KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario D Blok 22 Tahun 2019” sebagai tugas kompetensi kelompok. Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan saran dari dr. Dewi Rosariah Ayu, SpA. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: •
Allah SWT, yang telah memberi nafas kehidupan,
•
Tutor kelompok G4,
•
Teman-teman sejawat FK Unsri,
•
Semua pihak yang telah membantu kami. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas lagi. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Palembang, 25 Februari 2019
Kelompok G4
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………….………………………………....1 Daftar Isi………………………………………….……………………………….2 BAB I : Pendahuluan I.
Latar Belakang…………………………………………………….............3
II.
Maksud dan Tujuan……………………………………………………….3
III. Data Tutorial………………………………………………………………3 BAB II : Pembahasan Skenario D Blok 22……………………………………………………………..4 I.
Klarifikasi Istilah…………………………………………………………..5
II.
Identifikasi Masalah……………………………………………………….6
III. Analisis Masalah.…………………………………………………….........8 IV. Keterbatasan Ilmu pengetahuan.………………………………………....18 V.
Learning Issues.……………………………………………….......……...20 A. B. C. D. E.
Respiratory Distress.......................................................................21 Bayi Berat Lahir Rendah................................................................32 Ketuban Pecah Dini........................................................................42 Infeksi Neonatal.............................................................................48 Neonatal Asfiksia ..........................................................................53
VI. Kerangka Konsep.......................................................................................65 BAB III : Penutup I. Kesimpulan……………………………………………………………...66 DAFTAR PUSTAKA…………………………………..……………..…………67
2
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG Blok Reproduksi dan Perinatologi adalah blok ke-22 semester 6 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial menelaah skenario sebagai bahan pembelajaran untuk berpikir kritis mengenai suatu kasus.
B.
MAKSUD DAN TUJUAN Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi ini, yaitu: 1.
Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2.
Dapat berpikir kritis terhadap kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis pembelajaran diskusi kelompok.
3.
C.
Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
DATA TUTORIAL Tutor
: dr. Dewi Rosariah Ayu, SpA
Moderator
: Jeamy Winaldo A.S.
Sekretaris
: Ilona Anaisela S dan Guti Farid H.
Waktu
: 1. Senin, 25 Februari 2019 Pukul 10.00-12.30 WIB 2. Rabu, 27 Februari 2019 Pukul 10.00-12.30 WIB
3
BAB II PEMBAHASAN Skenario D Blok 22 Tahun 2019 A male newborn was delivered at private clinic, assisted by midwife. He was delivered from a 36 years old woman, primigravida. Mrs. Siti, the baby’s mother had premature ruptured of membrane since 4 days ago. The liquor was thick, smelly and greenish. She had fever since one day before delivery. She also had history of hypertension during the last trimester of pregnancy. The pregnancy was full term, 39 weeks. The baby was not cried spontaneously after birth. The midwife clear the baby’s airway using manual suction and stimulate the baby by patting his feet. The midwife said apgar’s score 1 for 1stminute and 2 for 5 minute and 5 at 10
th
th
minute. The baby had difficulty while breathing, and had
grunting. The midwife then referred him to moh. Hoesin hospital. Physical examination revealed body weight was 2300 grams. Body length 48 cm, head circumference 34 cm. his temperature was 36o c. he looked hypoactive and tachypnoea. Respiratory rate 72 breaths/ minutes, there were chest indrawing, grunting, could be heard using stetoscope, breathing sound was normal, his still looked cyanotic even after been giving nasal oxygen. Sucking reflex was weak. Heart rate was 174 beats/ minutes. Abdomen was tender with normal bowel sound. There were meconium staining at umbilical cord and skin. Other examination within normal. Instruction Please explain the management for the baby
4
I.
KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah 1.
Keterangan
Premature
rupture
membrane
of Kebocoran spontan cairan dari kantung amnion sebelum adanya tanda-tanda inpartu (eprints.undip)
2.
Chest indrawing
Gerakan kedalam dinding dada bagian bawah ketika anak bernafas, dan merupakan tanda dari rds (respiratory distress syndrome) (ncbi.nlm.nih.gov)
3.
Grunting
Suara yang tidak normal, pendek, dalam, serak saat bernafas yang sering disetai dengan nyeri dada yang parah (merriam-webster)
4.
Apsgar’s score (appearance, grimace,
activity
Sebagai metode sederhana untuk secara cepat pulse, menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat and setelah kelahiran
respiration) 5.
Meconium
Feses pertama bayi
6.
Syanotic
Warna kebiruan pada kulit dan membrane mukosa (healthline)
7.
Nafas
cepat
pada Respiratory rate lebih dari 60 kali/ menit
newborn 8.
Reflex isap
Gerakan involunter berupa menghisap sesuatu yang ditepatkan di mulut yang biasanya ada saat 36 minggu. Reflex berguna untuk menilai fungsi otak dan saraf. (standfordchildren.org)
5
II.
IDENTIFIKASI MASALAH No.
Topik
Prioritas
Keterangan
1.
A male newborn was delivered at private
***
Keluhan
clinic, assisted by midwife. He was
utama
delivered from a 36 years old woman, primigravida. Mrs. Siti, the baby’s mother had premature ruptured of membrane since 4 days ago. The liquor was thick, smelly and greenish. She had fever since one day before delivery. She also had history of hypertension during the last trimester of pregnancy. The pregnancy was full term, 39 weeks. 2.
The baby was not cried spontaneously
**
Masalah
*
Masalah
after birth. The midwife clear the baby’s airway
using
manual
suction
and
stimulate the baby by patting his feet. The midwife said apgar’s score 1 for 1stminute and 2 for 5 th minute and 5 at 10 th minute. The baby had difficulty while breathing, and had grunting. The midwife then referred him to moh. Hoesin hospital.
3.
Physical
examination
revealed
body
weight was 2300 grams. Body length 48 cm, head circumference 34 cm. his temperature was 36o c. he looked hypoactive and tachypnoea. Respiratory rate 72 breaths/ minutes, there were chest indrawing, grunting, could be heard using stetoscope, breathing sound was normal,
6
his still looked cyanotic even after been giving nasal oxygen. Sucking reflex was weak. Heart rate was 174 beats/ minutes. Abdomen was tender with normal bowel sound. There were meconium staining at umbilical
cord
and
skin.
examination within normal.
7
Other
III.
ANALISIS MASALAH 1. A male newborn was delivered at private clinic, assisted by midwife. He was delivered from a 36 years old woman, primigravida. Mrs. Siti, the baby’s mother had premature ruptured of membrane since 4 days ago. The liquor was thick, smelly and greenish. She had fever since one day before delivery. She also had history of hypertension during the last trimester of pregnancy. The pregnancy was full term, 39 weeks. a. Apa hubungan usia dan status kehamilan dengan kasus? Jawab :
Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan (Depkes, 2003). Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.
Kejadian respiratory distress syndrome lebih banyak dialami oleh janin yang lahir kurang bulan/premature.
Primigravida meningkatkan resiko asfiksia
Primipara dan grande multipara
usia>35 tahun meningkatkan
resiko ketuban pecah dini b. Apa yang menyebabkan ketuban pecah dini? Jawab :
Serviks inkompeten Kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar melalui ostium uteriatau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan
terjadinya
dilatasi
berlebihan
tanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
8
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
Usia ibu yang lebih tua yang menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada usia muda
c. Apa makna klinis cairan ketuban kental, berbau dan kehijauan dan ibu demam sehari sebelumnya? Jawab : Makna klinis dari cairan ketuban kental, berbau dan kehijauan dan ibu mengalami demam bahwa ibu dan janin mengalami infeksi korioamnionitis
d. Apa dampak ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin? Jawab : Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2011) yaitu: 1. Terhadap janin Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (aminionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan,jadi akan meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal. Dampak yang ditimbulkan pada janin meliputi prematuritas, infeksi, gawat janin, mal presentasi, prolaps tali pusat dan mortalitas perinatal. 2. Terhadap ibu Karena
jalan
telah
terbuka,maka
dapat
terjadi
infeksi
intrapartum,apa lagi terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat dijumpai infeksi peupuralis (nifas), peritonitis dan seftikamia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus akan menjadi lama maka suhu tubuh naik,nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Halhal di atas akan meninggikan angka kematian dan angka morbiditas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan pada ibu yaitu partus lama, perdarahan post partum, atonia uteri, infeksi nifas.
9
e. Apa yang menyebabkan cairan ketuban kental, berbau dan kehijauan pada kasus? Jawab : Pecah ketuban dini meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada janin (korioamnionitis) yang ditunjukkan pada kasus sebagai cairan ketuban kental, berbau dan berwarna kehijauan.
f. Apa hubungan ibu memiliki riwayat hipertensi pada kasus ? Jawab : Kegawatan nafas neonates (RDS) signifikan pada bayi dengan ibu hipertensi sebelum dikoreksi efek dan perancu. Ibu hamil dengan hipertensi dan menjadi pre eklampsia menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi tidak baik dan mengganggu sirkulasi darah termasuk sirkulasi uteroplasenta, sehingga perfusi ke janin berkurang sehingga beresiko untuk terjadi gawat nafas seperti asfiksia dan TTN. Selain itu pada pre eklampsia cenderung dilakukan SC emergensi untuk penyelamatan bayi atau ibu, sedangkan pada persalinan SC tidak ada penekanan pada dinding dada dan jalan nafas tidak ada rangsangan oleh kompresi dinding dada sebagaimana pada persalinan pervagina, dan juga dapat terjadi aspirasi cairan ketuban dari muntah yang berisi cairan lambung. Namun jika hipertensi yang diderita terjadi sejak sebelum kehamilan dan hipertensi kehamilan telah dikoreksi dengan mendapat terapi kortikosteroid selama hipertensi kehamilan, maka dapat mempercepat maturitas paru, sehingga dapat menurunkan kejadian kegawatan neonatus. Untuk itu insiden kegawatan nafas neonatus lebih tinggi dari ibu dengan hipertensi, dan perlu didata tentang dua faktor hipertensi ibu hamill, yaitu pada ibu hipertensi dan mengalami pre eklampsia.
10
g. Apa makna klinis dari usia kehamilan cukup bulan dengan berat badan bayi 2300 gram? Jawab : Jumlah kehamilan cukup bulan pada kasus namun berat badan dari hasil pemeriksaan fisik tidak normal karena <2500 mg jadi pada kasus termasuk berat badan bayi lahir rendah.Bayi berat lahir rendah dengan klasifikasi kecil masa kehamilan 2. The baby was not cried spontaneously after birth. The midwife clear the baby’s airway using manual suction and stimulate the baby by patting his feet. The midwife said apgar’s score 1 for 1st minute and 2 for 5 and 5 at 10
th
th
minute
minute. The baby had difficulty while breathing, and had
grunting. The midwife then referred him to moh. Hoesin hospital. a. Apa makna klinis dari bayi tidak menangis spontan pada kelahiran? Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru- parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya.
Oksigen dan pengembangan paru merupakan
rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan. Makna klinisnya adalah bahwa bayi mengalami asfiksia yang disebabkan oleh karena cairan di alveoli tidak masuk ke dalam jaringan intertisial yang seharusnya digantikan dengan udara, sehingga bayi dapat menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen.
11
b. Bagaimana cara melakukan manual suction?
Pelaksanaan 1. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai. 2. Cek alat-alat yang akan digunakan. 3. Cuci tangan. 4. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur pasien. 5. Pakai sarung tangan. 6. Berikan posisi yang nyaman pada pasien dengan kepala sedikit ekstensi 7. Berikan Oksigen 2 – 5 menit 8. Letakkan pengalas di bawah dagu pasien 9. Hidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol penampung 10. Masukkan kanul section dengan hati-hati (hidung ± 5 cm, mulut ±10 cm) 11. Hisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik keluar perlahan sambil memutar (+ 5 detik untuk anak, + 10 detik untuk dewasa) 12. Bilas kanul dengan NaCl, berikan kesempatan pasien bernafas 13. Ulangi prosedur tersebut 3-5 kali suctioning 14. Observasi keadaan umum pasien dan status pernafasannya 15. Observasi secret tentang warna, bau dan volumenya Bereskan alat. 16. Cuci tangan
12
c. Bagaimana cara menghitung apgar’s score dan interpretasinya? Penilaian pada menit pertama menandakan seberapa baik bayi mentoleransi proses persalinan. Pada menit ke 5 menandakan seberapa baik bayi bertahan hidup diluar dari rahim ibu.
1st minute : 1 asfiksisa berat 5thminute : 2 asifiksia berat 10thminute : 5 asfiksia ringan
d. Apa tujuan dari manual suction dan menepuk kaki bayi? Manual suction dilakukan dengan tujuan untuk menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenance) karena diduga pada bayi baru lahir tersebut mengalami aspirasi mekonium dan proses menepuk kaki
13
bayi dilakukan agar bayi tersebut menangis dan mengeluarkan aspirasi mekonium. e. Bagaimana mekanisme kesulitan bernafas dan merintih? Pecah ketuban dini → infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam rongga amnion → korioamnionitis → inhalasi liquor septic pada janin → infeksi intraunterine → peradangan pada jaringan paru → alveolus yang radang gagal mengembang → alveoli kolaps → terganggunya ventilasi udara → hipoksia → gangguan pernapasan (respiratory distress) → pernafasan dengan usaha lebih untuk menaikkan tekanan akhir ekspirasi → penutupan rima glottis → timbulnya suara merintih saat ekspirasi → grunting/ merintih f. Bagaimana manajemen pada bayi untuk kasus ini? 1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat nafas yaitu : a. Pemberian cairan
Hari pertama dextrose 7,5 – 12,5% (GIR 6-8 mg/kgBB/menit) + Ca Gluconas 10%
Kebutuhan Ca gluconas /hari : 5 mL/kgBB
Mulai hari ke-2 atau sudah terdapat dieresis awal baru ditambahkan Na atau K 2-3 meq/kgBB/hari atau sesuai kebutuhan
Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
Bila ada asidosis berikan cairan dextrose dan natrium bikarbonat (4:1). Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi langsung dengan pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2% secara perlahan-lahan
Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 1-3 g/kg/BB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu formula b. Terapi oksigen (intra nasal, bubble CPAP, ventilator)
14
2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim
15
3. Physical examination revealed body weight was 2300 grams. Body length 48 cm, head circumference 34 cm. his temperature was 36o c. he looked hypoactive and tachypnoea. Respiratory rate 72 breaths/ minutes, there were chest indrawing, grunting, could be heard using stetoscope, breathing sound was normal, his still looked cyanotic even after been giving nasal oxygen. Sucking reflex was weak. Heart rate was 174 beats/ minutes. Abdomen was tender with normal bowel sound. There were meconium staining at umbilical cord and skin. Other examination within normal. a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. b. 10. 11. 12.
13.
Hasil Pemeriksaan Body weight :2300 gram Body length :48 cm Head circumference :34 cm Temperature :36oC Looked hypoactive and tachypnoe Respiratory rate :72 breaths/minute Chest indrawing, grunting could be heard usingstethoscope Breathing sound normal Looked cyanotic even after been giving nasal oxygen B Sucking reflex was a weak Heart rate :174 g beats/minute a Abdomen was tender with normal bowel i sound mMeconium staining at umbilical cord and skin a n
16
Nilai normal
Keterangan
2500-4000 gram
Abnormal
47-50 cm 31-35 cm
Normal Normal
36,5 – 37,5oC
Hipotermia Abnormal
30-60 x/menit
Meningkat
Tidak ada suara pernfasan merintih -
Abnormal
Reflex hisap baik
Abnormal
120-160 beats /minute -
Meningkat
Tidak ada mekonium yang menempel
Abnormal
Normal Abnormal
Normal
I.
Bagaimana mekanisme abnormalitas pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan
Interpretasi
Hypoactive
Infeksi pada parenkim paru → gangguan pernafasan
Tachypnoe
(membutuhkan energy dan
untuk
upaya
bernafas)
hiper metabolisme untuk melawan infeksi
suplai O2 kejaringan otot menurun
bayitampak
hipoaktif KPD faktor resiko infeksi intra uterin amnion terkontaminasi kuman bayi teraspirasi cairan ketuban
yang
infectionterjadi pergerakan
terinfeksiterjadi radang
alveoli
pada
terhambat
ascending alveolus
infeksi
pada
parenkim paru oksigenisasi menurun
kompensasi takipnea Pemeriksaan
Normal
Interpretasi
temperature
36,6-
Abnormal, Infeksi pada parenkim paru
was 36oC.
37,2oC
→ gangguan pernafasan penurunan oksigen pada seluruh tubuh Sedikit hepotermi
RR
72
menit
x <60
x/ Respyratory distress
menit
Retraksi sela Tidak ada Abnormal, pada keadaan hipoksia ototiga
chest
otot dinding dada ikut berkontraksi lebih
indrawing
kuat untuk mendapat kan oksigen dengan baik.
Merintih
Tidak
Abnormal. Suara grunting keluar akibat
terdapat
adanya usaha meningkatkan oksigen
grunting
pada bayi dengan tertutupnya glottis selama
ekspirasi
sehingga
dapat
meningkatkan akhir ekspirasi pada paru.
17
Cyanotic
Tidak
Abnormal, Menunjukan bayi mengalami
terdapat
afiksia berat dan RDS
cyanotic Pemeriksaan
Interpretasi
Sucking reflex was Sebagai salah satu gejala umum sepsis. Tidak weak
adanya
refleks
ini
dapat
memperburuk
keadaan hipoaktif pada bayi. Heart rate was 174
Ketuban pecah dini terjadi perubahan pH
beats perminute
vagina dari asam ke basa berpindahnya bakteri chorioamniotis/amnionitis infeksi yang terjadi di paru sepsis onset cepat distress pernapasan Hipoaktif, merintih, Sulit bernafas, Tidak menangis, HR dan RR meningkat, Sucking reflex lemah, Retraksi dinding dada
Abdomen
was Normal
tender with normal bowel sound There
were Mekonium yang dilepaskan saat bayi masih
meconium staining dalam kandungan akan bercampur dengan at
umbilical
and skin
cord cairan ketuban dan dapat menempel di kulit dan plasenta bayi
18
IV. No.
KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN
Learning
What I Know
Issues 1.
Respiratory
What
I
don’t What i have to How I will
know - Definisi
Distress
prove
learn
- Etiologi
Memahami
- Patofisiologi
etiologi,
- Klasifikasi
patofisiologi,
- Tatalaksana
klasifikasi,
- Prognosis
tatalaksana, edukasi
dan
pencegahan 2.
BBLR
- Definisi
- Etiologi
Memahami
- Patofisiologi
patofisiologi
- Klasifikasi
dan patogenesis
- Tatalaksana - Prognosis Jurnal 3.
Ketuban
-Definisi
- Etiologi
Memahami
Internet
Pecah Dini
- Epidemiologi
- Patofisiologi
etiologi,
Buku
- Klasifikasi
patofisiologi,
- Tatalaksana
klasifikasi,
- Prognosis
tatalaksana, edukasi
dan
pencegahan 4.
Infeksi
-Definisi
Neonatal
Etiologi
Memahami
- Patofisiologi
etiologi,
- Klasifikasi
patofisiologi,
- Tatalaksana
klasifikasi,
- Prognosis
tatalaksana, edukasi pencegahan
5.
Perinatal
-Definisi
Etiologi
19
Memahami
dan
asfiksia
- Patofisiologi
etiologi,
- Klasifikasi
patofisiologi,
- Tatalaksana
klasifikasi,
- Prognosis
tatalaksana, edukasi pencegahan
20
dan
V.
LEARNING ISSUES A. Respiratory Distress Definisi Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas (Respiratory Distress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit
yang
berhubungan
dengan
keterlambatan
perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini biasanya juga dengan nama Hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli kekurangan surfaktan. Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot pernapasan pada inspirasi. Epidemiologi Di Amerika Serikat,RDS telah diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 bayi baru lahir setiap tahun dan merupakan komplikasi pada sekitar 1% kehamilan. Sekitar 50% neonatus yang lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu mengalami RDS, sedangkan kurang dari 30% bayi prematur yang lahir pada usia 3031 minggu mengalami kondisi tersebut.
21
Dalam satu laporan, tingkat kejadian RDS adalah 42% pada bayi dengan berat 501-1500g, dengan 71% dilaporkan pada bayi dengan berat 501-750g, 54% dilaporkan pada bayi dengan berat 751-1000g, 36% dilaporkan pada bayi dengan berat 1001- 1250g, dan 22% dilaporkan pada bayi dengan berat 1251-1500g, di antara 12 rumah sakit universitas yang berpartisipasi dalam National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) Neonatal Research Network. Etiologi Etiologi respiratory distress:
Transient tachpnea of the newborn
Hyaline membrane disease.
Meconium aspiration syndrome (MAS)
Air leak syndrome
Pneumonia.
Congenital heart disease
Faktor Resiko Prematuritas Janin jenis kelamin laki-laki Multipara dengan riwayat anak sebelumnya juga terkena RDS
22
C-section darurat Kelahiran dengan ekstraksi forsep atau vakum Letak sungsang atau presentasi abnormal Kelahiran kurang bulan Partus presipitatus Korioamnionitis Ketuban pecah lama (>18 jam sebelum persalinan) Partus lama Manifestasi Klinis Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dankerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalamalveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu:adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengantakipnea (> 50 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, rhonki halus dan gejala menetap dalam 48-95 jam pertamasetelah lahir. Beberapa penderita memerlukan resusitasi pada saat lahir karena asfiksiaintrapartum atau karena adanya
kegawatan
pernafasan
dini
yang
berat
(bila
berat badan kurang dari 1000 gram). Jika dioabati tidak adekuat, te kanan darah dansuhu tubuh dapat turun; kelelahan, sianosis dan pucat bertambah, serta dengkurandapat bertambah atau berkurang karena
keadaan
semakin
jelek.
Apnea
dan pernafasan tidak teratur terjadi ketika bayi menjadi lelah dan d apat terjadicampuran asidosis respiratorik metabolik, edema, ilues dan oligouria. Akanterlihat tanda-tanda asfiksia akibat apnea atau kegagalan
nafas
parsial
bila penyakit memburuk dengan cepat. Pada bayi yang menderita s erangan berat,keadaan ini mengakibtkan kematian, tetapi pada kasus yang lebih ringan gejaladan tanda-tanda dapat mencapai
23
puncaknya dalam 3 hari sesudahnya terjadi perbaikan secara perlahan-lahan. Perbaikan dapat ditunjukkan dengan dieresis spontan dan kemampuanoksigenasi bayi dengan kadar oksigen inspirasi yang lebih
rendah.
Kematian jarang terjadi pada hari pertama sakit, biasanya terjadi an tara hari ke 2 dan ke 7dan disertai kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial dan pneumothoraks)dan perdarahan paru atau interventrikuler. Pada bayi yang menderita penyakitmembran hialin berat dan diventilasi secara mekanis, mortalitas bisa ditundaselama beberapa minggu atau beberapa bulan jika berkembang dysplasia bronkopulmonal (DBP).
Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe : 0 Frekuensi < 60x/menit
1
2
60-80 x/menit
>80x/menit
Nafas Retraksi
Tidak
ada Retraksi ringan
Retraksi berat
retraksi Sianosis
Tidak
Sianosis
hilang Sianosis menetap
sianosis
dengan O2
walaupun
diberi
O2 Air Entry
Merintih
Skor < 4
Udara
Penurunan ringan
masuk
udara masuk
Tidak
Dapat
merintih
dengan stetoskop
didengar Dapat
tanpa alat bantu
gangguan pernafasan ringan
Skor 4 – gangguan pernafasan sedang 6 Skor > 7
Ancaman gagal nafas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan)
24
didengar
Patogenesis Penyakit membran hialin disebabkan oleh penurunan fungsi dan pengurangan
jumlah
surfaktan.
Surfaktan
sendiri
merupakan
kompleks lipoprotein yang terdiri dari fosfolipid seperti lesitin, fosfatidil gliserol, kolesterol, dan apoprotein (protein surfaktan; PS-A, B, C, D) yang disintesis oleh sel epitelial alveolar tipe II dan sel Clara yang semakin banyak jumlahnya seiring dengan umur kehamilan yang bertambah.Komponen-komponen ini selanjutnya disimpan di dalam sel alveolar tipe II yang akan dilepaskan ke dalam alveoli untuk mengurangi tegangan permukaan dan mencegah kolaps paru sehingga membantu mempertahankan stabilitas alveolar. Kadar surfaktan matur muncul sesudah umur kehamilan 35 minggu. Namun, jika bayi terlahir dalam keadaan prematur, maka fungsi ini tidak dapat berjalan dengan baik. Adanya imaturitas pada bayi prematur, jumlah surfaktan yang dihasilkan
dan
dilepaskan
tidak
mencukupi
kebutuhan
saat
lahir.Surfaktan yang jumlahnya tidak mencukupi atau tidak ada ini, menyebabkan tegangan permukaan yang tinggi antara perbatasan gas alveolus dengan dinding alveolus sehingga paru sulit untuk mengembang dan bayi berupaya melakukan usaha ventilasi imatur dengan tetap tidak terisi gas di antara upaya pernapasan. Bayi menjadi semakin berat untuk bernapas dan hipoventilasi.Kekurangan sintesis atau pelepasan surfaktan pada bayi prematur yang mempunyai unit saluran pernapasan yang masih kecil dan dinding dada lemah dapat menimbulkan
atelektasis
dan
hipoksiasehingga
menyebabkan
peningkatan gagal napassehingga, dapat disimpulkan bahwa penyakit membran hialin disebabkan oleh adanya atelektasis dari tiga faktor yang saling berhubungan : a) tegangan permukaan yang tinggi akibat fungsi surfaktan yang tidak optimal dan defisiensi jumlah sintesis atau pelepasan surfaktan b) fungsi unit pernapasan yang masih kecil, dan
25
c) Dinding dada bayi yang masih lemah.
Diagnosis Banding
Diagnosis I.
Anamnesis Pada anamnesis harus dicari faktor risikonya meliputi: usia kehamilan yang preterm, ibu diabetes mellitus, kehamilan kembar, seksio cesar, partus presipitatus setelah perdarahan antepartum, asfiksia pada masa perinatal dan adanya riwayat sebelumnya ibu yang melahirkan bayi dengan PMH. Bayi ini akan menunjukkan gejala kesulitan bernapas pada waktu lahir dan berkembang menjadi lebih parah (Gomella dkk, 2004).
II.
Pemeriksaan Fisik Sianosis pada udara kamar, napas cuping hidung, takipnea, merintih dan retraksi dinding dada (Gomella dkk, 2004).
III.
Pemeriksaan Laboratorium 1. Analisis
Gas
Darah
(AGD)
sangat
penting
dalam
penatalaksanaan PMH. Nilai yang dapat diterima adalah untuk
26
PO2: 50 –70 mmHg, PCO2: 45 – 60 mmHg, pH: 7,25 atau diatasnya SaO2: 88 – 95%. 2. Pemeriksaan hematokrit atau hemoglobin diperlukan untuk pemilihan jenis cairan apabila bayi menderita syok. 3. Kadar gula darah harus dimonitor secara ketat untuk menentukan adekuasi dari pemberian infus dekstrose. 4. Pemeriksaan penanda infeksi meliputi pemeriksaan sel darah lengkap, trombosit, kultur darah, kultur cairan amnion dan urin untuk menyingkirkan adanya early onset sepsis. 5. Kadar elektrolit diperiksa setiap 12 sampai 24 jam untuk menentukan pemberian cairan elektrolit parenteral. 6. Kadar calsium darah diperiksa setiap hari karena hipocalsemia biasa terjadi pada bayi yang sakit, tidak diberi makan, preterm atau yang menderita asfiksia. 7. Pemeriksaan golongan darah, Rh dan coomb’s test untuk keperluan
tranfusi
atau
penanganan
apabila
terjadi
hiperbilirubinemia. 8. Foto thorak akan didapatkan gambaran retogranular yang seragam dan air bronchogram 9. Echocardiografi diperlukan untuk menyingkirkan kelainan pada jantung. 10.
Pemeriksaan Patologi anatomi dari jaringan paru akan
terlihat merah keunguan tua dan konsistensinya seperti hati. Secara mikroskopik akan terlihat gambaran atelektasis yang luas yang disertai dengan pelebaran pembuluh kapiler dan getah bening antar alveolar. Sejumlah duktus alveolaris, alveolus dan bronkiolus respiratorius dilapisi oleh selaput asidofilik homogen atau granular. Membran hialin jarang ditemukan pada bayi yang meninggal dunia sebelum usia 6 – 8 har
27
11. Score < 4: No respiratory distress, Score 4 -7: Respiratory distress, Score > 7:
Impending respiratory failure (Blood
gases should be obtained) DOWN SCORE/EVALUASI GAWAT NAFAS
Komplikasi Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi : a) Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, em fisema intersisiel ), pada bayi dengan RDSyang memburuk
dengan
gejala
klinis
tiba
hipotensi,apnea,
tiba atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. b) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yangmemburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarumvena, kateter, dan alat2 respirasi. c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahanintraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensiterbanyak pada bayi RDSdengan ventilasi mekanik. d) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakankomplikasi bayi dengan RDSterutama pada bayi
28
yang
dihentikan
terapisurfaktannya.
Komplikasi
jangka
panjang dapat disebabkan oleh toksisitasoksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dankurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : a) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronikyang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 35minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yangdigunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat denganmenurunnya masa gestasi.Dysplasia bronkopulmonum
(DBP)
akibat
pemberian
tekanan positif akibat ketergantungan oksigen dan gagal perke mbangan jantungsisi kanan. Bayi yang beresiko DBP menderita kegawatan pernafasanyang berat memerlukan ventilasi mekanis yang lama dan terapi oksigen.Komplikasi DBP meliputi: gagal tumbuh, retardasi psikomotornefrolitiasis, osteopenia, dan stenosis subglotis b) Retinopathy premature Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, kompl ikasiintrakranial, dan adanya infeksi.
29
Tatalaksana 1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat nafas yaitu : a. Pemberian cairan
Hari pertama dextrose 7,5 – 12,5% (GIR 6-8 mg/kgBB/menit) + Ca Gluconas 10%
Kebutuhan Ca gluconas /hari : 5 mL/kgBB
Mulai hari ke-2 atau sudah terdapat dieresis awal baru ditambahkan Na atau K 2-3 meq/kgBB/hari atau sesuai kebutuhan
Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
Bila ada asidosis berikan cairan dextrose dan natrium bikarbonat (4:1). Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi langsung dengan pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2% secara perlahan-lahan
Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 1-3 g/kg/BB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu formula b. Terapi oksigen (intra nasal, bubble CPAP, ventilator)
2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim Edukasi dan Pencegahan Upaya pencegahan MAS pada tahap pranatal adalah:
Identifikasi kehamilan risiko tinggi yang dapat menyebabkan insufisiensi uteroplasenta dan hipoksia janin, yaitu: o Ibu dengan preeklampsia atau hipertensi o Ibu dengan penyakit respiratorik atau kardiovaskular kronik o Ibu yang memiliki janin dengan pertumbuhan terhambat o Kehamilan post-matur 30
o Perokok berat
Pemantauan janin secara ketat. Tanda distres janin, yaitu ketuban bercampur mekonium dengan ruptur membran, takikardi janin, atau deselerasi harus ditindaklanjuti segera.
Amnioinfusion. Larutan salin normal dimasukkan ke dalam rahim lewat serviks pada ibu dengan cairan ketuban bercampur mekonium dan deselerasi laju jantung bayi.
SKDI 3B : Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
31
B. Bayi Berat Lahir Rendah Definisi Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction).
Klasifikasi a) Menurut harapan hidupnya 1. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram. 2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram. 3. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000 gram. b) Menurut masa gestasinya 1. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK). 2. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).
Etiologi 1. Faktor ibu 1) Penyakit
Mengalami
komplikasi
perdarahan antepartum, infeksi kandung kemih. 32
kehamilan, preeklampsi
seperti berat,
anemia, eklampsia,
Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
Kejadian rendah.
tertinggi Hal ini
pada
golongan
dikarenakan
sosial
keadaan
ekonomi gizi
dan
pengawasan antenatal yang kurang.
Aktivitas fisik yang berlebihan
Perkawinan yang tidak sah
2. Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar. 3. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini. 4. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal
di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat
beracun.
Patofisiologi dan pathogenesis Bayi premature pada umumnya relatif kurang mampu untuk bertahan hidup karena struktur anatomi atau fisiologi yang imatur dan fungsi biokimianya belum bekerja seperti bayi yang lebih tua.
33
Kekurangan tersebut berpengaruh terhadap kesanggupan bayi untuk mengatur dan memperthankan suhu badannya dalam batas normal. Bayi resiko tinggi lain juga dapat mengalami kesulitan yang sama karena hambatan atau gangguan pada anatomi, fisiologi, dan fungsi biokimia berhubungan dengan adanya kelainan atau penyakit yang diderita. Bayi premature dan imatur tidak dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal, karena pusat pengaturan suhu pada otak yang belum matur, kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat sebagai sumber kalori.
Manifestasi klinis a) Berat kurang dari 2500 gram b) Panjang kurang dari 45 cm c) Lingkar dada kurang dari 30 cm d) Lingkar kepala kurang dari 33 cm e) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang f) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu g) Kepala lebih besar h) Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang i) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya j) Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada lengan dan sikunya k) Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea l) Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap, telapak kaki halus. m) Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah. n) Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit
Tatalaksana
34
Menurut Pantiawati (2010), pelaksanaan pada bayi berat lahir rendah adalah: a) Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal : ·
Membersihkan jalan napas.
·
Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat.
·
Membersihkan badan bayi dengan kapas baby oil.
·
Memberikan obat mata.
·
Membungkus bayi dengan kain hangat.
·
Pengkajian keadaan kesehatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah.
b) Medikamentosa Pemberian vitamin K1 : ·
Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
·
Per oral 2 mgsekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10, dan umur 4-6).
c) Diatetik Pemberian nutrisi yang adekuat : ·
Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit demi sedikit.
·
Apabila bayi belum bisa meneteki pemberian ASI.
·
Apabila bayi belum ada reflek mengisap dan menelan harus dipasang siang penduga/sonde fooding Bayi prematur atau Bayi Baru Lahir Sangat Rendah
mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama :
35
(1)
Apabila bayi mendapatkan ASI, pastikan bayi menerima
jumlah yang cukup dengan cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali. (2) Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu. d) Suportif 1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara : (1)
Membungkus bayi dengan menggunakan selimut bayi
yang dihangatkan terlebih dahulu. (2) Menidurkan bayi didalam incubator buatan yaitu dapat dibuat dari keranjang yang pinggirnya diberi penghangat dari buli-buli panas atau botol yang diisi air panas. Buli-buli panas atau botol-botol ini disimpan dalam keadaan berdiri tutupnya ada di sebelah atas agar tidak tumpah dan tidak mengakibatkan luka bakar pada bayi. Buli-buli panas aatau botol ini pun harus dalam keadaan terbungkus, dapat menggunakan handuk atau kain yang tebal. Bila air panasnya sudah dingin ganti airnya dengan air panas kembali. 2. Suhu lingkungan bayi harus dijaga : (1) (2)
Kamar dapat masuk sinar matahari. Jendela dan pintu dalam keadaan tertutup untuk
mengurangi hilangnya panas dari tubuh bayi melalui proses radiasi dan konveksi. (3)
Lampu sorot/ belajar yang jaraknya 30 cm
3. Badan bayi harus dalam keadaan kering. 4. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
36
5. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin. 6. Ukur suhu tubuh dengan berkala. 7. Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah : 1) Jaga dan pantau patensi jalan nafas. 2) Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit. 8. Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermi, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia). 9. Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya. 10. Anjurkan
ibu
untuk
tetap
bersama
bayi.
Bila
tidak
memungkinkan, biarkan ibu berkunjungan setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui. e) Pemantauan (Monitoring) a) Pemantauan saat dirawat (1) Terapi (a) Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan. (b) Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu. (2) Tumbuh Kembang (a) Pantau berat badan bayi secara periodic. (b) Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir <1500). (c) Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari. b) Pemantauan setelah pulang
37
c)
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui
perkembangan bayi dan mencegah/mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut: (1)
Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan
setiap bulan untuk memantau perkembangan pada bayi tersebut. (2)
Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar
kepala. (3)
Tes perkembangan, Denver development screening test
(DDST). (4)
Awasi adanya kelainan bawaan.
(5). Mengajarkan ibu/orang tua cara: Membersihkan jalan napas dengan
cara
membersihkan
bagian
hidung
bayi
dengan
menggunakan cutton but yang steril dan sebelum membersihkan tesebut ibu harus mencuci tangan dengan bersih lalu membersihkan hidung bayi dengan lembut. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara melindungi bayi tetap berada di ruangan yang hangat dan dalam dekapan ibu dengan tehnik mother care, mencegah terjadinya infeksi pada bayi pada saat pemberian asi atau pada saat membersihkan jalan nafas. (6) Menjelaskan pada ibu (orang tua) : Pemberian ASI, Makanan bergizi bagi ibu dan Mengikuti program KB segera mungkin (7) Observasi keadaan umum bayi selama 3 hari, apabila tidak ada perubahan atau keadaan umum semakin menurun bayi harus dirujuk ke rumah sakit. Berikan penjelasan kepada keluarga bahwa anaknya harus dirujuk ke rumah sakit.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain : 1. Pemeriksaan
skor
ballard
merupakan
penilaian
yang
menggambarkan reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk mengetahui apakah bayi itu prematuritas atau maturitas
38
2. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan merupakan tes pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa mens terakhirnya. 3. Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah. 4. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk melihat bayi lahir tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau dapat / diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
Komplikasi a. Hipotermi Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil yaitu 36 C sampai dengan 37 C. Segerah setelah lahir bayi di harapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberikan pengaru pada kehilangan panas tubuh bayi, hipotemi dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan anas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf pengatur
suhu
tubuh,
permukaan
tubuh
relatif
lebih
besar
dibandingkan dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas. Tanda klinis hipotermi : Suhu tubuh dibawah normal, kulit dingin, akral dingin, dan sianosis. b. Hipoglikemia Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukan bahwa hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50 % pada bayi matur : Glokosa merupakan sumber utama energi selama masa janin, glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa, bayi ateren dapat mempertahankan kadar gula darah 50 – 60 mg/dL selama 72 jam pertama, bayi berat lahir rendah
39
dalam kadar 40 mg/dL. Ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi, Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan kurang dari 20 mg/Dl. Tanda klinis hipoglikemia : gemetar atau tremor, sianosis, apatis, kejang, tangisan lemah atau melengking, kelumpuhan atau letergi, kesulitan minum, terdapat gerakan putar mata, keringat dingin, hipotermia, gagal jantung dan henti jantung. c. Perdarahan intracranial Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma lahir, disseminated
intravascular
coagulopathy
atau
trombositopenia
idiopatik, Matriks germinal epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama kehidupan. Tanda klinis perdarahan intracranial : 1) Kegagalan umum untuk bergerak normal 2) Refleks moro menurun atau tidak ada 3) Tonus otot menurun 4) Letargi 5) Pucat (anemis) dan sianosis 6) Apneu 7) Kegagalan menetek dengan baik 8) Muntah yang kuat 9) Tangisan bernada yang tinggi dan tajam d. Penyakit yang diderita nantinya : 1) Hiperaktivitas 2) Kesulitan interaksi sosial, komunikasi karena rasa malu yang besar 3) Gangguan penglihatan 4) Mengalami kelumpuhan Prognosis Ad Vitam : bonam
40
SKDI 3B : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan tambahan, mampu menatalaksana awal serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
41
C. Ketuban Pecah Dini Definisi Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of The Membrane (prom) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. bila periode laten terlalu pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak.. Selaput janin dapat robek dalam kehamilan: a. Spontan karena selaputnya lemah atau kurang terlindung karena cervix terbuka (cervix yang inkompelent). b. Karena trauma, karena jatuh, coitus atau alat-alat. c. Insiden menurut Eastman kira-kira 12% dari semua kehamilan.
Gejala klinis a. Air ketuban mengalir keluar, hingga rahim lebih kecil dari sesuai
dengan tuanya kehamilan konsistensinya lebih
keras. b. Biasanya terjadi persalinan c. Cairan: hydroohoea amniotica Patogonesis 1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit : Pielonefritis, Sistitis, Servisitis, dan Vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotililtas rahim ini. 2. Ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban) 3. Infeksi (amnionitas) (Khorioamnionitis) 4. Faktor-faktor lain merupakan predis posisi adalah: multipara, malposisi, disproporsi, cervik incompeten dll.
42
5. Artifisal (ammoniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.
Cara menentukan ketuban pecah dini a. Adanya cairan berisi mekoneum, verniks koseso, rambut lanugo dan kadang kala berbau kalau sudah infeksi b. Inspekula : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis serisis dan bagian yang sudah pecah. c. Lakus (litmus) -
jadi biru (basa) air kertuban
-
jadi merah (asam) air kemih (urine)
d. Pemeriksaan pH forniks posterior pada prom [H e. Pemeriksaan hispatologi air (Ketuban)
Pengaruh Ketuban Pecah Dini a) Pengaruh terhadap janin Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi karena infeksi
intrauterine
lebih
duluan
terjadi
(amnionitis,Vakulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal. b) Pengaruh terhadap ibu Karena jalan telah terbuka antara lain akan dijumpai Infeksi intrapartal apalagi bila terlalu sering di periksa dalam,
Infeksi
peurperalis
(nifas),
Peroitonitis
dan
septikemi. Dry-labor Ibu akan jadi lelah, lelah terbaring di tempat tidur, partus akan jadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat, dan nampak gejala infeksi. Jadi akan meninggikan angka kematian dan angka mobilitas pada ibu. ( PROF. DR. RUSTAM MOCHTAR, MPH )
43
Penilaian Klinik 1. Tentukan pecahnya selaput ketuban. Di tentukan dengan adanya cairan ketuban dari vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan test lakmus (mitrazin test) merah menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin. 2. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan USG 3. Tentukan ada tidaknya infeksi :suhu ibu lebih besar atau sama dengan 38o C, air ketuban yang keluar dan berbau, janin mengalami takhikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterine 4. tentukan tanda-tanda inpartu: kontraksi teratur, periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (erminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik.
Manajemen a. Kalau kehamilan sudah aterm dilakukan induksi b. Kalau anak premature
diusahakan supaya kehamilan dapat
berlangsung terus, misalnya dengan istirahat dan pemberian progesteron. c. Kalau kehamilan masih sangat muda (dibawah 28 minggu) dilakukan induksi d. Mempertahankan kehamilan supaya bayi lahir (berlangsung +/72 jam) e. Pantau
keadaan
umum
itu,
tanda
vital
dan
distress
janin/kelainan lainnya pada ibu dan pada janin f. Observasi ibu terhadap infeksi khorioamnionitis sampai sepsis g. KIM terhadap ibu dan keluarga, sehingga dapat pengertian bahwa
tindakan
mendadak
mungkin
ditambah
pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
44
dengan
h. Bila tidak terjadi his spontan dalam 24 jam atau terjadi komplikasi lainnya, rujuk ibu segera ke fasilitas yang lebih tinggi.
Menejemen konsevatif a. Rawat di rumah sakit b. Berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari). c. Jika umur kehamilan kurang dari 32-34 minggu, dirawat selama air kertuban tidak keluar lagi . d. Jika usia kehamilan 32-7 minggu belum importu, tidak ada infeksi, tes busa negatif, beri deksametason, obserfasi tandatanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah importu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksometason dan induksi sesudah 24 jam f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi g. Nilai tanda - tanda infeksi ( suhu, tanda-tanda infeksi intrauteri ) h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan lakukan kemungkinan kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu dosis bertambah 12 mg per hari dosis tunggal selama 2 hari, deksamatason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
45
Menejemen aktif a. Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal SC dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan di akhiri. - Bila skor pelvik kurang dari 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan SC. - Bila skor pelvik lebih dari 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
Tatalaksana LEBIH DARI SAMADENGAN 37
KETUBAN PECAH
INFEKSI
-
MINGGU
TIDAK ADA INFEKS
INFEKSI
INFEKSI
Berikan
Amoksilin +
Berikan
Lahirkan Bayi
Penisilin,
Eritromisin
Penisilin
Berikan
Gentamisin
untuk 7 hari
Gentanisin Dan
Penisilin atau
Metronizadol
Ampicilin
Dan Metronidaz ol Steroid untuk -
TIDAK ADA
Lahirkan
pematangan
Bayi
paru
Lahirkan Bayi
46
Anti biotika setelah persalinan Profilaksi Stop antibiotika
Infeksi Lanjutkan untuk 24-48
Tidak ada infeks Tidak perlu antibiotic
jam setelah bebas panas ( SARWONO PRAWIROHARJO, 2001 )
47
D. Infeksi Neonatal Definsi Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum akibat sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan ketuban pecah dini. a) Intrauterine I.
Transplasenta
Trimester pertama
: TORCH
Trimester kedua
: sifilis
Trimester ketiga
:
virus,
bakteri,
protozoa II.
Infeksi asending Setelah rupture membrane kuman di jalan lahir masuk Pathogen
:
streptococcus
Esch.coli, beta
Klebsiella,
haemoluticus,
grup
B
grup
A
streptococcus, staphylococcus, enterococcus fecalis, pneumonas proteus.
b) Intrapartum Pathogen :
Herpes simples, Neisseria GO, hepatitis B, Grup B streptococcus
Chlamydia trachomatis
Candida albicans, HIV
c) Pascapartum Nasokomial :
Bakteria : salmonella, shigella, anaerobic bacteria, pseudomonas
48
Virus
Fungal : candida albicans
: rotavirus, RSV, adenovirus
Faktor Resiko Factor maternal : 1. Factor maternal dari sepsis (demam, WBC tinggi, uterus tegang nyeri, cairan ketuban keruh) 2. PROM 3. Durasi labor > 12 jam 4. Fregment vaginal examination 5. Adanya gawat janin atau kelahiran asfiksia Neonatal sepsis
Penyakit pada bayi umur kurang dari 1 bulan
Demam
Positif kultur darah
Dapat mengakibatkan kerusakan otak (meningitis, syok septic, atau hipoksemia), kerusakan organ (paru paru, hati, tungkai, sendi)
Early onset
Late onset
≤ 72 jam
> 72
Didapat dari ibu
Didapat dari lingkungan
Transmisi vertical dari ibu ke
Didapat dari nasokomial atau
anak
RS
Factor resiko early onset sepsis : 1. PROM > 18 jam 2. Maternal korioamnionitis 3. Cairan amnion yang bau 4. Ditangani oleh bidan yang tidak terlatih
49
5. Infeksi maternal urinary tract 6. Premature labor Korioamnionitis Demam maternal ≥ 380C Uterine tenderness Leucocytosis Fetal takikardi Factor resiko late onset sepsis : 1. Prematuritas / SGA 2. Di RS 3. Prosedur yang invasive 4. Kontak dengan orang yang terkena penyakit infeksi 5. Tidak minum ASI 6. Higienitas nuruk di NICU Diagnosis A. Tanda klinis dan gejala B. Tes labor
Kultur bakteri pathogen
Tes labor lainnya
Tanda klinis :
Respiratory distress 90%
Apnea
Temperature tidak stabil
Hipoaktif
Iritabilitas
Poor feeding
Distensi abdominal
Hipotensi, syok, purpura, seizures
50
Tes labor :
Kultur untuk mengidentifikasi bakteri pathogen (darah, csf, urin, dll)
Tes hematologic ( WBC, platelet, LED)
Tes lain : CRP
A. Kultur darah
Gold standard untuk diagnoss bakteremia
Bayi dengan factor resiko dan tanda klinis sepsis tetapi kultur darah negative belum tentu tidak sepsi, bias saja ; -
Ibu telah mendapat antibiotic
-
Bayi telah mendapat antibiotic
-
Volume darah yangh diambil untuk kultur darah terlalu sedikit
B. Lumbal puncture Jika sepsis makan kemungkinan meningitis sebesar 1-10%, dan bayi dengan meningitis b iasanya tidak memiliki gejala spesifik. 15% bayi meningitis memiliki kultur darah negative. C. Kultur urin Berguna untuk neonates dengan late onset D. Hematologic test WBC tinggi tidak spesifik untuk sepsis, bisa saja asfiksia. Prediksi lebih baik jika total hitung WBC < 5000/uL E. C-Reactive Protein - Fase akut : sintesis dalam 6-12 jam - Meningkat palsu pada asfiksia, MAS, PROM karena reaksi inflamasi - Tes lebih spesifik jika diulangi - Hasil negative 90% bukan sepsis Bayi dengan factor resiko sepsis tetapi terlihat tanpa gejala 1. Periksa hematologic 2. Observasi selama 48 jam 51
3. Jika ibu memiliki korioamnionitis dan kultur darah positif maka langsung beri antibiotic 4. Apabila belum menunjukkan gejala maka tunggu sampai ada gejala klinis lalu beri antibiotic Tatalaksana - Ampicillin 50 mg/kg Setiap 12 jam dalam 1 minggu pertama kehidupan Setiap 8 jam dari 2-4 minggu - Plus Gentamicin 1x1 Suspected staphylococcal infecton : -
Cloxacillin atau flucloxacillin
-
Plus gentamicin
-
Tidak mempan dengan ampicillin
Bayi tidak ada perubahan dengan antibiotic lini pertama ; -
3rd generation cephalosporin
: ceftoxime, ceftazidime
-
Untuk infeksi nasokomial
: vancomycin plus gentamicin
/ amikacin atau ceftazidime Durasi untuk pengobatan septicaemia :
Gram negative
: 14 hari
Gram positive (group B strep)
: 10-14 hari
Ulangi kultur darah 24-48 jam dari dimulainya terapi untuk melihat apakah pengobatan efektif atau tidak
52
E. Neonatal Asfiksia Definisi Ikatan Dokter Anak Indonesia Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. ACOG dan AAP
Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut:
Nilai Apgar menit kelima 0-3
Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0)
Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma)
Adanya
gangguan
sistem
multiorgan
(misalnya:
gangguan
kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).
Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia- iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.
53
Etiologi Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir.Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia. Faktor Resiko a. Demam selama kehamilan b. Perdarahan pervaginam (antepartum) c. Pembengkakan tangan, wajah atau aki d. Kejang e. Kehamilan ganda f. Bayi yang lahir dari wanita primipara g. Riwayat kematian bayi sebelumnya h. Partus lama i. Ketuban pecah dini j. Pewarnaan mekoneum pada air ketuban k. Prematuritas l. Riwayat stillbirth m. Usia terlalu muda (<20 tahun) dan terlalu tua (>40 tahun) n. Anemia (Hb<8) o. Tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin abnormal)
54
Patofisiologi Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli. Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga
55
tahanan terhadap aliran darah bekurang. Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru- parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir. Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau selama persalinan, biasanya akan menimbulkan gangguan pada aliran darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan hipoksia. Bradikardia
56
akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan oksigen atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan mengakibatkan arteriol di paru-paru tetap konstriksi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke paru-paru dan pasokan oksigen ke jaringan. Pada beberapa kasus, arteriol di paru-paru gagal untuk berelaksasi walaupun paru-paru sudah terisi dengan udara atau oksigen (Persisten Pulmonary Hypertension Newborn, disingkat menjadi PPHN). Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru- parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan
ke
arteriol
pulmonal
dan
menyebabkan
arteriol
berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena
57
kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan; takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru; dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah. Mekanisme yang terjadi pada bayi baru lahir mengalami gangguan di dalam kandungan atau pada masa perinatal Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer (gambar 1). Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa usaha bernapas megapmegap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan
harus
diberikan
untuk
mengatasi
masalah
akibat
kekurangan oksigen. Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer. Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder sebagaimana diperlihatkan dalam gambar di bawah ini (kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode hipotensi). Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun
respon
pernapasan
58
yang
ditunjukkan
akan
dapat
memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang membahayakan itu.
Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu Sumber: American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5, 2006 Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah apnu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu sekunder. Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian, segera setelah ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal peningkatan frekuensi jantung. Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positif yang adekuat, ternyata tidak memberikan respons peningkatan frekuensi jantung maka keadaan yang membahayakan ini seperti gangguan fungsi miokardium dan tekanan darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada keadaan seperti ini, pemberian kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan untuk resusitasi.
59
Manifestasi Klinis Asfiksia biasanya
merupakan
akibat hipoksia janin
yang
menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini : a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak teratur/megap-megap h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah i. Penurunan terhadap spinkters j. Pucat
Komplikasi a. Sistem Susunan Saraf Pusat Pada keadaan hipoksia aliran darah ke otak dan jantung lebih dipertahankan dari pada ke organ tubuh lainnya, namun terjadi perubahan hemodinamik di otak dan penurunan oksigenisasi sel otak tertentu yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan sel otak.Penelitian Yu, menyebutkan 8-17% bayi penderita serebral palsi disertai dengan riwayat perinatal hipoksia. Salah satu gangguan akibat hipoksia otak yang paling sering ditemukan pada masa perinatal adalah ensefalopati hipoksik iskemik (EHI). Pada bayi cukup bulan keadaan ini timbul saat
60
terjadinya hipoksia akut, sedangkan pada bayi kurang bulan kelainan lebih sering timbul sekunder pasca hipoksia dan iskemia akut. Manifestasi gambaran klinik bervariasi tergantung pada lokasi bagian otak yang terkena proses hipoksia dan iskemianya.
b. Sistem Pernapasan
- sindroma aspirasi meconium - hipertensi pulmonal - perdarahan paru - transient respiratory distress of the newborn c. Sistem Kardiovaskuler Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi miokardium yang berakhir dengan payah jantung.Disfungsi miokardium terjadi karena menurunnya perfusi yang disertai dengan kerusakan sel miokard terutama di daerah subendokardial dan otot papilaris kedua bilik jantung. Pada penelitian terhadap 72 penderita asfiksia hanya 29% bayi yang menderita kelainan jantung. Kelainan yang ditemukan bersifat ringan berupa bising jantung akibat insufisiensi katup atrioventrikuler dan kelainan ekokardiografi
khas
yang
menunjukkan
iskernia
miokardium.Kelainan jantung lain yang mungkin ditemukan pada penderita asfiksia berat antara lain gangguan konduksi jantung, aritmia, blok atrioventrikuler dan fixed heart rate. d. Sistem Urogenital Pada sistem urogenital, hipoksia bayi dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal serta kelainan filtrasi glomerulus.Aliran darah yang kurang menyebabkan nekrosis tubulus dan perdarahan medula. Dalam penelitian terhadap 30 penderita asfiksia neonatus Jayashree G, dkk.(1991) menemukan disfungsi ginjal pada 43 % bayi dengan gejala oliguria disertai urea darah >40 mg% dan kadar kreatinin darah >1 mg%.Sedangkan
61
Martin-Ancel, dkk. menemukan 42% dari 72 bayi penderita asfiksia menderita berbagai gangguan fungsi ginjal yang tercermin dari pemeriksaan klinik dan laboratorium penunjang.
e. Sistem Gastrointestinal Kelainan saluran cerna ini terjadi karena radikal bebas oksigen yang terbentuk pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan koagulasi dan hipotensi, menimbulkan kerusakan epitel dinding usus.Gangguan fungsi yang terjadi dapat berupa kelainan ringan yang bersifat sementara seperti muntah berulang, gangguan intoleransi makanan atau adanya darah dalam residu lambung sampai kelainan perforasi saluran cerna, enterokolitis nekrotikans kolestasis dan nekrosis hepar.
f. Sistem Audiovisual Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi secara langsung karena proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak langsung akibat hipoksia iskernia susunan saraf pusat atau jaras-jaras yang terkait yang menimbulkan kerusakan pada pusat pendengaran dan penglihatan. Johns ,dkk. pada penelitian terhadap 6 bayi prematur yang menderita kelainan jantung bawaan sianotik, 3 bayi di antaranya menderita retinopati. Retinopati yang ditemukan ternyata tidak hanya karena peninggian tekanan oksigen arterial tetapi pada beberapa penderita disebabkan oleh hipoksemia yang menetap.Selain retinopati, kelainan perdarahan retina dilaporkan pula pada bayi penderita perinatal hipoksia. Penelitian Luna (1995) yang memeriksa secara berkala (antara usia 1 sampai 36 bulan) ketajaman dan lapangan penglihatan 66 bayi penderita asfiksia, menemukan bahwa nilai ketajaman serta luas lapangan penglihatan bayi prematur lebih rendah dan lebih sempit bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan normal. Gangguan ketajaman dan lapangan penglihatan tersebut semakin
62
nyata apabila bayi juga menderita kelainan susunan saraf pusat seperti
perdarahan
intraventrikuler
atau
leukomalasi
periventrikuler. Penelitian jangka panjang dengan alat brainstem auditory evoked responses yang dilakukan pada bayi dengan riwayat asfiksia, menemukan gangguan fungsi pendengaran pada sejumlah bayi. Selanjutnya dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa kelainan pendengaran ditemukan pada 17,1% bayi pasca asfiksia yang disertai gangguan perkembangan otak, dan 6,3% pada penderita tanpa gangguan perkembangan otak.
Penegakan Diagnosis a. Anamnesis :factor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum b. Pemeriksaan Fisik
- Bayi tidak bernafas atau menangis - Denyut jantung kurang dari 100x/menit
- Tonus otot menurun
- Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi
- BBLR c. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat:
- PaO2 < 50 mm H2O
- PaCO2 > 55 mm H2
- pH < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif,
63
pemeriksaan
penunjang
diarahkan
pada
kecurigaan
komplikasi, berupa :
- Darah perifer lengkap - Analisis gas darah sesudah lahir - Gula darah sewaktu - Elektrolit darah (Kalsium, Kalium)
- Ureum kreatinin - Laktat - Pemeriksaan radiologi/foto dada - Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi
- Pemeriksaan USG Kepala - Pemeriksaan EEG - CT scan kepala
Tatalaksana
64
atas
VI. KERANGKA KONSEP
KPD
Infeksi asenden
Hipertensi maternal
Sirkulasi uteroplasenta menurun
BBLR
chorioamnionitis Hipoksia Sepsis neonatal
Tanda-tanda sepsis :
Relaksasi sfingter ani fetal
-hipoaktif -takipneu -refleks hisap menurun -adanya mekonium
Aspirasi mekonium ke paru paru 65
MAS
Retraksi sela iga
Sulit bernafas
Grunting (merintih)
asfiksia
takikardia
takipnea
sianosis
hipotermia
BAB III PENUTUP I.
KESIMPULAN Seorang bayi laki laki baru lahir aterm dengan berat badan lahir rendah dan asfiksia mengalami respiratory distress syndrome et causa meconium
aspiration
syndrome
dengan
bronkopneumonia, disertai sepsis neonatal.
66
diagnosis
banding
DAFTAR PUSTAKA Alatas H, Hasan R (ed), 2008. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan Infomedika, Jakarta. Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 1 Edisi 15. ECG : Jakarta. 2000. h. 600-601. Beckmann, Charles (2010). Obstetrics and Gynecology, 6e. Baltimore, MD: Lippincott Williams
& Wilkins. pp. Chapter 22: Premature Rupture of
Membranes, pg 213–216. ISBN 978- 0781788076. Gereige, R. S. dan P. M. Laufer. 2013. Pneumonia. Pediatrics in Review. 34(10): 438-455 Green, R. J. dan J. M. Kolberg. 2016. Neonatal pneumonia in sub-Saharan Africa. Pneumonia. 8(3): 1-6.
67
Hartono, Poedjo. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini.
Perkumpulan
Obstetri
dan
Ginekologi
Indonesia
Himpunan
Kedokteran Feto Maternal.
Irwanto, 2017. Asfiksia pada Bayi Baru Lahir dan Resusitasi. Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada,https://www.researchgate.net/publication/319661900_Asfiksia_pa da_Bayi_Baru_Lahir_dan_Resusitasi, diunduh pada 26 Februari 2019 pukul 19.58 WIB Manuaba (2009). Buku ajar patologi obstetri untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta: EGC. Morgan. Geri. (2009). Obstetri Genekologi Praktik. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran, EGC. Ranjit S. Acute respiratory failure and oxygen therapy. Indian J Pediatr 2001. 2001;68(3):249-55. Roca, M., A. Verduri, L. Corbetta, E. Clini, L. M. Fabbri dan B. Beghe. 2013. Mechanisms of acute exacerbation of respiratory symptoms in chronic obstructive pulmonary disease. Eur J Clin Invest. 43 (5): 510–521 Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak,UNPAD, Bandung: 2005. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . Bandung: 2005. Prambudi, R. 2013. Prosedur Tindakan Neonatusi. Dalam; Neonatologi Praktis. Anugrah Utama Raharja. Cetakan Pertama. Bandar Lampung, hal. 115–31. Prawirohardjo, Sarwono. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Pudjiadi, Antonius H.. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. http://www.idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf, diakses pada 25 Februari 2019. Sarkar, M., N. Niranjan, P. K. Banyal. 2017. Mechanisms of hypoxemia. Lung India. 34: 47-60
68
Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan
Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-680.
Tobing, Ramona. 2004. Kelainan Kardiovaskular pada Sindrom Gawat Nafas Kelainan Kardiovaskular pada Sindrom Gawat Nafas Neonatus. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, file:///C:/Users/User/Downloads/907-2090-1SM%20(1).pdf, diunduh pada 25 Februari 2019 pukul 18.51 WIB Whaley, & Wong. (2006). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . Jakarta : EGC. Wood DW, Downes' JJ, Locks HI. A clinical score for the diagnosis of respiratory failure. Amer J Dis Child. 1972;123:227–229.
69