Skenario 1 Endokrin Wu.docx

  • Uploaded by: Nerissa Rahadian
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skenario 1 Endokrin Wu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,143
  • Pages: 52
SKENARIO 1 PENGLIHATAN TERGANGGU

Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan. Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m², lingkar perut 108 cm. kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan Monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Indeks 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan pendarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setetlah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan nefropati. Pasien juga di berikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

1

KATA-KATA SULIT 1. Insulin Hormon alami berupa hormon polipeptida yang diproduksi oleh organ pancreas (selsel beta), yang berfungsi dalam mengatur metabolisme karbohidrat dan tingkat gula darah (glukosa) dalam tubuh 2. Pemeriksaan Monofilament Semmes Weinstein Pemeriksaan untuk mengidentifikasi pasien berisiko komplikasiextremitas bawah dalam pengaturan klinis 3. Ankle Brachial Index Pengukuran tekanan darah di kaki dan tangan, lalu dibandingkan 4. Funduskopi Pemeriksaan untuk melihat fundus oculi 5. Mikroaneurisma Aneurisma atau dilatasi pada pembuluh darah kecil 6. Neuropati Gangguan saraf yang menyebabkan nyeri pada tubuh 7. Mikroangiopati Akumulasi lipid dan gumpalan darah pada pembuluh darah kecil 8. Makroangiopati 2

Akumulasi lipid dan gumpalan darah pada pembuluh darah besar 9. HbA1c Zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan monoglobulin yang menggambarkan konsentrasi gula darah rata-rata selama 1-3 bulan

BRAINSTORMING 3

1. Mengapa telapak kaki kesemutan dan nyeri? 2. Mengapa kulit pada pasien teraba kering? 3. Mengapa pada pemeriksaan didapatkan protein urin tinggi? 4. Mengapa terdapat bintik gelap pada penglihatan dan lingkaran hitam pada pasien DM? 5. Mengapa terdapat perdarahan pada retina dan mikroaneurisma? 6. Bagaimana cara insulin mengontrol glukosa darah? 7. Mengapa harus dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa? 8. Mengapa pasien DM dianjurkan untuk berolahraga dan jenis olahraga apa yang dianjurkan untuk pasien? 9. Apa hubungannya diabetes mellitus dengan usia?

JAWABAN 1. Karena peningkatan glukosa darah, maka terjadi gangguan antara listrik pada serabut saraf perifer dan pembuluuh darah kapiler, sehingga sel saraf tidak mendapatkan sirkulasi. 2. Karena ada penumpukan glukosa yang menyebabkan hiperosmolaritas sehingga terjadi peningkatan tekanan dari jaringan ke pembuluh darah, maka PD pecah dan terjadi iskemik. 3. Karena hiperglikemik bisa menyebabkan glomerulus sclerosis sehingga protein urin dapat keluar dari urin. 4. Penyebab penglihatan terganggu dan terkadang terlihat bintik gelap dan lngkaran cahaya hitam yaitu karena ada penumpukan glukosa yang menyebabkan hiperosmolaritas sehingga terjadi peningkatan tekanan dari jaringan ke pembuluh darah, maka PD pecah dan terjadi iskemik. Contohnya kulit jadi kering. 5. Karena peningkatan glukosa darah, maka terjadi gangguan antara listrik pada serabut saraf perifer dan pembuluh darah perifer, sehingga sel saraf tidak mendapatkan sirkulasi. 6. Peningkatan glukosa darah akan merangsang sintesis insulin sehingga menghambat gluconeogenesis dan merangsang glukogenesis. 7. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dan menegakkan diagnosis.

4

8. Pasien DM sering dikaitkan dari penyebab obesitas dan lifestyle yang tidak baik, sehingga dianjurkan untuk olahraga untuk menurunkan berat badan sampai yang ideal dan untuk gaya hidup (pola makan) yang seimbang. Dianjurkan untuk melakukan senam diabetes. 9. - Semakin tua fungsi pancreas maka semakin menurun kerja hormone -

perubahan hormonal

-

perubahan pola makan dan komposisi tubuh

SASARAN BELAJAR 5

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas 1.1 Makroskopik 1.2 Mikroskopik 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin 3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Mellitus 3.1 Definisi 3.2 Klasifikasi 4. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Mellitus Tipe 2 4.1 Definisi 4.2 Etiologi 4.3 Epidemiologi 4.4 Patofisiologi 4.5 Manifestasi Klinis 4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding 4.7 Tatalaksana 4.8 Komplikasi 4.9 Prognosis 4.10

Pencegahan

5. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik 6. Memahami dan Menjelaskan Gizi Terhadap Pasien Diabetes Mellitus 7. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Agama Islam Terhadap Makanan yang Halal & Thoyyiban

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas 1.1 Anatomi Makroskopis 6

http://www.buzzle.com/images/diagrams/human-body/anatomy-of-pancreas.jpg Memiliki struktur lunak dan berlobus, berada pada abdomen di region epigastrium.Terdiri atas 4 bagian : a. Caput

: cakram, pada bagian cekung duodenum, meluas kekiri dan di

belakang a.v. mesenterica

superior

dan

terdapat

processus uncinatus b. Collum

: terletak didepan pangkal v. porta dan a. mesenterica superior

c. Corpus

: berjalan ke atas dan kekiri menyilang garis tengah

d. Cauda

: menuju Lig. Lienorenalis menuju ke hilus limpa

Batas – Batas a. Anterior

: dari kanan ke kiri colon trasnversum, mesocolon trasnversum,

bursa omentalis, gaster b. Posterior : dari kanan ke kiri, ductus choledocus, v. porta, v. lienalis, v. cava inferior, aorta, pangkal a. mesenterica superior, m. psoas sinistra, glandula suprarenalis sinistra, renal sinistra & hilus lienalis

7

https://s-media-cacheak0.pinimg.com/736x/5e/1b/4d/5e1b4d170b5e4efdabc89587e2b32ec9.jpg Perdarahan Arteri Lienalis dan Arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior. Vena Lienalis, V. Pancreaticoduodenalis superior dan inferior yang bermuara ke vena porta hepatica. Persarafan Dipersarafi oleh N.X (Vagus) sifatnya

simpatis

dan

parasimpatis Saluran Kelenjar Pankreas a. Ductus

pancreaticus

mayor (Wirsungi) b. Ductus

pancreaticus

minor/accesorius (Santorini) http://www.nejm.org/na101/home/literatum/publisher/mms/journals/content/ nejm/1994/nejm_1994.330.issue17/nejm199404283301706/production/images/medium/nejm1994042833017 06_f1.gif 8

2.1 Anatomi Mikroskopis

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : (1) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. (2) Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi mensekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50μ, sedangkan yang terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225μ. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta. Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ. Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, Sloane (2003) : a. Sel α, jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity. b. Sel ß mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah. c. Sel δ mensekresi somatostatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang menghambat sekresi glukagon dan insulin. d. Sel γ mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang tidak jelas. 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin a. Sintesis insulin 9

Insulin merupakan hormone yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh beta kelenjar pancreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintetis kemudian diekskresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul prekusor yang lebih besar. Angkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Penyusunan proinsulin, yang dimulai dari bagian terminal amino, adalah rantai B – peptide C penghubung rantai A. molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide tapakspesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dalam jumlah yang seimbang dan disekresikan dari granul sekretorik pada sel beta pancreas.

Glucose GLUT-2

Glucose

K+ channel shut

Ca2+ Channel Opens

K+ ↑↑

Glucose-6-phosphate ATP

Depolarization of membrane

Insulin Release

  Insulin + C peptide Cleavage enzymes

Proinsulin

Glucose signaling B. cell

preproinsulin Preproinsulin Insulin Synthesis

Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi Glukosa ( Kramer,95 )

b. Sekresi insulin Glukosa merupakan kunci regulator sekresi insulin oleh sel beta pancreas, walaupun asam amino, keton dan nutrient lainnya juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa > 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sintesis insulin. Glukosa merangsang sekresi insulin dengan masuk ke dalam sel beta melalui transporter GLUT-2. Selanjutnya dalam sel, glukosa mengalami proses fosforilasi oleh enzim glukokinase dan glikolisis yang akan membebaskan molekul ATP. 10

Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat pada membrane sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membrane sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membrane sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga meningkatkan kadar ion Ca intrasek, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan. Aktivasi penutupan K channel terjadi tidak hanya disebabkan oleh ransangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, teteapi juga dapat oleh pengaruh beberapa factor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut (biasanya tergolong obat diabetes), bekerja mengaktivasi K channel tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, tapi pada reseptor tersendiri yang disebut sulphonilurea eceptor (SUR), yang juga terdapat pada membrane sel beta. c. Aksi insulin Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2. 11

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali kesuasana semula. d. Mekanisme kerja insulin 1.

Efek pada karbohidrat Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat : 

Insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel. Beberapa jaringan yang tidak tergantung insulin yaitu otak, otot yang aktif, hati. 12



Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot maupun hati



Insulin menghambat glikogenolisis , penguraian glikogen menjadi glukosa (glukagon) . dengan menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa oleh hati



Insulin menghambat glukoneogenesis untuk menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati.

Dengan dua cara :  Menurunkan jumlah asam amino didalam darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis  Menghambat enzim – enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino menjadi glukosa 2. Efek pada lemak Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan mendorong pembentukan trigliserida 

Insulin meningkatkan transportasi glukosa kedalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekusor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol , yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida



Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan asam lemak dari turunan glukosa



Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah kedalam sel jaringan adiposa



Insulin menghambat lipolisis , sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah

Efek efek itu mendororng pengeluaraan glukosa dan asam lemak dari darah dan meningkatkan penyimpanan keduanya sebagai trigliserida 3. Efek pada protein Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai berikut : 

Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah kedalam otot dan jaringan lain, efek ini menurunkan kadar asam amino 13

dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sistesis protein didalam sel 

Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino kedalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein didalam sel



Insulin menghambat penguraian protein

Akibat kolektif efek ini adalah efek anabolik protein . karena itu, insulin esensial bagi pertumbuhan normal Biokimia insulin Insulin adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel beta pancreas dan merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B., yang saling dihubungkan oleh dua jembatan disulfide antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfide intra-rantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. Lokasi ketiga jembatan disulfide ini selalu tetap dan rantai A serta B masinbg-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino pada sebagian besar spesies. Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar. Rangkaian pre- yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna

reticulum endoplasma dan kemudian

dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide yang tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah ekuimolar.

3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Mellitus 9.1 Definisi 14

Diabetes melitus adalah gangguan kronis metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.

Insuffisiensi relatif atau absolut dalam respon sekretorik indulin

diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian karbihidarat (glukosa), merupakan gambaran khas pada diabetes melitus, demikian juga dengan hiperglikemia yang terjadi. DM merupakan penyakit

metabolik

yang ditandai

dengan

timbulnya

hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Hal ini terkait dengan kelainan pada karbohidrat, metabolism lemak dan protein (Palaian, et al., 2005). Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik DM lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan system vaskular (Cavallerano, 2009) 9.2 Klasifikasi Klasifikasi DM menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 dan Departement of Health and Human Service USA (2007) terbagi dalam 3 bagian yaitu Diabetes tipe 1, Diabetes tipe 2, dan Diabetes Gestational. Namun, menurut American Diabetes Association (2009), klasifikasi DM terbagi 4 bagian dengan tambahan Pra‐ Diabetes. Menurut American Diabetes Association 2005 (ADA 2005) klasifikasi diabetes melitus, yaitu: 1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) Melalui proses imunologik
Bentuk diabetes ini merupakan diabetes tergantung insulin, biasanya disebut sebagai juvenile onset diabetes. Hal ini disebabkan karena adanya destruksi sel beta pankreas karena autoimun. Kerusakan sel beta pankreas bervariasi, kadang-kadang cepat pada suatu individu dan kadang-kadang lambat pada individu yang lain. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah terjadi ketoasidosis. Pada diabetes tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Sebagai marker terjadinya destruksi sel beta pankreas adalah autoantibodi sel pulau langerhans dan atau aoutoantibodi insulin dan autoantibodi asam glutamate dekarboksilase sekitar 85-90 % terdeteksi pada diabet tipe ini. Diabetes melitus autoimun ini terjadi akibat pengaruh genetik dan 15

faktor lingkungan.
b. Idiopatik
Terdapat beberapa diabetes tipe 1 yang etiologinya tidak diketahui. Hanya beberapa pasien yang diketahui mengalami insulinopenia dan cenderung untuk terjadinya ketoasidosis tetapi bukan dikarenakan autoimun. Diabetes tipe ini biasanya dialami oleh individu asal afrika dan asia.
 DM tipe 1 merupakan bentuk DM parah yang sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang‐kandang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non‐obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi darah, glukagon plasma meningkat dan sel‐sel ß pankreas gagal merespons semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu diperlukan pemberian insulin eksogen untuk

memperbaiki

katabolisme,

menurunkan

hiperglukagonemia

dan

peningkatan kadar glukosa darah (Karam, 2002). Gejala penderita DM tipe 1 termasuk peningkatan ekskresi urin poliuria), rasa haus (polidipsia), lapar, berat badan turun, pandangan terganggu, lelah, dan gejala ini dapat terjadi sewaktu‐ waktu (tiba‐tiba) (WHO, 2008). 2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Melitus (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
 Pada penderita Diabet Mellitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk kedalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin ( reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah ) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset diabetes mellitus tipe ini perlahan lahan karena itu gejalanya tidak terlihat ( asimtomatik ). Adanya resistensi yang terjadi perlahan lahan akan mengakibatkan pula kesensitifan akan glukosa perlahan-lahan berkurang. Oleh karena itu, diabetes tipe ini sering terdiagnosis 16

setelah terjadi komplikasi. Komplikasi yang terjadi karena ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat antibiotik oral. 

DM tipe 2 merupakan bentuk DM yang lebih ringan, terutama terjadi pada orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya penyebab gangguan kerja insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada DM tipe ini dan sebagian besar pasien dengan DM tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi respons sel ß pankreas terhadap glukosa (Karam, 2002). Gejala DM tipe 2 mirip dengan tipe 1, hanya dengan gejala yang samar. Gejala bisa diketahui setelah beberapa tahun, kadang‐kadang komplikasi dapat terjadi. Tipe DM ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan anak‐anak yang obesitas.

3. Diabetes Melitus Tipe Lain
 

Defek genetik fungsi sel beta (MODY – Maturity Onset Diabetes of the Young):
 Kromosom 12, HNF-1α
 Kromosom 7, glukokinase
 Kromosom 20,HNF-4 α
 Kromosom 13, insulin promoter factor
 Kromosom `17, HNF-1β
 Kromosom 2, Neuro D1
 DNA Mitokondria



Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A, leprechaunism, Sindrom Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik



Penyakit Eksokrin Pankreas (suatu kelenjar yang mengeluarkan hasil produksinya melalui pembuluh), yaitu :
 Pankreatitis (radang pada pankreas)


Trauma/pankreatektomi

(pankreas

telah

diangkat)


Neoplasma
 Fibrosis kistik
 Hemokromatosis 
 Pankreatopati
 Fibro kalkulus (adanya jaringan ikat dan batu pada pankreas)
 

Endokrinopati pertumbuhan)


:


Akromegali

Sindrom

cushing

(terlampau (terlampau

banyak

hormon

banyak

produksi

kortikosteroid dalam tubuh)
 Feokromositma (tumor anbak ginjal)
 Hipertiroidisme
 Somasostatinoma
 Aldostreroma
 

Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa




Infeksi : Rubella Kongenital
 17



Sebab imunologi yang jarang : antibodi, antiiinsulin (tubuh menhasilkan zat anti terhadap insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja memasukkan glugosa ke dalam sel)




Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolfram’s.


4. Diabetes Melitus Gestasional
 DM ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan (WHO, 2008). Wanita hamil yang belum pernah

mengalami DM sebelumnya namun

memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita DM gestationalPada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara selama masa kehamilan. Artinya kondisi intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada semester kedua dan ketiga dan umumnya hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (sekitar waktu melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk menderita penyakit DM yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. Diabetes tipe ini merupakan intoleransi karbohidrat akibat terjadinya hiperglikemia dengan berbagai keparahan dengan serangan atau pengenalan awal selama masa kehamilan. Pada wanita hamil, jumlah hormon estrogen yang dimiliki lebih banyak daripada wanita normal karena plasenta juga menghasilkan estrogen yang bekerja secara simpatis sehingga secara tidak langsung menghambat pengeluaran insulin (sehingga terjadi resistensi insulin), mengakibatkan aktivasi glukagon untuk memecah glikogen yang menyebabkan kadar gula darah pada wanita hamil meningkat. Resistensi insulin ini membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari normal. DM gestational terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan seluruh insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin, glukosa tidak dihantarkan ke jaringan untuk dirubah menjadi energi, sehingga glukosa meningkat dalam darah yang disebut dengan hiperglikemia (Anonim, 2009). Faktor risiko nya adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,riwayat keluarga dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Diabetes gestational terjadi pada 3‐5% wanita hamil (Anonim, 2009). 4.Memahami dan Menjelaskan Diabetes Mellitus Tipe 2 18

4.1 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes Melitus tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung insulin, sekresi insulin mungkin normal atau bahkan meningkat, tetapi sel sasaran insulin kurang peka terhadap hormone ini dibandingkan dengan sel normal. 4.2 Etiologi Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk

merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001). Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health : 1. Usia diatas 45 tahun Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifisitas sel-sel jaringan menurun sehinga tidak menerima insulin. 2. Obesitas atau kegemukan Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu DM. selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot dan mengganggu kerja insulin di otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu apoptosis sel beta pankreas. 3. Pola makan Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM, misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim. 19

4. Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga 15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM tipe 2 mempunya riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus) tipe 1 sebanyak 57% keluarga DM. 5. Kurang berolahraga atau beraktivitas Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan penumpukan lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM. 6. Infeksi Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga menyarang melalui reaksi autoimunitas sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. DM akibat bakteri masih belum bias di deteksi. 4.3 Epidemiologi Kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 terjadi diberbagai penjuru dunia. WHO memprediksi kenaikkan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. IDF memprediksi 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Penelitian dengan rentang tahun 1980 hingga tahun 2000 terjadi peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Penelitian di Jakarta (urban) 1,7 % pada tahun 1982, 5,7 % pada tahun 1993, 12,8 % pada tahun 2001. Data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, penduduk yang berusia < 20 tahun (jumlah 133 juta jiwa) 14,7 % dari daerah urban dan 7,2 % dari daerah rural, jadi diperkirakan 8,2 juta penyandang diabetes daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. 4.4 Patofisiologi Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut : 1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl. 2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah. 3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. 20

Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.

Patofisiologi DM (Brunner and Suddarth, 2002) : 1. Diabetes Tipe 1

21

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). 2. Diabetes Tipe II Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur. 3. Diabetes Gestasional 22

Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G. Solomon, 2005) 4.5 Manifestasi Klinis Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini : 

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya



Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu : a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan. b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl. c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl. Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah : Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996). 

Poliuri (banyak kencing) Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai

melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing. 

Polidipsi (banyak minum) Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak

karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum. 

Polipagi (banyak makan) Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi

(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah. 

Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

23

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus. 

Mata kabur Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang

disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. 4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding DIAGNOSIS Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara : 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

24

2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Kriteria diagnosis DM : 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir 2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam 3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pemeriksaan Fisik : a. Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi c. Pemeriksaan funduskopi 25

d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid e. Pemeriksaan jantung f. Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari h. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis i. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain Evaluasi Laboratoris / penunjang lain : a. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial b. A1C c. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida) d. Kreatinin serum e. Albuminuria f. Keton, sedimen, dan protein dalam urin g. Elektrokardiogram h. Foto sinar-x dada DIAGNOSIS BANDING A. Insulin Resistance Resistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. resistensi insulin umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel terhadap insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk komplikasinya. B. Hiperglikemi reaktif Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan glukosa darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yangtidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985). 26

C. Glucose intolerance Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu dari tersebut dibawah ini : 1. Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT) Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal. 2. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG) Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau berkisar 100-125 mg/dL. 4.7 Tatalaksana Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes. Adapun tujuan penatalaksaannya terbagi atas :  Jangka pendek  hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.  Jangka panjang  tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI, 2006)

1. Edukasi Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah: (PERKENI, 2006) 27



Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan



Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana



Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi



Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium



Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima



Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan



Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi



Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan



pasien dan keluarganya



Gunakan alat bantu audio visual Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian

dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang: (PERKENI, 2006)



Materi edukasi pada tingkat awal adalah: 

Perjalanan penyakit DM



Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM



Penyulit DM dan risikonya



Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan



Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain



Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)



Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia



Pentingnya latihan jasmani yang teratur



Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)



Pentingnya perawatan kaki 28





Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah: 

Mengenal dan mencegah penyulit akut DM



Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM



Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain



Makan di luar rumah



Rencana untuk kegiatan khusus



Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM



Pemeliharaan/Perawatan kaki, elemen perawatan kaki dapat dilihat pada tabel berikut: Elemen Kunci Perawatan Kaki Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus maupun neuropati perifer : 1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk pasir atau air 2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit terkelupas atau daerah kemerahan atau luka 3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya 4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoleskan krimpelembab ke kulit yang kering Edukasi perawtan kaki harus dilakukan secara teratur

2. Terapi gizi medis Prinsip pengaturan diet pada pasien DM hampir sama dengan orang normal, yaitu sangat penting menjaga asupan makanan dengan gizi seimbang dan sesuai kebutuhan kalori. Hal yang perlu diperhatikan pada penderita DM adalah jadwal makan yang harus teratur, jenis dan jumlah makanan. Kebutuhan Kalori : Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang

29

besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll . Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya (PERKENI, 2006).

3. Latihan jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah. (PERKENI, 2006) Prinsip latihan jasmani bagi diabetes, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi, dan jenis. (IPD, 2009) 

Frekuensi: Jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu



Intensitas: ringan dan sedang ( 60-70 % Maximum Heart Rate ) Untuk menentukan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu : 220-umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan THR (target Heart Rate). Sebagai contoh : suatu latihan bagi diabetisi berumur 50 tahun didasarkan sebesar 75%, maka 30

THR = 75% x ( 220-60) = 120. Dengan demikian, diabetisi tersebut dalam menjalankan latihan jasmani, sasaran denyut nadinya adalah sekitar 120x/menit. 

Durasi : 30 – 60 menit



Jenis : latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda

4. Intervensi farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2006). 4.8 Komplikasi Diabetes Mellitus (DM) dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi berupa komplikasi akut (yang terjadi secara mendadak) dan komplikasi kronis (yang terjadi secara menahun). 1. Komplikasi akut dapat berupa : 1. Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah < 60 mg/d 2. Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan hiperketogenesis 3. Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh hiperlaktatemia. 4. Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak ada hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.

2. Komplikasi kronis : Kadar gula darah tetap tinggi sheingga timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bias menyebabkan serangan jantung, gangguan ginjal, gangguan saraf. -

(Nephropathy ) : kerusakan ginjal. DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Sehingga ginjal tidak dapat menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar (proteinuria).

-

Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / 31

Penyakit Jantung Koroner, pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease. -

Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati diabetika (mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).

-

(Neuropathy) : Bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik dan berlangsung sampai 10 tahun lebih. Akhirnya saraf tidak bias mengirim atau mengahntar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim. Meyebabkan kelemahan otot sampai penderita tidak bias jalan.

-

(Retinopathy) : kerusakan retina mata. Glukosa tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah akan menutup sinar yang menuju ke retina sehingga pasien DM penglihatan menjadi kabur.

-

Penyakit jantung : DM merusak pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah coroner menyempit, otot jantung akan kekurangan O2 dan makanan akibat suplai darah kurang.

-

Hipertensi : DM cenderung terkena hipertensi 2x lipat dari orang normal. Dan dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke.

-

Gangguan saluran pencernaan : menyebabkan urat saraf lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk mengahncurkan makanan menjadi lemah. Gejalanya adalah sukar BAB, perut gembung, dan kotoran keras.

4.9 Prognosis Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang terawat baik prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena hiporesmolar adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi. 4.10Pencegahan Pencegahan primer 32

1). Penyuluhan ditujukan kepada: A. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa Materi penyuluhan meliputi antara lain: 1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badanlebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe-2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe-2. 2.

Diet sehat



Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.



Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.



Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan.

 3. 

Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. Latihan jasmani Latihan

jasmani

teratur

dapat

memperbaiki

kendali

glukosa

darah,

mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol-HDL. 

Latihan jasmani yang dianjurkan: dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

3. Menghentikan merokok Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe-2. 33

B. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer Pengelolaan yang ditujukan untuk: 

Kelompok intoleransi glukosa



Kelompok dengan risiko (obesitas, hipertensi, dislipidemia, dll.)

Algoritma pencegahan DM tipe 2

Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini. Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat

34

badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes. Pencegahan Tersier 

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.



Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.



Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.

Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

5. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik DEFINISI Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.

35

ETIOLOGI Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemia ( kronis ) menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat. Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati, antara lain: 

Adhesif platelet yang meningkat.



Agregasi eritrosit yang meningkat.



Abnormalitas lipid serum

36



Fibrinolisis yang tidak sempurna.



Abnormalitas dari sekresi growth hormon



Abnormalitas serum dan viskositas darah.

PATOFISIOLOGI 1.

Retinopati Diabetik Non Proliferatif Merupakan bentuk yang paling umum dijumpai. Merupakan cerminan klinis

dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler , mekanisme perubahannya tidak diketahui tapi telah diteliti adanya perubahan endotel vaskuler ( penebalan membran basalis dan hilangnya pericyte) dan gangguan hemodinamik ( pada sel darah merah dan agregasi platelet). Disini perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina (intraretinal), terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membran internal. Karakteristik pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multiple yang dibentuk oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantung-kantung kecil

menonjol

seperti titik-titik, vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intraretinal. Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya didalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertical.

2. Retinopati Diabetik Preproliferatif dan Edema Makula Merupakan stadium yang paling berat dari Retinopati Diabetik Non Proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang berlanjut, disertai iskemik pada dinding retina (cotton wool spot, infark pada lapisan serabut saraf). Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot, blot haemorrage, intraretinal Microvasculer Abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. Bila satu dari keempatnya dijumpai ada kecendrungan untuk menjadi progresif

(Retinopati Diabetik

Proliferatif), dan bila keempatnya dijumpai maka beresiko untuk menjadi Proliferatif dalam satu tahun. 37

Edema makula pada retinopati diabetik non proliferatif merupakan penyebab tersering timbulnya gangguan penglihatan. Edema ini terutama disebabkan oleh rusaknya sawar retina-darah bagian dalam pada endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya. Edema ini dapat bersifat fokal dan difus. Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar disekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat dibagian temporal makula. Manifestasi Klinis Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM non- proliferatif. Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional. Pemeriksaan dan Diagnosis Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat di- lakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata. 38

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan opti- cal coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitre- ous atau kekeruhan media refraksi. Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub pos- terior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontra- indikasi pemberian midriatikum. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikro- aneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati dia- betikum. Tatalaksana Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. 39

Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah per- burukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif

derajat

berat

dianjurkan

untuk

menjalani

panretinal

laser

photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan

40

41

Retinopati Diabetik Non Proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui 2 mekanisme yaitu :4



Perubahan sedikit demi sedikit dari pada penutupan kapiler intraretinal yang menyebabkan iskemik makular.



Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.

2. Retinopati Diabetik Proliferatif Merupakan penyulit mata yang paling parah pada Diabetes Melitus. Pada jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluhpembuluh halus ( neovaskularisasi ) yang sering terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer disamping itu neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi perdarahan massif dan dapat timbul penurunan penglihatan mendadak.1 Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami fibrosis dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan menimbulkan kontaksi terus-menerus pada korpus vitreum. Ini dapat menyebabkan pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan retina, terjadi ablasio retina regmatogenosa. Pelepasan retina dapat didahului atau ditutupi oleh perdarahan korpus vitreum. Apabila kontraksi korpus vitreum telah

sempurna

42

dimata tersebut, maka retinopati proliferatif cenderung masuk ke stadium involusional atau burnet-out.

6. Memahami dan Menjelaskan Gizi Terhadap Pasien Diabetes Mellitus

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.

Tujuan Terapi Gizi Medis Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan: 1. Kadar glukosa darah mendekati normal 2. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl. 3. Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl. 4. Kadar A1c <7%. 5. Tekanan darah <130/80 mmHg. 6. Profil Lipid 7. Kolesterol LDL<100 mg/dl

43

8. Kolesterol HDL >40 mg/dl. 9. Trigliserida < 150 mg/dl. 10. Beran badan senormal mungkin.

Jenis Bahan Makanan KARBOHIDRAT Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori. Rekomendasi karbohidrat : 1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri. 2. Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH. 3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total kebutuhan kalori perhari. 4. Julah serat 25-50 gram per hari. 5. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kebutuhan kalori perhari. 6. Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfame, dan sukralosa. 7. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari. 8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari. 9. Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram. Rekomendasi pemberian protein: 1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.

44

2. Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. 3. Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari. 4. Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram. 5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dibanding protein hewani.

LEMAK Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL. Rekomendasi Pemberian Lemak: 1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari. 2. Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari. 3. Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari. 45

4. Batasi asam lemak bentuk trans. 5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. 6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat. 1. Berat badan kurang <18,5 2. Berat badan normal 18,5-22,9 3. Berat badan lebih ≥ 23,0 4. Dengan resiko 23-24.9 5. Obes I 25-29,9 6. Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus: berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100% 1. Berat badan kurang BB <90% BBI 2. Berat badan normal BB 90-110% BBI 3. Berat badan lebih

BB 110-120% BBI

4. Gemuk

BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca. Penentuan kebutuhan kalori perhari: 46

1. Kebutuhan basal: a. Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor b. Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian: a. Umur diatas 40 tahun

: -5%

b. Aktivitas ringan

: +10%

c. Aktifitas sedang

: +20%

d. Aktifitas berat

: +30%

e. Berat badan gemuk

: -20%

f. Berat badan lebih

: -10%

g. Berat badan kurus

: +10%

3. Stress metabolik

: +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II

: +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita. 7. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Agama Islam Terhadap Makanan yang Halal & Thoyyiban Makan sehat Makanan sehat di dalam Islam sangatlah penting untuk disimak, hal ini beliputi bukan hanya pada persoalan hukum halal atau haram makanan, tetapi kualitas (bobot kandungan gizi) dan efek kesehatan makanan terhadap tubuh. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 31. “Hai anak Adam, kenakan pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang belebih-lebihan.”

47

Hal senada dapat ditemukan di surat Al Baqarah 168: “Hai sekalian manusia makan-makanlah yang halal lagi baik dariapa yang terdapatdi bumi dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena syaitan musuh yang nyata bagimu.”

Sesungguhnya pangkal penyakit kebanyakan bersumber dari makanan. Maka tak heran bila Rasulullah memberi perhatian besar dalam masalah ini, karena makanan yang sehat akan membuat tubuh sehat.

Dalam Al-Qur'an prinsip makanan sehat adalah tidak berlebih-lebihan. Rasulullah bersabda: “Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban). Lalu prinsip lain yang disebutkan pada dalil lainnya adalah halal dan tayyiban, yang dimaksud dengan halal yakni diketahui atau jelas riwayat makanannya (misalnya bersumber dari mana dan diproses dengan cara seperti apa) selain itu memenuhi standar halal makanan yang banyak disebutkan dalam Al-Qur'an maupun Hadits. Sementara istilah tayyiban disini yakni kualitas kandungan gizi/nutrisi dalam makanan. Rasulullah melarang untuk makan lagi sesudah kenyang. “Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum merasa lapar dan bila kami makan tidak pernah kekenyangan”(HR Bukhari Musim). Suatu hari, di masa setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat mengunjungi Aisyah ra. Lalu, sambil menunggu Aisyah ra, para sahabat, yang sudah menjadi orang-orang kaya, saling bercerita tentang menu makanan mereka yang meningkat dan bermacam-macam. Aisyah ra, yang mendengar hal itu tiba-tiba menangis. “Apa yang membuatmu menangis, wahai Bunda?” tanya para sahabat. Aisyah ra lalu menjawab, “Dahulu Rasulullah tidak pernah mengenyangkan perutnya dengan dua jenis makanan. Ketika sudah kenyang dengan roti, beliau tidak akan makan kurma, dan ketika sudah kenyang dengan kurma, beliau tidak akan makan roti.” Dan penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berjenis-jenis makanan dalam perut telah melahirkan bermacam-macam penyakit. Maka sebaiknya jangan 48

gampang tergoda untuk makan lagi, kalau sudah yakin bahwa Anda sudah kenyang. Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang dicampur air untuk membersihan air liur dan pencernaan. Rasul bersabda, “Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran” (HR. Ibnu Majah dan Hakim).Yang selanjutnya, Rasulullah tidak makan dua jenis makanan panas atau dua jenis makanan yang dingin secara bersamaan. Beliau juga tidak makan ikan dan daging dalam satu waktu dan juga tidak langsung tidur setelah makan malam, karena tidak baik bagi jantung. Beliau juga meminimalisir dalam mengonsumsi daging, sebab terlalu banyak daging akan berakibat buruk pada persendian dan ginjal. Pesan Umar ra, “Jangan kau jadikan perutmu sebagai kuburan bagi hewan-hewan ternak!”

Kiat Makan Sehat ala Rasulullah Sekarang masuk pada tata cara mengonsumsinya. Ini tidak kalah pentingnya dengan pemilihan menu. Sebab setinggi apa pun gizinya, kalau pola konsumsinya tidak teratur, akan buruk juga akibatnya. Yang paling penting adalah menghindari isrof (berlebihan). Rasulullah bersabda, “Cukuplah bagi manusia untuk mengonsumsi beberapa suap makanan saja untuk menegakkan tulang sulbinya (rusuknya).” Makanlah dengan sikap duduk yang baik yaitu tegap dan tidak menyandar, karena hal itu lebih baik bagi lambung, sehingga makanan akan turun dengan sempurna. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku tidak makan dengan bersandar.”Prinsip ketiga berpuasa. Sebulan dalam setahun, umat Islam diwajibkan bukan saja dengan mencapai ketaqwaan tetapi juga ksehatannya dapat terjaga. “Berpuasalah kamu supaya sehat tubuhmu” (HR Bukhari) Puasa akan membawa kita pada kesehatan yang sangat luar biasa. Secara fisiologis, puasa sangat erat kaitannya dengan kesehatan tubuh manusia. Saluran pencernaan manusia tempat menampung dan mencerna makanan, merupakan organ dalam yang terbesar dan terberat di dalam tubuh manusia. Sistem pencernaan tersebut tidak berhenti bekerja selama 24 jam dalam sehari. Banyak hasil penelitian modern yang memaparkan bahwa puasa sangat menyehatkan. Diantaranya, memberikan istirahat fisiologis menyeluruh bagi sistem pencernaan dan sistem syaraf pusat, menormalisasi metabolisme tubuh, menurunkan kadar

49

gula darah, mengikis lipid “jahat” (kolesterol), detoksifikasi (membuang racun dari tubuh), dan lain sebagainya.

Insulin dalam islam Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup manusia, maka kebutuhan hidup manusia terhadap insulin semakin bertambah. Karena secara alami, dengan bertambahnya usia, maka fungsi pankreas akan semakin menurun. Dengan menurunnya fungsi pankreas, maka menurun pula fungsi insulin yang dapat dihasilkan tubuh manusia. Dengan menurunnya insulin dalam tubuh manusia, maka kemampuan tubuh manusia untuk memecah gula dalam darah akan semakin turun. Pada saat itulah manusia terkena penyakit yang disebut kencing manis (diabetes melitus), dan memerlukan suntikan insulin. Pernah dicoba membuat insulin dari ekstraksi pankreas sapi. Namun hasilnya kurang menggembirakan, meskipun gennya cocok dengan sapi. Dari seekor sapi, hanya dihasilkan insulin 1/2 cc saja, yang berarti tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seorang sekali suntik. Percobaan pembuatan insulin dari pankreas kera, menunjukkan gennya tidak cocok dengan manusia. Akhirnya dicoba membuat insulin dengan ekstraksi pankreas babi, dan ternyata hasilnya selain gennya cocok dengan manusia, jumlah cc-nya pun mencukupi. Mula-mula insulin dibuat dari gen pankreas babi yang diklon dalam bakteri. Dalam waktu 24 jam, dari satu gen menghasilkan milyaran gen. Kini insulin dibuat dari gen pankreas babi yang diklon dalam ragi. Karena organisme ragi lebih kompleks dari bakteri, maka hasilnya lebih baik. Dari satu gen pankreas babi yang diklon dalam ragi pada tabung fermentor kapasitas 1.000 liter dihasilkan 1 liter insulin. Insulin dari bahan dan proses seperti itulah yang kini beredar di seluruh dunia. Hal ini boleh-boleh saja selama tidak ditemukan obat yang lain. Yahya bin Syaraf an-nawawi menerangkan dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab ‫ت التَّدَا ِوي َوأ َ َّما‬ ِ ‫سا‬ ِ ‫سا‬ َ ‫س َواء َجائِز فَ ُه َو ْالخ َْم ِر َغي ِْر بِالنَّ َجا‬ َ ‫ت ِمي ُع ََج ِفي ِه‬ َ ‫ْال َمذْهَبُ ه َُو َهذَا ْال ُم ْس ِك ِر َغي ُْر النَّ َجا‬ َ َ‫ور ق‬ ‫وص‬ ُ ‫ص‬ ُ ‫ط َع َوبِ ِه َو ْال َم ْن‬ ُ ‫ْال ُج ْم ُه‬

50

Adapun berobat dengan bahan-bahan najis selain khamr itu boleh. Hal ini berlaku pada seluruh jenis najis selain yang memabukkan. Ini adalah pendapat al-Madzhab, al-Manshush dan Jumhur ulama memastikannya (sebagi keputusan hukum tunggal).Sebagai pertimbangan dapat pula diqiyaskan apa yang termaktub dalam Al-Iqna’ fi Hill Alfazh Abi Syuja’ karangan Muhammad Khatib as-Syirbini yang membolehkan seseorag menggunakan tulang najis sebagai pengganti atau penyambung tulang yang telah rusak. ْ ‫ظم ِم ْن بِنَ َجس ِل َحا َجة َع‬ ْ ‫صلُ ُح َل َع‬ ‫ص َل َولَ ْو‬ ُ ‫َصح ذَلِكَ فِي‬ ْ َ‫ص ِل ي‬ ْ ‫عذ َِر َغي ُْرهُ ِل ْل َو‬ ِ ‫ص ََلتُهُ فَت‬ َ ‫ظ َمهُ َو‬ َ ُ ‫َمعَه‬ Dan bila seseorang menyambung tulangnya karena dibutuhkan, dengan tulang najis yang selainnya tidak layak untuk dijadikan penyambung, maka ia dianggap udzur dalam hal itu. Oleh karenanya, shalatnya sah besertaan tulang tersebut (berada di tubuhnya). Atau juga apa yang disampaikan oleh Muhammad Khatib as-Syirbini dalam Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj mengenai kesucian barang najis yang telah berubah bentuknya ْ ‫ضة َكدَ ِم َح َي َوا ًنا ِا ْست َ َحا َل نَ َجس ُكل َو َي‬ ‫ط ُه ُر‬ َ ‫س ِت ِه ْال َق ْو ِل لَى ََع َف َر ًخا ِا ْست َ َحا َل ِب ْي‬ َ ‫ك َْلب د ُْودَ َكانَ َولَ ْو ِبنَ َجا‬ ‫س ِة دَ ْفعِ فِ ْي بَيِنًا أَث َ ًرا ِل ْل َحيَاةِ ِِل َ َّن‬ َ ‫ِم ْنهُ لَ فِ ْي ِه ُمت ََولَّد الد ْودَ ِِل َ َّن َو َوا ِل َها ََبِز ت َْط َرأ ُ َو ِل َهذَا النَّ َجا‬ Dan semua najis yang telah berubah bentuk menjadi hewan itu suci, seperti darah telor yang telah berubah menjadi anak ayam, menurut qaul yang menganggapnya najis, meski ulat dari anjing. Sebab, sifat hidup itu mempunyai dampak nyata dalam menghilangkan najis. Oleh karenanya, maka najis itu hilang karena hilangnya sifat hidup. Selain itu, karena ulat itu lahir dalam diri anjing, bukan berasal darinya.

Disarikan dari Hasil Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 16-20 Rajab 1418 H/17-20 Nopember 1997 M Di Ponpes QOMARUL HUDA Bagu, Pringgarata Lombok Tengah

51

DAFTAR PUSAKA

1. Sherwood. L.2004. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem 2. Murray, Robert K.,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC. 3. Guyton dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC. 4. PERKENI.2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia. 5. Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing 6. Gan S, Setiabudi R, Suyatna FD, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi, ed 4, Jakarta. Bagian farmakologi FK UI. 7. http://indodiabetes.com/piramida-makanan-diabetes.html 8. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2075036-diet-tepat-bagipenderita-diabetes/#ixzz27Kvc4pO3 9. http://care.diabetesjournals.org/content/36/Supplement_1/S11.full 10. http://www.makanansehat.web.id/2012/12/makanan-sehat-dalam-islam-danpola.html 11. http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,11-id,38094-lang,idc,syariah-t,Hukum+Menggunakan+Insulin-.phpx 12. http://clinicaldepartments.musc.edu/medicine/divisions/endocrinology/dsc/AD A%20Standards%20of%20Medical%20Care%20in%20Diabetes%202013.pdf 13. http://www.academia.edu/4053787/Revisi_final_KONSENSUS_DM_Tipe_2_ Indonesia_2011

52

Related Documents


More Documents from "wina mersilia"