Sken 9 Mute !.docx

  • Uploaded by: mutiara
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sken 9 Mute !.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,451
  • Pages: 14
GANGGUAN PSIKOSOMATIK PADA ASMA BRONKIAL Mutiara Novarinda Iskayati Putri 102016217 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi : Jl. Arjuna Utara No. 06, Jakarta Barat 11510, Indonesia Email : [email protected] Abstrak Gangguan psikosomatis adalah faktor psikologis yang merugikan, mempengaruhi kondisi medis pasien. Faktor psikologis tersebut dapat berupa gangguan mental, gejala psikologis, sifat kepribadian atau gaya mengatasi masalah, dan perilaku kesehatan yang maladaptif. Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis seperti stress umum, stress spesifik lawan non spesifik dan variable fisiologis. Proses emosi yang terdapat diotak disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke alat-alat visceral yang banyak di persarafi oleh saraf otonom vegetatif. Oleh karena itu keluhan-keluhan tersebut banyak berupa keluhan kardiovaskular, traktus digestivus, respiratorius, sistem endokrin maupun traktus urogenitalis. Hal ini lah yang sering disebut sebagai ketidakseimbangan vegetatif. Terdaat tiga golongan farmakoterapi dalam pengobatan gangguan psikosomatik disertai dengan pengobatan non medis dengan cara melakukan pendekatan terhadap pasien. Kata kunci : Gangguan psikosomatis, afek cemas, gangguan emosi Abstract Psychosomatic disorders are psychological factors that adversely affect the patient's medical condition. These psychological factors can be mental disorders, psychological symptoms, personality traits or problem solving styles, and maladaptive health behaviors. There are several causes of psychosomatic disorders such as general stress, specific non-specific stresses and physiological variables. Emotional processes in the brain are channeled through the vegetative autonomic nervous system to the many visceral devices innervated by vegetative autonomic nerves. Therefore these complaints are in the form of cardiovascular complaints, digestive tracts, respirators, endocrine system and urogenital tract. This is what is often referred to as vegetative imbalance. Three groups of pharmacotherapy were included in the treatment of psychosomatic disorders accompanied by non-medical treatment by approaching patients. Keywords: Psychosomatic disorders, anxiety, emotional disturbances Pendahuluan Gangguan psikosomatis adalah faktor psikologis yang merugikan, mempengaruhi kondisi medis pasien. Faktor psikologis tersebut dapat berupa gangguan mental, gejala psikologis, sifat kepribadian atau gaya mengatasi masalah, dan perilaku kesehatan yang maladaptif. Menurut The National Academy Science tahun 1978 definisi psikosomatis adalah bidang interdisiplin yang

memperhatikan perkembangan dan integrasi ilmu pengetahuan prilaku, biomedis dan teknik yang relevan dengan kesehatan dan penyakit serta penerapan pengetahuan, dan teknik-teknik tersebut untuk mencegah, mendiagnosis dan rehabilitasi.1 Kedokteran psikosomatis menyadari kesatuan dari pikiran dan tubuh serta interaksi diantara keduanya, dimana faktor psikologis penting dalam perkembangan semua penyakit, namun apakah peranannya dalam memulai, perkembangan, memperberat dan eksaserbasi penyakit, predisposisi atau reaksi terhadap suatu penyakit masih dalam perdebatan. Dengan demikian kedokteran prilaku adalah istilah yang khusus untuk kedokteran psikosomatis.1,2 Makalah ini disusun dengan harapan, setiap pembaca khususnya kalangan medis, lebih mengetahui bagaimana ciri-ciri gangguan psikologis yang mempengaruhi sistem pernapasan yang nantinya akan mempermudah untuk mendiagnosa secara pasti gangguan ini, sehingga pengobatan dapat diberikan secara maksimal dan tepat, yang nantinya memberikan efek positif atau kesembuhan yang diharapkan. Dan juga untuk memberikan informasi tentang bagaimana cara penanganan dari gangguan psikologis tersebut. Anamnesis Anamnesis dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya / pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Tujuan utama dari wawancara psikiatri ialah ( intitute of Psychiatry 1973 ) : Untuk mendapatkan informasi menilai emosi dan sikap pasien, Untuk berperan suportif dan mempermudah memahami pasien. Hal ini merupakan dasar hubungan kerja selanjutkan dengan pasien. 3,4 Anamnesis yang baik akan terdiri dari: 1).Identitas pasien; 2).Keluhan utama 3). Keluhan lain; 4). Riwayat penyakit sekarang; 5).Riwayat penyakit dahulu; 6). Riwayat penyakit dalam keluarga; 7). Riwayat pribadi dan sosial; 8). Riwayat pengobatan.3 Keluhan utama akan dijabarkan lebih jauh dalam riwayat penyakit sekarang. Ada baiknya jika pada permulaan, pasien diberi kebebasan untuk menceritakan kisahnya, membatasi jumlah pertanyaan dan menggunakan pertanyaan terbuka. Hal ini akan menimbulkan kesan yang baik bahwa dokter bersedia mendengarkan, juga dapat mengetahui proses berpikir pasien serta cara

bicaranya. Pada riwayat penyakit sekarang, dapat kita cari infomasi mengenai gambaran detil kesulitan atau gejala yang dialami, onset, lama penyakit, faktor yang memperburuk dan meringankan gejala, peristiwa yang baru terjadi seperti keluarga yang sakit atau meninggal, masalah perkawinan, keluarga, keuangan, hukum, pekerjaan, dan masalah sosial yang mungkin berhubungan dengan timbulnya gejala serta pertolongan apa saja yang sudah diupayakan. Yang perlu juga ditanyakan adalah penggunaan alkohol atau zat lainnya, seberapa banyak, frekuensi, dan kapan penggunaan terakhir.3,4 Perlu juga menanyakan riwayat psikiatrik lampau untuk menggambarkan semua episode dan gejala yang pernah dialami dahulu sebelum ini, diobati ataupun tidak. Dimulai dari pertama kali gejala atau episode tersebut muncul sampai dengan yang terakhir. Harus digambarkan dengan jelas perjalanan gejala psikiatrik tersebut, apakah terus menerus, kambuhan, atau episode tunggal. Jika pasien pernah mendapatkan pengobatan (termasuk psikoterapi) sebelum ini, tanyakan jenisnya, dosis, dan lama pengobatan, juga alasan penghentian pengobatan. Hal ini akan membantu membedakan antara kondisi nonrespons dan pemberian dosis subterapeutik. Tiap pasien perlu ditanyakan secara khusus apakah pernah mencoba ingin bunuh diri atau pernah menyakiti orang lain.2,3,4 Riwayat medic perlu kita tanyakan untuk melihat apakah ada penyakit fisik, pernah operasi, trauma kepala atau membutuhkan perawatan dirumah sakit. Pertanyaan spesifik juga perlu ditanyakan seperti adakah gangguan kejang, hilang kesadaran, perubahan pola nyeri kepala, perubahan pada daya lihat, dan episode bingung. Menanyakan riwayat psikiatrik pada keluarga, apakah ada anggota keluarga yang memiliki keluhan atau gangguan psikiatrik yang sama. Riwayat kehidupan pribadi yang perlu ditanyakan seperti riwayat perkembangan fisik, riwayat perkembangan kepribadian, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, kehidupan beragama, riwayat kehidupan psikoseksual dan perkawinan, riwayat keluarga, situasi kehidupan sosial sekarang.2,3,4 Dalam scenario didapatkan seorang laki-laki 25 tahun, karyawan baru, datang ke puskesmas, dengan keluhan sesak napas yang sering timbul saat ia sedang menghadapi tugas pekerjaan baru dan dirasakannya berat, banyak bertanya, selalu kuatir dikeluarkan karena masih dalam masa percobaan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda asma bronkialis.

Pemeriksaan fisik Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu pemeriksaan fisik lengkap. Apabila pemeriksaan fisik sudah dilakukan sebelumnya, dapat ditentukan pemeriksaan fisik tambahan lainnya yang masih perlu. Seperti, penampilan dan perilaku umum pasien, apakah pasien terlihat rapih atau lusuh; apakah sikapnya tegang, santai, kaku, tak peduli; apakah ia banyak bicara atau sedikit; nada suara lembut atau keras, terbata-bata atau lancer. Nilai kesadaran pasien apakah keadaan sadar yang baik yaitu compos mentis, kesadaran menurun , sopor, somnolen, koma. Ekspresi pasien serta tanda-tanda vital. Pemeriksaan fisik perlu untuk dilakukan, untuk melihat apakah ada penyakit yang menyebabkan gangguan psikotik pada pasien.2,3,4 Pemeriksaan status mental Deskripsi umum yang dapat kita lihat adalah sebagai berikut : a). Penampilan; b). Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. c). Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata, kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerismetik, gerakan tubuh, kedutan, perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan; d). Sikap atau tanggapan terhadap pemeriksa, sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atau berhati-hati; e). Cara berbicara spontan/tidak, cepat/lambat, keras/lemah, lancar, tersendat, gagap, dramatik, monoton, sambil menggerutu/bergumam, atau ada gangguan bicara seperti afasia, disartria/pelo, latah (ekolalia).3,4 Alam perasaan ( emosi ) pasien dapat bersifat menetap (musimnya emosi), berlangsung lama, internal, yang dapat dikemukakan pasien, dan memengaruhi persepsi/perilaku seseorang tentang dunia sekitarnya, secara obyektif dapat dilihat dari cara bicaranya, banyak/sedikit pembicaraannya.3 Diagnosis kerja Psikosomatik berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat (DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.1, 2Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan

sebagai usaha untuk mempelajari interelasi aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan interelasi dan interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam keadaan sehat maupun sakit.2 Diagnosis banding Gangguan Somatoform Gangguan somatoform adalah gangguan yang bersifat psikologis, tetapi tampil dalam bentuk gangguan fisik yang melibatkan pola neurotic yang didasari anxiety. Individu mengeluh simtom simtom jasmaniah yang memberikan tanda seolah olah ada masalah fisik, tapi pada kenyataannya tidak ada landasan organis yang ditemukan. Gangguan somatoform merupakan kelompok gangguan yang meliputi symptom fisik(misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara medis. Berbagai symptom dan keluhan somatik tersebut cukup serius sehingga menyebabkan stress emosional dan gangguan dalam kemampuan penderita untuk berfungsi dalam kehidupan sosial dan pekerjaan. Diagnosis ini diberikan apabila diketahui bahwa faktor psikologis memegang peranan penting dalam memicu dan mempengaruhi tingkat keparahan serta lamanya gangguan dialami.1,2 Gangguan Penyesuaian dengan Afek Cemas Gangguan penyesuaian merupakan suatu reaksi maladaptif terhadap suatu stresor yang dikenali dan berkembang beberapa bulan sejak munculnya stresor, yang ditandai dengan adanya tanda-tanda distres emosional yang lebih dari biasa. Gangguan ini termasuk kelompok gangguan yang paling ringan yang dapat terjadi pada semua usia. Ahli psikiatrik menyebut gangguan ini sebagai stresor psikososia.4 Gejala gangguan penyesuaian sangat bervariasi, dengan depresi, kecemasan, dan gangguan campuran adalah yang paling sering pada orang dewasa.4 Manifestasi juga termasuk perilaku menyerang dan kebut-kebutan, minum berlebihan, melarikan diri dari tanggung jawab hukum, dan menarik diri. Gangguan penyesuaian memiliki beberapa suptipe dengan reaksi maladaptif yang bervariasi (dapat dilihat pada Tabel 1). Dalam PPDGJ-III, gangguan penyesuaian termasuk dalam kriteria diagnosis Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian. Karekteristik dari kategori ini adalah tidak hanya di atas identifikasi dasar simtomatologi dan perjalanan penyakit, akan tetapi juga atas

dasar salah satu dari dua faktor pencetus:5 Gangguan Gangguan

Ciri-ciri utama Penyesuaian

dengan

Kesedihan, menangis, merasa tidak punya harapan.

Mood Depresi Gangguan Penyesuaian dengan

Khawatir, gelisah, dan gugup

Kecemasan Gangguan

Penyesuaian

dengan

Kombinasi dari kecemasan dan depresi.

Gejala Campuran antara Kecemasan dan Mood Depresi Gangguan

Penyesuaian

dengan

Gangguan Tingkah Laku

Melanggar hak orang lain atau melanggar norma sosial yang sesuai usianya. Contoh perilaku meliputi vandalisme, membolos, berkelahi, mengebut, dan melalaikan kewajiban hukum (misalnya menghentikan pembayaran tunjangan).

Gangguan

Penyesuaian

dengan

Gejala Campuran antara Gangguan

Gabungan dari gangguan emosi, seperti depresi atau kecemasan, dan gangguan tingkah laku (seperti yang dijelaskan di atas).

Emosi dan Tingkah Laku Gangguan

Penyesuaian

Tak

Tergolongkan

Kategori residual yang dapat diterapkan pada kasus-kasus yang tidak dapat digolongkan dalam salah satu dari subtipe lainnya.

Tabel 1. Subtipe gangguan penyesuaian5 Etiologi Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis seperti stress umum, stress spesifik lawan non spesifik dan variable fisiologis. Stress umum dapat berupa kematian pasangan hidup, perceraian, kematian anggota keluarga dekat, perpisahan selama pernikahan, penyakit berat, dipecat dari pekerjaan, penjara, kehamilan serta keadaan bisnis. Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).6 Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stress yang didasari secara kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana

hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood.6 Patofisologi Proses emosi yang terdapat diotak disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke alat-alat visceral yang banyak di persarafi oleh saraf otonom vegetatif. Oleh karena itu keluhankeluhan tersebut banyak berupa keluhan kardiovaskular, traktus digestivus, respiratorius, sistem endokrin maupun traktusurogenitalis. Hal ini lah yang sering disebut sebagai ketidakseimbangan vegetatif.2Sindrom ketidakseimbangan vegetatif atau distonia vegetatif terdiri atas gejala dan keluhan subjektif dan melibatkan berbagai organ tubuh atau mungkin hanya beberapa sistem organ saja. Sindrom dengan keluhan dan gejala yang berubah-ubah, meluas, berpindah-pindah, hilang timbul disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf autonom-vegetatif.3-6 Sistem saraf autonom-vegetatif adalah suatu sistem saraf yang khusus mengatur dan memelihara fungsi organ-organ tubuh. Didalam tubuh dikenal 2 sistem saraf : (a) sistem saraf animal serebrospinal (mengatur dan memelihara hubungan antara organisme dengan dunia luar sekitar kita) (b) sistem saraf vegetatif autonom (mengatur faal masing-masing organ tubuh, kerjasama antara organ-organ, menyesuaikan faal organ-organ menurut kebutuhan).2Hipertoni simpatis, tonus simpati yang berlebihan dan berlangsung terlampau lama mengakibatkan penurunan ambang rangsang yang sangat banyak. Dibagi menurut sistem organ gejala-gejalanya adalah sebagai berikut: Pada sistem saraf pusat berupa nervositas, tremor, pusing kepala, insomnia, murung, selalu merasa dingin sehingga harus berpakaian tebal, merasa masuk angin.2 Hipertoni parasimpatik atau vegotoni umum meliputi seluruh badan yang jarang istirahat. Ini disebabkan oleh sifat desentralisasi sistem parasimpatik. Biasanya gejala-gejalanya terbatas pada satu organ saja misalnya pada paru misalnya sindrom asma bronchial, pada traktus urogenital berupa kolik, disuria, dismenorhea.Amfotoni, merupakan keadaan patologis dengan saling bergantinya sindrom simpatis dan parasimpatis yang hipertoni. Hal ini sering disebabkan oleh berbagai jenis penyakit seperti infeksi baik akut maupun kronik sedikit banyak selalu

disertai ketidakseimbangan vegetatif: kegelisahan, tremor, keringatan, palpitasi, rasatakut dan insomnia. Dengan sembuhnya infeksi, ketidakseimbangan vegetatif dapat disembuhkan. Kelainan

psikis

yang

menyebabkan

ketidakseimbangan

vegetatif

disebut

gangguan

psikovegetatif (Joris). Trauma psikis, konflik kejiwaan, depresi, depresi tersamar dapat menyebabkan gangguan vegetatif.2 Kriteria diagnosis Pada umumnya pasien psikosomatik akan datang ke dokter dengan masalah somatiknya, keluhan psikisnya akan muncul setelah dilakukan anamnesis yang baik dan mendalam terutama yang menjadi penyebab munculnya gangguan ataupu stressor yang menimbulkan keluhan pasien tersebut baik sebagai faktor predisposisi ataupun sebagai faktor pencetus.2 Kriteria klinis diagnosis gangguan psikosomatik secara umum adalah tidak didapatkan adanya gejala-gejala psikotik dan tidak ditemukan adanya desintegrasi kepribadian. Keluhan yang yang timbul berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain (shifting phenomen). Keluhan yang timbul ada hubungannya dengan emosi dan perasaan negative tertentu. Adanya riwayat hidup yang penuh tekanan (stresfull life situation). Adanya faktor predisposisi dan presipitasi. Kriteria klinis ini tidak perlu semuanya ada, tetapi bila ada satu atau lebih dari criteria tersebut indikasi presumtif adanya gangguan atau penyakit psikosomatik. Adanya kelainan organ tidak menyingkirkan adanya gangguan psikosomatik. Bila ada kelainan organ maka disebut gangguan psikosomatik structural (somatopsychic psychosomatic.)1,2 Evaluasi diagnosis menggunakan sistem multiaksial lebih memudahkan untuk mendapatkan keterangan yang dapat berguna untuk terapi dan prognosis dari masing-masing individu. Menurut DSM IV-TR multiaksial yang dimaksud adalah:

Aksis

Penilaian

Contoh

I

Mencakup gangguan psikis (faktor psikolologis

Sindrom

yang mempengaruhi kondisi fisik)

Campuran, dll.

Mencakup gangguan kepribadian dan atau ciri

Kepribadian tipe A atau B, introvert, pemarah,

kepribadian.

dll

Mencakup gangguan somatic, kondisi fisik atau

Dispepsia fungsional, Asma bronkiale, dll

II

III

ansietas,

Sindrom

Depresi

atau

kondisi medic pasien IV

Mencakup stessor psikososial, pada umumnya

Stressor psikososial, masalah keluarga, masalah

merupakan

pekerjaan, dll

faktor

pencetus

tetapi

dapat

merupakan faktor predisposisi dan atau agrafasi V

Meliputi fungsi penyesuaian, sosio cultural dan

Tidak bekerja lagi, produktifitas kerja menurun,

kemampuan adaptasi tertinggi satu tahun terakhir.

sering tidak masuk kerja atau bolos sekolah, dll

Table 2. Evaluasi Multiaksial DSM IV-TR.7 Dalam DSM-IV-TR, gangguan psikosomatik diklasifikasikan ke dalam ‘faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis’ (psychological factors affecting medical condition [PFAMC]).7

Gambar 1. Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis (PFAMC): Interaksi antara Psyche, Soma, dan Faktor Sosial.7 Manifestasi klinis Adapun kriteria klinis penyakit psikosomatis terdiri atas kriteria yang negatif dan kriteria yang positif.2 a. Kriteria negatif (yang biasanya tidak ada) 4 Tidak didapatkan kelainan-kelainan organik pada pemeriksaan yang teliti sekalipun, walaupun mempergunakan alat-alat canggih. Bila ada kelainan organic belum tentu bukan psikosomatik, sebab :



Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang dikeluhkan.



Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapat menerangkan keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakan koinsidensi.



Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh orang lain atau kadang-kadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya menjadi takut, khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.

Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala-gejala psikotik yakni tidak ada disintegrasi kepribadian, tidak ada distorsi realitas. Masih mengakui bahwa dia sakit, masih mau aktif berobat. b. Kriteria positif (yang biasanya ada) 2 1. Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu 2. Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain, yang dinamakan shifting phenomen atau alternasi. 3. Adanya vegetatif imbalance (ketidakseimbangan susunan saraf otonom) 4. Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (stress full life situation) yang menjadi sebab konflik mentalnya. 5. Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhannya. 6. Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhannya. 7. Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat pasien rentan terhadap faktor presipitasi itu. Faktor predisposisi dapat berupa faktor fisik / somatik, biologi, stigmata neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosiokultural. Kriteria-kriteria ini tidak perlu semuanya ada tetapi bila ada satu atau lebih, presumtif, indikatif untuk penyakit psikosomatis. Beberapa manifestasi klinis dari gangguan psikosomatis antara lain: 1.

Terdapat suatu kondisi medis umum

2.

Faktor psikologis secara merugikan mempengaruhi kondisi medis umum dengan cara: 

Faktor psikologis telah mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum seperti yang ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat antara faktorpsikologis

dan perkembangan atau eksaserbasi dari atau keterlambatanpenyembuhan dari kondisi medis umum. 

Faktor psikologis mempengaruhi terapi kondisi medis umum



Faktor psikologis berperan dalam resiko kesehatan individu



Respon psikologis yang berhubungan dengan stres mencetuskan atau mengeksasebasi gejala kondisi medis umum –

Yang dimaksud dengan faktor psikologis tersebut adalah: 3 1. Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (misalnya gangguan depresi berat memperlambat penyembuhan infark miokard) 2. Gangguan

psikologis

mempengaruhi

kondisi

medis

(misalnya

gejala

depresi

memperlambat pemulihan setelah pembedahan, kecemasanmengeksasebasi asma) 3. Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis (misalnya penyangkalan patologis terhadap kebutuhan pembedahan pada seorang pasien dengan kanker, perilaku bermusuhan dan tertekanberperan pada penyakit kardiovaskuler) 4. Gangguan kesehatan maladatif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak melakukan olahraga, seks yang tidak aman, makan yang berlebihan). 5. Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis (misalnya eksasebasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau nyeri kepala yang berhubungan dengan stres). 6. Faktor psikologi lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis (misalnya faktor personal, kultural atau religius). Gangguan Spesifik pada Psikosomatis Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis salah satunya pada system pernapasan yaitu asma bronkial. Pada penyakit ini faktor genetik, alergik, infeksi, stress akut dan kronis semuanya berperan dalam menimbulkan penyakit ini . Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan konstriksi bronkioli bila system saraf vegetative juga tidak stabil dan mudah terangsang. Walaupun pasien asma karakteristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik yang telah diidentifikasi. Pasien asmatik harus diterapi dengan melibatkan berbagai

disiplin ilmu antara lain menghilangkan stress, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta mengatur kerja system saraf vegetatif dengan obat-obatan.8 Penatalaksanaan Farmakoterapi Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka:9 1. Obat tidur (hipnotik) Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti nitrazepam, flurazepam, dan triazolam. Pada insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti tioridazin, prometazin. 2. Obat penenang minor dan mayor 

Obat penenang minor seperti diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada anxietas,agitasi, spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan pada anxietas hebat maksimal 2 bulan.



Obat penenang mayor, yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti clorpromazin, tioridazin dan haloperidol.

3. Antidepresan Yang dianjurkan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin, imipramin, mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian ditingkatkan. Non medikamentosa9 •

Membuat penderita lebih matang dalam menyesuaikan diri secara sosial



Meningkatkan kapasitas kerja dan aktivitas fisiknya



Mencegah progresivitas keluhan somatiknya



Mengurangi kemungkinan komplikasi dari keluhan somatiknya

Prognosis Sebagian besar psikosomatis dialami oleh pasien yang mengalami gangguan kecemasan. Pada beberapa pasien dengan gangguan kecemasan bisa disembuhkan segera, tapi untuk pasien lainnya; (a) pasien dengan riwayat penggunaan narkotika stimulant, (b) penyalahgunaaan obat penenang khususnya benzodiazepine (c) stressor belum teratasi dengan baik, sering kali butuh waktu bertahun-tahun untuk tetap menggunakan obat agar menjaga masalah kecemasannya. Prognosis untuk kasus ini Dubia ad bonam.8 Kesimpulan Gangguan Psikosomatik merupakan suatu penyakit psiko-fisiologis, yang gejalanya lebih disebabkan oleh proses mental dari pada penyebab fisiologis secara langsung. Merupakan suatu kondisi dimana konflik psikis atau psikologis dan kecemasan menjadi sebab timbulnya macammacam penyakit jasmani atau justru membuat penyakit yang sudah ada menjadi semakin parah. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan melakukan pengobatan yang benar serta teratur.

Daftar pustaka 1.

Kaplan, Saddock, Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. Edisi ketujuh. Bina Rupa Aksara. Jakarta.1997: 276-303

2. Utama H. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal. 265-68. 3. Chris Tanto, et al. Kapita selekta kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Media Aesculapius, 2004: 903. 4. Maslim, Rusdi. Diagnosis gangguan jiwa, Rujukan ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta 2013: 70. 5. Budihalim S, Sukatman D. Psikosomatis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 591-592 6.

Mansyur A, dkk. Gangguan Psikosomatis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK UI 1999:228-231

7. Maslim, Rusdi. Diagnosis gangguan jiwa, Rujukan ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta 2013: 70. 8. Sukatman D, Budihalim S, Biran S.I. Aspek Psikosomatis Gangguan Pernafasan. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999:614-20 9. Budihalim S, Sukatman D. Psikofarmaka dan Psikosamatik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 602-03

Related Documents

Sken 9 Mute !.docx
June 2020 7
Sken 9 B23.docx
May 2020 6
Sken 9.docx
July 2020 2
Sken 12 B22.docx
June 2020 8
Makalaha2 Sken 3.docx
May 2020 12
Novia Sken 3.docx
May 2020 8

More Documents from "Yogi Sampe Pasang"