan menghindari pembersih antibakterial karena berisiko menginduksi resistensi.1,14



Pengobatan lokal - Hidrasi kulit : akibat kulit kering dan fungsi sawar berkurang yang mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme atau bahan iritan dan alergen perlu diberikan pelembab krim hidrofilik 1%, asam laktat konsentrasi < 5%, setelah mandi kulit dilap kemudian memakai emolien (pelembab).1 - Kortikosteroid topikal sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Pada bay digunakan salep steroid

potensi rendah

misalnya hidrokortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa

dipakai steroid berpotensi sedang misalnya triamsinolon kecuali pada mukaatau genitalia dapat digunakan yang berpotensi rendah. Bila telah terkontrol dipakai secara intermiten yaitu 2 kali per mingggu deng potensi yang rendah. Pada lesi akut yang

17

basah dikompres dahulu dengan dengan larutan burowi atau permanganas kalikus 1:5000.10 - Takrolimus sebagai penghambat calcineurin yaitu menghambat aktivitas sel seperti sel langerhans, sel T, sel mass dan keratinosit. Diberikan dalam bentuk salep 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun, untuk dewasa 0.03% dan 0.1%. efek samping sebabkan rasa terbakar.14 - Pimekrolimus senyawa ankomisin juga menghambat aktivasi sel mass,sebagai prodrug dan menghasilakn efek imunomodulator lebih efektif. Digunakan krim SDZ ASM 981 konsentrasi 1% , tidak sebabkan atrofi kulit, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif. Dioeskan 2 kali sehari. - Preparat ter mempunyai efek anti-histamin dan anti-inflamasi pada kulit. Dipakai pada lesi kronis. Sediaan dalam bentuk salep hidrofilik yang mengandung likuor karbonis detergen 5%-10% atau crude coar tar 1%-5%.1 

Pengobatan sistemik - Kortikosteroid sistemik digunakan hanya untuk mengendalikan eksasebasi akut dalam jangka pendek dan dosis rendah diberikna berselang-seling. - Antihistamin untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat terutam apda malam hari. Sediaan hidroksisin atau difenhidramin. Jika pada kasus berat diberikan doksepin hdroklorid yang memiliki efek antidepresan dan memblokade reseptor histamin H1H2 dengan dosis 10-75 mg secara oral malam hari pada dewasa.14 - Anti-infeksi pada S. Aureus yang belum resisten diberikan eritromisin, asitromisin, atau klaritromisin. Jika sudah resiten berikan dikloksasilin, oksasilin atau generasi pertama sefalosporin. Jika teinfeksi virus kerpes simplex maka kortikosteroid dihentikan, berikan asiklovir 400 mg 3 kali per hari selama 10 hari.14 - Siklosporin bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu protein seluler) menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineuran sehingga transkripsi sitokin ditekan.1,14



Terapi sinar (phototherpy) Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy). Terapi

UVB atau kombinasi UVB dan UVA. UVA bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel Langerhans dan mengubah produksi sitokin keratinosit.1 Prognosis 18

Prognosis DA lebih buruk bila ke dua orang tuanya menderita menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak dan sering ada yag kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30 tahun. Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik apabila DA luas pada anak, menderita rinitis alergi dan asma bronkial, riwayat DA pada orang tua atau saudara kandung, awitan pada usia muda dan kadar IgE serum sangat tinggi.1

Kesimpulan Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (Dermatitis Atopik, rinitis alergik atau asma bronkial). Ditandai adanya erupsi pada kulit makulo papuler dengan kemerahan, gatal, lesi, kulit kering, dan adanya eksudasi. Kelainan kulit tersering pada daerah wajah dan lipat kulit. Maka dari itu perlunya melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara lengkap agar tepat memberikan pentalakanaan yang baik sehingga mengurangi perburukan penyakit.

Daftar Pustaka 1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Fakultas kedokteran universitas indonesia.jakarta.2010.hal.34,40,129-49. 2. Sadikin H. Materi symposium penanganan terbaru dermatitis dan psoriasis. Bandung: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran; 2001 3. Burnside JW, Mcglynn TJ. Diagnosis fisik. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC; 2000. h. 87-97. 4. Santoso M. Pemeriksaanfisik diagnosis. Jakarta: BidangPenerbitanYayasan Diabetes Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98. 19

5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi 1. Jakarta: Erlangga; 2007.h.343-5. 6. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h.117-9. 7. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.33,43. 8. Alimul A. Diagnosa fisik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.hal.71-3. 9. Juanda HA. Solusi tepat bagi penderita TORCH. Solo: PT Wangsa Jatra Lesatari; 2007.hal.19. 10. Browna G B, Burns T. Dermatologi. Edisis ke-8. Jakarta: Erlangga; 2005.hal.65-9. 11. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.hal.400-3. 12. RED BOOK. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: Gramedia; 2005.hal.1386-8,1393-5. 13. Handoko RP. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta; EGC; 2010.hal.122-4. 14. Corwin EJ. Bukusakupatofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.hal.111-3.

20

Related Documents

Skenario 3
October 2019 30
Skenario 3.docx
October 2019 18
C1 Skenario 3.docx
May 2020 11
Wrapup Skenario 3.docx
November 2019 21

More Documents from "Junita Elvrida Doloksaribu"