Skb Amdal.docx

  • Uploaded by: Tuti Rahayu
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skb Amdal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,798
  • Pages: 14
TUGAS KELOMPOK APLIKASI ASPEK AMDAL

KELOMPOK 5 NAMA KELOMPOK

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah manajemen keuangan tentang pengelolaan kas. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah bekerjasama sehingga tugas ini dapat selesai dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang pengaplikasian aspek amdal dalam studi kelayakan bisnis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya pada kami sendiri dan semua yang membaca makalah ini. Sebagai penulis kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyusunan makalah ini. Terima kasih.

Kendari.

Penulis

November 2018

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Manfaat Penulisan BAB II PEMBAHASAN BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Analisis dampak lingkungan sudah dikembangkan oleh beberapa Negara maju sejak tahun 1970 dengan nama Environmental Impact Analysis atau Environmental Impact Assessment yang keduanya disingkat EIA. Lingkungan hidup merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk ditelaah sebelum suatu investasi atau usaha dijalankan. Sudah barang tentu telaah yang dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan jika suatu investasi jadi dilakukan, baik dampak negatif maupun yang berdampak positif. Dampak yang timbul ada yang langsung mempengaruhi pada saat kegiatan usaha/proyek dilakukan sekarang atau baru terlihat beberapa waktu kemudian dimasa yang akan dating. Dampak lingkungan hidup yang terjadi adalah berubahnya suatu lingkungan dari bentuk aslinya seperti perubahan fisik kimia, biologi atau sosial. Perubahan lingkungan ini jika tidak diantisipasi dari awal akan merusak tatanan yang sudah ada, baik terhadap fauna, flora maupun manusia itu sendiri. Oleh karena itu sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan, maka sebaiknya dilakukan terlebih dahulu studi tentang dampak lingkungan yang bakal timbul, baik dampak sekarang maupun dimasa yang akan datang. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana kasus AMDAL dalam studi kelayakan bisnis yang terjadi di Indonesia ? 1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui serta memahami aspek amdal dalam studi kelayakan bisnis di Indonesia.

1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah untuk mengetahui mengenai aspek amdal dalam studi kelayakan bisnis di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN Pengertian AMDAL menurut PP Nomor. 27 Thn 1999 yang berbunyi ialah bahwa pengertian AMDAL adalah suatu Kajian dari suatu dampak besar serta penting untuk melakukan pengambilan keputusan suatu usaha atau juga kegiatan yang direncanakan didalam lingkungan hidup yang diperlukan bagi suatu proses pengambilan keputusan mengenai penyelenggaraan usaha atau juga kegiatan. AMDAL adalah suatu analisis yang melingkupi berbagai macam faktor seperti ialah 1. fisik, 2. kimia, 3. sosial ekonomi, 4. biologi dan sosial budaya 

Contoh kasus aspek amdal dalam studi kelayakan bisnis

Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri diSemarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban satu di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu,sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah(Bapedalda) Semarang. Kawasan industri di Semarang dari Pencemaran LimbahPengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yangmeliputi kebijaksanaan penataan,

pemanfaatan,

pengembangan,

pemeliharaan,

pemulihan, pengawasan,

dan

pengendalian lingkungan hidup (pasal 1 angka 2 UUPLH). Secara umumPengelolaan secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayahini memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan kawasan industri yaitu:1) UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistemnya.2) UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang.3) UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.4) UU No. 22 tahun 1999, tentang

Pemerintahan Daerah.5) PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.6) Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.7) Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.Berbagai Peraturan Daerah yang relevan.Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20UUPLH disebutkan:(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke medialingkungan hidup. (2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke medialingkungan hidup Indonesia.(3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berada pada Menteri.(4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanyadapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.(5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.Peran Pemda juga penting bertanggungjawab dalam mengatur kawasan industri.Dalam Pasal 22 UUPLH disebutkan:(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidanglingkungan hidup.(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapatmenetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerahmenetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.Berkaitan dengan pengawasan dalam Pasal 24 disebutkan:(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenangmelakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuatcatatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan,memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajibmemperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut UU 23 Tahun 1997 jugamenggunakan asas kerja sama (cooperation principle) dalam upaya preventif terhadap terjadinyakerusakan lingkungan yang tercantum pada pasal 9 ayat (2) yang berbunyi: “Pengelolaanlingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidangtugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta

pelaku pembangunan lain denganmemperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaanlingkungan hidup.” Pasal 11 ayat (1): “Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasionaldilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri”. Juga tercantum dalam Pasal 13 ayat (1): “Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup,Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusanrumah tangganya.” Asas kerjasama ini penting mengingat lingkungan hidup merupakan permasalahan global danlingkungan hidup adalah miliki kita bersama.Upaya preventif juga dilakukan melalui jalur perijinan antara lain:Pasal 15:(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkunganhidup.(2) Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan denganPeraturan Pemerintah.Di Indonesia Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) diatur dalam PP No 27tahun 1999. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/ataukegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. AMDAL sangat diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatanyang dinilai berpotensi berdampak negatif terhadap lingkungan. AMDAL sebagai salah satu instrumen proses penegakkan hukum administrasi lingkungan belum terlaksana sebagaimana mestinya. Padahal pada instrumen ini dilekatkan suatu misi mengenai kebijakan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.Dalam hal perizinan juga mengatur tentang pengelolaan limbah sebagaimana tercantum dalam pasal 16-17:Pasal 16(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasilusaha dan/atau kegiatan.(2) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatmenyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.(3) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah .Pasal 17 : (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. (2)

Pengelolaan

bahan

berbahaya

dan

beracun

meliputi:

mengangkut,mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.

menghasilkan,

(3) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut denganPeraturan Pemerintah. 

Upaya Hukum Kasus Pencemaran Oleh Industri Kecil Di Semarang Dalam pasal 5 ayat (1) UUPLH mengakui hak yang sama atas lingkungan hidup yang

baik dansehat. Di samping kewajiban dalam pasal 6 UUPLH:(1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegahdan menanggulangi pencemaran dan perusakan.(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasiyang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.Menurut Suparto Wijoyo dengan melihat ruang lingkup pasal 5 ayat (1) UUPLH merupakanargumentasi hukum yang substantive bagi sesorang untuk melakukan gugatan lingkunganterhadap

pemenuhan

kedua

fungsi

hak

perseorangan

termasuk

forum

pengadilan.Dalam kasus pencemaran oleh kawasan industry kecil di Semarang ini memang belum ada upayahukum yang dilakukan. Hal ini dikarenakan kurangnya peran pemerintah salam hal pengawasanserta belum adanya keberanian masyarakat untuk mengangkat kasus ini. Walupun merekamerasakan dampak negatif dari pencemaran limbah tersebut. Namun masyarakat ataupun LSM dapat mengajukan upaya hukum dalam menyelesaikan kasusini. Dalam

hubungan

dengan

Undang-Undang

No.

23

Tahun

1997

tentang

PengelolaanLingkungan Hidup, penegakkan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikankedalam 3 (tiga) kategori yaitu :1. Penegakkan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata Usaha Negara.2. Penegakkan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.3. Penegakkan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana  Sanksi Administrasi Dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, salah satu instrumenhukum yang berperan bila kita bicara tentang penegakkan hukum lingkungan adalah hukumadministrasi. Instrumen hukum administratif berbeda dengan instrumen lainnya, oleh karena penyelesaiannya adalah di luar lembaga peradilan. Dengan demikian, efektivitasnya sangat tinggidalam pencegahan perusakan lingkungan. Sanksi administratif tercantum dalam pasal:

Pasal 25(1) Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran,

serta

menanggulangi

akibat

yang

ditimbulkan

oleh

suatu

pelanggaran, melakukantindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.(2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepadaBupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I.(3) Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2).(4) Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didahului dengansurat perintah dari pejabat yang berwenang.(5) Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat diganti dengan pembayaran sejumlah uang tertentu.Berdasarkan ketentuan diatas pelanggar dapat diperingati agar berbuat sesuai izin dan apabilatidak, akan dikenakan sanksi yang paling keras pencabutan izin usaha perusahaan pengalenganikan yang terbukti membuang limbah ke pesisir Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang. Selain itu pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabutizin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya (lihat pasal 27 ayat 1,2,3UUPLH). Upaya adminisrtatif adalah upaya tercepat karena tidak memerlukan proses peradilan.Dalam kasus pengerusakan lingkungan upaya ini terasa lebih relevan mengingat pencemaranlingkungan hidup memerlukan upaya yang cepat agar kerugian yang ditimbulkan tidak terus bertambah.  Sanksi Perdata Ketentuan hukum penyelesaian perdata pada sengketa lingkungan dalam UUPLH terdapat dalam pasal 30-39. Pada pasal Pasal 34 ayat (1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemarandan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain ataulingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Pada ayat (2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hariketerlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut. Selanjutnya pasal 34 tidak menetapkanlebih lanjut mengenai tata cara menggugat ganti kerugian. Pengaturan mengenai tanggunggugatdan ganti rugi masih berlaku pasal 1365 BW.Syarat-syarat dalam pasal 1365 antara lain:  Kesalahan Syarat kesalahan artinya pembuat harus mempertanggungjawabkan karena telah melakuakan perbuatan melanggar hukum. Dalam UUPLH ini menganut asas tanggungjawab mutlak (strictliability). Karena terjadinya perbuatan melanggar hukum maka terjadi kesalahan

dan pembuatharus mempertanggungjawabkan. Jadi misalnya kelompok masyarakat sekitar Pengambenganyang diwakili oleh LSM melakukan gugatan tentang perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran limbah, penggugat harus membuktikan adanya kesalahan dari pelanggar.  Kerugian (Schade) Syarat lain dalam 1365 BW adalah adanya kerugian (Schade). Dlam syarat ini harus dibuktikanadanya kerugian yang ditimbulkan dari pencemaran. Pada putusan MA tanggal 2 Juni 1971 Nomor 177 K/Sip/1971 disebutkan: “Gugatan ganti rugi yang tidak dijelaskan dengan sempurnadan tidak disertai pembuktian yang meyakinkan mengenai jumlah ganti rugi yang harus diterimaoleh pengadilan tidak dapat dikabulkan oleh pengadilan”Mengenai Ganti Rugi juga diatur dalam pasal Pasal 34 UUPLH: ”Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatanuntuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.”Dalam UUPLH ini menganut asas tanggungjawab mutlak (strict liability). Pengertiantanggungjawab mutlak adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugatsebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ini merupkan lex specialis dalam gugatantentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya.Asas strict liability ini dituangkan dalam pasal 35:Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun,dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung danseketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.  Hubungan Kausal Harus ada kaitan antara perbuatan yang melanggar hukum dengan terjadinya kerugian dengankata lain, pembuangan limbah tersebut harus terbukti mengakibatkan adanya kerugian pengusaha berupa kematian tambak udang  Relativitas Tuntutan supaya suatu ketentuan larangan berdasarkan unang-undang atau suatu syarat dalamiizin dipenuhi, hanya dapat diajukan oleh seorang yang bersangkutan atau terancam suatukepentingan yang dilindungi oleh ketentuan berdasarkan undang-undang atau ketentuan perizinan. Mengenai siapa yang berhak melakukan gugatan. Masyarakat dan

 Organisasi Lingkungan Hidup seperti LSM berhak untuk melakukan gugatan sebagaimana disebutkandalam Pasal 37 UUPLH:(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupanmasyarakat.(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakanlingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat,maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.  Sanksi Pidana Dalam pemberian sanksi pidana UUPLH 1997 menetapkan sanksi maksimum, hal terebuttercantum dalam Pasal 41:1.Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yangmengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah).2.Dalam penerapan instrumen hukum pidana pada dasarnya bersifat sebagai upaya terakhir (ultimum remidium), namun dalam penegakkan hukum lingkungan tidak selamanya bersifat (ultimum remidium) karena tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia sudah pada tingkat memprihatinkan.Untuk adanya perbuatan pidana di bidang Lingkungan Hidup, menurut pasal 41 sampai Pasal 47UUPLH ditentukan agar memenuhi syarat-syarat : a) adanya perbuatan yang memasukkan mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalamLingkungan Hidup atau perbuatan yang menimulkan perubahan langsung atau tidak langsungterhadap sifat fisik dan/ atau hayati Lingkungan Hidup b) adanya penurunan kemampuan lingkungan sampai tingkat tertentu dalam menunjang pembangunan berkelanjutan atau Lingkungan Hidup kurang/ tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. c) Adanya unsur kesalahan dari perilaku baik karena kesengaajaan atau kelalaian; d) adanya hubungan sebab akibat antara kesalahan pelaku dengan penurunan kualitasLingkungan Hidup sampai pada tingkat kurang / tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya; e) kesalahan pelaku bersangkutan dimaksudkan sebagai tidak pidanaDalam kasus Pencemaran di kawasan industri, pencemaran dilakukan bukan oleh individu saja tetapi oleh beberapa orang atau perusahaan, mengenai pencemaran yang dilakukan

secara kolektif merujuk pada Pasal 46 UUPLH:(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ini dilakukan oleh atau atas nama badanhukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dansanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupunterhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.(2) Jika tindak pidana dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalamlingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidanadilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersamasama.(3) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurusdi tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atauorganisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapatmemerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan.Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana danUndang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakantindakan tata tertib sesuai pasal 47 UUPLH, yaitu berupa:(1) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau(2) penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau(3) perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau(3) mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau(4) meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau(5) menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.

Lingkungan Hidup seperti LSM berhak untuk melakukan gugatan sebagaimana disebutkandalam Pasal 37 UUPLH:(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupanmasyarakat.(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakanlingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat,maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.

Related Documents

Skb
October 2019 64
Skb Amdal.docx
June 2020 19
Skb Bab 3 Pembahasan.docx
December 2019 33
2. Skb Sastra.docx
October 2019 61
Skb 2019.pdf
July 2020 4

More Documents from "UPTD BINUS DAN PRODUKSI PERIKANAN KEC KANDANGHAUR"