Sk2 Hemato Febol.docx

  • Uploaded by: Shafira Hf
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sk2 Hemato Febol.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,178
  • Pages: 37
SKENARIO 2 “Pucat dan Perut membuncit” BLOK DARAH & SISTEM LIMFATIK

Kelompok

:B-3

Ketua

: Metti Herliani Putri

(1102017136)

Sekretaris

: Lulu Nurviah Ahmad

(1102017131)

Anggota

: Sarah Nabila

(1102016200)

Lulu Ah Janah

(1102017129)

Mino Syahban

(1102017138)

Muhammad iqbal thamrin

(1102017151)

Nanda Febylia

(1102017167)

Qonita Fitri Martikasari

(1102017181)

Shafira Herowati Febriyanti

(1102017213)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510 Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.424457

1

DAFTAR ISI

SKENARIO...............................................................................................................................3 KATA SULIT............................................................................................................................4 PERTANYAAN........................................................................................................................5 JAWABAN................................................................................................................................5 HIPOTESA................................................................................................................................6 SASARAN BELAJAR. ............................................................................................................7 LI 1 Memahami dan menjelaskan Hemoglobin. ..................................................................8 LO 1.1 Morfologi dan Struktur rantai globin. .....................................................................8 LO 1.2 Gen penyandi molekul globin. ................................................................................9 LO 1.3 Sintesis hemoglobin.. ............................................................................................11 LI 2 Memahami dan menjelaskan Thalasemia.. ..........................................................12 LO 2.1 Definisi. ................................................................................................................12 LO 2.2 Epidemiologi. .......................................................................................................13 LO 2.3 Etiologi.. ...............................................................................................................14 LO 2.4 Klasifikasi.. ...........................................................................................................15 LO 2.5 Patofisiologi.. ........................................................................................................17 LO 2.6 Manifestasi klinis.. ................................................................................................22 LO 2.7 Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang. ...................................................23 LO 2.8 Diagnosis dan Diagnosis banding. ........................................................................25 LO 2.9 Tatalaksana. ..........................................................................................................28 LO 2.10 Prognosis ............................................................................................................34 LO 2.11 Komplikasi. .........................................................................................................35

2

SKENARIO Pertumbuhan Badan Terlambat dan Perut Membucit Seorang anak laki-laki usia 5 tahun dibawa orangtuanya ke dokter praktek umum dengan keluhan pertumbuhan badan terlambat bila dibandingkan dengan teman sebayanya. Keluhan tersebut baru disadari orang tuanya sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan perut membuncit, lekas lelah, dan sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. TB=98 cm, BB=13 kg, konjunctiva pucat, sklera agak ikterik, kulit pucat, dan splenomegali Schufner II. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil : Pemeriksaan

Kadar

Nilai normal

9 g/dL

11,5 – 15,5 g/dL

30%

34 – 40 %

3.5 x 106 / μl

3,9 – 5,3 x 106 / μl

MCV

69 fL

75 – 87 fL

MCH

13 pg

24 – 30 pg

MCHC

19%

32 – 36 %

Leukosit

8000 / μl

5000 – 14.5000 / μl

Trombosit

260.000 / μl

250.000 – 450.000 / μl

Retikulosit

2%

0,5 – 1,5 %

Hemoglobin(Hb) Hematokrit(Ht) Eritrosit

Sediaan apus darah tepi

Eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel target (+), polikromasi, fragmentosit (+), eritrosit berinti (+).

3

KATA SULIT 1. Splenomegali Schuffner II : Pembesara organ limpa ke arah medial. 2. Retikulosit

: Eritrosit muda yang belum mengalami kematangan.

3. Polikromasi

: Variasi kadar hemoglobin dalam eritrosit ( berbagai warna dalam eritrosit ).

4. Anisopoikilositosis

: Eritrosit yang ukurannya bervariasi dan bentuknya abnormal didalam darah.

5. Sklera Ikterik

: Pembungkus mata yang mengalami kekuningan.

4

PERTANYAAN

1. Apa kemungkinan diagnosis? 2. Apa yang menyebabkan pertumbuhan badan terhambat? 3. Mengapa ditemukan sklera ikterik? 4. Mengapa perut membuncit, lekas lelah, dan sesak nafas? 5. Bagaimana terjadi splenomegali?

JAWABAN 1. Diagnosisnya adalah hemoglobinopati struktural. 2. Pertumbuhan badan terhambat karena sumsum tulang lebih banyak memproduksi eritropoiesis dan pada pertumbuhan tulang. 3. Sklera ikterik karena ada destruksi eritrosit meningkat sehingga billirubin meningkat menyebabkan sklera kuning. 4. Perut membuncit karena splenomegali, lekas lelah karena eritrosit abnormal sehingga tidak dapat mengikat oksigen, sesak nafas karena splenomegali menyebabkan paruparu terdesak oleh limpa dan juga karena berkurangnya oksigen. 5. Splenomegali terjadi karena destruksi eritrosit bekerja terus menerus sehingga limpa membesar.

5

HIPOTESA Secara umum hemoglobinopati struktural adalah thalasemia yaitu adanya penyakit yang diturunkan secara genetik. Ditandai dengan splenomegali, sklera ikterik, konjungtiva pucat, pertumbuhan pasien terhambat dan pada pemeriksaan darah ditemukan Hb,MCV,MCH dan MCHC turun sedangkan retikulosit naik.

6

SASARAN BELAJAR LI 1 Memahami dan menjelaskan Hemoglobin LO 1.1 Morfologi dan Struktur rantai globin LO 1.2 Gen penyandi molekul globin LO 1.3 Sintesis hemoglobin LI 2 Memahami dan menjelaskan Thalasemia LO 2.1 Definisi LO 2.2 Epidemiologi LO 2.3 Etiologi LO 2.4 Klasifikasi LO 2.5 Patofisiologi LO 2.6 Manifestasi klinis LO 2.7 Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang LO 2.8 Diagnosis dan Diagnosis banding LO 2.9 Tatalaksana LO 2.10 Prognosis LO 2.11 Komplikasi

7

LI 1. Memahami&Menjelaskan Hb 1.1 Morfologi dan Struktur rantai globin Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa8 dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/lokasi ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah. Kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen bergantung pada keberadaan gugus prastitik yang disebut heme. Gugus heme yang menyebabkan darah berwarna merah. Gugus heme terdiri dari komponen anorganik dan pusat atom besi. Komponen organik yang disebut protoporfirin terbentuk dari empat cincin pirol yang dihubungkan oleh jembatan meterna membentuk cincin tetra pirol. Empat gugus mitral dan gugus vinil dan dua sisi rantai propionol terpasang pada cincin ini.

8

Jenis jenis Hb Pada orang dewasa: - HbA (96%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan beta (𝛼 2β2) - HbA2 (2,5%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan delta (2𝛿 2) Pada fetus: - HbF (predominasi), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan gamma (2𝛾2) - Pada saat dilahirkan HbF terdiri atas rantai globin alfa dan Ggamma (2G𝛾2) dan alfa dan A gamma (2A𝛾2), dimana kedua rantai globin gamma berbeda pada asam amino di posisi 136 yaitu glisin pada G𝛾 dan alanin pada A𝛾 Pada embrio: - Hb Gower 1, terdiri atas rantai globin zeta dan epsilon (𝜁 2𝜀 2) - Hb Gower 2, terdiri atas rantai globin alfa dan epsilon (2𝜀 2) - Hb Portland, terdiri atas rantai globin zeta dan gamma (𝜁 2 𝛾 2), sebelum minggu ke 8 intrauterin - Semasa tahap fetus terdapat perubahan produksi rantai globin dari rantai zeta ke rantai alfa dan dari rantai epsilon ke rantai gamma, diikuti dengan produksi rantai beta dan rantai delta saat kelahiran

1.2 Gen penyandi molekul globin

Semua gen globin mempunyai tiga ekson (region pengode) dan dua intron (region yang tidak mengode, yang DNA-nya tidak terwakili pada protein yang sudah jadi). RNA awal ditranskripsi dari ekson dan intron, dan dari hasil transkripsi ini RNA yang berasal dari intron dibuang melalui suatu proses yang disebut splicing. Intron selalu dimulai dengan suatu dinukleotida GT dan berakhir dengan dinukleotida AG. Mesin splicing mengenali urutan tersebut dan

9

juga sekuens dinukleotida didekatnya yang dipertahankan. RNA dalam nucleus juga ditutupi dengan penambahan suatu struktur pada ujung 5’ yang mengandung gugus tujuh metil guanosin. Struktur ini penting untuk pelekatan mRNA pad a ribosom, setelah itu mRNA yang ba ru terbentuk tersebut juga mengalami poliadenilasi pada ujung 3’. Sejumlah sekuens lain yang dipertahankan penting dalam sintesis globin. Sekuens ini mempengaruhi transkripsi gen, memastikan kebenarannya dan menetapkan tempat untuk mengawali dan mengakhiri translasi dan memastikan stabilitas mRNA yang di sintesis. Promotor ditemukan pada posisi 5‟ pada gen, dekat dengan lokasi inisiasi atau lebih distal. Promotor ini adalah lokasi tempat RNA polimerase berikatan dan mengakatalis transkripsi gen. Setelah itu penguat (enhancer) ditemukan pada posisi 5‟ atau 3‟ terhadap gen. Penguat penting dalam regulasi ekspresi gen globin yang spesifik jaringan dan dalam regulasi sintesis berbagai rantai globin selama kehidupan janin dan setelah kelahiran. Regio pengatur lokus (locus control region, LCR) adalah unsur pengatur genetic yang terletak jauh di hulu kelompok globin β yang mengatur aktivitas genetik tiap domain, kemungkinan dengan cara berinteraksi secara fisik dengan region promoter dan menguraikan kromatin agar faktor transkripsi dapat berikatan. Kelompok gen globin α juga mengandung region yang mirip dengan LCR, disebut HS40. Faktor transkripsi GATA-1, FoG, dan NF-E2 yang diekspresikan terutama p ada precursor eritroid, penting untuk menentukan ekspresi gen globin dalam sel eritroid. (Hoffbrand ed.7, 2018) Setelah itu mRNA globin memasuki sitoplasma dan melekat pa da ribosom (translasi) tempat terjadinya sintesis rantai globin. proses ini terjadi melalui pelekatan RNA transfer, masing-masing dengan asam aminonya sendiri, melalui berpasangannya kodon/antikodon pada suatu posisi yang sesuai dengan cetakan (template) mRNA. (Campbell, 2002)

10

1.3 Sintesis hemoglobin

Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang terkoordinasi. Heme adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui hemoglobin. Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme Sintesis Heme

Gambar 1 Sintesis heme

Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak langkahlangkah enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan kondensasi dari suksinil-CoA dan glisin membentuk 5-aminolevulinic acid. Serangkaian langkah-langkah di dalam sitoplasma menghasilkan coproporphrynohen III yang akan masuk kembali ke dalam mitokondria. Langkah-langkah enzimatik akhir menghasilkan heme.

Sintesis globin Globin adalah suatu protein yang terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida. Rantai polipeptida ini terdiri dari 2 pasang rantai dengan jumlah, jenis dan urutan asam amino tertentu. Masing-masing rantai polipeptida mengikat 1 gugus heme. Sintesis globin terjadi di eritroblast dini atau basofilik dan berlanjut dengan tingkat terbatas sampai di retikulosit. Gen-gen untuk sintesis globin terletak di kromosom 11 (rantai gamma,delta & beta) dan kromosom 16 (rantai alfa & zeta). Manusia mempunyai 6 rantai polipeptida globin yaitu rantai α dan non α yang terdiri dari β, γ, δ, ε, ζ. Pada orang normal ada 7 sintesis rantai globin yang berbeda yaitu : 4 pada masa embrio seperti Hb Gower 1 ( ζ2ε2 ), Hb Gower 2 ( α2ε2 ),

11

dan Hb Portland (ζ2 γ2 ). Hb F (α2γ2 ) adalah Hb yang predominant pada saat kehidupan janin dan menjadi hemoglobin yang utama setelah lahir. Hb A (α2β2 ) adalah hemoglobin mayor yang ditemukan pada dewasa dan anak-anak. Hb A2 (α2δ2 ) dan Hb F ditemukan dalam jumlah kecil pada dewasa ( kira-kira 1,5 - 3,5 % dan 0,2 – 1,0 % ). Perbandingan komposisi Hb A, A2 dan F menetap sampai dewasa setelah umur 6 – 12 bulan. Pada orang dewasa , HbA2 kira-kira 1,5% -- 3,5% hemoglobin total, Persentasenya jauh lebih rendah dari pada waktu dilahirkan, kira-kira 0,2% - 0,3% meningkat pada saat dewasa pada 2 tahun pertama. Kenaikan yang tajam terjadi pada 1 tahun pertama dan naik dengan perlahan pada 3 tahun kelahiran. Sintesa globin  Chromosome 11 (- cluster) : Urutannya -G-A- --  Chromosome 16 (-cluster): Urutannya 2-1-2-1-2-1-

% of total globin 50 synthesis

Perkembangan sintesa globin

30

10 6

18

30

prenatal age (wks)

birth

6

18

30

42

postnatal age (wks)

LI 2 Memahami dan menjelaskan Thalasemia 2.1 Definisi  

Thalassemia adalah sekelompok gangguan genetik heterogen yang disebabkan oleh menurunnya kecepatan sintesis rantai α atau β. (Hoffbrand ed.7, 2018) Thalassemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis Hb yang ditandai dengan tidak adanya atau berkurangnya sintesis rantai globin. (Buku Ajar Patologi Robbins vol.2 ed.7, 2007)

12

2.2 Epidemiologi 

Thalassemia beta Thalassemia β banyak dijumpai di Mediterania, Timur Tengah, India/Pakistan dan Asia. Di Siprus dan Yunani lebih banyak dijumpai varian β+, sedangkan di Asia Tenggara lebih banyak varian βo. Prevalensi thalassemia di berbagai negara adalah sebagai berikut:

Ket: Thalassemia dan hemoglobinopati di dunia. Sabuk thalassemia tampak melalui Indonesia, Asia Tenggara, India, Timur Tengah dan Mediterania. Italia: 10%, Yunani: 5-10%, Cina: 2%, India: 1-5%, Negro: 1%, Asia Tenggara: 5%. Jika dilukiskan dalam peta dunia, seolah-olah membentuk sebuah sabuk (thalassemia belt), dimana Indonesia termasuk di dalamnya. 

Thalassemia alfa Sering dijumpai di Asia Tenggara, lebih sering dari thalassemia beta. (Bakta “Hematologi Klinik”, 2006)

13

2.3 Etiologi Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak pada kromosom. Bentuk daripada gen beta-globin ini diatur oleh locus control region (LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasargen menyebabkan cacat pada inisiasi atau pengakhiran transkripsi, pembelahan RNA yang abnormal, substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau pemberhentian daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan sindrom thalassemia beta. Mutasi Beta-zero (β0) ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin, yang biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift, atau splicing. Sedangkan mutasi beta-plus(β+) ditandai dengan adanya produksi beberapa beta-globin tetapi dengan sedikit cacat splicing. Mutasi yang spesifik memiliki beberapa hubungan dengan faktor etnis atau kelompok berbeda yang lazim di berbagai belahan dunia. Seringkali, sebagian besar individu yang mewarisi penyakit ini mengikuti pola resesif autosomal, dengan individu heterozigot memiliki kelainan gen tersebut, sedangkan pada individu heterozigot atau individu compound homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai penyakit beta-thalassemia mayor atau intermedia. Mekanisme penurunan penyakit thalassemia :

14



Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassemia trait/bawaan, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassemia trait/bawaan atau Thalassemia mayor kepada anakanak meraka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.



Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassemia trait/bawaan, sedangkan yang lainnya tidak maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassemia trait/bawaan, tetapi tidak seseorang diantara anak-anak mereka Thalassemia mayor. Apabila kedua orang tua menderita Thalassemia trait/bawaan, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita thalassemia trait/bawaan atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin menderita Thalassemia mayor.



2.4 Klasifikasi

Hoffbrand “Hematologi” ed.7, 2018) Menurut, buku hematologi klinik ringkas terdapat 2 tipe utama, yaitu: 1. Thalassemia alfa: di mana terjadi penurunan sintesis rantai alfa. 2. Thalassemia beta: di mana terjadi penurunan sintesis rantai beta. Dalam kelompok ini dimasukkan juga: a. Thalassemia delta-beta: penurunan sintesis rantai beta dan delta

15

b. Thalassemia σ A βδ thalassemia: terjadi penurunan sintesis rantai beta, delta dan σA. (Bakta “Hematologi Klinik”, 2006) Jenis thalassemia sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya:  Thalassemia-α, terjadi karena berkurangnya (defisiensi parsial) (thalassemiaα+) atau tidak diproduksi sama sekali (defisiensi total) (thalassemia-α0) produksi rantai globin-α.  Thalassemia-β, terjadi akibat berkurangnya rantai globin-b (thalassemia-β+) atau tidak diproduksi sama sekali rantai globin-β (thalassemia-β0).  Thalassemia-δβ, terjadi akibat berkurangnya atau tidak diproduksinya kedua rantai-δ dan rantai-β. Hal yang sama terjadi pada thalassemia-γδβ, dan thalassemia-αβ.  Heterozigot ganda thalassemia α atau β dengan varian hemoglobin thalassemik: - Contohnya, thalassemia-β/HbE: diwarisi dari salah satu orang tua yang pembawa sifat thalassemia β, dan yang lainnya adalah pembawa sifat HbE. (Sudoyo, dkk “Buku IPD” Jilid 2 ed.6, 2014)

(Robbins “Buku Patologi” vol.2 ed.7, 2007)

16

2.5 Patofisiologi

Mutasi pada β-Thalassemia meliputi delegi gen globin, mutasi daerah promotor, penghentian mutasi dan mutasi lainnya. Terdapat relatif sedikit mutasi pada αThalassemia. Penyebab

utama

adalah

terdapatnya

ketidakseimbangan

rantai

globin. Pada sumsum tulang mutasi thalasemia mengganggu pematangan sel darah merah, sehingga tidak efektifnya eritropoiesis akibat hiperaktif terdapat pula sedikit

sumsum tulang,

Retikulosit dan anemia berat. Pada β-thalasemia terdapat

kelebihan rantai globin α-yang relatif terhadap β- dan γ-globin; tetramers-globin α (α4)

terbentuk,

memperpendek meningkatkan

dan hidup

ini

berinteraksi eritrosit,

dengan

yang

membran

mengarah

ke

eritrosit

sehingga

anemia

dan

produksi erythroid. Rantai globin γ-diproduksi dalam jumlah

yang normal, sehingga menyebabkan peningkatan Hb F (γ2 α2). Rantai δglobin juga diproduksi dalam jumlah normal, Hb A2 meningkat (α2 δ2) di βThalassemia. Pada α-talasemia terdapat lebih sedikit-globin rantai α dan β-berlebihan dan rantai γ-globin. Kelebihan rantai ini membentuk hb Bart (γ4) dalam kehidupan janin dan Hb H (β4) setelah lahir. Tetramers abnormal ini tidak mematikan tetapi mengakibatkan hemolisis extravascular. (Behrman R.E, Kliegman R.M and jenson H.B. (2004). Nelson textbook of pediatrics’.Part 20 disease of the blood chapter 454 hemoglobin

disorder 454.9 thallasemia syndrome. 17th edition.USA)

PATOFISIOLOGI THALASSEMIA β Penurunan produksi rantai beta, menyebabkan produksi rantai alfa yang berlebihan. Produksi rantai globin γ pasca kelahiran masih tetap diproduksi, untuk mengkompensasi defisiensi α2β2 (HbA), namun tetap tidak mencukupi. Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin β dan dan rantai globin γ tidak pernah dapat mencukupi untuk mengikat rantai alfa yang berlebihan. Rantai alfa yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada patogenesis thalassemia-β. Rantai alfa yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantia globin lainnya, akan berpresipitasi pada prekrusor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel progenitor darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan prekusor eritrosit dan menyebabkan eritropoiesis tidak efektif (inefektif), sehingga umur eritrosit menjadi 17

pendek. Akibatnya akan timbul anemia. Anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong proliferasi eritroid yang terus menerus dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan lagi dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung darah akibat sumsum tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegali. Pada limpa yang membesar makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk kemudian dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara teratur juga menambah muatan besi, hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ dan diakhiri oleh kematian bila besi ini tidak segara dikeluarkan. (Buku IPD Jilid 2 Ed.6, 2014)

PATOFISIOLOGI THALASSEMIA α Patofisiologi thalassemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalassemia-β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-α. Hilangnya gen globin-α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan thalassemia-2a-α homozigot (-α/-α) atau thalassemia-1a-α heterozigot (αα/--) memberi fenotip seperti thalassemia-β carrier. Kehilangan 3 atau 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat penyakit berat menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan thalassemia-α0 homozigot (--/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb -Bart‟s hydrops syndrome.

18

Kelainan dasar thalassemia-α sama dengan thalassemia-β, yakni ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis thalassemia ini. 



Pertama, karena rantai-α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa (tidak seperti pada thalassemia-β), maka thalassemia-α bermanifestasi pada fetus. Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin-γ dan–β yang disebabkan oleh defek produksi rantai globin-α sangat berbeda dibandingan dengan akibat produksi berlebihan rantai-α pada thalassemia-β. Bila kelebihan rantai-α tersebut menyebabkan presipitasi pada perkursel eritrosit, makan thalassemia-α menimbulkan tetramer yang larut (soluble). (Buku IPD Jilid 2 Ed.6, 2014)

(Buku IPD Jilid 2 Ed.6, 2014) 19

Bentuk β-Thalasemia sindrom lain nya Sindrom talasemia β- digolongkan

menjadi enam kelompok: β-thalasemia, δβ-

thalasemia, γ- thalasemia, δ- thalasemia, εγδβ- thalasemia, dan sindrom HPFH. Sebagian besar thalasemia relatif langka, hanya beberapa yang ditemukan dalam kelompok keluarga. β- thalasemia juga dapat diklasifikasikan secara klinis sebagai sifat talasemia, minimum, ringan, menengah, dan besar dari tingkat anemia. Klasifikasi genetik tidak selalu menentukan fenotipe, dan derajat anemia tidak selalu memprediksi klasifikasi genetik. Thalasemia intermedia dapat berupa kombinasi dari mutasi β- thalasemia (β0 / β, β0 / βvariant, E/β0), yang akan menyebabkan fenotipe anemia mikrositik dengan Hb sekitar 7 g / dL. Terdapat kontroversi mengenai apakah dilakukan tranfusi pada anakanak ini. Mereka pasti akan mengembangkan derajat hiperplasia meduler, hemosiderosis gizi mungkin membutuhkan chelation, komplikasi

lain

thalasemia

dengan

kelebihan

splenomegali, zat

dan

besi. Hematopoiesis

Extramedullary dapat terjadi dalam kanalis vertebralis, penekanan saraf oleh tulang belakang dan menyebabkan gejala neurologis, kedua adalah darurat medis yang membutuhkan terapi radiasi langsung lokal untuk menghentikan eritropoiesis. Transfusi akan meringankan kebutuhan

manifestasi

thalasemia

dan

mempercepat

chelation. splenektomi menempatkan anak berisiko terinfeksi dan

hipertensi paru. Thalasemia diklasifikasikan sebagai minimum dan ringan biasanya heterozigot (β0 / β, β / β) yang memiliki fenotipe yang lebih parah dari sifat tetapi tidak separah intermedia. Anakanak ini harus diselidiki untuk genotipe dan dimonitor untuk akumulasi besi. βthalasemia dipengaruhi oleh keberadaan-Thalassemia α: α-thalassemia menyebabkan anemia dengan sifat kurang parah dan digandakan gen α (ααα / αα (menyebabkan talasemia yang lebih berat. Orang yang berada dalam kelompok-kelompok ini

20

memerlukan transfusi pada masa remaja atau dewasa, Beberapa mungkin menjadi kandidat untuk kemoterapi seperti hydroxyurea. Sifat thalasemia sering misdiagnosis sebagai kekurangan zat besi pada anak-anak. Sebuah kursus singkat dari besi dan re-evaluasi, semua yang diperlukan untuk memisahkan anak-anak yang perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Anak anak yang memiliki sifat β- Thalasemia akan memiliki lebar sel darah merah terdistribusi dan pada elektroforesis Hb memiliki HbF tinggi dan diagnose di tinggikan HbA2. Terdapat istilah "silent" bentuk sifat thalasemia dan jika sejarah keluarga adalah sugestif, studi lebih lanjut dapat diindikasikan. (Behrman R.E, Kliegman R.M and jenson H.B. (2004). Nelson textbook of pediatrics’.Part 20 disease of the blood chapter 454 hemoglobin disorder 454.9 thallasemia syndrome. 17th edition.USA)

(Bakta, Buku Hematologi Klinis, 2006)

21

2.6 Manifestasi klinis Kelainan genotip thalassemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan. Manifestasi klinis thalassemia-β dibagi 3 (tiga) sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni:  Thalassemia-β minor (trait)/ heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. Hepatomegali dan splenomegali ditemukan pada sedikit penderita.  Thalassemia-β mayor/ homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. Biasanya ditemukan pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun dengan klinis anemia berat. Bila anak tersebut tidak diobati dengan hipertransfusi (transfusi darah yang bertujuan mencapai kadar Hb tinggi) akan terjadi peningkatan hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang yang nyata karena rongga sumsum tulang mengalami ekspansi akibat hiperplasia eritroid ekstrim.  Thalassemia-β intermedia: gejala di antara thalassemia-β mayor dan minor. Gambaran klinis bervariasi dari bentuk ringan, walaupun dengan anemia sedang, sampai dengan anemia berat yang tidak dapat mentoleransi aktivitas berat dan fraktur patologik. Muatan besi berlebih dijumpai, walaupun tidak mendapat transfusi darah. Eritropoeisis nyata meningkat, namun tidak efektif, sehingga menyebabkan peningkatan turnover besi dalam plasma, kemudian merangsang penyerapan besi via saluran cerna. Komplikasi jantung dan endokrin muncul 10-20 tahun kemudian pada penderita thalassemia intermedia yang tidak mendapat transfusi darah.  Pembawa sifat tersembunyi thalassemia-β (silent carrier). (Sudoyo, dkk “Buku IPD” Jilid 2 ed.6, 2014) Tanda dan Gejala Penderita -thalassemia minor biasanya asimtomatis dengan temuan normal pada pemeriksaan fisik. Berbeda dengan -thalasemia mayor yang normal saat lahir tapi berkembang menjadi anemia siknifikan sejak tahun pertama kelahiran. Jika kelainan tersebut tidak teridentifikasi dan di terapi dengan tranfusi darah, pertumbuhan anak sangat buruk dan disertai hepatoslenomegali masiv dan perluasan dari jarak medulla dengan penjalaran pada cortex tulang. Perubahan tulang terlihat jelas pada deformitas wajah gambar 2.7-1. (prominen dari kepala dan maksilla) dan hal ini juga sering menyebabkan penderita thalasemia rentan terhadap fraktur patologis. (Hay W.W, Hayward A.R, Levin M..J and Sandheimer J.M. (2003). Current pediatric diagnosis 22

and treatment. Part 27 hematologic disorder, congenital hemolytic anemias hemoglobinopaties. 16th

edition. Lange medical books/McGraw- hill. North

America) 2.7 Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang

1. Anamnesis Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan 2. Pemeriksaan fisik  Pucat  Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)  Dapat ditemukan ikterus  Gangguan pertumbuhan  Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar 3. Pemeriksaan penunjang  Darah tepi :  Hb rendah dapat sampai 2-3 g%  Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.  Retikulosit meningkat.

23

Gambar 5. Sedimen Darah Tepi dari Penderita Thalassemia Trait dan Orang Normal. Variasi bentuk eritrosit (sel darah merah) pada sedimen darah tepi dilihat dengan mikroskop dari penderita thalassemia: a = hipokrom, b = teardrop, c = target cell, d = basophilic stipling dengan pewarnaan giemsa Bentuk eritrosit (sel darah merah) pada orang normal dengan pewarnaan giemsa

 Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)  Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil  Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat  Pemeriksaan khusus  Hb F meningkat : 20%-90% Hb total  Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F  Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)  Pemeriksaan lain  Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks  Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas

PEMERIKSAAN LABORATORIUM - Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). - Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. - Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. - Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. - Penyelidikan sintesis α /β terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio α /β yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai β.

24

Gambaran radiologis Radiologi menunjukkan gambran khas “hair on end”. Tulang panjang menjadi tipis akibat ekspansi sumsum tulang yang dapat berakibat fraktur patologis. Wajah menjadi khas, berupa menonjolnya dahi, tulang pipi dan dagu atas. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat.

-Facies Mongoloid-

-Splenohepatomegali(Sunarto, 2000)

2.8 Diagnosis dan Diagnosis banding Diagnosis : a.     

Anamnesis Ditanyakan keluhan utama dan riwayat perkembangan penyakit pasien. Ditanyakan riwayat keluarga dan keturunan. Ditanyakan tentang masalah kesehatan lain yang dialami. Ditanyakan tentang test darah yang pernah diambil sebelumnya. Ditanyakan apakah nafsu makan berkurang

b.   

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik pasien tampak pucat, lemas dan lemah. Pemeriksaan tanda vital heart rate Pada palpasi biasanya ditemu kan hepatosplenomegali pada pasien

c. Pemeriksaan Laboratorium Hasil tes mengungkapkan informasi penting, seperti jenis thalassemia. Pengujian yang membantu menentukan diagnosis Thalassemia meliputi: 1. Hitung Darah Lengkap (CBC) dan SHDT Sel darah diperiksa bentuknya (shape), warna (staining), jumlah, dan ukuran (size). Fitur-fitur ini membantu dokter mengetahui apakah Anda memiliki thalassemia dan jika iya, jenis apa. Tes darah yang mengukur jumlah besi dalam darah (tes tingkat zat besi dan feritin tes).Sebuah tes darah yang mengukur jumlah berbagai jenis hemoglobin (elektroforesis hemoglobin). Hitung darah lengkap (CBC) pada anggota lain dari keluarga (orang tua dan saudara kandung). Hasil menentukan apakah mereka telah thalassemia.Dokter sering mendiagnosa bentuk yang paling parah adalah thalassemia

25

beta mayor atau anemia Cooley's.Kadar Hb adalah 7 ± 10 g/ dL.Pada sediaan hapus darah tepi ditemukan anemia hipokrom mikrositik, anisositosis, dan poikilositosis (target cell). 2. Elektroforesis Hemoglobin Elektroforesis hemoglobin adalah pengujian yang mengukur berbagai jenis protein pembawa oksigen (hemoglobin) dalam darah. Pada orang dewasa, molekul molekul hemoglobin membentuk persentase hemoglobin total seperti berikut : HbA HbA2 HbF HbS HbC

: 95% sampai 98% : 2% hingga 3% : 0,8% sampai 2% : 0% : 0%

Pada kasus thalasemia beta intermedia, HbF dan HbA2 meningkat. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan HbA2 meningkat (> 3,5% dari Hb total) Catatan: rentang nilai normal mungkin sedikit berbeda antara laboratorium yang satu dengan laboratorium lainnya. 3. Mean Corpuscular Values ( MCV) Pemeriksaan mean corpuscular values terdiri dari 3 jenis permeriksaan, yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Untuk pemeriksaan ini diperlukan data mengenai kadar Hb (g/dL), nilai hematokrit (%), dan hitung eritrosit (juta/uL). 4. Pemeriksaan Rontgen Foto Ro tulang kepala, gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

(Gambaran hair on end) http://www.gentili.net/signs/images/400/skullss.jpg

26

Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas. 5. Darah tepi i. Hb rendah (dapat sampai 2-3%) ii. Gambaran morfologi eritrosit : mikroskopik hipokromatik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basofilik stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas iii. Retikulosit meningkat iv. Complete Blood Count (CBC) : mengukur jumlah Hb dan jenis sel darah lain (eritrosit, leukosit, trombosit). Penderita thalassemia mempunyai lebih sedikit eritrosit sehat dan Hb dari normal (menunjukkan anemia). Penderita thalassemia alfa atau beta minor sapat mempunyai eritrosit dengan lebih kecil dari normal v. Badan inklusi Hb H : Untuk mendeteksi kemungkinan pembawa sifat thalassemia atau Hb H disease vi. Ferritin : Untuk mengetahui apakah anemia disebabkan oleh defisiensi / kekurangan zat besi, penyakit kronik atau thalassemia vii. Test Hb : penderita mengukur tipe Hb dalam sampel darah. Penderita thalassemia mempunyai masalah pada rantai protein globin alfa atau beta pada Hb

health.allrefer.com

home.kku.ac.th

6. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) i. Hyperplasia system eritropoiesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil ii. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat 7. Pemeriksaan khusus i. Hb F meningkat :20-90% Hb total ii. Elektroforesis Hb : Hemoglobinopaati lain dan mengukur kadar Hb F iii. Pemeriksaan pedigree : kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan karier dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb total)

27

Diagnosis Banding : Kriteria

Anemia Defisiensi Besi

Anemia Penyakit Trait Thalassemia Kronik

Anemia Sideroblastik

MCV

Menurun

Menurun/N

Menurun

Menurun/N

MCH

Menurun

Menurun/N

Menurun

Menurun/N

Serum Iron (SI)

Menurun

Menurun

Normal

Normal

TIBC

Meningkat

Menurun

Normal/Naik

Normal/Naik

Saturasi

Menurun

Menurun/N

meningkat

Meningkat

Transferrin

<15%

10-20%

>20%

>20%

Positif

Positif Kuat

Positif frngan ring sideroblast

Besi Tulang

Sumsum Negatif

Protoporfirin Eritrosit

Meningkat

Meningkat

Normal

Normal

Ferritin

Menurun

Normal

Meningkat

Meningkat

Serum

<20 µg/dl

20-200 µg/dl

>50 µg/dl

>50 µg/dl

Elektroforesis Hb

N

N

Hb A2 meningkat

N

2.9 Tatalaksana TATALAKSANA THALASEMIA 1. Transfusi darah Indikasi transfusi darah Tujuan transfusi darah pada pasien thalassemia adalah untuk menekan hematopoiesis ekstramedular dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Keputusan untuk memulai transfusi darah sangat individual pada setiap pasien. Transfusi dilakukan apabila dari pemeriksaan laboratorium terbukti pasien menderita thalassemia mayor, atau apabila Hb <7g/dL setelah 2x pemeriksaan dengan selang waktu >2 minggu, tanpa adanya tanda infeksi atau didapatkan nilai Hb >7gr/dL dan dijumpai, gagal tumbuh, dan/atau deformitas tulang akibat thalassemia. (Level of evidence IV) Evaluasi sebelum transfusi Pasien perlu menjalani pemeriksaan laboratorium berikut sebelum memulai transfusi pertama: 28

a. Profil besi: feritin serum, serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC) b. Kimia darah berupa uji fungsi hati; SGOT, SGPT, PT, APTT, albumin, bilirubin indirek, dan bilirubin direk. c. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin d. Golongan darah: ABO, Rhesus e. Marker virus yang dapat ditransmisikan melalui transfusi darah: f. antigen permukaan Hepatitis B (HbsAg), antibodi Hepatitis C (anti-HCV), dan antibodi HIV (anti-HIV). g. Bone age. Cara pemberian transfusi darah a. Volume darah yang ditransfusikan bergantung dari nilai Hb. Bila kadar Hb pratransfusi >6 gr/dL, volume darah yang ditransfusikan berkisar 10-15 mL/kg/kali dengan kecepatan 5mL/kg/jam. b. Target pra kadar Hb post-transfusi tidak melebihi dari 14-15g/dL22, sedangkan kadar Hb pratransfusi berikutnya diharapkan tidak kurang dari 9,5 mg/dL. Nilai Hb pretransfusi antara 9-10g/dL dapat mencegah terjadinya hemopoesis ekstramedular, menekan konsumsi darah berlebih, dan mengurangi absorpsi besi dari saluran cerna.

c. Jika nilai Hb <6 gr/dL, dan atau kadar Hb berapapun tetapi dijumpai klinis gagal jantung maka volume darah yang ditransfusikan dikurangi menjadi 2-5 ml/kg/kali dan kecepatan transfusi dikurangi hingga 2 mL/kg per jam untuk menghindari kelebihan cairan/overload. d. Darah yang diberikan adalah golongan darah donor yang sama (ABO, Rh) untuk meminimalkan alloimunisasi dan jika memungkinkan menggunakan darah leucodepleted yang telah menjalani uji skrining nucleic acid testing (NAT) untuk menghindari/meminimalkan tertularnya penyakit infeksi lewat transfusi. e. Darah yang sudah keluar dari bank darah sudah harus ditransfusikan dalam waktu 30 menit sejak keluar dari bank darah. Lama waktu sejak darah dikeluarkan dari bank darah hingga selesai ditransfusikan ke tubuh pasien maksimal dalam 4 jam. Transfusi darah dapat dilakukan lebih cepat (durasi 2-3 jam) pada pasien dengan kadar Hb > 6 gr/dL. f. Nilai Hb dinaikan secara berlahan hingga target Hb 9 gr/dL. g. Diuretik furosemid dipertimbangkan dengan dosis 1 hingga 2mg/kg pada pasien dengan masalah gangguan fungsi jantung atau bila terdapat klinis gagal jantung. Pasien dengan masalah jantung, kadar Hb pratransfusi dipertahankan 10-12 g/dL. Pemberian transfusi diberikan dalam jumlah kecil tiap satu hingga dua minggu. h. Interval antar serial transfusi adalah 12 jam, namun pada kondisi anemia berat interval transfusi berikutnya dapat diperpendek menjadi 8-12 jam. i. Setiap kali kunjungan berat badan pasien dan kadar Hb dicatat, begitu pula dengan volume darah yang sudah ditransfusikan.

29

Data ini dievaluasi berkala untuk menentukan kebutuhan transfusi pasien. Pasien tanpa hipersplenisme kebutuhan transfusi berada di bawah 200 mL PRC/kg per tahun.. Pada saat transfusi diperhatikan reaksi transfusi yang timbul dan kemungkinan terjadi reaksi hemolitik. Pemberian asetaminofen dan difenhidramin tidak terbukti mengurangi kemungkinan reaksi transfusi. Jenis produk darah yang digunakan Idealnya darah yang ditransfusikan tidak menyebabkan risiko atau efek samping bagi pasien. Beberapa usaha mulai dari seleksi donor, pemeriksaan golongan darah, skrining darah terhadap infeksi menular lewat transfusi darah (IMLTD), uji silang serasi (crossmatch), dan pengolahan komponen telah dilakukan untuk menyiapkan darah yang aman. Beberapa produk darah dapat dijumpai di bank darah, salah satunya adalah eritrosit cuci/ washed erythrocyte (WE). Produk ini memberikan beberapa keuntungan antara lain dapat menghilangkan leukosit 50-95% dan eritrosit 15%. Komponen darah WE dapat mengurangi risiko terjadinya reaksi alergi, dan mencegah reaksi anafilaksis pada defisiensi IgA. Kerugian WE ini memiliki waktu simpan yang pendek 4-6 jam dan memiliki risiko bahaya kontaminasi. 2. Kelasi besi Kelebihan besi dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang diberbagai sistem organ. Pemberian terapi kelasi besi dapat mencegah komplikasi kelebihan besi dan menurunkan angka kematian pada pasien thalassemia. Kelasi besi diberikan bila kadar ferritin serum >1000 ng/mL atau saturasi transferin >70%. Indikasi kelasi besi Terapi kelasi besi bertujuan untuk detoksifikasi kelebihan besi yaitu mengikat besi yang tidak terikat transferin di plasma danmengeluarkan besi dari tubuh. Kelasi dimulai setelah timbunan besi dalam tubuh pasien signifikan, yang dapat dinilai dari beberapa parameter seperti jumlah darah yang telah ditransfusikan, kadar feritin serum, saturasi transferin, dan kadar besi hati/ liver iron concentration – LIC (biopsi, MRI, atau feritometer). Jenis kelasi besi yang terbaik adalah yang dapat digunakan pasien secara kontinu, dengan mempertimbangkan efektifitas, efek samping, ketersediaan obat, harga, dan kualitas hidup pasien. Tiga jenis kelasi besi yang saat ini digunakan adalah desferoksamin, deferipron, dan deferasiroks. Desferoksamin merupakan terapi lini pertama pada anak. Bila tingkat kepatuhan buruk atau pasien menolak, deferipron atau deferaksiroks dapat menjadi alternatif. a. Desferoksamin (Desferal, DFO) menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien thalassemia. Bioavailabilitas oralnya buruk sehingga harus diberikan secara subkutan, intravena, atau terkadang intramuskular. DFO juga memiliki waktu paruh yang pendek (30 menit) sehingga diberikan dalam durasi 8-12 jam per

30

hari, 5-7 kali per minggu. Desferoksamin diberikan dengan dosis 30–60 mg/kg per kali, dengan kecepatan maksimal 15 mg/kg/jam dan total dosis per hari tidak melebihi 4-6 gram. Asam askorbat (vitamin C) dapat meningkatkan ekskresi besi jika diberikan bersamaan dengan desferoksamin, sehingga vitamin C dikonsumsi per oral dengan dosis 2-4 mg/kg/hari (100-250 mg) segera setelah infus desferoksamin dimulai. Kontraindikasi : Desferoksamin tidak disarankan pada pasien anak di bawah usia 2 tahun karena risiko toksisitas yang lebih tinggi pada usia lebih muda. b. Deferipron (Ferriprox, DFP, L1) Deferipron mampu menurunkan timbunan besi dalam tubuh, bahkan lebih efektif menurunkan besi di jantung dibandingkan desferoksamin. Dosis yang diberikan adalah 75100 mg/kg per hari, dibagi dalam 3 dosis, diberikan per oral sesudah makan. c. Deferasiroks (Exjade/DFX) Deferasirox adalah kelator oral berupa tablet dispersible. Bioavailabilitas oralnya baik dan waktu paruhnya panjang sehingga sesuai untuk pemberian 1 kali per hari. Dosis dimulai dari 20 hingga 40 mg/kg/hari. Tablet dicampurkan ke dalam air, jus apel, atau jus jeruk, dan sebaiknya dikonsumsi dalam keadaan perut kosong 30 menit sebelum atau setelah makan. Pemantauan respon terapi kelasi besi Pemantauan timbunan besi dalam tubuh dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pengukuran kadar besi bebas / Labile plasma iron (LPI) atau non transferin bound iron (NTBI) dan LIC melalui biopsi hati adalah cara paling akurat namun saat ini pemeriksaan MRI dapat mengukur konsentrasi besi di organ secara non-invasif. Berikut adalah beberapa batasan target terapi kelasi besi pada pasien thalassemia: a. LIC dipertahankan <7000 ug/g berat kering hati. b. Feritin serum 1000-2500 ng/mL; namun feritin kurang mampu memperkirakan timbunan besi dalam tubuh secara tepat, karena kadarnya banyak dipengaruhi faktor eksternal seperti inflamasi dan infeksi.

31

Pemantauan efek samping kelasi besi Kelasi besi dengan DFO a. b. c. d.

Audiologi Optamologi Pertumbuhan Reaksi alergi dan reaksi lokal

Kelasi besi dengan DFP a. Neutropenia Neutropenia b. Gangguan gastrointestinal Kelasi besi dengan DFX a. Nefrologi 3. Nutrisi dan Suplementasi Pasien thalassemia umumnya mengalami defisiensi nutrisi akibat proses hemolitik, peningkatan kebutuhan nutrisi, dan morbiditas yang menyertainya seperti kelebihan besi, diabetes, dan penggunaan kelasi besi. Idealnya pasien thalassemia menjalani analisis diet untuk mengevaluasi asupan kalsium, vitamin D, folat, trace mineral (kuprum/ tembaga, zink, dan selenium), dan antioksidan (vitamin C dan E). Pemeriksaan laboratorium berkala mencakup glukosa darah puasa, albumin, 25-hidroksi vitamin D, kadar zink plasma, tembaga, selenium, alfa- dan gammatokoferol, askorbat, dan folat. Rekomendasi diet berbeda pada tiap pasien bergantung pada riwayat nutrisi, komplikasi penyakit, dan status tumbuh kembang. Hindari suplementasi yang mengandung zat besi. Diet khusus diberikan pada pasien dengan diabetes, intoleransi laktosa, wanita hamil, dan pasien dalam kelasi besi. Konsumsi rokok dan alkohol harus dihindari. Rokok dapat menyebabkan remodeling tulang terganggu, dan dapat mengakibatkan osteoporosis. Konsumsi alkohol menyebabkan proses oksidasi besi terganggu dan memperberat gangguan fungsi hati. Nutrien yang perlu diperhatikan pada pasien thalassemia adalah zat besi. Makanan yang banyak mengandung zat besi atau dapat membantu penyerapan zat besi harus dihindari, misalnya daging merah, jeroan, dan alkohol. Makanan yang rendah zat besi, dapat mengganggu penyerapan zat besi, atau banyak mengandung kalsium dapat dikonsumsi lebih sering yaitu sereal dan gandum.

32

Vitamin C berperan untuk memindahkan besi dari penyimpanan di intraselular dan secara efektif meningkatkan kerja DFO. Vitamin C dengan dosis tidak lebih dari 2-3 mg/kg/hari diberikan bersama desferoksamin untuk meningkatkan ekskresi besi. Asam Folat asam folat hanya diberikan pada pasien bila kadar Hb pratransfusinya <9 g/dL, karena belum terjadi eritropoiesis hiperaktif sehingga tidak memerlukan asam folat untuk pembentukan eritrosit. Vitamin E 2x200 IU/hari dan Asam folat 2x1 mg/hari diberikan pada semua pasien thalassemia. 4. Splenektomi Indikasi splenektomi Transfusi yang optimal sesuai panduan saat ini biasanya dapat menghindarkan pasien dari tindakan splenektomi, namun splenektomi dapat dipertimbangkan pada beberapa indikasi di bawah ini: b. Kebutuhan transfusi meningkat hingga lebih dari 200-250 mL PRC /kg/tahun atau 1,5 kali lipat dibanding kebutuhan biasanya (kebutuhan transfusi pasien thalassemia umumnya 180 mL/kg/tahun). c. Kondisi hipersplenisme ditandai oleh splenomegali dan leukopenia atau trombositopenia persisten, yang bukan disebabkan oleh penyakit atau kondisi lain. d. Splenektomi dapat mengurangi kebutuhan transfusi darah secara signifikan hingga berkisar 30-50% dalam jangka waktu yang cukup lama. Splenomegali masif yang menyebabka perasaan tidak nyaman dan berisiko untuk terjadinya infark dan ruptur bila terjadi trauma. 5. Transplantasi sumsum tulang Hingga saat ini tata laksana kuratif pada thalassemia mayor hanya transplantasi sumsum tulang (hematopoietic stem cell transplantation / HSCT). Tiga faktor risiko mayor yang memengaruhi luaran dari transplantasi adalah pasien dengan terapi kelasi besi yang tidak adekuat, hepatomegali, dan fibrosis portal. Pasien dengan transplantasi HLA-matched related allogenic tanpa faktor risiko memiliki tingkat harapan hidup/overall survival (OS) 93% dan harapan hidup tanpa penyakit/disease-free survival (DFS) 91%. 6. Vaksinasi Pasien thalassemia hendaknya mendapatkan vaksinasi secara optimal karena pasien thalassemia merupakan kelompok risiko tinggi akibat transfusi darah dan tindakan splenektomi. Status imunisasi perlu dievaluasi secara teratur dan segera dilengkapi. 33

Vaksin pneumokokus diberikan sejak usia 2 bulan, kemudian dibooster pada usia 24 bulan. Booster kembali dilakukan tiap 5 hingga 10 tahun. Bila perlu dilakukan pemeriksaan kadar antibodi pneumokokus. Vaksinasi hepatitis B wajib dilakukan karena pasien mendapatkan transfusi rutin. Pemantauan dilakukan tiap tahun dengan memeriksakan status hepatitis. Pasien dengan HIV positif ataupun dalam pengobatan hepatitis C tidak diperkenankan mendapatkan vaksin hidup. Vaksin influenza diberikan tiap tahun. Status vaksinasi perlu diperhatikan lebih serius pada pasien yang hendak menjalani splenektomi. Vaksin merupakan upaya imunoprofilaksis untuk mencegah komplikasi pasca-splenektomi. a. Vaksinasi pneumokokus dilakukan mengunakan vaksin polisakarida 23-valent (PPV-23) minimal 2 minggu sebelum splenektomi. Revaksinasi diulang setelah 5 tahun post splenektomi. b. Vaksinasi Haemophilus influenzae B (Hib) diberikan 2 minggu sebelum operasi jika tidak terdapat riwayat vaksinasi sebelumnya. c. Vaksinasi meningokokus direkomendasikan di area endemis.

2.10 Prognosis Tidak ada pengobatan untuk Hb-Bart’s. Pada umumnya k a s u s p e n y a k i t H b H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Talasemia alfa 1 dan Talasemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus.Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternatif tetapi h i n g g a s a a t i n i b e l u m m e n d a p a t k a n p e n ye s u a i a n h a s i l a t a u b e r m a n f a a t ya n g s a m a d i antara berbagai penyelidik secara global. Talasemia β homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan ja rang mencapai usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian c h e l a t i n g a g e n t s ( d e s f e r a l ) u n t u k m e n g u r a n g i h e m o s i d e r o s i s ( h a r g a u m u m n y a t i d a k terjangkau oleh penduduk Negara berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfuse y a n g c u k u p d a n p e r a w a t a n d e n g a n c h e l a t i n g a g e n t s ya n g b a i k , u s i a d a p a t m e n c a p a i dekade ke 5 dan kualitas hidup juga lebih baik. (Harnawatiaj, 2008) Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia α mayor kebanyakn lahir mati atau lahir hidup dan 34

meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.

2.11 Komplikasi Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang Berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lainlain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yangbesarmudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. (Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak.bagian19) Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus, dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin.

35

DAFTAR PUSTAKA



   

Atmakusuma, D., 2009. Thalassemia Manifestasi Klinis, Pendekatan Diagnosis, dan Thalassemia Intermedia. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., & Setiati, S.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing, 1387,1389. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., & Moss, P.A.H., 2005. Kelainan Genetik Pada Hemoglobin. In: Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC, 80. Marengo, Alain J., 2006, Struktur-Fungsi hubungan dari hemoglobin manusia, http://translate.htm, diakses pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 10.30 WITA. Tamam, M. 2009. Pecan Cegah Thalassemia. Thalassemia. (D. 3410-3420) Indonesia.Rotari Internasional Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, et all, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.5. Jakarta: InternaPublishing; 2009, h.1379-93.



Mentzer WC. Talasemia dalam Buku Ajar Pediatrik Rudolf; editor, Abraham M. Rudolph, et all; alih bahasa, A. Samik Wahab, Sugiarto; editor bahasa Indonesia, Natalia Susi, et all. Ed.20 Vol.2. Jakarta: EGC; 2006. h. 1331-34

    

 

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28803/3/Chapter%20II.pdf Diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 20:48 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31348/5/Chapter%20I.pdf Diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 19:45 health.allrefer.com/home.kku.ac.th http://eclinpath.com/wp-content/uploads/intravascular-hemolysis-new.jpg?02c884 Diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 19:40 http://higheredbcs.wiley.com/legacy/college/tortora/0470565101/hearthis_ill/pap13 e_ch19_illustr_audio _mp3_am/simulations/hear/rbc_formation.html Diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 21.02 Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html Diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 19:30 http://www.buzzle.com/images/diagrams/hemoglobin-structure.jpg Diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 21.38

36

37

Related Documents

Sk2 Hemato Febol.docx
May 2020 15
Sk2 Way.docx
November 2019 20
Hemato (buku Kuning).pdf
November 2019 22
Banco Final Hemato
November 2019 17

More Documents from "Daniel Bracamonte"